No Worry
.
.
Markhyuck/Markchan
Mark x Donghyuck
Rate T
.
.
Di koridor bar, aku melihatnya. Berjalan santai sambil menghisap rokoknya. Rambutnya sedikit ikal, kulitnya agak tan, wajahnya bukan khas orang Australia, kupikir dia lebih terlihat seperti orang Asia.
Aku tidak terlalu memedulikannya, waktu yang memaksaku untuk melupakannya pada saat itu, karena faktanya aku harus segera kembali ke motel, mengingat besok aku harus bangun pagi untuk berkendara sejauh dua ratus tujuh puluh kilo, dari Perth ke Margaret River.
Tiga hari setelahnya, saat aku kembali ke Perth, bersama Shullan, keponakan kecilku yang centil dan rusuh, aku secara tidak sengaja kembali menjumpai sosok itu. Bukan wajahnya yang membuatku merasa hapal dengannya, melainkan karena rambut sedikit ikalnya yang khas yang membuatku merasa tidak asing dengannya.
Jika aku ke Perth untuk mengembalikan mobil yang telah aku sewa selama tiga hari, maka sosok itu kebalikannya, aku melihatnya tengah menunjukkan SIM-nya kepada resepsionis untuk melengkapi kelengkapan syarat penyewaan mobil. Tebakkanku benar, dia bukan orang Australia. Dia hanya turis biasa, yang sedang menghabiskan liburan di negeri ini.
Aku masih menaruh minat untuk memerhatikannya, jika saja Shullan tidak merengek ingin segera dibawa pergi dari tempat ini, maka terpaksalah pada saat itu juga kami segera pergi.
Waktu cutiku telah habis, Shullan juga telah kembali bersama kedua orangtuanya. Dan begitupun diriku, bukan kembali ke kedua orangtua, melainkan maksudnya aku juga harus segera kembali ke aktivitas kerjaku yang super padat. Beberapa dokumen kerja yang menumpuk di atas meja kerja telah menanti untuk kucumbu. Aku menghela napas, hari sibukku telah kembali.
Malam tiba, sepulang dari tempatku bekerja, aku kembali ke motel. Tempat tinggalku selama di Australia adalah motel. Motel milik kakakku sendiri, Ayahnya Shullan, dahulu aku masih menumpang di rumah kakakku, tapi setelah lima tahun bekerja dan uang yang kukumpulkan telah lebih dari cukup, maka akupun memutuskan untuk membeli satu unit kamar motel yang ada di sini. Kakakku tidak masalah, tentu saja, dia malah merasa jika apa yang kulakukan itu lebih baik, karenanya dia bisa lebih sering menjumpaiku jika aku tinggal di dekatnya.
Memasuki gedung motel, aku berpapasan dengan seorang pemuda, dengan tas backpaker-nya yang nampak penuh muatan, pemuda itu sedang bicara dengan kakakku, hendak mem-booking sebuah kamar.
Ternyata pemuda itu adalah pemuda yang sama dengan yang pernah kujumpai di bar dan tempat penyewaan mobil beberapa hari yang lalu. Hallelujah, dunia begitu kecil ternyata, atau Australia saja yang terlalu kecil? Entah.
Aku berjalan menghampiri mereka, lebih tepatnya untuk menyapa kakakku, itu hanya berlangsung selama lima detik saja sebab aku segera berlalu menuju ke dalam kamar motelku-yang telah kupermanenkan menjadi bilik abadiku selama tinggal di sini.
Tengah malam, saat aku sedang mengerjakan beberapa tugas kantorku, kamar sebelah terdengar sedikit ribut, pemiliknya sedang berbenah kupikir. Aku mencoba mengabaikannya dengan mendengarkan musik melalui earphone yang terpasang di telingaku.
Tiga puluh menit berselang, ketika rasa haus dan kantuk melanda di saat yang bersamaan, aku keluar dari kamarku. Menuju ke dapur umum, untuk menenggak beberapa isotonik dingin yang biasa disimpan oleh kakakku di mesim pendingin.
Di tengah perjalanan, di saat mataku benar-benar redup dan sayu, ditambah dengan pencahayaan yang remang-remang, aku bertabrakan dengan seseorang. Aku begitu terkejut, saking terkejutnya tubuhku bahkan sampai terjatuh, pantatku mencium lantai.
Seseorang yang bertabrakan denganku terdengar mengumpat, uniknya dia mengumpat dengan menggunakan suara pelannya yang terdengar amat halus, dan umpatan itu merupakan umpatan berbahasa Korea. Mungkin jika aku orang Australia asli, dan tidak paham bahasa Korea, aku pasti akan mengira jika orang itu hanya sedang bergumam saja.
Tapi faktanya aku adalah orang Korea, yang hanya sedang bermukim saja di Australia untuk mencari uang. Dan sudah pasti aku paham bahasa Korea. So, sudah pasti aku mengerti apa yang sedang diucapkan oleh orang itu.
Babi buta tidak punya mata kelakuan bajingan keluar gelap-gelap asal tabrak orang kenapa ada orang sialan bak roti busuk macam ini yang menabrakku di sini.
