LOVE
Aku tidak pernah mengerti dengan arti kehidupan. Kami berjuang setiap hari, setiap detik, bahkan beberapa orang berjuang untuk sekedar menarik nafas mereka setiap detiknya. Banyak orang yang mengeluh dengan kehidupan mereka. Aku berpikir, kenapa tidak mengakhirinya saja ?
Aku pernah melakukannya. Yah, aku bukan tipikal anak yang pandai menjaga temanku. Aku selalu melakukan kesalahan yang akan membuat mereka menjauhiku. Sekecil apapun kesalahanku, aku selalu merasa, bersalah. Aku selalu merasa sendirian, meskipun beberapa teman yang masih mau menjadi temanku tertawa atau sekedar berbincang-bincang di sampingku. Orang akan mengatakan bahwa aku tidak bersyukur dengan apa yang kudapat. Tapi sungguh, aku menyayangi mereka.
Hanya saja, aku tidak pernah merasa cukup. Setiap kali aku melihat sekelompok remaja lain yang tertawa dengan teman mereka, aku selalu ingin menjadi bagian dari mereka. Tapi sifat perfeksionisku mengatakan hal yang lain. Jika ada satu hal kecil yang tidak kusenangi dengan sekelompok orang, aku akan menjauhi mereka. Atau dengan tidak sengaja, membuat mereka menjauhiku.
Sekarang kau tahu betapa menyebalkan dan rumitnya aku. Orang tuaku selalu mengatakan padaku untuk menjadi diriku sendiri. Tapi sungguh, aku bahkan tidak tahu jati diriku. Apa aku anak yang pandai ? atau terobsesi dengan mudah pada suatu hal ? perfeksionis ? atau aku menerima segala hal yang ada di sekitarku ? aku tidak pernah mengetahuinya. Terkadang, aku bisa menjadi sangat rumit, seperti seorang pelacur yang menginginkan uang tapi tidak ingin melakukan seks dengan pelanggannya. Terkadang, aku menjadi seorang anak yang peduli kepada setiap orang di sekitarku. Terkadang, aku bahkan tidak bisa menarik kedua ujung bibirku untuk hanya sekadar tersenyum. Terkadang, lidahku sangat tajam bahkan untuk seseorang yang tidak pantas menerima olokanku. Aku bingung, sungguh.
Orang-orang selalu mengatakan 'tidak peduli apa yang akan kita lakukan, orang lain akan selalu menilai kita. Jadi lakukan apa yang kau ingin lakukan'. Bagiku, ini tidak sesederhana itu. Bahkan aku merasakan kebencian atau jijik yang luar biasa pada beberapa orang. Hingga aku tidak ingin orang lain meberiku rasa benci yang mereka rasakan. Terkadang, dunia terlalu kejam ketika kau memikirkannya terlalu dalam. Tapi jika kau anak sepertiku, kau tidak punya pilihan lain selain memikirkannya.
Aku pernah beberapa kali memikirkan untuk mengakhiri hidupku, tapi sesuatu selalu mencegahku. Entah itu hati nuraniku atau hal positif lain, atau hal negatif, aku tidak tahu. Mudah bagi kakakku untuk mengatakan 'teman' bukanlah sesuatu yang harus kau dapatkan. Aku harap aku bisa memiliki pemikiran sesederhana miliknya. Dia tipikal yang suka berjuang sendirian dan menyukai kesendirian.
Tapi aku melakukan sarannya, untuk mencoba tidak berteman.
Aku memasuki tingkat awal sekolah menengah akhirku. Namaku Nora dan aku tinggal di London. Aku memiliki keluarga yang menyayangiku dan kakakku yang selalu memberiku nasehat dan petunjuk hidup karena dia hidup lebih lama dariku dan aku cukup yakin kakakku adalah sahabat terbaikku. Sebagai seorang gadis muda dalam level emosi yang cukup labil, aku cukup tenang dengan saran yang diberikan oleh kakakku.
