Two World

Part 1

HunHan (GS)

"Kita seperti dua orang dari dunia berbeda"

.

.

.

"Lu! Xi Luhan! Kau sudah selesai?"

Pintu bercat putih itu terbuka, Luhan hanya meliriknya dari cermin karena ia sedang memasang antingnya sekarang.

"Kau memang putriku! Tapi akan lebih cantik jika kau menggunakan dress yang eomma belikan waktu itu" Nyonya Xi mematut putrinya dari cermin dengan tangan kanan membuat gerakan mengelus dagu.

Luhan hanya menggeleng pelan, "Membuatku menginap sudah merepotkan eomma" Ia yang akan pergi untuk blind date, tapi eommanya yang histeris.

"Ah, ini tempatnya" Nyonya Xi memberikan kartu kepada Luhan

"Oh Sehun. Kau tinggal menyebutkan itu di resepsionis, mereka akan mengantarmu" ucap Nyonya Xi sambil mengulum senyumnya seperti gadis yang tengah kasmaran.

"Private restoran 'kan?" Luhan berdiri dari tempat duduknya dan mengambil kartu nama yang diberikan sang ibu.

"Huh, jika kau adalah namja pasangan date mu pasti berpikir yang aneh-aneh saat kau meminta private restoran" cibir Nyonya Oh.

"Menyebalkan, jika bertemu dengan kenalanku aku harus mengenalkannya mau tidak mau. Toh aku belum yakin menikah dengan orang itu" Luhan mengangkat bahu dan mengambil sling bagnya yang terletak diatas tempat tidur, kemudian mencium pipi ibunya,

"Aku pergi dulu"

"Kali ini kau benar-benar harus menikah! Harus!" Nyonya Xi berteriak pada putrinya yang sudah berbelok di depan kamar itu.

Seperti yang diinstruksikan ibunya, setelah menyerahkan kunci mobil pada vallet, Luhan segera menyebutkan 'Oh Sehun' pada resepsionis.

Saat pintu ruangan kecil itu terbuka Luhan langsung masuk dan melepas heelsnya tanpa melihat seseorang yang telah duduk dibalik meja yang membatasi mereka.

"Huh?"

Luhan mengangkat kepalanya saat mendengar suara di hadapannya, "Kau?"

Luhan mengambil tempat tepat diseberang namja yang disebut Oh Sehun itu, "Aku sempat memikirkannya saat eomma menyebutkan namamu, tapi aku tidak menyangka itu benar-benar kau"

"Geuroge, aku juga tidak berpikir untuk bertanya lebih lanjut pada eomma-ku" Sehun tersenyum sopan.

"Aku rasa kau paham kenapa aku mengikuti blind-date, tapi kau.." Luhan memiringkan kepalanya ragu.

Sehun tertawa, "Tidakkah kita seharusnya bertanya kabar dulu?"

Luhan balas tersenyum, "Aku rasa lebih baik pesan sesuatu terlebih dahulu" usulnya sambil memencet bel diujung meja.

.

"Entahlah, aku selalu memutuskan mereka saat merasa bosan dan tanpa sadar aku berakhir seperti ini" Sehun mengangkat bahunya.

Luhan menelan makanan dimulutnya, kemudian mengangguk setuju.

"Kau belum menjawab pertanyaanku" Sehun mengingatkan

"Entahlah, bagaimana aku menjelaskannya. Aku merasa hidupku baik-baik saja sekarang, tidak ada masalah dengan researchku, aku juga tidak terlalu pusing dengan mengajar. Ya, kesimpulannya, baik-baik saja" kini balas Luhan yang mengangkat bahu.

"Kau mengajar?" Sehun mengangkat alisnya sebelah.

"Kau tidak percaya dengan kemampuanku? Ya, aku sendiri juga tidak percaya sebenarnya. Aku hanya mendaftar menjadi pengajar di SNU (Seoul National University) karena aku butuh lembaga untuk melakukan risetku"

"Maafkan aku bertanya ini, tapi aku benar-benar lupa. Pekerjaanmu?"

Luhan tertawa, "Tidak masalah. Sebagai ketua angkatan aku yakin kau tidak akan ingat semua pekerjaan teman-temanmu bukan? Aku lulus dari universitas yang sama dengan Chanyeol"

"Ya, untuk bagian itu aku tahu" Sehun menghabiskan air putihnya yang tinggal sedikit.