Itulah yang sosok itu umpatkan. Dan ya, yang diumpati oleh orang itu sudah pasti dan tidak salah lagi adalah aku. Hah. Terima kasih.
Aku berdiri, merapikan pakaianku lalu menatapnya. Meski cukup gelap, tapi aku masih bisa melihat penampilan sosok itu secara keseluruhan. Awalnya aku sempat terkejut. Wow. Apa orang ini orang yang sama dengan yang aku jumpai di bar, penyewaan mobil, dan pintu masuk motel tadi? Seorang backpacker yang tadi kulihat cukup urakan? Apakah sosok ini sama dengan yang tadi?
Mengapa penampilannya tampak beda? Yang di bar nampak begitu bad boy, yang di penyewaan mobil tampak seperti buronan, karena penampilannya amat berantakan, dan yang di pintu masuk motel tadi nampak sedikit lebih normal karena penampilan khas backpacker-nya, meski masih jelas terlihat sisi urakannya dari beberapa tindik yang terpasang di telinga.
Lalu bandingkan dengan yang kali ini kulihat. Rambut sudah tidak ikal, lurus-jatuh menjuntai di atas dahi, wajah tidak nampak garang, terlihat sangat menggemaskan malah. Pipinya bulat-gembil-lucu dengan sedikit semburat merah, bibirnya pun merah tebal dan licin; seperti habis pakai lipbalm, uniknya lagi orang itu mengikat bagian tengah rambutnya; apple hair benar-benar menggemaskan.
Serta jangan lupakan piyama lucu yang dipakainya. Piyama dengan warna dasar biru muda, bergambar seekor sapi raksasa yang dihujani oleh sapi-sapi kecil di sekujur bagian. Sialan. Metamorfosis jenis apa ini? Yang di koridor bar menghisap rokok dengan rambut berantakkannya? Sekarang terlihat amat menggemaskan macam ini?
Seperti belum habis lagi, orang itu juga mengapit sebuah boneka sapi besar berwarna putih di ketiaknya. Hallelujah. Ikat rambutnya pun berbentuk kepala sapi. Astaga, apa orang ini jelmaan sapi? Agaknya Tuhan memang gemar mencandai hamba-Nya yang taat macam diriku ini.
"Sorry." Orang itu berucap, dengan suara halusnya padaku. Kali ini dengan bahasa tanah ini. Aku terkekeh sontak saja.
"Tidak apa-apa. Dan kuharap, kau tidak mengumpatiku lagi jika kita ada kesempatan untuk kembali bertemu. See you, Metamorfosisnim." Sebuah kalimat mengejutkan dalam bahasa Korea aku ucapkan untuk membuatnya dilanda serangan jantung. Aku berlalu darinya hanya dengan menyeringai setelah itu, biar saja, kupikir dia benar-benar terkejut saat tahu jika aku bisa berbahasa Korea.
Kupikir inilah pelajarannya. Selalu jaga tutur kata di manapun kita berada. Lisan adalah tempat nasib dan takdir kita bersumber.
.
.
.
.
Romansa Klasik ala Orang Kasmaran
Selamat Membaca.
... ... ... ...
.
.
Kakakku Ilyas sangat suka dengan anjing, itulah alasan mengapa ia bisa memiliki lima ekor anjing di rumahnya. Pun ada beberapa temanku yang memiliki kesukaan terhadap sesuatu lalu menyimpan beberapa barang yang berkaiatan dengan sesuatu itu dalam jumlah yang fantastis.
Seperti halnya Rebecca, gadis Australia-China, temanku dari sejak jaman kuliah itu begitu suka dengan popcorn, jadi tidak heran jika di kamar gadis itu ada banyak sekali barang-barang berbentuk jagung atau popcorn itu sendiri bertebaran. Seperti bantal popcorn, wallpaper dinding popcorn, guling jagung, sprei jagung dan popcorn, lantai berwarna kuning-pucat, hiasan dinding berbentuk jagung, dan segalanya tentang yang berbentuk jagung dimiliki oleh gadis itu.
Aku pikir itu masih dalam batas wajar, rasa suka mereka terhadap kesukaan mereka masih bisa dikatakan wajar dan belum masuk ke dalam fase obsessi. Setidaknya belum, mungkin. Tapi aku mensyukurinya. Maksudku orang-orang seperti mereka itu unik. Memiliki kesukaan akan sesuatu sampai sebegitunya sangatlah menarik. Beda hal dengan diriku yang membosankan ini.
Hidupku terkesan biasa saja, tidak ada yang aku suka-suka amat atau benci-benci amat. Semua tentang diriku ini benar-benar serba biasa saja.
Tapi beruntungnya hal itu tidak berlangsung selamanya. Maksudnya, kini aku juga memiliki sebuah kesukaan unik yang bisa aku gilai sama halnya dengan yang biasa kawanku lakukan. Jika Rebecca punya popcorn dan Ilyas punya anjing, maka di sini, aku juga punya satu yang lebih fantastis dari mereka, yaitu manusia jelmaan sapi yang amaaat menggemaskan.
Sebelumnya maaf saja, yang aku maksud bukanlah makhluk jelmaan yang serupa siluman, melainkan manusia yang suka sapi, gemar akan sapi, punya obsessi akan sapi-lah yang sedang menjadi kesukaanku.