Semenjak menerima sarannya, aku menutup diriku dan mencoba fokus pada potensi akademikku yang lemah dan meninggalkan kemampuan sosialisasiku yang cukup baik. Tapi aku berhasil, aku menjadi seorang anak yang pintar dan aku menjadi seorang penyendiri. Hampir seluruh anak di sekolahku tidak mengenalku, aku seolah menjadi seorang yang tembus pandang. Namun di saat aku ingin memiliki seorang teman aku selalu mengingat betapa rumit dan tidak bisa diterimanya sikapku dalam hubungan pertemanan, aku mengurungkan niatku dan saat aku menyesal aku tidak melakukannya, aku selalu mengingat kata-kata kakakku. 'Teman' bukanlah sesuatu yang harus kau miliki.
Jadi aku hanya harus melanjutkan hidupku.
Hanya ada satu anak yang terpaksa harus berteman denganku. Dia seorang siswa aktif yang berada dalam sebuah organisasi sekolah. Dia bernama Jack dan awalnya kami terpaksa harus bertatap muka setiap minggu karena ada tugas yang harus dikerjakan oleh kami berdua. Tapi lama kelamaan dia menjadi temanku dan mungkin adalah laki-laki atau manusia yang terdekat denganku di sekolah dan setiap hari orang lain akan melihatnya dengan tatapan aneh ketika dia menyapaku terlebih dahulu.
Seperti saat ini, jam pulang sekolah di koridor sekolahku.
"Nora !"
Suara dalam itu adalah miliknya dan dia membawa beberapa map kertas di tangannya. Dia tidak pernah bebas dari tugasnya. Semua orang menatapnya, kalian ingin tahu kenapa. Akan kujelaskan.
Temanku Jack adalah seorang anggota organisasi dengan wajah tampan. Dia mempunyai rambut berwarna caramel dan mata almond yang hangat dan dia tidak berponi, yang mana membuatnya semakin terlihat dewasa dan disukai oleh banyak siswi di sekolahku. Dia mengenal dan dikenal hampir seluruh siswa dan guru yang ada di sekolah ini. Karena itu kebanyakan murid mengenalku karena aku seorang gadis yang selalu disapa oleh Jack. Mereka bahkan tidak mengingat namaku. Kebanyakan selalu memanggilku dengan sebutan, 'teman Jack'
Jack R. Lupin adalah seorang laki-laki yang pintar. Mungkin itulah yang membuatku bisa tetap berteman dengannya. Kami selalu bertukar informasi dan pendapat serasional mungkin.
"kau tahu ada acara lain untuk memanggilku"
Ucapku saat dia sudah berada di sampingku. Aku benar-benar ingin menamparnya saat ia berlari ke arahku tadi. Aku tidak suka saat orang lain menatapku, karena aku tahu aku tidak ingin menjadi teman mereka.
"tanganku terlalu jauh untuk meraih pundakmu Nora"
Jawabnya dengan suaranya yang dalam.
Beberapa langkah kemudian, dia menyerahkanku sebuah map kertas berwarna merah tua. Aku menatap map itu sebentar lalu menatapnya. Tapi dia tidak menatapku kembali dan tetap berjalan dengan tatapan lurus ke depan.
"apa ini ?"
Jack tersenyum lebar, selebar senyuman badut yang kutakuti.
"kau ingat saat kau ingin mendapatkan uang tambahan untuk mengikuti perlombaan jurnalis itu ?"
"perlombaan itu sangat besar, Jack. Aku tidak bisa mendaftarkan diriku begitu saja. Bagaimana jika aku kalah ? aku tidak ingin meminta uang pada orang tuaku untuk sesuatu yang tidak pasti dan jangan memberiku uang. Aku tidak ingin dikasihani"
Kami mengikuti arah koridor dan sampai di barisan loker. Aku berhenti di depan lokerku dan mengambil beberapa buku yang harus kubawa pulang untuk kembali kupelajari ulang di rumah. Namun Jack masih mengikutiku bahkan berdiri menyandar pada loker di sampingku.
