HIRUMA'S SECRETS

Disclaimer: Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata

Pair: Hiruma & Mamori

Genre: romance, family, friendship

Story: yuci-chan

Rated: T

Warning:OOC, tidak sesuai alur EYESHIELD 21, TYPO, gak jelas

Dan segala macam kekurangan lainnya, mohon di maafkan

Chapter 1

Tangan kiri sang malaikat cantik tak berhenti membelai lembut rambut kuning yang sejak dua jam yang lalu berada di pangkuannya. Tangan kanannya pun tak mau kalah, membelai pipi dan wajah sang iblis yang sedang tebaring lemah seolah tak memperbolehkan angin yang sedari tadi berhembus menambah buruk keadaannya.

Raut mengantuk mulai muncul di wajah gadis SMU ini. Tapi seketika hilang saat melihat wajah sang iblis yang semakin pucat. Cepat-cepat dia mengumpulkan nyawanya kembali dan terus berjaga kalau-kalau sang iblis membutuhkan sesuatu.

Tapi matanya tak dapat berbohong lagi. Sang gadis pun mulai memejamkan matanya, larut kedalam mimpinya yang baru dimulai. Hingga, "Ukhu… ukhu… hahh…ukhu…" suara batuk lelaki itu membangunkan sang gadis yang hampir bermimpi tadi. Matanya segera sigap, melihat laki-laki yang tertidur di pangkuannya. Rasa iba mulai menjadi selimut tebal bagi sang gadis. Wajahnya berubah menjadi sedih.

'Tak pernah ku lihat Hiruma seperti ini, apa dia benar-benar sakit?' Batin si gadis yang diketahui bernama Mamori.

Dia meletakan punggung tangan kirinya di dahi laki-laki itu, hanya untuk memastikan apakah demamnya sudah turun atau belum. "Hmmm…demamnya tinggi sekali" gumam Mamori sedikit berbisik, ia tak ingin mengganggu sang iblis yang sedang beristirahat.

Entah apa yang membuat semua emosinya luntur, yang jelas perasaan marah itu sekarang telah berubah 100% dengan perasaan kasih yang mendalam. Terus dia membelai lembut rambut laki-laki bernama Hiruma itu. Berharap kondisinya membaik.

Padahal tadi kondisinya sangat baik saat bertengkar dengan Mamori, tapi kenapa sekarang selemah ini. Perasaan bersalah yang amat teramat besar pun mulai menyelimutinya. 'Maaf kan aku Hiruma' batinnya.

Sudah hampir empat jam mereka terkurung di kelas ini. Bukan karena di hukum, tapi karena suatu ketidaksengajaan. Jika saja tadi api emosi mereka tidak terlalu besar, semua ini mungkin tak akan pernah terjadi. Walaupun sebenarnya ada perasaan senang dapat bersama dengan Hiruma-seseorang yang ia cintai-tapi jika kondisinya seperti ini….hmmm…. :'(

Mamori melirik jam tangan yang di kenakannya, pukul setengah satu malam, dia menghela nafas panjang pertanda ia lelah, lalu melihat wajah sang iblis lagi. Wajah yang tenang, lemah, pucat, dan tak berdaya, dengan semburat merah dan peluh, tidak seperti biasanya. Mamori mendongak ke atas mengingat apa yang telah terjadi.

_oOo_

FLASHBACK

-Mamori POV-

"Kembalikan handphoneku iblis jelek !" teriaku kearah laki-laki bergigi tajam itu. Tanganku mencoba untuk mengambil paksa handphoneku dari genggamannya.

Tapi secepat kilat tangannya menghindar, "Eits… jangan harap aku akan mengembalikannya sebelum aku melihat isi pesan sialan dari semua laki-laki sialan itu. kekekekekekekek" kata Hiruma membuatku tambah jengkel.

Entah apa tujuan setan ini mengambil handphoneku. Yang jelas siapa yang suka jika data pribadinya di buka-buka orang lain, apalagi Hiruma. Bisa-bisa penuh buku hitam miliknya itu dengan rahasia-rahasiaku.

"Uuhhh…. Cepat kembalikan Hiruma. INI PERINTAH!" kataku dengan nada yang lebih tinggi dari tadi.

"Hah? Sejak kapan manager sialan berani memerintahku?" Tanya Hiruma di sertai dengan senyum iblisnya. Emosiku semakin menjadi-jadi, apalagi saat dia mulai melihat dan membaca pesan singkat dari para laki-laki itu.

Sebenarnya pesan singkat itu hanya sebatas pertanyan-pertanyan biasa dari teman-temanku, dan para fans fanaticku. Lagi pula kebanyakan pesan berasal dari anak deimon, yang bertanya tentang latihan atau hal lain yang berhubungan dengan American Football. Kenapa Hiruma begitu bersi keras ingin melihatnya. Ini pertama kalinya dia bersikap seperti itu. Apa Hiruma cemburu? Ah tidak mungkin, dia tak mungkin cemburu. Hiruma bukan tipe orang seperti itu, oh ayolah Mamori…jangan berharap yang muluk-muluk, tak mungkin Hiruma menyukaiku.. aku dan dia itu seperti air dan minyak yang tak mungkin bersatu.

