Chapter 1

.

.

.

.

.

Cast : Luhan (as girl), Sehun, Kris and another cast

Genre : Romance, Hurt

Rating : T

.

.

.

.

.

Ini remake novel Dia Tanpa Aku dari Esti Kinasih

Kita menambah atau mengurangi kata-kata agar menjadi bahasa fanfiction yang semestinya

Jika kalian ingin membaca versi aslinya silahkan membeli novel Dia Tanpa Aku karya Esti Kinasih.

.

.

.

DLDR

GS

ENJOY~

.

.

.

Panas matahari siang ini sebenarnya dapat membuat pakaian basah yang di diamkan di luar rumah kering dalam sekejap. Tapi Chanyeol mengiyakan saja ajakan Kris untuk

melihat Luhan. Gadis itu sudah diincar Kris sejak dua bulan lalu. Sayangnya, Luhan masih kelas 3 Junior High School, jadi Kris belum mau melakukan pendekatan dengannya. Ia menunggu Luhan masuk Senior High School.

Karena belum bisa melakukan pendekatan itulah, selama ini Kris hanya melihat Luhan dari jauh. Melihat, memperhatikan, mengamati. Kadang Kris "mengantar" gadis itu pulang. Mengantar dalam tanda kutip karena Luhan tidak pernah tahu ada pria yang terkadang ikut naik bus yang ditumpanginya hanya karena ingin melihatnya lebih lama.

Setiap kali habis memperhatikan Luhan di sekolahnya, besoknya pasti Kris akan bercerita panjang-lebar. Dan sering sekali ceritanya itu tidak penting. Tidak penting untuk orang yang ia paksa untuk mendengarkan. Dalam hal ini, Chanyeol.

Misalnya..

"Luhan itu sangat manis, Chanyeol. seperti artis film yang bernama Irene."

"Irene?" Chanyeol mengerutkan kening.

"Yang mana ya?"

Meskipun petunjuk paling krusial yang bisa menggambarkan betapa manisnya Luhan yang tidak diketahui Chanyeol, itu tidak menghalangi Kris untuk terus menceritakan gadis incarannya itu.

"Gadis itu jika pakai seragam olahraga, sangat cantik, Chanyeol. Seksi. Imut!" puji

Kris suatu hari dengan mata berbinar-binar.

"Imut atau seksi?" tanya Chanyeol.

"Seksinya imut. Bukan seksi menggoda, begitu. luhan itu manis. jinjja!"

"Imut, seksi, atau manis? Yang jelas informasinya."

"Imut! Seksi! Manis!" tandas Kris.

Info tidak penting lainnya...

"Luhan jika berkeringat, dan rambutnya berantakan, benar-benar cantik!"

Lainya lagi, masih tidak penting juga..

"Kemarin dia olahraga pakai biru-biru. Kaus biru sama celana pendek biru. Ternyata perempuan kalau pakai biru, jadi terlihat cantik ya?"

Tapi pernah juga ada info yang penting. Penting untuk bahan renungan

Chanyeol, bahwa jika suatu saat nanti dirinya jatuh cinta, ada kemungkinan akan jadi gila juga, seperti sahabatnya itu. Isi infonya sendiri masih tetap tidak penting.

"Namanya Xi Luhan. Kelas tiga Junior High School. Pelajaran yang paling disukai biologi dan matematika. Warna favorit: biru. Olahraga favorit: tidak ada. Jadi jika sedang jam olahrag gadis itu lebih sering duduk-duduk atau menjahili teman-temannya. Aku pernah memperhatikan, main basketnya buruk sekali. Main volinya kacau, dan main bulutangkisnya asal. Satu-satunya

olahraga yang dia kuasai hanya lari. Gadis itu cepat sekali larinya. Apa karena

dia suka jahilin orang ya? Jadi harus bisa lari cepat agar tidak dijitaki ramai-ramai."

Sejenak Kris berhenti membaca catatannya. Ia tertawa geli. "Makanan favorit, kalau yang berat: bibimbap dan jajangmyeon. Kalau yang ringan: tteopoki dan odeng. Sama sepertiku!" serunya kemudian dengan girang.