Manusia jelmaan sapi kesayanganku.
Dialah metamorfosisnim yang aku jumpai ketika aku masih di Australia dulu. Pertemuan terakhir di Australia dulu adalah saat ia mengumpatiku karena kami bertabrakan. Setelah insiden itu, kami tidak langsung menjadi dekat karena bagaimana bisa jadi dekat jika keesokan paginya dia telah terbang kembali ke negaranya.
Semenjak itu aku tidak pernah memikirkannya. Karena aku tidak atau belum minat dengan apapun kala itu.
Lalu di pertengahan Mei, atasan memindahtugaskan diriku untuk bekerja di cabang Korea. Aku senang, sujud syukur bahkan. Akhirnya aku bisa pulang, begitu pikirku. Akhirnya kamar motelku kusewakan pada kakakku kembali dan aku cabut ke Korea.
Selama di Korea, mungkin sudah lebih dari tujuh tahun aku tidak pulang kampung, sebab jika waktu liburan tiba, keluarga dari Korea-lah yang akan datang menjenguk, bukan aku ataupun kakakku. Waktu libur kuhabiskan dengan jalan-jalan, menghirup udara segar dan nostalgia dengan kehidupan masa kecil.
Sampai di saat itu aku masih belum minat akan apapun, maksudnya manusia jelmaan sapiku masih belum muncul juga. Hidupku masih berlangsung biasa saja. Bangun pagi, berbenah, sarapan, berangkat kerja, sepulang kerja mandi, bercukur, baca novel yang baru dibeli, lalu akan tertidur dengan sendirinya. Masih begitu saja.
Sampai akhirnya di awal Agustus, sewaktu liburan musim panas tiba, Shullan si centil banyak omel itu bilang ingin mengunjungiku di Korea. Aku antusias, sekalipun bocah itu banyak lagak, tapi itulah yang aku rindukan darinya.
Untuk menyambut kedatangannya, buru-buru aku merapikan apartemenku, tidak lupa aku juga berbelanja banyak hal untuk menghadiahinya. Kupikir membeli sebuah boneka atau mainan anak-anak adalah hal yang bagus untuk kulakukan saat itu.
Aku pergi ke pusat toko mainan anak-anak. Sebuah boneka panda kesukaannya telah ada di tangan, kini tinggal membelikan beberapa pernak-pernik mainan bocah lainnya. Saat sedang sibuk memilah, sebuah pemandangan unik menggelitik mataku. Seorang berbapakaian punk tengah menjajal sebuah bandana berbentuk telinga sapi, memasangkan bandana itu ke kepalanya sambill berkaca, dan tak selang lama ber-selca, dengan wajah dingin.
Itu terlihat menyeramkan. Ditambah tindikkan di telinganya terlihat sangat banyak.
Aku mendekat ke arahnya, karena sejak insiden waktu itu, entah mengapa pemandangan sapi selalu sukses untuk membuatku merasa penasaran. Ketika sudah sampai di dekatnya, firasatku yang berkata jika sosok itu adalah sosok yang sama dengan yang menjadi jelmaan sapi di motel dulu ternyata benar. Dialah manusia jelmaan sapi itu.
Aku terkejut. Tapi tidak dengannya. Mungkin dia tidak kenal wajahku, mengingat secara garis besar kami hanya ketemu sekali, itupun di tengah pencahayaan yang remang. Beda denganku yang sudah dari sejak jauh hari sudah menghapal wajahnya.
Pertemuanku dengannya di sana hanya berlangsung sebentar saja, sebab dia sudah keburu ke kasir dengan membawa bandana telinga sapinya. Ungh, aku merasa orang itu terlalu menggemaskan meski wajahnya dingin dan penampilannya bak anak band rock yang baru gede.
Semenjak itu aku selalu merasa begitu penasaran dengan sosoknya. Akhirnya, kuputuskan saja untuk mencari tahu siapa dia. Tapi jangan berekspektasi tinggi, aku bukan anak IT yang bisa bajak sana-bajak sini guna membobol identitas orang. Caraku mencari tahu orang itu masihlah dengan cara yang kuno dan amatir.
Sehabis pulang kerja aku selalu menyempatkan diri untuk mampir ke toko mainan. Aku duduk-duduk santai di depan toko mainan itu, berpikir barangkali sosok itu datang ke sana lagi. Aku memerhatikan setiap orang yang keluar-masuk dari sana dengan wajah resah penuh harap. Namun, sampai seminggu aku melakukannya, sosok itu tak pernah nampak juga.
Rasanya sedihlah diriku.
Akhirnya di penghujung pekan, aku pergi ke Lotte World, bersama Shullan dan kedua orangtuanya. Kami pergi ke sana karena hari itu merupakan hari terakhir mereka berada di Korea, jadi mereka memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya sebelum balik kampung.
Di Lotte World, sewaktu baru tiba, kami sudah disambut dengan arak-arakkan parade. Banyak sekali maskot tokoh disney yang berwara-wiri, yang paling heboh menyaksikannya adalah Shullan. Gadis belia berusia empat tahun itu terus berteriak girang layaknya tengah bertemu sang idola.