"karena itulah aku memberimu sebuah solusi, Nora, bukan uang. Buka map itu"
Aku membuka map itu dengan malas lalu membaca apa yang ada di dalamnya. Coba tebak, sebuah biodata dan rekaman fisik nilai seorang siswa di dalamnya. Bukan sembarang siswa, tapi dia memberiku data Alex Warner. Seorang bully, terkenal karena kekayaannya dan kebodohannya. Akhir-akhir ini dia menjadi sedikit pendiam setelah mendapat beberapa hantaman dan pukulan telak dari ayah kandungnya di depan sekolah. Dia dipermalukan oleh ayahnya sendiri. Sangat tragis.
Dan aku tidak mengerti kenapa Jack memberiku map berisi data anak ini.
"aku tidak ingin menjadi pelayannya Jack, tidak peduli apa arti 'pelayan' itu sendiri. Kau ingat saat dia menumpahkan setoples selai di atas rambutku di awal semester ? aku masih trauma dengan hanya melihat wajahnya"
Aku tidak benar-benar beranggapan bahwa Jack akan memberiku pekerjaan sebagai seorang pelayan untuk Alex Warner. Tapi gossip mengatakan bahwa laki-laki itu memiliki kelainan seksual dan membutuhkan seorang 'pelayan' untuk menolongnya. Jack sering muncul dengan ide gila, tapi aku tahu dia tidak akan memberikanku solusi dengan resiko yang tinggi.
"bukan 'pelayan', Nora. Ayahnya berjanji akan memberikan gaji besar pada siapapun yang bisa mengangkat nilainya dan menjadikannya lebih pandai. Alex menyetujuinya dan memintaku untuk mencarikannya seorang guru baru. Jadi ?"
Aku menyerahkan kembali map itu pada Jack, sedikit mendorongnya saat aku menempelkannya di atas dadanya. Karena kau harus tahu, tidak mungkin untuk mengajari bedebah dungu seperti Alex. Dia bahkan masuk dalam sekolah ini karena uang ayahnya.
"tidak, kenapa tidak kau saja ? kau pintar, atau guru yang bekerja di sini. Aku cukup yakin mereka membutuhkan uang itu"
"semua guru menolak melakukannya, karena itu aku memintamu. Dan kenapa bukan aku ?"
Jack membalik biodata Alex dan memperlihatkanku lampiran dua dalam map itu. Lampiran dua berisi rekapan nilai Alex selama satu semester. Aku cukup prihatin dengan anak ini namun terkesima dengan beberapa warna hitam pada daftar nilainya. Dia tidak begitu buruk.
"dia pandai dalam pelajaran eksak. Lihat ? nilainya selalu berada di atas delapan. Dia selalu gagal dalam pelajaran yang mempermainkan emosi. Sastra, filosofi, dan pendalaman sejarah. Kau tahu aku hanya mampu mengajar orang lain jika dia mempunyai otak tumpul dalam pelajaran eksak"
Dia menatapku dengan tatapan memohon saat aku memasukkan beberapa buku ke dalam tasku. Ini pertama kalinya aku melihat Jack memohon padaku. Aku tahu dia sangat berjiwa patriotisme dengan membantu orang lain, tapi menolong Alex adalah hal lain. Dia dan aku tahu bahwa sangat mustahil untuk mengubah Alex. Dia bahkan pernah terseret kasus hukum karena telah memperkosa seorang wanita di stasiun kereta api dan jangan lupakan aksinya memukuli guru Sejarah Pak Allen bulan lalu, di hadapan seluruh anak di kelasnya. Lalu dia mengakhirinya dengan berteriak, 'nama Warner akan dikenang dalam sejarahmu, Allen'
Dia adalah seorang bajingan kaya yang beruntung. Aku hanya tidak mungkin bisa mengajari seorang Alex J. Warner.
"Jack, aku tidak mau. Bahkan jika aku harus melakukannya"
Aku berjalan menjauhinya. Menapakkan kakiku mengikuti lorong dan berusaha menjauh darinya. Aku tidak bisa melihat raut wajahnya yang memohon, jika aku terlalu lama berada di depannya. Aku mungkin akan mengatakan, iya.