"Berarti kami jodoh!".

Chanyeol mendengus. "Hanya karena sama-sama suka tteopoki dan odeng saja kok jodoh," gerutunya.

Tapi Kris tidak peduli. Ia teruskan membaca catatannya.

"Kalau sedang belajar, senangnya sambil mendengarkan radio. Kalau tidak mendengarkan radio, dia bisa ngantuk. Genre film yang dia suka: roman komedi. Dia sangat benci film horor. Dia penggila komik Jepang. Dia pernah mengidolai Jo In Sung, tetapi sekarang sudah tidak lagi semenjak Ahn Jae Hyun muncul. Dia juga pernah menjadi fans berat Lay EXO.

Katanya, suara Lay itu teduh. Membuat hati tenang. Tapi sekarang, tidak lagi. Terimakasih. Karena ternyata Lay penganut poligami. Maka dari itu Luhan punya cita-cita ingin menjadi menteri HAM atau menteri pemberdayaan perempuan, agar mempunyai kuasa membuat undang-undang agar suami yang menikah lagi dipenjara saja."

Kepala Kris menyembul dari sisi kertas yang sedang dibacanya, yang selama ini menghalangi mukanya dari pandangan Chanyeol.

"Feminis radikal. Gawat juga!" Kris tertawa geli. Chanyeol ternganga. "Bagaimana caranya kau bisa mendapatkan informasi itu?" tanyanya takjub.

"intinya aku tahu," jawab Kris pendek.

Banyak lagi info tak penting tentang Luhan yang selalu disampaikan Kris

kepada Chanyeol, yang terpaksa terus menyimak atas nama persahabatan.

Masalahnya adalah, saat detik-detik menjelang Luhan tamat Junior High School ini, frekuensi pengamatan Kris semakin tinggi, dan frekuensi berceritanya semakin tinggi

lagi. Bahkan Kris sama sekali tidak perduli cerita itu baru saja diceritakannya

tadi pagi. Panjang-lebar pula.

"Ini ringkasannya," katanya lembut, masa bodoh dengan tampang malas Chanyeol. Chanyeol tahu Kris merasa mempunyai alasan yang kuat untuk memaksanya mendengarkan semua cerita tentang Luhan, karena alasan itu pernah dikatakannya.

"Kau belum pernah melihat dia. Coba kalau kau sudah tau, pasti kau akan mengerti mengapa aku sangat menyukainya dan selalu ingin cerita tentangnya."

"Sudah. kau kan punya foto-fotonya. Biasa saja."

"Kesannya pasti berbeda jika kau sudah melihatnya secara langsung."

Kris memang menyimpan banyak foto Luhan yang di shoot-nya secara diam-diam. Untung foto-foto itu hanya disimpannya di kamar, tidak dibawa kemana-mana Karena menurut Chanyeol, membawa kemana-mana foto gadis yang kita suka atau kita incar tapi masih belum ketahuan perempuan itu suka juga atau tidak, hanya berlaku kalau kita mengincar artis. Jadi kalau ternyata nanti di tolak, ya biasa aja. Tidak memalukan.

Maka dari itu Chanyeol sangat berharap Kris mengajaknya dalam pengamatan

Luhan berikutnya. Agar nanti jika Kris bercerita tentang Luhan dengan berapi-api dan bermenit-menit, dirinya tidak perlu mendengarkan keseluruhan

cerita. Cukup dua-tiga kalimat, kemudian bisa langsung di-cut.

"Aku sudah tauuu!."

Harapan Chanyeol terkabul pagi ini. Mendadak Kris mengajak sahabat

sekaligus teman sebangkunya itu menemaninya melihat Luhan.

"Mau!" Chanyeol langsung menjawab dengan nada sepeti akan diajak liburan

gratis ke pulau Jeju.

"Kau semangat sekali?" Kris menjadi agak heran.

"aku jadi penasaran. Seperti apa gadis itu? Karena jika kau bercerita kelihatannya heboh sekali,"

Chanyeol menjawab sambil menyeringai lebar.