"HIRUMA YOUICHI ! KU BILANG KEMBALIKAN SEKARANG JUGA…!" kataku semakin kencang hingga seluruh siswa yang berada di dalam kelas menutup telinganya.

"kenapa? Kau takut kalau rahasia sialanmu dengan para laki-laki sialan itu terbongkar? Hah? MONSTER SUS MURAHAN?"

DEG'

Pertanyaan itu…. APA? MONSTER SUS MURAHAN ..? SUDAH CUKUP…. Ini sudah keterlaluan, MANAGER SIALAN saja sudah membuatku emosi, dan untuk kata-katanya yang satu ini tak ada lagi toleransi. Dia membuat seluruh siswa terdiam kaget mendengar ucapannya tadi, semua siswa menatap kami, sekarang dia benar-benar membuatku malu.

Emosiku tak tertahan lagi setelah mendengar kata-kata menyakitkan itu keluar dari mulut orang yang ku sayangi. Serendah itukah aku dimatanya. Tanpa ekspresi di wajahku, tanganku secara spontan menampar wajah tampannya itu.

Pllaakk..

Tanganku terasa panas, tapi aku cukup puas melihat wajahnya yang tadi menghadapku dangan tatapan mengejek berubah arah dan berubah ekspresi. Ini pertama kalinya Hiruma mengalami perubahan ekspresi.

Wajahnya tampak terkejut, walau hanya terlihat dari samping. Tatapannya sangat tajam pertanda ia sedang marah, pipinya memerah, dan dengan perlahan tapi pasti di mulai menolehkan lagi pandangannya ke arahku, sekarang aku tau bahwa si iblis sangat marah, tapi aku tak takut sedikitpun. Ini pertama kalinya aku menampar pipi Hiruma yang mulus itu.

Dengan masih tanpa ekspresi di wajahku, tanpa ragu aku menunjuk wajahnya dengan jari telunjukku. "Dengar ya Hiruma Youichi si iblis jelek, mungkin kau bisa menyebut semua orang dengan sebutan sialan atau apapun, tapi untukku, aku tak akan tinggal diam. Jangan hanya karena semua orang takut kepadamu kau mengira aku juga begitu. Hahaha…. kau salah besar. Kau tahu, kata-kata yang keluar dari mulutmu itu sangatlah tidak berpendidikan dan…. Menyakitkan hatiku . Apa kau tidak di ajarkan sopan santun oleh orang tuamu? Hah? Atau jangan-jangan orang tuamu pun tak memperdulikanmu, dan tak menginginkanmu sama seperti kami yang tak menginginkanmu disini." Omelanku panjang lebar, dengan emosi yang tak berkurang sedikitpun dari diriku, aku terus memaki-maki lelaki yang ada di hadapanku. ini pertama kalinya aku mengomelinya sampai seprti itu. Mataku terasa panas, dan mulai terasa berair, tapi aku masih dapat menahanya. Wajah Hiruma mulai terlihat merah, aku sangat tahu sekarang dia benar-benar marah besar.

Siswa yang lain hanya dapat melihat tak mau ikut campur, tak mau mencari masalah dengan si iblis ini, mereka hanya dapat terkagum-kagum dengan keberanianku. Selama ini belum ada yang pernah memaki-maki Hiruma seperti yang aku lakukan, sebenarnya aku sungguh keterlaluan, membawa-bawa keluarganya. Huh.. tapi mau bagaimana lagi, emosiku sudah terlanjur pecah tak tertahan lagi, semua keluar begitu saja dari mulutku, nasi sudah menjadi bubur. Dalam batinku aku berkata 'maaf kan aku Hiruma'

Hiruma yang tadi hanya diam terpaku, tak percaya melihatku yang begitu berani memaki-makinya, kini mulai bereaksi. Tangan kanannya mulai terangkat ke udara dan bersiap menghempaskannya ke pipiku yang mulus.

Tangannya tertahan diudara, tak sanggup membuat sebercak tanda merah pada pipiku. Aku tahu betul Hiruma pasti tidak berani menamparku di depan seluruh siswa, mungkin semua itu dapat merusak image iblisnya. Tapi aku tidak peduli apa alasannya.

Aku menatapnya tajam, seolah mataku menembakkan seluruh penghinaan ke arahnya. Tangannya yang sedari tadi tergantung di udara mulai dihempaskan kembali ke bawah.

"Sayangnya tandinganku bukanlah gadis kecil sialan sepertimu. Jangan pernah kau ungkit-ungkit tentang keluargaku, jangan pernah berfikir kau tahu segalanya tentangku, dan satu lagi, JANGAN PERNAH KAU BICARA LAGI DENGANKU." Emosi Hiruma mulai ditumpahkan, dari kata-kata yang dia ucapkan dan dari setiap intonasi yang keluar dari mulutnya aku tahu dia benar-benar memendam kekesalan yang mendalam kepadaku. Dan entah kenapa mendengar kalimatnya yang terakhir hatiku bagaikan tepotong-potong menjadi potongan yang kecil.