Bukan hanya karena Alex seorang berandal bajingan yang sangat perkasa. Tapi, aku tidak bisa menjadi guru privat bahkan jika aku pintar dalam pelajaran tertentu. Mungkin Jack benar, aku memiliki bakat khusus dalam pelajaran dengan permainan emosi di dalamnya. Tapi mengajari seseorang sangat berbeda. Aku cukup lama tidak menggunakan emosiku pada orang lain, aku cukup lama menjadi seorang penyendiri.
"Nora, tunggu"
Saat aku berjalan dan Jack memanggilku dari belakang. Aku tidak sengaja menabrak seorang siswa karena mencoba menoleh pada Jack. Dan tebak siapa itu, Alex Warner.
Aku berdiri di depannya setelah menabraknya pelan. Bola mataku membulat melihat kedua mata biru tua yang tajam itu menatapku. Sebatang rokok diapit kedua bibirnya dan bulu wajah yang sedikit tebal di bagian dagu dan rahangnya yang tajam karena pipinya yang benar-benar tidak mempunyai lemak meskipun bahunya lebar dan badannya cukup besar. Jika dia tidak mengenakan seragam sekolahku dengan jas berwarna navy, kemeja putih dan dasi berwarna merah mungkin aku akan mengira dia seorang guru atau wali murid atau guru yang bermasalah.
Dia lebih tinggi dariku jadi dahiku sedikit sakit saat terkena benjolan dagunya yang menonjol. Tapi rasa takutku sudah diubun-ubun saat melihat wajahnya. Bahkan kakiku sangat kaku hanya untuk sekedar mundur menjauhinya. Seluruh murid di koridor melihatku prihatin. Kenal maupun tidak, jika kau menyentuh Alex Warner itu berarti semua orang akan merasa simpati padamu.
Alex mendekatiku, mendekatkan tubuhnya padaku dengan tatapan mengintimidasinya. Jujur saja, aku bisa saja terbatuk karena asap rokoknya yang sudah menyentuh hidungku. Tapi aku tidak ingin membuat situasiku semakin terdesak.
"Alex ! aku mencarimu ke mana-mana"
Penyelamatku datang, aku bersyukur Jack menyelamatkanku dari tatapan mata keji itu. Segera setelah Alex menjauhkan wajahnya dariku, aku mundur dan menutup hidungku. Aku benar-benar tidak menyukai asap rokok.
Jack mendekat ke arahku dan berdiri di sampingku, aku memilih untuk sedikit berdiri di belakangnya. Aku terlalu takut dengan Alex.
Alex mengambil rokoknya dan mematikannya menggunakan telapak tangannya. Aku tidak mengerti, bukankah itu panas.
"Jack. Kau berhutang satu hal padaku siang ini"
Jack menatapku ke belakang dengan tatapan yang tidak bisa kumengerti. Lalu dia menelan ludahnya dan menatap Alex kembali.
"ya, tentang guru privat itu"
Alex menatap Jack lama segera setelah Jack menjawabnya dengan nada gugup dan keringat dingin di tengkuknya.
"kau sudah menemukannya ?"
Alex menghentikan tatapannya lalu tersenyum lebar dan menanyakan tentang guru privat yang dijanjikan Jack dengan Bahasa sehalus dan sesopan mungkin. Tapi tetap saja dia masih terlihat seperti mafia berdarah dingin yang siap membunuh siapapun yang berbuat macam-macam dengannya. Sepertinya jack merasakan apa yang kurasakan. Karena tubuhnya lebih kecil dan lebih pendek sepuluh centi meter dengan Alex, dia merasa sedikit terintimidasi.
"itu … uhm, ya ! aku sudah menemukannya. Perkenalkan, ini Nora. Dia akan membantumu"
Aku ingin memenggal kepalanya.