Aku sih tidak peduli amat, mengingat usiaku sudah lewat tiga puluh dan sebentar lagi masuk tiga-lima, maka kuputuskan saja untuk memperlihatkan sikapku yang kalem ini ke orang-orang. Ingat usia, batinku.
Lima menit parade berlalu, aku memutuskan untuk mengambil jalan yang beda dengan keluarga kakakku itu. Alasannya karena aku sedang tidak terlalu ingin menjajal wahana di sini. Aku malas main, begitulah sekiranya. Keluarga kecil kakakku tidak masalah, mereka mengiyakan dan membuat kesepakatan jika jam enam nanti berkumpul lagi di area terkahir kita bersama itu.
Karena tidak ada kerjaan, aku memainkan media sosialku di dalam cafe yang aku kunjungi. Aku membuka instagram. Melihat di sana ada banyak sekali notifikasi yang aku terima. Sejujurnya, aku cukup tidak paham dengan orang-orang yang mengikutiku di instagram. Baiklah, tidak bohong jika aku memang tampan-ini menurut orang, aku tidak pernah senarsis itu untuk mengakui diri sendiri sebagai orang tampan, tapi setampan-tampannya diriku, aku sangatlah jarang memposting foto diri di akunku tersebut. Namun ya begitulah, sekalinya aku posting foto, maka beberapa menit setelahnya mungkin akan ada sepuluh atau bahkan sampai lima puluh follower baru menyapa di kolom komentarku. Mereka aneh, kadang aku merasa begitu.
Beberapa menit yang lalu aku memposting foto, bersama keluarga kakakku. Di foto itu kami berpose bersama maskot Mickey Mouse kegemaran Shullan. Shullan nampak bahagia bisa menyentuh kepala Mickey, dan aku beserta kakak dan kakak iparku cuma senyum saja melihatnya.
Aku menarik layarku ke bawah, membaca beberapa komen yang masuk dari para pengikutku, yang jika kalian ingin tahu jumlah pengikutku sudah mencapai 99,9k. Hampir seratus ribu. Sebagian besar pengikutku adalah orang Australia dan Korea, ada juga yang dari Indonesia, Malaysia, India bahkan ada, dan Brunei bahkan juga ada. Aku tidak paham mengapa diriku bisa menarik perhatian sebegitu banyaknya orang. Padahal jika kalian lihat profil instagram-ku, foto yang aku post belumlah mencapai seratus. Aneh ya? Sangat aneh bagiku.
❤ 17.901 likes
marklee_08_ you happy, rite? Enjoy the show little girl. #Lotteworld #Mickeymouse #Shullanhappines
.
.
mariw190_ kau sangaaat tampaaaaan kau di Lotte World? Boleh aku menyusul ke sana? Hehehe marklee_08
rere_becchacha69 Kapan jalan-jalan ke Perth Mark? Aku rinduuuu, ayo liburan ke sini kita ke selatan dan lihat bintang di Pinnacles marklee_08
dabongie17_ yoksi, kau memang tampan. Aku suka padamu O.O
nunnaanim_ mau ketemuan denganku tuan tampan? marklee_08
ilyaaslee03 kenapa tidak mengetagku adik kecil? Di sana ada putriku harusnya kau tag aku. Aku sedih sejujurnya. marklee_08
Cowcowshipmilk176 kesempatan emas! Cowcowshipmilk tengah membuka kedai besar yang baru. Datanglah ke kedai baru kami! Jaraknya sangat dekat dengan Lotte World. Susu sapi perahan yang sangat segar. Orang-orang kami juga sedang banyak yang promo di sana! Kami bekerja sama dengan Lotte World! Cari di sana, kalian pasti akan menemukan kedai promo kami yang sedang mendemonstrasikan susu berkualitas milik kami. Nikmati harimu di Lotte World dan selepasnya jangan lupa beli susu kami hehehe... Enak! Rasa dan kualitasnya terjamin! Moooooouuuhhhhh, segar! marklee_08
Sapi. Hah, kenapa dari sekian banyak akun yang menulis komen harus ada satu akun yang semacam ini. Aku sedih belum bertemu manusia jelmaan sapiku tapi malah digoda dengan brand susu sapi macam begini. Tega sekali orang-orang ini.
Tidak mau terus larut aku segera mengunci ponselku, keluar dari aplikasi instagram. Aku beranjak dari cafe, jalan-jalan sebentar sebelum melangkah menuju ke toilet. Di toilet aku membasuh wajah, menghilangkan gurat lelah. Di tengah kegiatanku membasuh wajah, seseorang masuk ke dalam toilet, dengan membawa kostum maskot yang teramat besar. Wajahnya tidak terlalu jelas karena tertutup oleh barang bawaannya tersebut, tapi beda hal saat kostum itu sudah diletakkan di atas wastafel.
Aku menganga. Pemandangan ini membuatku merasa terpana. Kostum maskot sapi, orang jelmaan sapiku, ada di depanku. Puji Tuhan, ini sebuah anugerah. Aku memerhatikannya. Dia memakai tas selempang, rambut acak-acakkan khas anak urakan, telinga bertindik, lalu sebuah tato di bahu mengintip melalui kaosnya yang sedikit melorot di bagian itu, my gosh. Dia sangat terlihat menawan.