"Aku mengambil spesialis obat-obatan jantung setelah lulus dari jurusan farmasi. Ya dan itu pekerjaanku, melakukan research mengenai obat-obatan jantung dan dengan terpaksa harus mengajar demi kelangsungan research-ku" jawab Luhan ringan dan ikut meminum air putihnya setelah menghabiskan makanannya.

"Kau tidak balik bertanya?" Sehun tersenyum canggung. Ia bingung topik pembicaraan apa yang paling tepat. Karena sedari tadi mereka hanya membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan teman-teman SMA.

Sehun dan Luhan dulu satu sekolah, mereka juga berada pada lingkungan pergaulan yang sama. Kasta anak-anak pemegang keputusan di angkatan mereka. Namun itu bukan berarti mereka kenal dekat. Sehun adalah anak-anak yang berjiwa bebas, terkadang sering membuat masalah walaupun tidak jarang menyumbang prestasi non akademik untuk sekolah. Sedangkan Luhan adalah anak yang tidak suka dengan sesuatu yang rumit, menghindari membuat masalah dan lebih menonjol dari segi akademik. Tiga tahun berada di sekolah yang sama tidak membuat mereka tahu jika orang tua mereka saling mengenal. Karena sepanjang sejarah, baru kali ini Luhan dan Sehun berbicara cukup banyak.

"Aku juga tidak tahu harus menanyakan apa, aku tahu mengenai pekerjaanmu karena kalian terlalu sering ribut di grup angkatan. Aku bahkan tahu beberapa mantanmu karena kau sering diolok-olok. Ah! Apa kau datang ke pernikahan Byun Baekhyun dan Chanyeol?" Luhan menjentikkan jarinya saat menemukan pertanyaan yang tepat, menurutnya.

"Lalu menurutmu aku tidak datang karena Baekhyun adalah mantanku? Bagaimanapun juga aku dekat dengan Chanyeol dan aku rasa aku tidak punya masalah dengan Baekhyun, sebelum pacaran dengannya kami adalah teman SMP. Kau sendiri? Kau satu SMP dengan Chanyeol dan Kyungsoo bukan?"

"Ya, tidak banyak murid dari SMP-ku yang masuk ke SMA kita jadi kami cukup dekat. Aku juga datang karena Kyungsoo dekat dengan Baekhyun saat mereka sekelas"

Sehun tertawa, kemudian menggeleng-geleng, "Apa kita sedang reunian sekarang? Kenapa pembicaraan ini selalu berputar-putar dengan teman SMA?"

Luhan ikut mendengus tidak percaya, ini terlihat lebih seperti reunian dari pada blind date.

"Mm. Aku rasa kita bisa mulai membicarakan tentang, kita?" Sehun mengangkat kedua alisnya ragu.

Luhan menghela napas, "Baiklah. Aku harus mulai dari mana?"

"Kenapa kau ikut blind date, mungkin" Sehun memiringkan kepalanya, tidak yakin dengan pertaanyaannya sendiri.

Luhan terlihat berpikir karena dahinya berkerut, "Orang-orang disekitarku bilang jika aku sudah harus menikah sekarang, walaupun aku tidak yakin aturan mana yang menyebutkan jika aku harus menikah saat berumur tiga puluh lima. Aku juga tidak punya waktu untuk berkeliling di Hongdae hanya untuk mencari calon suami. Kau sendiri? Seingatku kau memacari lima teman angkatan kita saat SMA, apa keahlianmu menurun sekarang?" Luhan menyebutkan kalimat terakhirnya sambil tertawa.

Sehun ikut tertawa, "Tentu saja tidak. Tapi seperti yang aku bilang, aku selalu memacari orang-orang yang ada di lingkungan yang sama dengankku dan akhir-akhir ini aku mulai bosan dengan itu. Kebetulan eomma-ku menanyakan tentang blind date, aku rasa tidak masalah mencobanya".

"Lalu bagaimana menurut pendapatmu?" Luhan bersandar pada kursinya.

"Ne?"