.

.

.

.

.

Begitu bel pulang berbunyi, mengabaikan panas matahari yang sudah

dijelaskan di awal cerita-dapat mengeringkan cucian basah dalam sekejap-keduanya segera meninggalkan sekolah. Kris takut Luhan sudah pulang, karena mereka masih harus naik bus kira-kira lima belas menit untuk sampai di sekolah gadis itu.

Turun dari bus, Kris langsung mengajak Chanyeol ke taman yang ada di

depan sekolah Luhan. Tidak berapa lama terdengar bunyi bel disusul siswa-siswa berhamburan keluar dari pintu-pintu kelas. Kris menjadi gelisah. Lehernya

terjulur panjang. Sepasang matanya bergerak cepat, mencari-cari.

Tapi, sampai kerumunan laki-laki dan perempuan berseragam putih dengan rok bermotif kotak-kotak berwarna coklat terus berkurang, dan hingga akhirnya habis sama sekali ditelan bus, mobil pribadi, atau menghilang di ujung-ujung jalan di kiri-kanan, orang yang mereka tunggu-tunggu tidak kelihatan sama sekali. Muka Kris yang sebelumnya cerah menjadi mendung pekat.

"Kenapa dia tidak ada, ya? apa dia tidak masuk?"

Suaranya yang penuh semangat, berisik karena tidak berhenti bercerita, kini mendadak lemah. Menjadi sangat kecewa. Sangat sedih, sangat gelisah,sangat muram. menjadi patah semangat.

Sebentar-sebentar Kris menarik napas

panjang, berkali-kali mendecakkan lidah, membuat Chanyeol menahan tawa.

"Mungkin ada pelajaran tambahan? Siswa-siswi tingkat akhir kan biasanya seperti itu?" hiburnya.

"Oh, iya, iya." mendung di wajah Kris seketika tersapu bersih. Wajah itu

menjadi berseri-seri lagi.

Chanyeol menjadi menyesal sudah melontarkan kalimat itu, karena sampai satu jam kemudian Luhan tetap belum juga kelihatan. Sementara panas matahari yang teriknya bisa membuat kulit terbakar itu kegarangannya belum juga berkurang.

Namun Kris tetap segar bugar. Tatapannya masih tertuju lurus-lurus ke bangunan sekolah di depannya. Masih penuh semangat dan harapan bisa melihat gadis incarannya. Sementara di sebelahnya, Chanyeol nyaris kering karena bosan dan dehidrasi akut. Akhirnya pria itu tidak sanggup lagi.

"Kita di sini sampai kapan? Nanti malam atau besok pagi?"

Kris menoleh kaget. Langsung di rasakannya aura hitam yang melingkupi Chanyeol sangat berbeda dengan aura cinta yang dirasakannya dari bangunan sekolah di depannya. Kris menyeringai, merasa bersalah karena telah melupakan orang yang sedari tadi sudah menemaninya.

"Satu jam lagi ya. Jika sampai satu jam lagi Luhan belum keluar juga, berarti dia memang tidak masuk."

"Satu jam lagi, ya?" Chanyeol mengerutkan keningnya dalam-dalam. Pura-pura

berpikir.

"Oke. Sepertinya pas."

"Apa yang pas?" Kris menatap sahabatnya itu dengan pandangan heran.

"Tingkat ke-'kisut'-annya," jawab Chanyeol enteng. Ia mengatakan itu sambil tersenyum-senyum. Senyum yang singkat dan tidak jelas.

"Karena satu jam lagi sepertinya aku akan sekering mumi-mumi firaun Mesir kuno. Jika kau bertanya pada orang yang lewat siapa yang mati lebih dulu, aku atau firaun-firaun itu, pasti tidak ada yang dapat menjawabnya. Malah bisa jadi mereka menyangka yang ada di Mesir sana itu mumnya Ramses II, sementara yang di sebelah kau ini, muminya Ramses I."

Sejenak Kris ternganga, lalu tertawa geli.

"Bilang saja haus, begitu. Repot sekali sampai pakai ke Mesir."