"Permisi, bisa bantu aku pakai ini?"
Aku tersentak. Dia bicara padaku. Menatapku. Tentu saja aku gugup. Orang yang hendak aku gebet bicara padaku. God! Jangan gemetar kumohon.
"Oh, hah? Baik. Bagaimana aku harus membantu?" Beruntung aku bisa segera mengendalikan diri. Tapi hatiku agak merasa sedih, dia masih tidak mengenaliku.
"Memakai ini cukup sulit, aku butuh pegangan dan seseorang harus merapikan kostum bagian belakangku."
Aku segera menganggukinya. Tanganku terulur ketika dia mengangkat tangannya. Astaga, dia hendak menggapai dan menyentuh tanganku. Semoga keringat tidak mengucur saat ini. Dia berpegangan erat pada tanganku kala sudah masuk ke dalam kostum maskotnya. Menggemaskan. Tinggal wajahnya yang masih terlihat.
"Terima kasih." Dia bergumam, lalu berbalik. "Apa ekor sapiku sudah rapi, sudah menjuntai?"
"Sudah. Sudah." Aku sedikit gagap kala menjawabnya.
"Ok. Kau baik sekali. Sekarang tinggal pakai kepalanya, tapi, haduh, bagaimana selca-nya, ya? Kau mau memfotoku tidak?"
"Tentu saja mau." Oups, aku kelepasan, terlihat sekali antusiasmeku.
"Ok! Ini ponselku. Nanti kalau kepalanya sudah kupakai, tolong fotokan." Dia memakai kepala sapinya. Dan ya, tersuguhlah maskot sapi besar di hadapanku. Sapi putih dengan loreng hitam di sekujur tubuh. Unch, menggemaskan sekali.
Aku bergegas, bergerak untuk memotretnya. Lima kali jepretan ketika dia terus berpose. Selepas memotretnya, dia menyuruhku untuk menyimpan ponselnya ke dalam tas selempangnya. Sehabis itu dia juga menyuruhku untuk memakaikan tas itu ke tubuhnya. Habis itu dia membungkuk padaku, berterima kasih. Aku hanya mengangguk, tapi beberapa detik setelahnya dia langsung berbalik hendak pergi. Aku gelisah, tentu saja, apa aku harus menyia-nyiakan kesempatan ini?
Tidak bisa! Aku harus memanfaatkan segala kesempatan yang ada!
"Ehei!" Aku mencegahnya pergi, dengan meraih tangan sapinya.
Dia langsung berhenti, menengok padaku. Awalnya aku sempat bingung harus berkata apa, karena saking gugup, tapi akhirnya sebuah ide penyelamat muncul di kepala. Aku tersenyum padanya, dengan kikuk, lalu menariknya untuk sedikit mendekat ke arahku.
"Ma-mau selca denganku? Ah anu, adikku sangat suka sapi, jadi kupikir dia di-a akan suka jika kulihatkan fotoku denganmu." Susah payah aku berucap dan dia paham. Dia langsung menganggukkan kepala. Dan kamipun ber-selca setelah itu. Ahaha, lucu sekali rasanya. Lima kali jepretan pula aku ber-selca dengannya. Puji Tuhan.
.
.
.
Aku pulang dari Lotte World dengan hati yang berbunga. Setelah berhasil foto dengannya, aku juga sedikit membuntutinya. Kalian tahu tidak, ternyata dia maskot sapi dari brand susu yang tadi sempat mengomen foto postinganku dengan promosinya. Ahahah, dunia begitu lucu.
Dengan berbaring di ranjang, aku membuka aplikasi Instagram. Aku hendak memposting fotoku bersama sapi kesayangan. Dan ya, sepertinya tidak ada salahnya juga jika aku mengetag akun promo brand susu tadi.
marklee_08 cute.
.
.
Dua puluh menit berselang jumlah yang menyukai terus bertambah. Aku membaca beberapa komen yang masuk. Komen dari pengikutku selalu sama, kebanyakan memujiku tampan, manis, penuh kharisma. Entah kenapa jika aku berkata begitu aku merasa jadi orang paling narsis.
❤ 20.106 likes
marklee_08 cute with cowcowshipmilk176 #milky #cownim #cutie
.
.
Haruharu_ kau lebih cute!
Syarliya109 aku ingin punya pacar seperti kauuu
Buminim88 besok kerja, Mark. Jangan lupaaa
Cowcowshipmilk176 Wow! Kau foto dengan maskot kami! Sekalian promokan susu kami. Jebal juseyooo heheh... kami bercanda! Maskot kami lucu kan? Iya! Tapi kalian berdua bersanding begitulah yang keliatan lebih lucu! marklee_08, darkmytype_02
Gengshuh_lk tampankuuuuuuuu
Kimsarang_saranghae oppaaa saranghaeeee chuuuu :* :*
Darkmytype_02 oh? Kau yang tadi selca denganku? Wah, tidak kusangka kau akan mempostingnya. Tolong follback aku, karena aku hendak memfollowmu hehehehee. Semoga kita bisa ketemu lagi. Kau orang baik soalnya.