Sungguh sakit rasanya mendengar ucapannya itu, panas di wajahku mulai tak tertahankan, warna merah padam mulai menjadi topeng yang sekarang telah ku kenakan. Mataku tak kalah panas, aku sudah tak tahan lagi. Suasana kelas benar-benar hening. Kami benar-benar menjadi artis sesaat.

"baiklah jika itu memang maumu, " aku mengambil nafas panjang dan melanjutkan kata-kataku "mulai sekarang aku berhenti menjadi manager teammu. "

Aku mengeluarkan sesuatu dari kantung rok miniku. Sebuah flashdisk tempat menyimpan semua data-data dan arsip deimon. Aku menunjukannya kapada Hiruma, dan segera mambuangnya ke luar melalui jendela yang terletak tak jauh dari posisi kami berdiri.

"mulai sekarang, kau urus semuanya sendiri, " itulah kata-kata terakhirku sebelum aku pergi meninggalkan dia bersama dengan siswa lain dan tentunya handphoneku yang masih tergenggam di tangannya.

Selama pelajaran terakhir kami tak saling bicara. Hiruma duduk tepat di depanku memainkan VIAO putihnya, biasanya jika ada kesempatan dia akan berbalik untuk menanyakan sesuatu atau sekedar hanya untuk mengganggu pekerjaanku. Dan saat itu adalah saat yang sering membuatku kesal, tapi sekarang, tubuhnya seolah terpaku, tak banyak gerakan yang ku lihat. Entah kenapa sekarang aku benar-benar merindukannya.

_oOo_

Jam besar di depan gedung sekolah menunjukan pukul 5 sore hari, seluruh siswa begegas pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga aku. Untuk saat ini kepulanganku tak di temani oleh sang iblis. Biasanya kami selalu pulang bersama, walaupun di perjalanan pasti selalu kami isi dengan ejekan. Langkahku kali ini sedikit terdengar lebih sunyi. Bayangan Hiruma terus melekat dalam ingatanku, apalagi kata-kata terakhirnya, 'JANGAN PERNAH KAU BICARA LAGI DENGANKU'. Ah.. kata-kata itu terus bergema dalam pikiranku. Aku seperti orang gila, memikirkan orang yang paling menyebalkan di muka bumi ini, tapi… sesungguhnya sekarang aku benar-benar merindukannya.

_oOo_

*Rumah Mamori

"Mamori….. ada telepon….." teriakan yang sudah tak asing lagi di rumahku, separtinya ada telepon untukku, tapi dari siapa ya? Kenapa tidak langsung ke handphone ku saja? Eh… aku lupa, handphoneku kan telah di rampas oleh iblis itu.

"Halo…. Siapa ini?" tanyaku

"ni ku.. ta…" jawab orang yang ada di dalam telephone. Suaranya tampak samar-samar.

"siapa?" nada suaraku sedikit di tinggikan, berharap dapat mandengar dengan baik kata-kata orang yang berada di tempat yang ramai itu.

"KU..RI..TA…" laki-laki yang ternyata adalah kurita temanku berteriak menyeimbangi teriakanku.

"oh, iya ada apa? Ada yang bisa ku bantu Kurita?" tanyaku tak langsung di tanggapi oleh laki-laki itu.

Suasana di dalam telephone mulai sedikit tenang, mungkin Kurita sudah menemukan tempat yang tepat untuk berbicara.

"Anezaki, kau bisa mendengarku? apa aku boleh minta tolong?"

"iya, ada apa? Tumben sekali malam-malam kau menghubungiku"

"ehmm… begini… tadi aku ke apartemen Hiruma, tapi pegawai apartemen bilang sejak tadi Hiruma belum pulang, aku berusaha menelponnya tapi tidak ada jawaban, apa dia bersamamu?"

Ehm… kenapa harus menanyakan setan itu? Huft… ku lihat jam dinding yang terpampang tepat di hadapanku. Pukul 9 malam, kenapa setan itu belum pulang, mungkin dia sedang mencari mangsa di malam hari fufufufufuf, hahh… terbesit sedikit kecemasan dari diriku, kulanjutkan pembicaraanku dengan teman besarku ini.

"tidak.. dia tidak bersamaku, dan kami tak akan pernah bersama lagi." Jawabku ketus.

"hmmm,,,, aku tahu Anezaki, kau masih marah atas kejadian tadi, tapi untuk sekali ini,, bantulah aku, hanya kau yang dapat membantuku. Aku benar-benar mengkhawatirkan Hiruma, bagaimana kalau terjadi sesuatu kepadanya? apa kau tidak mengkhawatirkan dia?"

Hah? Terjadi sesuatu padanya? Tidak mungkin… tapi kata-kata Kurita mambuatku merasa sedikit iba, sepenting itukah iblis itu untuk Kurita? Kurita benar-benar teman yang baik.