"Melihat reaksimu aku tidak yakin kau diberitahu tentang ini. Aku ikut blind date dengan tujuan menikah, jika kau tidak yakin dengan itu aku rasa kita tidak punya alasan lagi untuk pertemuan kedua bukan?" Luhan menatap Sehun santai.

"Wah, aku tidak tahu jika kau blak-blakan seperti ini" Sehun memandang Luhan takjub, sedangkan yang dipandang hanya mengendikkan bahu tidak peduli.

"Hm. Aku rasa aku butuh pertemuan kedua denganmu. Aku tidak merasa bosan dengan pembicaraan hari ini, jadi tidak ada alasan untuk tidak bertemu lagi. Kau sendiri?"

"Aku adalah pihak yang membutuhkan sekarang, aku tidak punya alasan untuk menolak. Minggu depan?" tanya Luhan to the point.

"Baiklah, kali ini aku yang memutuskan tempatnya" putus Sehun, membuat Luhan mengangkat alisnya, Luhan sedikit terusik dengan hal yang berhubungan dengan atur-mengatur,

"Wae?"

"Kau tidak ingat jika kau yang meminta untuk bertemu di private restoran?" balas Sehun kembali tergelak. Terlalu banyak respon tidak terduga dari Luhan.

"Ah, baiklah kalau begitu"

.

.

.

Beberapa orang akan berpikir ini terlalu cepat, tapi disini Luhan sekarang, enam bulan setelah pertemuannya dengan Sehun ia sedang berada di depan altar, melingkarkan lengannya dengan lengan Sehun.

"You may kiss your bride"

"Kau tidak apa-apa?" bisik Sehun saat keduanya telah berhadapan.

Luhan mengangguk pelan, 'ini tidak akan lama' pikir Luhan dalam hati dan membiarkan Sehun mengambil kendali atas ciumannya. Suara riuh tepuk tangan menggema dan semakin riuh saat keduanya memberikan hormat pada tamu yang hadir.

.

Luhan masuk saat Sehun menahan pintu apartemennya agar tetap terbuka. Yeoja yang telah resmi menjadi istri Sehun itu mengangguk-angguk saat memperhatikan tata ruang apartemen Sehun, "Not bad" komentarnya yang jawab dengan senyuman bangga oleh Sehun.

"Kau bisa menggunakan kamar mandi di dalam kamar, aku akan mandi disini" tunjuk Sehun pada pintu yang tertutup tak jauh dari tempatnya berdiri. Luhan mengangguk kemudian mengambil kopernya yang dibawa oleh Sehun dan masuk pada kamar yang ditunjuk Sehun. Oh, ini akan menjadi kamarnya juga sekarang.

Luhan keluar dengan rambut setengah keringnya dan mengambil tempat di samping Sehun yang duduk di mini bar miliknya dengan dua cangkir coklat hangat.

"Aku pikir kau tertidur di kamar mandi" ejek Sehun karena Luhan menghabiskan hampir satu jam untuk mandi.

"Aku butuh mengembalikan nyawaku. Aku benar-benar akan pingsan jika acaranya tidak berakhir tepat waktu" Luhan menyeruput coklatnya kemudian mendesah lega.

Sehun memperhatikan Luhan yanng duduk disampingnya dengan tatapan menilai, Luhan yang menangkap pandangan itu mengangkat alisnya sebelah,

"Wae?"

"Bibirmu benar-benar pucat" jawab Sehun asal.

"Kau harus terbiasa melihatnya sekarang. Aku tidak masalah keluar tanpa bedak, alis atau apapun itu tapi aku benar-benar tidak bisa hidup tanpa lipstik" jawab Luhan sambil kembali menikmati coklatnya.

"Aku rasa kau benar. Jangan keluar seperti ini, aku bisa dituduh melakukan kekerasan karena kau terlihat seperti orang sakit" Sehun tergelak sendiri dengan pikirannya.

Sehun memperbaiki duduknya, menatap lurus pada jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan malam disekitar apartemennya.

"Apa rencanamu setelah ini?" tanya Sehun tanpa menatap Luhan, karena ia tahu Luhan akan menoleh dengan dahi berkerut padanya.

"Kau membuatnya terdengar seperti kita sedang merencanakan sesuatu" Luhan mendengus pelan, tertawa dengan pertanyaan Sehun.