Aku langsung terdiam. Ini? Ini apa?! Aku sudah tidak memedulikan komentar yang lainnya, segera kubuka profil terakhir yang menarik perhatianku itu. Aku ternganga. Astaga!? Orang ini! Jelmaan sapiku! Ya Tuhan! Tidak salah juga aku mengetag brand susu tadi. Ya Tuhan!
"Arrghh! Dia memfollowkuu!"
.
.
.
.
.
Semenjak kejadian itu aku jadi lebih sering pergi ke gereja dan berdoa. Aku benar-benar menjelma menjadi manusia yang begitu taat. Sebabnya karena aku ingin lebih banyak-banyak bersyukur pada Tuhan, supaya nikmat yang ia berikan akan terus bertambah tanpa berkurang.
Nikmat terbesar yang pernah Tuhan berikan padaku adalah, Dia memberiku kesempatan untuk semakin dekat dengan manusia jelmaan sapiku yang imut luar biasa itu.
Aku amat bersyukur aku bisa mengenal lebih dekat dengannya. Namanya adalah Lee Donghyuck. Atau Haechan orang biasa memanggilnya. Dulu sehabis dia mem-follow instagram-ku, aku langsung tancap gas untuk mem-follback-nya. Karena ya, baru kali ini aku merasakan rasa ketertarikan yang begitu hebat terhadap sesuatu.
Selesai saling mengikuti di media sosial, aku langsung mendekatinya. Pendekatan aku awali dengan, ya kalian tahulah, basa-basi. Aku menanyakan kabarnya di awal, lalu terus basa-basi sampai akhirnya kuberanikan diri untuk meminta ID Line miliknya. Beruntungnya orang itu mau.
Kami sering bertukar pesan melalui aplikasi chat itu. Dan aku sangat-sangat senang karena ternyata dia bisa terbuka denganku, tidak terlalu terbuka amat tapi setidaknya juga tidak terlalu sulit amat untuk kudekati.
Hampir sebulan pendekatan melalui chatting, aku mulai tahu banyak hal tentangnya. Dia seseorang yang terbilang masih anak muda, baru sarjana tahun ini dan sekarang sedang sibuk mencari kerja. Dan sebagai selingan dia sering kerja paruh waktu di mana-mana. Seperti menjadi maskot kemarin, dia bilang dia juga kerja jadi montir di sebuah bengkel kecil yang ada di Gangnam.
Mengenai obsesinya terhadap sapi, juga pernah aku tanyakan. Dan mengejutkannya, dia langsung heboh kala aku membahas sapi. Dia bilang sapi adalah belahan jiwanya. Dia suka dan suka sekali dengan binatang perah itu. Alasannya karena binatang itu sangat menggemaskan, dan enak dimakan? Susu dan dagingnya adalah favoritnya.
Aku berniat untuk serius dengannya, karena aku sudah terlanjur jatuh ke dalam pesona keimutannya. Maka dari itu, setelah sebulan hanya bertukar pesan, aku berniat untuk mengajaknya bertemu. Dan syukurnya dia setuju dengan itu. Puji Tuhan aku bahagia.
Kami ketemu di restoran dekat Lotte World. Aku melihatnya sudah menunggu di depan restoran, kuhampiri dia yang melambai ringan padaku. Penampilannya selalu sama, khas seorang bad boy masa kini. Aku heran dengannya, meski sapi yang menggemaskan itu adalah favoritnya tapi penampilan luarnya benar-benar sangat jauh berbeda dengan hal itu.
Selesai makan aku mengajaknya untuk ngobrol-ngobrol sebentar. Kami banyak bercerita, saling berbagi kisah. Dan di sini aku sedikit mengungkap sebuah fakta, aku bilang padanya jika aku adalah orang yang dulu pernah ditabrak dan diumpatinya di sebuah motel ketika dia berada di Australia. Sontak saja raut terkejut nampak di wajahnya setelah tahu fakta itu. Aku hanya terkekeh saja melihat reaksi itu.
"Astaga. Maaf, maafkan aku. Waktu itu aku sedang kelelahan, jadi, ya kau paham maksudku kan? Orang capek mulutnya memang sulit diatur." Penuh sesal dia meminta maaf padaku.
"Tidak apa-apa. Dulu aku berjalan dengan mata yang mengantuk, jadi mungkin itu juga bagian dari kesalahanku."
Selepas acara makan bersama itu aku mengantarnya pulang, dengan memakai mobil baru yang baru saja kubeli beberapa minggu yang lalu. Mobil bekas sih, dan pembayarannya pun masih mengangsur. Tapi tidak apa, setidaknya aku punya kendaraan.
Dua minggu berselang-dengan masih sering bertukar pesan, aku bertemu dengannya lagi. Kali ini secara tidak sengaja, aku melihatnya sedang antre di depan sebuah kedai es krim. Aku menghampirinya, menepuk bahunya dari belakang dan mengejutkannya. Dia langsung menoleh padaku, tersenyum dengan kaget, merasa tidak menyangka jika akan bertemu denganku di sini.
"Kau mau beli es krim?" Dia bertanya.
