Red riding hood
...
Di sebuah pedesaan Konohagakuren, hiduplah seorang gadis remaja nan cantik jelita yang tinggal bersama ibunya di sebuah rumah sederhana. Rumah sederhana yang sekaligus toko bunga, membuat rumah itu semakin indah, dengan berbagai macam jenis bunga yang ada di dalamnya.
Gadis itu memiliki red velvet yang diberikan oleh ayahnya selagi masih hidup, namun kini sang ayah telah tutup usia. Red velvet itu diberikan oleh si mendiang ayah sebagai kenang-kenangan.
Karena merasa sedih, ditinggal oleh ayahnya. Ia selalu memakai red velvet tersebut, kemanapun ia pergi. Kulitnya nan putih, serta iris marine dengan rambut blonde nya. Semakin membuatnya terlihat mencolok, ketika memakai red velvet tersebut.
Suatu hari, seorang wanita paruh baya memintanya untuk mengantarkan satu buah keranjang, yang berisi bunga untuk diantarkan kepada pemesan.
"Ino... Bisakah kau tolong ibu untuk mengantarkan pesanan pelanggan?" Teriak wanita itu.
"Iya bu..." Gadis yang diketahui bernama Ino itu, segera keluar dari kamarnya untuk menemui sang ibu.
"Tolong antarkan ini kerumah pelanggan ibu." Kata ibunya, sambil memberikan keranjang yang berisikan bunga tulip, kepada anaknya itu.
"Baiklah, bu..."
Dengan sigap, gadis yang kira-kira berumuran 16 tahun tersebut, mulai beranjak untuk pergi.
"Ino, tunggu..." Baru beberapa langkah ia beranjak dari posisinya semula. Ibunya tiba-tiba menghentikannya.
Ino pun berbalik, kembali menghadap ke arah ibunya. "Ya bu. Ada apa?" Alis Ino sedikit mengernyit.
"Nanti, apabila kau sudah sampai ke tujuan. Segeralah pulang, dan jangan bicara pada siapa pun selama dalam perjalan." Pesan ibunya, kepada Ino.
Ia agak cemas, untuk menyuruh anak semata wayangnya itu. Karena hari sudah sore, kira-kira menunjukkan pukul 16.00. Dan ditambah lagi, rute jalan yang harus dilewati Ino adalah hutan yang lebat. Dimana banyak yang mengatakan bahwa disana ada monster buas.
"Iya bu, aku akan segera pulang." Jawabnya dengan tersenyum manis. Ino pun segera beranjak keluar rumah.
"Hati-hati, Ino... Jangan lupa pesan ibu..." Ucap ibunya, dengan melambaikan tangan ke arah Ino.
Di tengah hutan, yang letaknya jauh dari desa. Terdengarlah suara teriakan seorang pemuda.
"Arrrghhh... Sampai kapan, aku seperti ini." Teriak sesosok makhluk, berusaha untuk melepaskan rantai yang telah mengikat kedua tangannya.
Ia berusaha untuk melepaskan rantai besi yang sangat kuat tersebut, dari pergelangan tangannya. Namun, usahanya tersebut tetap saja sia-sia. Karena ia tak memiliki banyak energi untuk melakukan aksinya itu.
"Aaauuuummm...!"
Gadis remaja itu mendengar auman seperti serigala, ia agak takut. Tapi ia berusaha untuk mengusir rasa takutnya itu dengan senandung kecil.
"Na-na-na-na..." Tiba-tiba, terdengar suara senandung kecil nan merdu, yang berasal dari luar.
Pemuda tersebut, segera mencari cara supaya bisa keluar dari sel tahanan di tengah hutan itu.
"Siapa pun di luar, tolong aku..." Teriaknya dengan lantang.
Suara senandung yang menemani Ino selama dalam perjalanan seketika terhenti. Dan beralih, dengan ekspresi bingung yang ia keluarkan.
"Sepertinya, aku mendengar seseorang berteriak minta tolong." Ucapnya pelan, sembari berhenti sejenak.