"Kau tidak ingin punya anak?" Sehun masih menatap lurus ke depan.

"Kau ingin?"

"Jika aku berkata ya kau akan menyanggupinya?" kali ini Sehun tidak bisa untuk tidak menoleh.

"Kenapa tidak? Apa kau lupa jika kita sudah menikah hari ini?" Luhan balik bertanya. Sejujurnya Sehun masih penasaran tentang banyak hal mengenai Luhan. Terlalu banyak kejutan yang tidak ia perkirakan enam bulan belakangan.

"Apa kau selalu menuruti perkataan orang seperti ini?" Sehun mengerutkan keningnya pada Luhan yang masih menikmati coklat hangatnya yang tinggal setengah.

Luhan membuat wajah mengerinyit, "Aku tidak suka dengan perdebatan. Mengganggu dan membuang-buang tenaga"

Sehun menyisir rambutnya yang telah kering dengan kedua tangan kemudian bersandar pada sandaran kecil bangkunya. Ia kembali mempertanyakan alasannya menikahi Luhan sekarang.

Sehun terlihat bepikir sejenak, ia menatap punggung Luhan sambil mengulum bibirnya. Kemudian Sehun menggenggam tangan kanan Luhan yang sedang menyentuh bagian luar cangkir itu, membuat Luhan berjengit kaget,

"Kau harus menghilangkan ketakutanmu ini sebelum punya anak" Sehun mengangkat tangan Luhan yang bergetar di dalam genggamannya.

Sehun melepaskan tangan Luhan dan dengan cepat Luhan mengeluskan telapak tangannya pada piyama yang ia gunakan.

"Kau sudah selesai? Tidurlah duluan, aku akan membersihkan ini" perintah Sehun mengambil cangkir miliknya dan Luhan kemudian membawa kedua cangkir itu ke washtafel.

Luhan segera turun dari bangkunya dan masuk ke kamar, meninggalkan Sehun yang tengah tenggelam dengan pikirannya sendiri dibalik washtafel.

.

.

.

Tidak ada kata yang tepat untuk mendeskripsikan hubungan Sehun dan Luhan. Sekilas mereka hanya terlihat seperti roommate yang sibuk dengan urusan masing-masing. Luhan hanya roomate Sehun yang kebetulan tidur satu ranjang, kebetulan mencuci semua pakaian, kebetulan membersihkan rumah, menyiapkan seluruh kebutuhan Sehun dan kebetulan menjadi teman mengobrol sebelum tidur.

"Kau sudah membaca ini?" Sehun mengangkat undangan di tangannya yang ia temukan di meja makan.

Luhan mengangguk, "Aku menemukannya di mail box tadi pagi" jawab Luhan acuh sambil mengeringkan tangannya. Ia baru saja selesai menyiapkan sarapan.

Sehun meminum kopi paginya sambil membaca undangan itu, sesekali mengangguk sebelum menyuap sarapannya.

"Kyungsoo bilang dia akan membunuhku jika tidak datang" lapor Luhan mengambil tempat dihadapan Sehun.

"Sudah seharusnya begitu. Aku tidak pernah melihatmu di reunian sekalipun" Sehun menunjuk Luhan dengan sendoknya, sedangkan Luhan hanya mencebikkan bibirnya sebelum mencicipi sup yang ia buat.

"Aku pernah datang sekali, saat aku baru lulus aku rasa. Aku tidak tahan berada disana lebih dari dua jam" Luhan meminum jusnya sedikit.

"Tapi kali ini aku rasa kau harus bertahan sampai akhir acara" Sehun menatap Luhan prihatin, Luhan memberikan wajah lelah terbaiknya, "Sepertinya begitu"

"Kau tidak berangkat pagi hari ini?" Sehun mengalihkan pembicaran sambil menghabiskan minumannya dan menyiapkan tas tangannya.

Luhan menggeleng, "Aku hanya perlu ke lab hari ini"

"Aku pergi dulu" Sehun bangkit dari tempat duduknya dan berlalu meninggalkan Luhan yang masih menikmati sarapan.

.

.

"Aku rasa aku harus menelepon Kyungsoo dulu" bisik Luhan saat Sehun mematikan mesin mobilnya dan bersiap untuk turun dari mobil.