Jack menarikku untuk berdiri di sampingnya. Dia memperkenalkanku pada Alex dengan senyum di atas wajahnya. Tapi aku tidak bisa tersenyum, aku yakin keringat dinginku sudah keluar terlalu banyak. Tatapan Jack menelusuri tubuhku dari sepatu hingga kembali menatap mataku. Aku memiliki firasat buruk tentang ini.
Tanganku tidak bisa berhenti memukul lengan Jack. Namun tiba-tiba sarafku terhenti saat Alex menatapku kembali tajam. Dia mendorong Jack ke samping lalu mendekatkan wajahnya padaku, jujur saja dia mempunyai bau seperti tembakau dan itu sangat memuakkan. Dia menyeringai lalu menjauhkan wajahnya.
Alex menoleh pada Jack dan berkata,
"berikan dia alamatku dan aku ingin dia ada di rumahku pukul tiga tepat"
Lalu siswa badung itu berjalan pergi melewati dan menbrak pundakku dengan sengaja. Aku menatap punggungnya yang mulai mengecil diantara kerumunan siswa yang menjauhinya. Untuk pertama kalinya, hampir seluruh siswa menepuk pundakku dan berkata,'kebaikanmu pasti akan terbalas' meskipun aku tidak tahu siapa mereka. Aku hanya diam dan masih sangat tidak menolak apa yang baru saja terjadi padaku dan aku siap untuk menampar Jack sekeras mungkin.
Namun saat aku melihat kembali ke arah Jack, dia tidak ada di tempatnya. Namun aku berhasil melihat punggungnya yang melalui koridor yang sebelumnya dilalui oleh Alex. Aku mengejarnya tentu saja, aku tidak akan memaafkannya.
Aku mengikuti Jack menuju perpustakaan masih dengan map merah di tangannya. Aku masuk ke dalam rumah buku itu, lantainya yang sudah tua dan berdecit membuatku harus berjalan pelan karena aku tidak mau mengganggu siapapun yang ada di dalam perpustakaan itu terganggu dan juga penjaga perpustakaan tua berwajah menyeramkan itu adalah salah satu alasan aku tidak ingin menginjak lantai perpustakaan tua ini dengan sekuat kaki kuda.
Aku mengikuti Jack ke setiap rak yang dilewatinya dan setiap belokan yang diikutinya. Aneh, dia tidak mengambil satu buku pun sepanjang kakinya menapak. Lalu aku melihatnya, aku melihat Alex yang merokok di sebuah rak terujung dan sangat sepi. Tidak ada satupun murid di sini, kurasa buku berdebu dengan cover yang sudah lapuk adalah alasannya.
Jack mendekatinya, tapi aku tidak bisa mendengar pembicaraan mereka. Jadi aku mendekat dengan memisahkan diriku satu rak dengan mereka berdua.
"kau melihat ekspresi gadis itu, Noah, nori ... siapapun namanya. Cara ini tidak akan bekerja, Jackie"
Aku mendengar suara Alex yang bergetar, suaranya sangat dalam dan rendah. Seperti suara Thomas Shelby dalam series Peaky Blinders. Aku tidak mengerti kenapa dia memanggil 'Jackie'. Aku tidak pernah mendengar siapapun memanggilnya seperti itu.
Lalu aku mengambil sebuah buku tebal di depanku dengan hati-hati. Membuat sebuah celah agar aku bisa melihat mereka berdua.
"Alex, kau hanya harus bersamanya. Dia gadis yang hebat, aku yakin kau akan kagum dengan kepintarannya. Kau akan tetap berada di sini"
Tangan Jack meraih tangan Alex dan menggenggamnya.
Lalu Alex melepasnya dengan perlahan.
"dan jika dia gagal ? berapa kali aku harus mengatakannya padamu ? satu-satunya alasan kenapa aku melakukan semua ini adalah aku ingin pergi bersamamu ! meninggalkan ayah dan semua hal yang dibanggakannya"
Bola mataku membulat mendengarnya. Alex melepas rokoknya dan mengatakan semua hal itu di depan Jack. Lalu meletakkan rokoknya di antara kedua bibirnya dan mulai menghisapnya kembali.
