A/N: Fanfict keduaku~! Masih tentang Mana Khemia, tapi bakalan aku Crossover-kan dengan karakter Ar Tonelico. Dan yang kugunakan untuk karakter disini adalah karakter dari semua series Mana Khemia (1 & 2), Ar Tonelico 2 dan sebagian karakter Ar Tonelico 1 yang nongol di AT2 doang yg aku pake. BTW, Nama tetap pake nama asli, cuma, karena settingnya di Jawa (note: gak semuanya asli jawa.), mungkin ada sedikit bahasa Jawa-nya atau nama panggilan Jawa seperti 'mbak', 'mas', 'den', 'ndoro', dll dan apapun yang berkaitan dengan Jawa seperti gamelan dll
Genre: Tragedy/Hurt/Comfort (Hanya untuk Prologue doang)
Warning: Jangan dianggap serius. Budaya campur (Indonesia (Khususnya Jawa), Eropa, Jepang, dll), karakter ngaco, dll.
Disclaimer: Mana Khemia series © GUST & NISA, Ar Tonelico series © Bandai Namco, GUST & NISA
Prologue: Reicher's Past
Di sebuah kampung di pulau Sumatra...
Terjadi kebakaran di mana-mana yang disebabkan oleh pasukan beratribut putih-kuning itu. Pada saat yang sama, seorang anak lelaki yang berumur 5 tahun sedang menangis di pelukan ibunya.
"Reicher... udah, jangan nangis..." Kata ibunya lembut.
"Tapi, bagaimana kalau papa mati...?" Tanya anak laki-laki bernama Reicher itu.
"Papa kan kuat... mana mungkin dia mati... lagipula, papa juga bersama pasukannya kok..."
Tak lama kemudian, atap rumah kecil itu jebol. Reicher kecil menangis sekencang-kencangnya. Tiba-tiba seorang wanita berambut hitam dan bermata merah datang ke rumahnya.
"Spica! (?) Lari!" Ucap ibu itu. Ibu Reicher langsung menarik tangan anaknya dan membawanya ke luar bersama mereka. Tapi, ada sebuah panah yang melayang ke punggung ibu Reicher.
"Ibu!" teriak Reicher. Wanita itu kage melihat temannya tertusuk panah di punggungnya. Tapi sekarang bukan waktunya untuk memikirkan itu. Mereka lari menjauh dari desa yag sudah dilahap si jago merah itu. Mereka telah sampai di gua dimana musuh tidak mengetahui keberadaan mereka. Di dalam sudah ada anak wanita berambut hitam itu yang dari tadi sembunyi di tempat ini. Wanita berambut hitam itu mencabuti panah yang menusuk punggung ibu Reicher dan mengobatinya dengan ala kadarnya. Setelah selesai, anak laki-lakinya memberitahukan bahwa keadaan sudah aman di luar.
"Ibu, keadaan di luar sudah aman." Ucap anak lelaki itu.
"Oh, terima kasih, Ayatane." Kata wanita itu. Tiba-tiba Reicher kecil menghampiri wanita itu.
"Tante Mir... apa ibu saya baik-baik saja?" Tanya Reicher. Wanita bernama Mir itu membisu sebentar, kemudian mengeluarkan suaranya.
"Sebentar lagi sudah sembuh kok." Jawab Mir. "Jadi sabar ya, Reicher." Sambungnya. Reicher kecil pun duduk disamping Mir, begitu juga dengan Ayatane, anak Mir itu.
"Hei, Reich, main bareng yuk!" Ajak Ayatane. Reicher mengangguk pelan. Mereka pun bermain permainan anak-anak seperti hompimpah dll. Mir yang sementara mengobati ibu Reicher hanya bisa tersenyum melihat mereka menikmati permainannya.
Sebulan telah berlalu...
Mereka telah meninggalkan gua itu dan sekarang tinggal di sebuah rumah kecil di pedalaman, dimana suami Mir biasanya tinggal disini jika tidak sempat pulang ke rumah, jadi hanya keluarganya saja yang tahu. Walaupun rumah itu kecil, tetapi bagian dalamnya bersih terawat.
"Kita akan tinggal disini." Ujar Mir. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumah itu
"Assalamualaikum." Sapa orang itu.
"Wa'alaikum salam." Jawab Mir (Lah? Sejak kapan Mir Mualaf?) sambil membuka pintunya. Mir terkejut begitu melihat orang yang datang adalah suaminya, Croix.
"Oh, Croix, udah lama kamu gak pulang." Ucap Mir sambil memeluk Croix karena saking rindunya. Ayatane juga menghampiri papanya itu dan memeluknya.