Ia pun mencari-cari dan mencoba memperjelas pendengaranya, kalau saja ia salah dengar. Tapi, tidak ada sedikit pun suara yang ia dengar barusan.
"Ah, mungkin itu hanya angin." Pikirnya, dan segera melanjutkan perjalanan. Namun, kali ini tanpa senandung yang ia buat.
1 menit berlalu, ia kembali mendengar suara teriakan minta tolong. Dan suara ini, sangat-sangat jelas sekali.
Ia pun berbalik ke sebelah kanannya, gadis pirang ini melihat sebuah lorong gelap seperti sel. Dan mencoba mendekat untuk melihat apa yang ada di dalam sel tahanan, yang baru ia lihat pertama kali.
"Haaaah!" Ino shok dan langkah nya seketika mundur, pada saat melihat sesuatu yang ada di dalamnya.
Gelap, sungguh gelap. Hanya ada cahaya biru, yang ternyata itu adalah kedua bola mata, tapi entah milik siapa.
Dengan perasaan yang takut, ia mencoba memberanikan diri untuk bertanya. "Si-siapa di sana?" Tanyanya.
"Arggghh..." Sosok itu seketika menggeram. Seperti memberi tanda untuk minta dibebaskan.
Merasa sosok itu tak menjawab, Ino pun segera bergegas untuk pergi agar tidak membuang-buang waktunya. Namun, sebelum kaki nya beranjak pergi, sosok itu kembali berteriak "Siapapun di sana. Tolong aku!"
Ino menghentikan langkah kakinya. Kemudian ia berdiam diri sejenak, dan menghela nafas panjang. Gadis ber-iris marine tersebut mencoba membuka gerbang, yang penampilannya sudah mulai berkarat. Ia pun dengan mudah menghancurkan gerabang tersebut dengan batu yang cukup besar, dan kemudian masuk ke dalam lorong gelap tersebut.
'Kami-sama, di sini gelap sekali' batin Ino. Sebenarnya ia sangatlah takut. Namun, ia selalu ingin berbuat baik kepada semua orang. Hingga akhir hayatnya. Tapi, 'apakah yang sedang meminta pertolongan ini adalah orang?' Ino masih bertanya-tanya di benaknya.
Dengan rasa takut dan hati-hati. Ia mulai memasuki lebih dalam, dan memperhatikan setiap detail lorong tersebut untuk berjaga-jaga. Tapi, dimanakah? Sosok yang berteriak minta pertolongan tadi? Masalahnya, ia tidak melihat sedikitpun tanda-tanda kehidupan di sini. Begitu juga dengan kedua bola mata biru, yang dia tak tahu entah milik siapa itu.
Ino berjalan dengan sangat hati-hati. Ia tersentak karena mendengar suara geraman yang jaraknya sangat dekat dengan dirinya. Keringat dingin mulai bercucuran, kedua bola mata yang ia lihat di luar tadi mulai muncul kembali, dengan tatapan mematikan. Seakan mengucapkan 'hi' untuk mangsanya. Jantungya berdegup kencang, ia gugup, ia takut. Bahwa akhir hidupnya akan sampai disini saja. Tapi, ia sedikit bersyukur karena masih ada niat baik yang tersirat dalam kejadian ini yaitu 'berniat untuk menolong'.
"Aaaaaarrggg... Grrrooaaah..." Sosok itu menggeram sejadi-jadinya. Dengan suara yang sangat keras, sehingga lorong tersebut serasa bergetar.
Parahnya lagi, di sini ia tak memiliki alat bantu penerang. Untuk melihat makhluk apa sebenarnya itu. Kecuali cara satu-satunya yaitu, ia harus mendekat dan melihat dengan seksama bagaimana bentuk dan wujud makhluk itu. Ino hanya diam dan bergetar, menahan rasa takutnya.