"Tidak." Aku menggeleng singkat, masih berada di belakangnya, ikut antre.
"Lalu? Kenapa ikut baris juga?" Bertanya dengan heran.
Aku hanya terkekeh sebelum menepuk kepalanya dengan sedikir agak jahil. "Karena ingin menemanimu, mungkin?" Dan setelahnya sebuah tendangan keras mendarat di tulang keringku. Niatnya mungkin dia hanya bercanda, tapi tidak dengan tendangannya. Tendangannya terasa sangat serius, begitu membuat tulang keringku sakit.
Pendekatan-pendekatan lain terus aku lakukan padanya. Tapi, semakin sering aku menggencarkan aksiku, maka aku merasa jika dia semakin membentengi diri terhadap diriku. Aku sedikit khawatir akan hal ini. Karena, ya, kalian tahu, aku belum siap patah hati. Maka akhirnya kuputuskan saja untuk tidak terlalu sering mengiriminya pesan atau mengomen postingan fotonya di instagram. Aku akan berusaha bersikap biasa saja dengannya dalam waktu dekat ini, supaya dia tidak risih atau bahkan merasa terganggu olehku.
Di suatu malam, kejadian di luar dugaan terjadi. Dia mengirimiku pesan duluan, dan uniknya dia juga mengomen foto terbaruku di instagram. Beberapa menit lalu aku memposting padang bunga yang aku jumpai ketika aku ada dinas kerja ke pulau Jeju. Dia mengomentari fotoku dengan bilang jika dulu dia juga pernah pergi ke tempat yang serupa, padang bunga, tapi dia perginya ke Australia.
Aku membalas komenan itu dengan ramah, bilang padanya jika di Australia segala padang-padangan memang banyak. Seperti padang pasir, padang rumput, padang bunga dan padang lainnya juga ada di sana. Aku bahkan juga menawarinya jika ingin ke Australia ajaklah diriku, karena aku akan siap jadi pemandu wisata gratisnya selama di sana. Dia langsung menyetujuinya dengan emoji tertawa yang banyak.
Mengenai pesan duluan yang ia kirim, aku sedikit kaget saat membacanya. Dia mengajak untuk bertemu, sangat mengejutkan kan? Aku dengan perasaan masih terkejut menyetujuinya. Dia mengajak ketemuan di kelab, dia bilang dia ingin merayakan hari pertama kerjanya. Kudengar dia sudah dapat pekerjaan, bagian kreatif dari sebuah agensi idol besar yang namanya sudah sangat mentereng di Korea, YG, dia bilang dia kerja di YG sejak hari ini. Syukurlah.
Selama si kelab, kami minum beberapa gelas bir dan vodka. Dia terlihat sangat bahagia. Di sofanya dia bercerita mengenai teman-teman kerjanya yang cukup baik. Tidak ada budaya senior-junior yang memuakkan, tidak ada tindakan diskriminatif, orang-orang di sana pokoknya baik, begitu katanya.
"Intinya semua orang di sana sangat baik. Aku senang sekali!" Racaunya lagi.
"Baguslah. Jika kau senang aku juga ikut senang." Jawabku singkat, ini jujur. Dia senang aku juga ikut senang.
"Tapi Mark." Mendadak atmosfer berubah menjadi serius. Perasaanku sedikit tidak enak saat merasakannya.
"Ya?" Tanyaku pelan dengan hati-hati.
"Semua orang di dunia ini sangat baik. Apalagi kau, kau adalah orang paling baik yang pernah aku temui. Kau sangat rendah hati, ramah, dan tahu bagaimana cara menghibur orang lain. Pertahankan itu. Teruslah jadi seperti itu, untuk semua orang, supaya aku tidak khawatir lagi mengenai diriku yang bisa saja jadi orang jahat jika kau hanya berlaku seperti itu padaku. Hehehe, sudah malam, aku pulang duluan ya, besok aku harus kembali kerja. Ah ya, kau sangat baik, aku serius. Hehe, aku pulang, tidak perlu kau antar, aku sudah pesan taksi. Sampai jumpa."
Malam itu, aku sadar, jika aku ditolak bahkan sebelum aku menyatakan perasaanku. Rasanya sakit. Aku yang belum pernah jatuh cinta, belum pernah pacaran, dan belum pernah tertarik dengan seseorang sampai seperti ini, dibuat sakit hati bahkan saat hatiku belum bicara.
Seperti sebuah ironi. Tuhan mencacatkan kakiku di saat aku bahkan belum latihan berdiri. Ini sakit.
.
.
.
.
.
Setelah kejadian hari itu, keadaanku jadi memburuk. Keadaan mentalku yang agak tidak baik. Aku jadi sering melamun, sensitif terhadap sesuatu yang berbau mellow, dan perasaanku juga jadi begitu renta. Namun ada satu yang setidaknya masih bisa aku syukuri, semua itu tidak memengaruhi kinerjaku di kantor. Untunglah.
Sepulang kerja, jika dulu aku akan selalu berbalas pesan dengannya, maka kini hal seperti itu sudah tidak pernah aku lakukan lagi. Sekarang sepulang kerja aku langsung mandi, makan malam, sikat gigi, bercukur lalu besiap untuk tidur. Hidupku yang membosankan telah kembali.