"Ayah, aku kangen ayah..." Kata Ayatane Innocent. Croix memeluk anak semata wayangnya itu. Setelah 5 menit, mereka melepaskan pelukan mereka.
"Oh iya, kemana si Radolf? (nama papanya Reicher yg gw karang)"
"Radolf... dia..." ucap Croix sambil menundukkan kepalanya. Reicher kecil yang mendengar nama ayahnya langsung berjalan menuju Croix.
"Oom Croix, ada apa dengan ayah saya?" tanya Reicher kecil dengan rasa ingin tahu. Croix membisu, dia tidak tahu mau menjawab apa. Bukan tidak tahu sih, tapi dia tidak bisa mengatakannya. Sahabat karibnya yang juga ayahnya Reicher itu gugur dalam pertempuran, dan itu sangat membekas di hati Croix.
"Ayahmu... sudah berada di surga." Jawab Croix. Reicher kecil merasa terpukul mendengar hal itu. Dia berlari ke arah ibunya yang sedang terbaring lemas di kamarnya.
"Ibu... Ayah... Ayah..." Kata Reicher kecil sambil berusaha menahan tangis.
"Ibu sudah dengar, Reich..." Ucap ibunya lemah. Kemudian, Mir dan keluarganya masuk ke dalam kamar ibu Reicher.
"Sepertinya hidupku takkan lama lagi... panah yang ditembakkan ke aku itu... panah beracun yang racunnya sudah mengendap di tubuhku selama 1 bulan... Mir... aku punya wasiat untukmu... Tolong... setelah aku meninggal... jagalah Reicher... karena... kamu... adalah teman baikku... kumohon... dia sudah menjadi anak yatim sekarang..." kata Ibu Reicher lemah. Perlahan dia menutup matanya. Mir yang mendengar wasiat itu menangis secara spontan.
"Spica, Spica! Tolong jangan tinggali aku! SPICA!" Teriak Mir sambil menangis. Dia tidak bisa menerima sahabatnya itu meninggal di depan matanya. Begitu juga dengan Croix, Ayatane, dan Reicher.
"Reicher, jadi anak yang baik ya... ibu akan selalu melihatmu dari atas sana..." Kata ibu Reicher sambil menolehkan wajahnya ke anak lelakinya itu. Akhirnya nafasnya berhenti, dan matanya sudah tertutup. Dia telah meninggalkan dunia untuk selamanya.
"Ibu..." Ucap Reicher. "Aku akan berusaha jadi anak yang baik..." lanjutnya.
Di pemakaman...
Mir & Croix telah selesai memakamkan jenazah ibu Reicher. Mereka juga membaca tahlil dan segala macam doa pemakaman. Setelah selesai, Croix dan Ayatane berbalik meninggalkan pemakaman. Hanya Mir & Reicher yang masih ada di situ.
"Tante Mir..." Sapa Reicher.
"Ya?" Balas Mir.
"Apakah... ibu akan sampai ke surga...?" Tanya Reicher di tengah tangisannya. Mir bingung mau menjawab apa. Dia hanya bisa membisu mendengar pertanyaan itu.
"Ng... Reicher... jangan nangis... Ayo pulang... ibumu pasti sedih melihat anak laki-lakinya menangis akan kepergiannya... kamu harus rela melepaskan ibumu... agar dia tenang di sana..." kata Mir menasehati Reicher. Reicher langsung menghentikan tangisannya dan mengangguk. Akhirnya mereka pulang ke rumahnya.
Sekarang Reicher sudah menjadi bagian dari keluarga Bartel. Dia diperlakukan seperti adik kandung sendiri oleh Ayatane. Mir & Croix juga mengasuhnya dengan cara yang sama seperti mereka mengasuh Ayatane. Reicher merasa senang dengan keluarga barunya itu.
Ketika Reicher berumur 6 tahun, keluarga itu akan pindah ke pulau Jawa. Mereka mengemasi barang-barang mereka dan berangkat menuju dermaga. Setelah kapal (Kapal jaman dulu lho! Bukan Pelni!) yang menuju ke Jawa sudah datang, mereka menaiki kapal itu. Reicher merasa berat hati meninggalkan kota yang dia tinggali selama 3 tahun itu. Yah, walaupun dia aslinya orang jawa sih... dan juga... dia sudah menyimpan kenangan bersama orang tuanya di pulau ini. Tiba-tiba rantai kapal ini dilepas dari dermaga. Dan kapal ini berjalan menjauhi dermaga. Terlihat beberapa orang melambaikan tangan ke arah kapal ini. Mungkin itu sanak saudara mereka....