Jack mengambil tiba-tiba rokok Alex dan menginjaknya di tanah. Dia menangis, aku bisa mendengar isakannya. Lalu kedua telapak tangannya menggosok wajahnya kasar.
"kenapa kau tidak pernah mengerti Alex ? Kau sudah bersamaku sekarang, jika kau ingin menghabiskan seluruh hidupmu bersamaku. Pikirkan tentang aku, kau akan hidup jika kita ditemukan oleh ayahmu tapi aku hanya akan membusuk"
Hatiku pedih melihat Jack yang menangis di depan Alex. Dia masih terlihat seperti Jack yang tangguh namun air mata itu jatuh seperti tanda keputus asaannya.
Alex menyentuh dagu Jack, mengangkat wajahnya dan menciumnya. Ciuman itu menjadi lumatan-lumatan kecil hingga Jack menjauhkan diri dari Alex. Alex meraih tangan Jack, menggenggamnya dengan tatapan mengibanya pada Jack.
"baiklah, aku akan menjadi lebih baik. Dengan satu syarat, aku lulus dan kita berdua berada di pelaminan"
Alex menyentuh pinggang Jack, melingkarkan lengan kanannya. Sedikit lama, lalu aku melihat Jack menengadahkan kepalanya. Menatap Alex dengan mata berairnya. Alex menciumnya kembali, dan kedua tangan Jack meremas lengan jas milik Alex. Aku tahu dia menciumnya dengan bernafsu kali itu. Lalu mereka berhenti dan aku melihat Jack yang tersenyum pada Alex. Senyuman yang tidak pernah kulihat sebelumnya.
"kau bilang aku berhutang padamu siang ini, Tuan Warner"
"ya, kau bilang kau akan memberikan jatahku jika aku kembali dari Jerman dan meminta maaf pada ayahku karena kelakuanku yang, menurutmu, dungu"
Alex mengangkat tubuh kecil Jack ke atas meja membaca dan menundukkan kepalanya mencoba mensejajarkan wajahnya dengan Jack. Dan aku bersyukur aku tidak pernah menggunakan meja itu.
"kau kembali dari Jerman, aku bisa melihat buktinya. Tapi apa kau benar-benar meminta maaf pada ayahmu ?"
"wajah tanpa lukaku adalah buktinya, sayang"
Jack tersenyum khawatir dan menaruh jemarinya di atas hidung, pipi, dan bibir Alex. Dia hanya tersenyum dengan tatapan khawatirnya. Lalu Alex mengecup bibirnya dan membalas senyumannya. Ini pertama kalinya aku melihat Alex tersenyum dan dia, kuakui dia tampan.
"aku mencintaimu Alex. Sangat, kau tidak tahu bagaimana rasa takutku saat aku melihat ayahmu yang tidak berhenti memukulmu saat kau berbuat kesalahan. Aku tidak ingin …"
Alex memotong ucapan Jack dengan ciuman di bibir Jack. Dia melumatnya pelan dengan penuh makna.
"dia hanya membutuhkan seorang istri baru. Tapi aku tidak akan pernah mengizinkannya. Dan sayang, aku lebih mencintaimu"
Lalu mereka berdua kembali berciuman. Kali ini lebih intim dengan kedua bibir Alex yang menyesap leher Jack dan desahan Jack yang terdengar lirih namun mendamba. Aku terduduk di antara rak berdebu itu. Terlalu terkejut dengan status temanku. Aku tidak membencinya, tentu saja tidak. Aku semakin menyayanginya, dan aku akan membantunya meraih kebahagiaannya.
Tapi aku cukup terusik dengan desahan kenikmatan yang dinyanyikan oleh Jack. Aku tertawa dalam diam. Jack, aku sangat menyayangimu.
(end) ?
INI CUMA CERITA FIKSI YANG TIBA-TIBA ADA DI OTAKKU. AKU BAHKAN NGGAK TAU HARUS DILANJUT ATAU ENGGAK