"baiklah, apa yang dapat ku lakukan untukmu?" tanyaku pasrah

"ehmmm,,, aku minta tolong, coba kau lihat ke tempat-tempat yang biasa di datangi oleh Hiruma, hanya kau yang mengetahui tempat-tempat itu. Lalu setelah kau menemuinya, tolong bujuk dia untuk pulang."

"huft… kenapa tidak menyuruh siswa yang lain? Kenapa harus aku?"

"tadi aku sudah menelpon anak-anak Deimon, tapi handphone mereka semua tidak aktif. Hanya kau yang dapat membantuku sekarang"

"tapi mengapa tidak kau sendiri saja yang mencarinya? Kau kan sahabatnya, dia pasti akan mendengarkanmu."

"heheheheheheh aku… aku sedang kedatangan tamu jauh, dan aku di ajak makan di restoran mewah, di sini banyak makanan, tak mungkin aku melewatkannya. Hehehehehe"

Sekarang aku tahu, air liur Kurita mulai mengalir deras, sangat terdengar di telingaku. Huft ternyata Kurita tak sebaik yang ku kira.

"Anezaki? Kau masih di sana? Tolonglah, bantu aku. Sekali ini saja, ku mohon, "pinta Kurita dan ku yakin dengan wajah memelas walau aku tak melihatnya.

Aku tak tahan jika melihat eh maksudku mendengar seseorang yang meminta sampai seperti itu, aku ini adalah tipe wanita yang sangat peka. Aku tak tega mendengar permintaan Kurita.

Jadi…

"baiklah… aku akan mencarinya, dan menyuruhnya pulang, tapi ingat semua ini ku lakukan demi kau bukan demi yang lain."

"terima kasih Anezaki, terima kasih Anazaki, maaf merepotkanmu."

"iya, sama-sama. Sekarang kau tenang saja ya."

"iya. Sekali lagi terima kasih Anezaki."

'TUT…TUT…TUT' pertanda pembicaraanku dengan Kurita telah usai, cepat-cepat ku ambil jaketku, dan segera mencari si iblis itu, tentunya dengan izin dari orang tuaku, ya walau harus sedikit berbohong.

_oOo_

*SMA Deimon

Aku memberanikan diri berjalan di sekitar lingkungan sekolah yang gelap, dengan langkah yang di percepat, aku mulai mencari Hiruma. Tempat pertama yang ku tuju adalah club house, lalu lapangan, kemudian taman sekolah. Selama pencarian berlangsung, tak ku lihat tanda-tanda kehadiran si iblis Hiruma, hahh,, mungkin dia sudah pulang, sungguh menjengkelkan. Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke rumah.

Dalam perjalanan menuju gerbang sekolah, kulihat cahaya lampu yang menyala dari salah satu ruangan. Ku perhatikan dengan jelas sumber cahaya tersebut, jendela sebuah ruangan di lantai empat, hah… itukan kelasku. Mungkin si iblis ada di sana. Aku mempercepat langkahku melewati anak tangga demi anak tangga. Perasaan takut mulai menyelimuti ku. Maklumlah, aku tak pernah sendirian di tempat segelap ini.

Akhirnya aku sampai di lantai tempat kelasku berada. Terlihat cahaya yang hanya keluar dari ruang kelasku. Aku memperlambat langkahku. Berusaha agar gerakan kakiku tidak menimbulkan suara sedikitpun. Tepat di depan ruang kelasku, aku merapatkan diriku ke tembok dan berusaha mengintip kedalam hanya untuk memastikan bahwa si iblis ada di sana. Pelan tapi pasti, perlahan mataku mulai melihat seseorang yang terduduk di bangku paling depan dengan sebuah laptop VIAO putih di hadapannya. Huft… seperti dugaanku, dia ada di sana. Kenapa dia tidak pulang? Apa dia menyesali pertengkaran kami? Ah… tidak mungkin, Hiruma bukan orang seperti itu, dia bukan tipe orang yang mudah menyesal. Lalu kenapa dia masih ada di sini…? Aku terus bertanya-tanya dan mencari jawabannya. Hingga….

"hachi….hachi… ukhu…ukhu…" Hiruma mengusap hidungnya tanpa mengalihkan pandangan dari laptop kesayangannya.

'hah? Ada apa dengannya? Jangan-jangan dia sakit' batinku mulai menerawang penyebab Hiruma bersin dan batuk tadi.

"sedang apa kau disini?" Tanya lelaki berambut kuning itu.

mataku terbelalak, jelas aku sangat kaget, apakah Hiruma menyadari kehadiranku? Uhm… tidak ada gunanya lagi bersembunyi, akhirnya aku memutuskan untuk menampakan diri.

Aku berdiri tepat di depan pintu yang terbuka, sekarang tubuhku terlihat sepenuhnya. Aku menunduk ragu, suasana hening sesaat. Sepertinya diantara kami tak ada yang berani membuka pembicaraan.

"apa tujuanmu ke sini? Apa kau menyesal?" Tanya Hiruma dingin tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop putih di hadapannya.