1 Minggu kemudian...
Keluarga Bartel telah sampai di kota yang akan jadi Semarang nantinya. Mereka menuruni kapal itu sambil mengangkut barang-barang mereka. Reicher merasa tidak asing dengan tempat ini. Ya, tempat ini adalah kelahirannya. Dia pindah ke Sumatera karena keluarganya diincar oleh pasukan beratribut putih-kuning itu, walau akhirnya pasukan itu menemukan keluarganya.
"Nah... kita sampai..." Ujar Croix.
"Ayah, nanti kita tinggal di mana?" tanya Ayatane.
"Ayah sudah membeli tanah di daerah Dieng (Yang belajar sejarah pasti tahu.) sebagai tempat untuk membangun rumah kita." Papar Croix. "Dan sekarang rumahnya sudah jadi." Lanjutnya
"Yay~! Jadi kita tinggal lihat rumahnya dong~?" ujar Reicher girang. Ayatane hanya tersenyum melihat adik angkatnya itu.
"Ya. Oh, ayo. Kita ke rumah itu." Ajak Croix. Croix sempat meminjam becak untuk mengantar mereka ke sana.
Sesampainya di Dieng...
Keluarga melihat rumah baru mereka. Bentuknya seperti rumah Joglo pada umumnya. Ayatane & Reicher memasuki rumah itu duluan, disusul dengan Croix & Mir.
"Nak, lepas sandal dulu!" perintah Mir. Tapi rasanya mereka sedang menikmati suasana baru di tempat ini.
"Hmm... sepertinya mereka menikmati rumah baru ini..." ujar Croix sambil menghela nafas.
"Ya..." Sambung Mir. Merekapun melakukan kegiatan keluarga seperti biasanya.
Esok harinya, Reicher dan Ayatane sedang bermain di luar rumah. Tiba-tiba Reicher menabrak seorang gadis kecil yang imut, berambut biru, bermata biru, dan kira-kira berumur 5 tahun. Gadis itupun jatuh bersamaan dengan Reicher. Ayatane langsung berlari ke tempat kejadian itu.
"Hei, kamu tidak apa-apa? Maafkan adikku ini..." Kata Ayatane.
"Saya tidak apa-apa... maaf saya ceroboh..." Ucap gadis itu lembut dan sopan, khas orang Jawa. Setelah Ayatane membantunya berdiri, gadis itu mengulurkan tangannya untuk menolong Reicher. Reicher langsung meraih tangan gadis itu dan gadis itu membantunya berdiri.
"Terima kasih telah menolong adikku." Ucap Ayatane sopan.
"Terima kasih..."sambung Reicher.
"Ah... tidak apa-apa kok... tidak masalah..." sergah garis itu.
"Oh iya, ngomong-ngomong, siapa kau?" Tanya Reicher. "Aku Reicher Bartel, dan ini kakakku, Ayatane Bartel..."
"...Anna Lemouri" Ucap gadis yang bernama Anna itu. "Mas Reicher & Mas Ayatane, panggil saja saya Anna."
"Mas?" tanya Ayatane bingung.
"Hmhmhm... kalian masih baru disini yah? 'mas' itu panggilan untuk cowok yang lebih tua... kalau cewek manggilnya pake kata 'mbak'... kalo lebih muda... panggil pake 'dik' aja..." Papar Anna.
"Oh, saya mengerti. Sekali lagi, terima kasih, d-dik." Ujar Ayatane gagap (Lah, sejak kapan dia jadi gagap?). Reicher dan Anna tertawa melihat Ayatane yang jadi gagap. Sejak saat itu, mereka berteman dengan gadis Jawa yang sopan dan imut itu.
Author: Nah, kacau kan? Makanya itu... Masa mamanya Reicher itu Spica Neal? Gak masuk akal kan? Tapi aku pilih Spica jadi mamanya Reicher karena rambut mereka sama.
Anna: Apa-apaan ini! Masa aku jadi orang Jawa?
Author: SSAD, suka-suka aku dong!
Anna: *sigh* tapi mana ada orang Jawa kayak aku gini...
Author: sudah, loe ikuti aja jalan ceritanya. Tenang ini cuma sandiwara kok! Tapi tenang aje... nama loe loe semua gak bakal gw ubah. paling nama marga aja yang diubah...
Reicher: oh iya... soalnya kan sang Author pernah bilang kalo dia mau bikin sandiwara tentang Jawa.
Author: Yup, kamu pintar banget! Nah, chapter selanjutnya adalah chapter yang sebenarnya. Ini kan baru prologue. Nah... Tolong Review yah... mungkin 'Jawa'-nya belum kelihatan... tapi seiring berjalannya waktu, 'jawa'-nya makin muncul.