"Kenapa kita tidak mencarinya di dalam saja?"

"Itu merepotkan" bisik Luhan ikut turun dari mobil dan mengikuti Sehun berjalan menuju pintu masuk sambil terus berusaha menelepon Kyungsoo.

"Oh Sehun!"

Sehun dan Luhan menoleh berbarengan ke arah sumber suara, Sehun mengangkat tangannya melihat Chanyeol berlari kecil ke arahnya.

"Oo.. Xi Luhan.. Ah, apakah itu Oh Luhan sekarang?" Chanyeol langsung mengeluarkan godaannya sesaat setelah berada di hadapan Sehun dan Luhan.

Luhan hanya memutar bola matanya malas, Chanyeol benar-benar tidak berubah sejak SMP. Ia terlalu bosan menanggapi temannya yang satu ini.

"Kau melihat Kyungsoo?" Luhan menurunkan ponselnya, mengalihkan permbicaraan.

"Dia bersama geng-mu disebelah sana" jawab Chanyeol sambil menunjuk ke arah sudut ballroom besar yang terang benderang itu.

"Aku akan pergi mencari Kyungsoo" pamit Luhan pada Sehun dan mulai berjalan dengan hati-hati menuju arah yang ditunjuk Chanyeol.

"Xi Luhan!" Luhan mengerinyitkan wajah saat beberapa teman dekatnya meneriakkan namanya. Luhan mendekati gerombolan yang melihat ke arahnya itu.

"Ups, apa aku harus memanggilmu Oh Luhan sekarang?" Kyungsoo menyambut Luhan yang berdiri di sampingnya

"Katakan itu jika kau datang ke pernikahanku" potong Luhan menatap Kyungsoo kesal. Pasalnya wanita itu tidak hadir di pesta pernikahannya, membuat ia harus rela kehilangan satu bridesmaidnya.

"Maafkan aku. Tapi aku rasa itu bukan sepenuhnya salahku, kau yang mendadak memberikan undangan. Aku tidak bisa menunda keberangkatanku karena aku masih membutuhkan pekerjaan ini"

Luhan hanya mencebikkan bibirnya, kemudian memekik tertahan saat Xiumin tiba-tiba membalik-balik badannya dengan paksa.

"Huh, sepertinya kita belum bisa mengadakan baby shower" ujarnya kecewa setelah melihat tidak ada perubahan berarti pada tubuh Luhan.

Kyungsoo mengangguk setuju, "Apa kau menunggu aku dan Xiumin hamil untuk ketiga kalinya? Atau kau ingin Lay punya anak keempat sebelum memberikan kami keponakan?"

"Ayolah, Luhan baru menikah enam bulan" bela Lay tersenyum.

"Kau hamil lima minggu dihari pernikahanmu Nyonya Kim!" Balas Xiumin membuat Lay tersenyum malu.

"Tapi apa yang terjadi, hm? Kami tidak menyangka kau akan menikah dengan Oh Sehun. Kita semua tahu betapa berbedanya kalian sampai aku yakin jika kalian tidak akan pernah sekalipun bertemu di jalan" Kyungsoo memeluk lengan Luhan dan menempeli wanita 36 tahun itu. Sementara dua temannya yang lain mengangguk setuju.

"Sudah berapa kali aku mengatakannya, hanya blind date. Apa kau berharap aku melakukan tindak kriminal dan Sehun mengintrogasiku di ruangannya begitu?"

"Wah, itu seperti pertemuan di drama-drama" timpal Lay cekikikan.

Xiumin ikut menempeli Luhan, yang kini merasa semakin sesak (keramaian seperti ini sudah membuatnya cukup sesak sebenarnya).

"Bagaimana?" bisik Xiumin mengulum senyumnya, membuat Luhan mengerutkan kening.

"Apanya yang bagaimana! Ya! Menjauhlah!" Luhan melepaskan Baekhyun dan Xiumin yang bergelayut padanya dengan paksa.

"Sehun!" Xiumin menekankan katanya sambil melihat reaksi Luhan, "Apa dia hebat di ranjang?"