"Ya! kau memang tidak tahu terima kasih ya? Sudah minta ditemani memata-matai Luhan saat panas seperti ini, aku juga tidak diberi makanan atau minuman sama sekali. Benar-benar dehidrasi."

"Iya, iya. Sorry chan." Kris merogoh saku kemeja sekolahnya.

Dikeluarkannya selembar uang lima ribu won lalu diberikannya pada Chanyeol. "Ini."

Wajah Chanyeol menjadi lebih cerah. Ia bangkit berdiri dan segera berjalan menuju

Kedai minuman.

Tak lama kemudian ia kembali membawa dua cup ice coffee dan dua bungkus makanan ringan. Diberikannya ice coffee milik Kris.

.

.

Karena perut sudah terisi dan adanya penangkal ancaman kekeringan,

Chanyeol menjadi tenang. Namun sampai batas waktu yang ditentukan Kris sudah

habis, Luhan belum juga kelihatan. Kali ini sepertinya dugaan Kris benar.

Luhan tidak masuk. Jam pulang sekolah sudah lama lewat dan tidak ada lagi siswa

yang keluar dari sekolah itu. Wajah Kris seketika mendung. Lebih pekat

daripada tadi.

"Benar kan dia tidak masuk...," desahnya berat.

"Yasudah jika begitu. Ayo,pulang. Sudah sore." Chanyeol bangkit berdiri.

Dikibas-kibaskannya baju olahraga yang sejak tadi ia gunakan untuk alas duduk. Kris mengikuti dengan mau tidak mau.

"Kenapa Luhan tidak masuk, ya? Apa dia sakit?" desahnya, suaranya begitu sarat dengan kecemasan.

"Semoga saja tidak. Mungkin dia kelelahan karena belajar diforsir. Ayo,pulang." Chanyeol merangkul bahu Kris lalu memaksa sahabatnya itu pergi dari situ.

.

.

.

.

.

Karena kemarin tidak berhasil melihat Luhan, siang nanti Kris berniat kembali

Lagi ke sekolah gadis itu.

"aku takut jika dia sakit" katanya. Bukan suaranya saja yang cemas, ekspresi wajahnya juga. Seakan-akan mereka sudah saling mengenal dan akrab. Chanyeol menjadi menahan seringai geli yang sudah hampir tercetak di bibirnya.

"Biarkan sajalah. Jika dia sakit kan ada orang tuanya."

"Memang jika ada orangtuanya,lalu aku tidak boleh khawatir, gitu?"

"Khawatir juga tidak ada kan selama ini hanya melihatnya dari jarak jauh saja."Kris meringis.

"Iya. Tapi boleh kan aku khawatir dengannya? Nanti ikut lagi tidak, Chan?"

"Aku ikut. Jadi penasaran."

Namun sesaat menjelang bel pulang berbunyi, mendadak turun hujan lebat.

"Kris,jadi atau tidak? Hujan" bisik Chanyeol, sambil tetap menyalin materi pelajaran biologi ke buku catatannya.

"Tentu saja jadi!" tandas Kris juga sambil berbisik.

Dan begitu bel pulang berbunyi, beberapa gelintir siswa nekat menerobos lebatnya hujan,termasuk Kris dan Chanyeol. Keduanya berlari cepat menuju

halte yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Tapi ternyata hujan lebat tidak turun terlalu lama. Ketika mereka turun di halte dekat sekolah Luhan, hujan benar-benar sudah

berhenti. Menyisakan udara sejuk dan bau tanah basah.

Keduanya bergegas menuju taman di seberang sekolah Luhan. Belum lama

keduanya berdua di depan pagar taman, terdengar bunyi bel dari gedung

sekolah Luhan.

.

.

.

Tak lama pintu-pintu kelas terbuka dan siswa-siswi berseragam putih biru berhamburan keluar dari sana. Kerumunan siswa itu kemudian

terhenti di trotoar depan sekolah. Hujan lebat tadi hanya sebentar, tetapi cukup membuat sisi jalan di depan sekolah Luhan tergenang air.