Setelah beberap detik, geraman itu reda kembali. Dan munculah suara-suara meminta tolong seperti yang Ino dengar di luar sana. Ia sempat merasa ragu untuk mendekati makhluk itu, namun ini semua harus segera selesai. Ia tak boleh takut, lagi pula toh. Makhluk ini meminta bantuan, berarti makhluk ini tak bisa menyerang dirinya. Pikir Ino sejenak.
"Tap-tap..." Yang terdengar hanyalah suara langkah kaki seorang gadis remaja dengan tempo yang agak lambat. Mendekat, dan mulai mendekat. Untunglah dekat makhluk itu di rantai ada cahaya yang masuk dari lorong kecil di atasnya, sehingga ia bisa dengan baik melihat sosok misterius tersebut.
Setelah mendekat, Ino sedikit tercengang melihat sesosok pemuda bersurai pirang seperti dirinya, dengan kondisi yang sangat lemah dan tidak berdaya dengan posisi berduduk dan menundukkan kepala. Sebagai gadis yang masih lugu, Ino merasa iba. Ia pun segera membangunkan pemuda tersebut dengan pelan.
"Ha-hai... A-ayo bangun. A-aku akan me-bantu mu." Ucap Ino dengan terbata-bata sembari menggoyangkan tubuh pemuda tersebut dalam posisinya yang masih setengah duduk. Pemuda yang diketahui bersurai pirang tersebut, menegadahkan kepalanya, guna melihat siapakah sosok yang bicara padanya.
Pemuda pirang itu menyipitkan matanya. Seakan, tidak percaya masih ada orang yang menyelamatkannya. Apalagi dia adalah seorang 'gadis'? Ya seorang gadis. Ia kembali menundukkan kepalanya dalam posisi terduduk dengan kedua tangan yang di rantai dibelakang.
Ino dengan sigap, mencari cara untuk melepaskan kedua rantai tersebut. Ino ingat, ia tadi membuka gerbang kecil lorong dengan batu yang cukup besar. Dan lagi, sepertinya ia melihat batu yang lebih besar di luar sana.
"Baiklah, kau tunggu sebentar. Aku akan segera kembali." Ucap gadis ber-iris marin tersebut, dengan bergegas keluar.
Dan ia kembali dengan sebuah batu yang lumayan lebih besar dari sebelumnya, dan kelihatannya tidak terlalu sulit untuk menghancurkan rantai tersebut karena sudah berkarat.
"BRAAAK!" Dengan perasaan yang senang, Ino kemudian melepaskan pemuda blonde itu dari rantai yang mengikat kedua tangan dan kakinya. Pemuda itu hanya tergeletak lesu, ketika gadis di depannya berhasil melepaskan rantai yang mengikat kedua tangan kakinya selama ini. Setidaknya, perasaan pemuda itu cukup lega dan tenang, karena bisa menghabiskan sisa hidupnya dengan tidak terikat.
"K-kau ba-baik saja." Ino kelihatan sangat panik, ia kemudian berusaha menggotong pemuda berbaju orange tersebut dengan mengaitkan lengan pemuda itu ke lehernya. Ia pun bergegas, meninggalkan lorong gelap nan menakutkan yang ia masuki barusan, dan tak lupa untuk membawa sekeranjang bunga pesanan para pelanggan.
Setengah perjalanan, ino tersentak. "Ah, bunga! A-aku lupa... Aku harus segera mengantarkannya, tapi bagaimana ini?" Pikir Ino dengan posisi masih seperti semula. Ia terus menggotong pemuda tersebut sepanjang perjalanan. Dengan langkah yang gontai, pemuda berbaju oranye itu hanya dapat mengikuti langkah gadis yang membawanya.
Sungguh, sekarang Ino tak sanggup lagi, mereka berhenti di sebuah sungai di tengah hutan. Nafas Ino mulai ngos-ngosan dan ia melepaskan pemuda tersebut lalu menyenderkanya di sebuah pohon besar. Ia memperhatikan pemuda yang ada di depannya, yang terlihat sangat lemah dan sepertinya ingin mati.
TBC (UPD8 KILAT)
R&R?