Aku hanya dapat menundukan kepalaku, menutupi rona merah yang mulai menyebar di wajah cantikku. Aku mengepal kedua tanganku sekuat mungkin, bukan karena marah, tapi karena sekarang aku benar-benar malu. Aku sendiri telah melanggar janjiku untuk tidak berbicara lagi dengannya.

"apa kau ingin minta maaf?" Tanya Hiruma dengan nada datarnya sembari menolehkan kepalanya ke arahku yang masih tertunduk.

Aku mulai memberanikan diri untuk mengangkat kepalaku yang terasa sangat berat ini. Perlahan tapi pasti sekarang kedua pandangan kami bersatu. Aku melihat ada yang aneh dari wajah Hiruma, dia terlihat sedikit pucat. Apa dia sedang sakit?

"hei… cewek sialan. Apa kau tuli? Aku tanya kau sedang apa disini? Apa kau ingin minta maaf?" tanyanya lagi dengan nada yang lebih tinggi, seolah aku ini benar-benar tuli.

"huh… aku tidak tuli tau… tidak perlu berteriak-teriak seperti itu. Lagi pula siapa yang ingin minta maaf? Aku ke sini atas permintaan Kurita. Dia bilang sejak tadi kau belum pulang, jadi aku dimintanya untuk mencarimu. " ceritaku panjang lebar.

"lalu setalah menemukanku kau mau apa? Hah?" Tanya Hiruma yang kusadari tak bisa ku jawab, aku bingung harus menjawab apa. Menyuruhnya pulang, hah tidak mungkin. Aku tak mungkin menyuruh-nyuruhnya apa lagi setelah kejadian tadi.

"hei, kau benar-benar tuli ya? Ku tanya, lalu setalah menemukanku kau mau apa? Hah?"Tanya Hiruma kesal, mungkin karana aku terlalu lama menjawab setiap pertanyaannya.

"aku..aku…_"

Belum sempat ku teruskan kata-kataku, Hiruma telah memotong kalimatku, " hah… kau tak perlu berpura-pura, kau menyesal kan? Kau ingin meminta maaf kan? Jangan bawa-bawa si gendut sialan itu sebagai alasanmu? Dasar cewek bodoh."kata Hiruma dan berhasil memancing amarahku untuk keluar.

"kau ini,,, bukannya berterima kasih aku sudah datang dengan baik-baik sikapmu malah seperti ini. Memangnya kau kira aku mau bersusah payah datang ke sekolah hanya untuk menyuruhmu pulang, sebenarnya aku sangat keberatan, tapi,.. karena ini permintaaan temanku Kurita, aku bersedia melakukannya. KAU INI BENAR-BENAR SETAN YANG TIDAK TAU BERTERIMA KA.._"

"ukhu.. ukhu.. ukhu.. ukhu.." batuk Hiruma menghentikan kalimat terakhirku, dia menutup mulut dan matanya, menahan batuk yang sedari tadi mengganggunya. "huh,, batuk sialan"katanya mengutuk batuknya yang kelihatannya semakin parah.

Wajahku berubah menjadi sedikit khawatir, wajar saja aku khawatir, ini pertama kali aku melihatnya dalam kondisi yang tidak fit. Selama ini semua orang termasuk aku berfikir bahwa Hiruma adalah setan yang tidak akan pernah sakit. Jangankan sakit,, kurasa penyakit pun akan lari melihat iblis ini, tapi kenyataannya sekarang tidaklah begitu. Ya… ku akui , biar bagaimanapun Hiruma juga manusia, yang bisa sakit kapan saja.

"Hiruma,,,? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku sedikit dengan nada khawatir.

"tch… apa pedulimu… ? kau senang kan melihat aku seperti ini? Sudah, pulang sana, aku baik-baik saja." Perintah Hiruma kembali memalingkan tatapannya ke laptop putih kesayangannya.

"uuuurggghhh, kau ini, aku sudah bertanya baik-baik, kau malah mengusirku, aku tak akan pulang sebelum kau juga pul…aaaaaaahhh kecoa…!" teriakku melihat seekor kecoa yang tengah asyik bermain di kakiku yang putih.

Ku gerakan kaki ku tak beratuaran, berharap sang kecoa bersedia pergi dari kakiku, Hiruma yang melihatnya hanya terkekeh ria. Setelah beberapa detik aku berjuang mengusir makhluk menjijikan ini, akhirnya dia bersedia pergi dari kaki ku. Tapi aku belum puas, ku ambil sapu yang terletak di depan pintu yang terbuka, lalu kutarik pintu tersebut hanya untuk memastikan bahwa kecoa itu ada di belakang pintu, "disini kau rupanya…" kataku sambil mendorong pintu kearah bingkainya, dan….

"hei jangan….." teriak Hiruma mencoba menghentikan ku menutup pintu, tapi

CKLEKK…

Terlambat, pintu sudah terpasang pada bingkainya. Aku yang mendengar menoleh kearah Hiruma, dan kulihat wajahnya yang seolah membeku. Tangannya seolah ingin meraih sesuatu, aku tersadar apa yang telah ku perbuat, pintu kelas kami….