Sebagian anak memilih jalan memutar, menghindari genangan. Sementara

sebagian lagi memilih menyusuri genangan itu dengan perlahan dan hati-hati,

di tempat yang paling dangkal.

Tiba-tiba orang yang mereka tunggu-tunggu sejak kemarin muncul.

Menyeruak di antara kerumunan. Kris terpana. Sesaat ia hanya bisa

menatap Luhan lurus-lurus, tanpa berbicara.

Rambut Luhan yang sedikit melewati bahu diikat ekor kuda. Ikatan yang asal-asalan sehingga beberapa helai rambut terjun di pelipis dan tengkuknya.

Wajahnya juga seperti yang sering dilihat Kris. Sedang tersenyum lebar atau tertawa.

"Itu dia!" seru Kris tertahan. Ditepuknya lengan Chanyeol.

"Mana?" Chanyeol langsung menengok mencari-cari. "Yang rambutnya diikat berantakan itu?"

"Iya. Bagaimana? Manis bukan?"

"Iya, manis" Chanyeol terpaksa mengakui.

"Iya, kan?" sepasang mata Kris yang terus menatap Luhan semakin berbinar.

"Tapi berbeda dengan yang difoto-foto? artinya dia tidak fotogenik."

"Ah, tidak penting!" tandas Kris. "aku justru lebih senang degan pose-pose

yang natural. Tidak dibuat-buat,tidak memakai riasan. Foto perempuan yang di close up itu tuh, dengan aslinya bisa sangat beda jauh, tahu! Menipu!" sambil berbicara Kris dengan cepat mengeluarkan polaroid dari dalam tas.

"Menga mbil foto lagi?" Chanyeol menatapnya heran. "Bukannya sudah satu amplop cokelat? Penuh, lagi!"

"Ekspresi yang ini belum ada," jawab Kris sambil menempatkan sasaran bidik ke dalam frame. Chanyeol menggelengkan kepala.

Kris menekan tombol kecil pada polaroidnya dua kali, kemudian dengan puas memandangi hasilnya. Dimasukkannya kembali kamera itu ke tas, dan perhatiannya segera kembali pada Luhan.

"Tapi sepertinya gadis itu nakal,ya?" celetuk Chanyeol.

"Iya, memang." Kris terkekeh geli. "Tidak nakal. Hanya senang menjahili orang. Sepertinya aku sudah pernah cerita."

Baru saja kalimat Kris selesai, Luhan yang tadi berjalan tenang sambil

mengobrol dan tertawa-tawa bersama teman-temannya, dengan gerakan tiba-tiba dan tak terduga,Luhan melompat ke genangan air hujan di depan trotoar sekolah.

Seketika terdengar jeritan-jeritan keras, bersamaan dengan air kotor

bewarna kecoklatan yang memercik ke segala arah. Mendarat di baju seragam,

rok, sweater, tas dan semua benda yang berada tepat dijalur cipratannya.

"LUHAN! BAJU INI MASIH DIPAKAI SEKALI LAGI BESOK!"

"LUHAN! AKU BISA DIMARAHI EOMMA !"

"LUHAN! SERAGAM INI BARU DIBELI!"

Namun, jeritan-jeritan marah teman-temannya itu malah membuat Luhan

tertawa geli, suaranya keras pula. Melihat itu Kris menjadi tertawa terbahak-bahak. Ia memandang Luhan dan ulah nakalnya dengan sorot yang semakin jelas memperlihatkan perasaannya.

"Dia sangat lucu bukan?" katanya pada Chanyeol di sela tawa.

"Jahil sekali mungkin" Chanyeol menggelengkan kepalanya. Tapi akhirnya dia juga

tidak bisa menahan tawa saat kemarahan teman-teman Luhan malah membuat

keisengan Luhan semakin menjadi-jadi.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hallo! cerita ini merupakan remake dari novel ESti Kinasih, semua jalan cerita murni milik beliau, saya hanya me-remake-nya saja dengan cast favorit yaitu hunhan.

menurut kalian gimana? tbc saja atau dihapus saja? semua tergantung minat dari pembaca;)

mind to review, readers? :)