Kyungsoo mengangguk-angguk mengamini pertanyaan Xiumin. Luhan menatap kedua temannya ini dengan tatapan kesal, kemudian menatap Lay meminta bantuan. Tapi wanita cantik itu malah ikut tersenyum tidak jelas sambil mengangkat alisnya, menggoda Luhan.

"Aku tidak tahu" jawab Luhan mengangkat bahunya tidak peduli.

Kyungsoo dan Xiumin masih menunggu kelanjutan kalimat Luhan, "Keut? Itu saja?" tanya Xiumin tidak percaya.

Luhan mengangguk yakin dengan wajah tenang, "Aku belum pernah tidur dengannya" Lay hampir menjatuhkan minumannya mendengar jawaban Luhan.

"M-MWO?"

Luhan menoleh ke kiri dan ke kanan karena semua orang melihat ke arah mereka akibat teriakan Xiumin dan Kyungsoo.

"Ya!" Kyungsoo menatap Luhan dengan mulut terbuka, "Jangan membohongi kami Lu!"

"Aku serius!" Luhan tidak mau kalah.

Xiumin menatap ke kiri dan kanan kemudian kembali mendekati Luhan dan mendekatkan bibirnya dengan telinga gadis itu, "Apa dia impoten?" Luhan menarik wajahnya dan menatap Xiumin tidak percaya.

"Apa kau sedang terlibat dengan apa namanya?", Lay berpikir sejenak, "Ah! Pernikahan politik yang ada di drama-drama?"

"Apa yang sedang kau bicarakan. Apa aku harus tidur dengannya jika sudah menikah?" Luhan kembali mengangkat bahu. Kyungsoo menggeleng tidak percaya sedangkan Xiumin menepuk-nepuk dadanya yang tiba-tiba terasa sesak menahan gemas.

"Lalu menurutmu aku memesan anakku secara online begitu?" Kyungsoo menatap Luhan dengan mata mengantuk, tidak habis pikir dengan sahabatnya ini.

Luhan hanya mendengus tidak peduli. Dia merasa tidak perlu menjelaskan alasannya pada teman-temannya karena hanya Sehun yang tahu mengenai OCD-nya. Kenapa? Ya, Luhan merasa selain dirinya dan dokter yang mendiagnosanya Sehun juga perlu tahu.

.

Luhan menatap bosan ke sekeliling sambil sesekali memasukkan buah yang terletak diatas meja ke mulutnya. Ia duduk satu meja dengan teman-temannya, namun kini ia ditinggal sendirian karena mereka sedang sibuk berpesta di depan.

Luhan lelah tersenyum terus menerus untuk menyapa teman-temannya yang sebagian masih sering tanpa sengaja bertemu atau teman-teman lain yang ia bahkan lupa namanya, atau yang sekedar berbasa-basi mengucapkan selamat atas penikahannya dengan Sehun. Ayolah, ia bukan pengantin baru lagi.

Ngomong-ngomong soal Sehun, Luhan mengerti dengan keterkejutan teman-temannya saat dulu ia memberikan undangan pernikahan. Lihat saja sekarang, Sehun sedang berada di tengah kerumunan, dan ia duduk sendiri di mejanya. Benar-benar sebuah keajaiban mereka bisa menikah.

Riuh itu tiba-tiba berkurang, dan beberapa orang kembali ke meja masing-masing. MC naik ke atas panggung untuk menutup acara yang sudah berlangsung lebih dari delapan jam itu.

"Aku belum ingin pulang" rengek Xiumin saat kembali ke meja bersama Kyungsoo dan Lay.

"Cinderella harus kembali pada kenyataan sebelum tengah malam" keluh Kyungsoo sebelum meminum jusnya.

"Karena semua telah bersenang-senang, mari kita tutup dengan beberapa kata dari ketua angkatan kita, Oh Sehun! Bergeraklah!" Semua orang di ruangan bertepuk tangan riuh mengiringi langkah Sehun untuk naik ke atas panggung.

Luhan tidak mendengarkan apa yang disampaikan Sehun, matanya memang melihat ke arah panggung, tapi pikirannya tidak. Di dalam hati Luhan merasa sedikit.. bangga? Melihat namjanya berada diatas sana. Ah, apakah Luhan barusan menyebut Sehun 'namjanya'?

.

.

.

TBC