Aku menengok kearah pintu yang sudah sempurna tertutup, aku bergegas ke gagang pintu, dan mencoba mengutak-atik gagang pintu tersebut, wajahku cemas menerima keadaan bahwa pintu telah terkunci, "ayolah…." Kata ku berharap pintu dapat terbuka lagi.

Aku sudah tak memperdulikan kecoa yang telah pergi entah kemana itu, sapu yang menjadi senjataku untuk melawanya pun sekatrang telah patah. Aku tidak percaya aku terkurung disini bersama iblis yang super menyebalkan ini. Ku naik turunkan gagang pintu, tapi percuma tak ada sedikitpun celah yang terbuka.

"percuma saja, pintu sialan itu sudah terkunci. Dan hanya bisa di buka besok oleh penjaga sekolah sialan itu. Tak ada gunanya kau buang tenaga sialanmu untuk membuka pintu sialan itu, " kata Hiruma yang terlihat tenang sambil melanjutkan lagi acara mengetiknya.

Aku berbalik ke arahnya, aku menundukan kepala, dan kurasakan cairan tubuhku mulai terjatuh kelantai, nafasku memburu karena lelah dan karena menahan emosi. Aku kesal,, disaat aku sedang berusaha membebaskan diri Hiruma malah asyik dengan laptopnya, apa dia tidak peduli padaku.

Tanganku mengepal keras, aku sudah tak bisa menahannya lagi, aku menutup mataku menahan kemarahanku. Badanku mulai bergetar, tak sanggup menahan amarah yang sebentar lagi meledak, Hiruma yang menyadari hal itu bertanya dengan entengnya, "heh? Kenapa kau, monster sus?"

"KENAPA? KAU MASIH BISA BERTANYA KENAPA? Ini semua karenamu,, aku terjebak di dalam sini itu semua karenamu, jika saja tadi kau langsung pulang, jika saja Kurita tidak memintaku menjemputmu, jika saja aku menolak permintaan Kurita, jika saja kau… kau tidak selalu merepotkan orang lain….jika-"

"CUKUP ! bukan hanya kau yang terjebak di ruangan sialan ini, aku juga. Kau fikir aku mau terjebak disini bersama monster sepertimu? Lagi pula kau sudah tau kalau pintu sialan itu sudah lama rusak. Kau malah menutupnya, dasar bodoh…!"

"urrrggggghhh… kau… kan kau yang merusak pintu ini. Aku sudah sering memperingatkan padamu, jika masuk ke dalam kelas jangan asal membanting pintu, jadinya seperti ini kan.. pintunya rusak dan semua ini salah mu… kau lah yang bersalah,,dan kau lah yang bodoh, iblis jelek…!"

Aku melontarkan kemarahanku kepada iblis yang sedang duduk diam itu, aku sadar tak sepenuhnya dia salah, aku sadar aku telah keterlaluan, 2 kali aku memaki-makinya, tapi mau bagaimana lagi, semua sudah keluar, dan tak mungkin ku masukan lagi.

Aku melihat Hiruma, tatapannya tajam, tapi tatapanku tak kalah tajam, dan sekarang kulihat dia yang mulai berdiri menghadapku. Dia menunjuku, seperti aku menunjuknya tadi siang.

"kau… kau selalu menyalahkanku, apa kau fikir kau adalah makhluk yang paling sempurna yang tak pernah melakukan kesalahan? Seharusnya sebelum kau menyalahkan orang lain, bercerminlah dulu. Apa perlu aku membelikan cermin sialan untukmu?"

Aku tak pernah melihat Hiruma semarah ini, sebenarnya tadi siang aku melihatnya marah, dan ini yang kedua kalinya, dari mimik wajahnya aku tahu dia sedang serius, tak ada kekehan yang biasa terselip di setiap kalimatnya. Apa yang terjadi dengan Hiruma?

"kau yang seharusnya bercermin, apa kau tidak tau betapa buruknya sikapmu, memerintah orang, mengancam orang, bertindak seolah-olah kau raja. Aku… aku menyesal telah mengenalmu, dan A-AKU…AKU MEMBENCIMU..HIRUMA YOUICHI!"

Kalimat itu… sebenarnya aku tak mau mengeluarkannya, sebenarnya kalimat itu tidak berasal dari hatiku, semua murni karena aku sedang emosi, 'Hiruma aku tidak membencimu, aku mencintai mu, maafkan aku' batinku, tapi tak ada gunanya, Hiruma pun tak akan dengar.

Hiruma duduk kembali ke singgahsananya. Wajahnya seperti memendam kekesalan dan kekecewaan setelah mendengar kalimatku tadi, "sudahlah, aku tak mau berdebat denganmu seperti tadi siang, aku sudah lelah, kita sudahi saja semuanya."kata Hiruma datar. Apa? Hiruma lelah? Bertengkar denganku? Ini bukan Hiruma yang sebenarnya. Ada apa dengan laki-laki ini?

Melihat Hiruma mengalah untuk pertama kalinya, akupun juga mengalah, aku turunkan thermometer kemarahanku, aku bernafas panjang berusaha menenangkan diriku sendiri. Aku mulai berjalan ke arahnya, langkah kakiku memecahkan keheningn yang mulai menjalar setelah kalimat Hiruma terakhir tadi.

Aku berdiri tepat di samping mejanya, sepertinya dia menyadari kehadiranku, tapi sepertinya dia enggan menolehkan kepalanya ke arahku. Aku beranikan untuk membuka pembicaraan dengannya, menyingkirkan semua ego dan keangkuhanku. Sekarang bukanlah saatnya untuk bertengkar, tapi sekarang adalah saatnya bekerja sama untuk keluar dari tempat yang menurutku sudah mulai berubah menjadi neraka ini.

"Hiruma… "

"hn?"

"boleh aku meminjam handphonemu?" aku mengulukan tanganku, berharap dia mau meminjamkan handphonenya padaku.

"untuk apa? "Tanya Hiruma dingin sedingin angin yang berhembus dari jendela yang dibiarkan terbuka.

"aku ingin menelepon seseorang yang bisa membantu kita keluar dari sini." Kataku memberi alasan

"kenapa tidak menggunakan handphone sialanmu saja?"

"huuuuh… apa kau lupa, handphoneku kan pada padamu. Yasudah kalau kau tidak mau meminjamkannya, sekarang kembalikan handphoneku agar aku bisa menelephone seseorang..!" pintaku padanya

"percuma, handphone sialan mu mati, baterai sialannya habis,"

"huft, yasudah handphonemu saja, kumohon pinjamkanlah.!" Pintaku sedikit memelas, dan itu berhasil, Hiruma merogoh saku celanyanya, menaruh handphonenya ke tanganku.

"terima kasih.." ucapku.

"hm.."Hiruma hanya medehem datar, tak ada ekspresi yang keluar seperti tadi.

Aku mengutak-atik kontak handphone Hiruma, berusaha mencari nama seseorang yang dapat membantu kami,

"nah…" kataku sedikit girang menemukan nama orang tersebut. Hiruma hanya melirik dari ujung matanya.

Tuuut….tuuut…tuuut…. tuuut…. tuuut…. tuuut….

"ayolah Musashi. Angkat telephoneku…."aku bicara sendiri berharap musashi mendengar perintahku dan mengangkat telephonnya, tapi harapanku luntur, yang aku dengar hanya suara asistennya 'nomor yang anda hubungi sedang sibuk, harap tinggalkan pesan setelah bunyi beri-'

Kumatikan telephoneku, dan aku mulai mengutak atik kontak handphone Hiruma lagi.

"ahhhaa" aku kembali menemukan orang yang mungkin dapat membantuku.

Ku tekan tombol panggil,

Tuuut….tuuut…tuuut…. tuuut…. tuuut…. tuuut….

Aku mulai gelisah karena yang kudengar bukan jawaban, tapi hanya nada sambung dari seberang telephone. "ayolah Kurita… angkat telephone ku…" aku baru sadar bahwa sekarang Kurita pasti tidak akan mengangkat telephonenya, dia pasti sedang bersenang-senang dengan makanan yang ada di hadapannya. Huft.. dasar gendut sialan, eh kenapa aku jadi ikut-ikutan Hiruma.

Aku tekan tombol merah untuk memutuskan sambungan, aku mulai pasrah, apalagi ketika kulihat Hiruma yang sedang asyik berpacaran dengan laptopnya itu, huft.. dari pada aku tambah kesal, lebih baik aku mencoba menghubungi yang lain, oh iya… ada satu orang yang ku yakin akan mengangkat telephone ku.

Aku mencoba mencari namanya di handphone si iblis ini.

"ini dia, "aku berteriak girang menemukan nama orang yang ku cari. Hiruma yang mendengar teriakanku hanya melirik dari ujung matanya lagi dan kali ini disertai seringai iblisnya. Lalu kembali berpacaran dengan laptop putih kesayangannya itu, aku yakin sekarang dia sedang tertawa melihat tingkahku yang seperti seseorang yang telah menemukan harta terpendam, tapi aku tidak peduli.

Kurapatkan telingaku ke handphone Hiruma yang telah tersambung dengan nama orang yang ku temukan tadi,

Tuuut….tuuut…tuuut…. tuuut…. tuuut…. tuuut….

"halo… ada apa kak Hiruma?" suara laki-laki di seberang telephone itu membuat hatiku girang.

"halo, Sena, ini aku Mamori… "

"ohh, ehm kak Mamori, aku kira kak Hiruma, etto… kenapa handphone kak Hiruma ada pada kak Mamori? Apa kalian sedang bersama?" Tanya sena, tapi dengan nada sedikit menggoda. Sepertinya sena telah tertular virus Suzuna.

"hahmm… aku… ah,, sudahlah, ceritanya panjang, sekarang aku minta tolong padamu untuk da-"

Tut..tut…

"hah? " aku lihat layar handphone Hiruma yang telah gelap.

"huuuuuhhhh,,, kenapa di saat seperti ini ? " aku kesal, amat sangat kesal, mengetahui handphone Hiruma yang baterainya telah habis, aku mengacak-acak rambut auburnku.

"kekekekekekek… apa kau sudah gila monster sus? Apa radiasi dari handphone sialanku telah membuat otak jenius sialanmu menjadi bodoh sekejap? kekekekekekek"

"huft,, handphonemu tidak berguna, ini aku kembalikan, baterainya habis,"kuserahkan handphone Hiruma dengan kesal. Aku mengambil nafas panjang.

"apa kau tidak ada handphone lain? "Tanyaku kepada si iblis ini yang kelihatannya sedang repot dengan laptopnya.

"tidak. Semua handphone sialanku ku tinggal di apartement sialan." Jawabnya singkat

Aku semakin kesal. Aku bingung harus melakukan apa, aku kembali menggaruk-garuk kepalaku yang sebenarnya tidak gatal sedikitpun, aku berjalan ke sana kemari, berpikir keras, mengerahkan seluruh kemampuan otak jeniusku yang entah kenapa sekarang seperti tidak berfungsi, aku semakin frustasi. Sedikit demi sedikit aku mulai mengeluarkan cairan mataku.

Hiruma yang menyadari hal itu, mengangkat kepalanya dan mengalihkan perhatiannya yang sejak tadi hanya untuk benda putih itu ke arahku.

"heh… monster sus, apa kau tak bisa tenang sedikit? Aku sedang berusaha mengerjakan tugasku, kau ini, baru terkunci saja sudah menangis seperti itu, kau ini benar-benar cengeng, monster cengeng lebih tepat untukmu. Kekekekeek"

"apa kau bilang? Dengar ya Hiruma, aku menangis bukan karena aku cemas dengan diriku, tapi aku mencemaskan keluargaku, pasti sekarang mereka sedang mengkhawatirkanku, kau bilang jangan cemas? Kau mudah bicara seperti itu, karena kau berbeda dengan ku, kau bisa bebas berkeliaran tanpa mengkhawatirkan akan ada yang memarahimu. Kau tak akan pernah merasakan rasa sakitnya di marahi oleh orang tuamu. " kata ku panjang lebar dengan emosi yang sepertinya mulai memuncak lagi, aduh lagi-lagi aku membawa-bawa keluarga, aku benar-benar keterlaluan.

Suasana kelas hening untuk sesaat, kepala Hiruma yang tadi terangkat kini mulai diturunkan, sangat terlihat bahwa sekarang ia sedang berfikir keras memikirkan kata-kataku tadi.

Lalu ia mulai berbicara memecah keheningan di antara kami," kau… asal kau tau ya, rasa sakit dimarahi oleh orang tua, tidak dapat mengalahkan rasa sakit akibat kesendirian, seharusnya kau bersyukur karena masih bisa mendengar omelan orang tuamu, !" kata Hiruma datar. Sekarang matanya mengarah padaku, mataku terbelalak mendengar ucapan Hiruma yang ada benarnya. Selama aku mengenal Hiruma, aku tak pernah tau latar belakang keluarganya, dari kalimat Hiruma tadi aku dapat menyimpulakan bahwa dia terlahir dalam kesunyian, sekarang aku baru tahu, di balik sikap Hiruma yang seperti setan, terselip lembaran kesedihan yang mendalam. Aku baru tahu selama ini sebenarnya Hiruma kesepian.

Aku menundukan kepalaku seolah pertanda bahwa aku telah kalah, aku tak dapat menangkis ucapannya yang satu ini. Biasanya kami selalu beradu argument, tapi untuk yang satu ini, aku tak dapat menyangkalnya. Aku juga yang salah, aku tidak sengaja membawa-bawa keluarga dalam masalah kami berdua, aku bodoh, aku sungguh bodoh. Untuk kesekian kalinya Hiruma benar-benar marah kepadaku.

Aku pergi kearah jendela yang sejak tadi terbuka. Aku mencoba menenangkan diriku dengan memandangi langit dari ruangan ini, langit malam yang cukup mendung menambah kesunyian di antara kami. Sementara aku sibuk memandangi langit tanpa bintang itu, Hiruma melanjutkan pekerjaannya di laptop kesayangannya. Aku meliriknya sedikit dari ujung mataku. Kali ini kulihat dia menguap, aku merasa iba, sejak tadi yang kupikirkan hanya diriku seorang, aku begitu egois tidak memikirkan iblis ini, tidak memikirkan apakah dia lelah atau tidak, apakah dia mengantuk, apakah dia sudah makan atau belum, huh… sekali lagi maafkan aku Hiruma.

_oOo_

Ini fanfict pertama aku, jadi saran dan kritik sangat di butuhkan, sebenarnya fanfict ini udah rampung sekitar 2-3 bulan yang lalu, tapi bari bisa ngepost sekarang…heheheh, maaf jika ada kekurangan, karna aku masih belajar… mohon bantuannya minna-san.. jangan lupa review ya