Tapi sebenarnya, sebelum tidur aku masih menyempatkan diri untuk membuka ponsel. Mengecek barangkali, sekalipun itu dalam mimpi, dia akan mengirimiku pesan. Tapi nihil, tidak ada satupun pesan darinya kuterima. Alhasil, aku hanya akan membuka instagram-ku dan me-like beberapa postingan yang lewat di beranda. Di momen ini, aku sering curi-curi kesempatan untuk men-stalk profil miliknya.
Hari ini dia baru mengganti wallpaper kamarnya dengan gambar sapi-sapi kecil yang sedang digembala di padang rumput. Bagus dan menggemaskan-seperti biasanya. Dia juga posting foto lain, foto dirinya sedang ber-selca dengan seorang idol? Salah satu personil Exo? Namanya Sehun? Orangnya tampan. Di postingannya yang lain, kulihat dia juga berfoto dengan idol wanita, Irene? Cantik.
Astaga, bekerja di sebuah agensi besar membuat dia jadi begitu mudah bisa berfoto dengan para idol. Kubuka profilnya berkali-kali, dan baru kusadari jika dia tidak bekerja di YG, melainkan di SM, oh aku sudah salah bercerita kalau begitu. Dia mem-private akunnya, dan mematikan beberapa kolom komentar pada postingannya. Ah, dia sudah melibatkan selebriti, jadi kupikir hal itu wajar.
Aku mematikan ponselku. Sudahlah, menatapi fotonya hanya akan membuat hatiku terasa semakin sakit. Ini sudah dua hari sejak kejadian itu. Kami tidak pernah berkirim pesan lagi, tapi setidaknya masing-masing dari kami masing sering menyukai postingan satu sama lain di instagram. Dengan begitu kupikir hubungan kami masih baik, setidaknya kami masih bisa berteman.
Kuhitung sudah sepuluh hari berlalu, dan hari ini adalah malam Jumat. Biasanya di malam Jumat seperti ini waktu kuhabiskan untuk melakukan video call dengan keluarga kakakku di Australia. Melepas rindu. Tapi hari ini ada yang sedikit beda dengan malam Jumatku yang lain.
Malam ini, aku baru dapat pesan dari Haechan. Dia bilang dia habis beli banyak perabot baru di rumahnya, katanya banyak sekali barang yang ia beli sampai dikira sedang boyongan pindah rumah. Dia minta tolong padaku untuk dibantu berbenah rumah. Dia ingin mendekor ulang tatanan isi rumahnya.
Aku sedikit keberatan sebenarnya, karena ya, aku sejujurnya masih belum siap untuk bertemu dengannya setelah kejadian itu. Tapi jika aku melakukannya, menolak permintaannya, kupikir dia pasti akan tahu jika aku sedang merasa canggung untuk bertemu dengannya. Akhirnya, demi menutupi rasa patah hati ini darinya, akupun dengan besar hati mengiyakan permintaannya, aku mau datang ke rumahnya.
Rumahnya adalah sebuah rumah yang bagus di sebuah komplek perumahan luas yang ramai. Ah, sepertinya dia anak orang kaya. Dia menyambut kedatanganku dengan lambaian ringannya seperti biasa. Aku menghampirinya dan kami masuk ke dalam rumah bersama.
Sebelum mulai mendekor ulang rumah, dia menawariku makan malam, yang kebetulan sekali pada saat itu aku belum makan. Mencicipi masakannya untuk pertama kali, jika saja aku tidak sedang patah hati, hatiku pasti akan bersorak dengan girang. Tapi kini, karena hatiku sedang sakit, maka kala mencicipi makanan itu, hanya rasanya yang terasa enaklah yang menjadi fokusku. Kupikir dia tipikal orang yang pandai masak. Makanannya enak sekali, tidak bohong.
Selesai makan aku membantunya mencuci piring. Kami sedikit mengobrol kala itu. Aku cerita soal Shullan yang kemarin habis ulang tahun dan mengirimu foto terbarunya, sementara dia bercerita jika kemarin dia habis bertemu dengan kedua orangtuanya.
Obrolan kami berhenti sampai di situ sebab dia menerima sebuah panggilan di ponselnya. Aku hanya melihatnya dalam diam, saat dia mengangkat panggilan itu dan berbicara dengan lawan bicaranya di seberang sana.
"Iya, bu. Kimchinya sudah aku taruh kulkas, kulkasnya juga sudah aku bersihkan. Mobil? Ibu ingin membelikan aku mobil? Jangan bercanda. Aku tidak mau itu. Hm, baiklah. Aku juga, selamat malam."
Dan panggilan itu berakhir. Ternyata dari ibunya.
"Kau tipikal anak kesayangan mama, ya?" Aku mengeluarkan kalimat ejekkanku untuk mencerahkan suasana.
Dia memukul lenganku keras.
"Bukan begitu, hanya saja karena aku anak tunggal dia jadi begitu padaku. Terlalu berlebihan. Mau rokok?" Sebungkus rokok dia tawarkan padaku, aku menggeleng ringan sebagai jawaban.
"Tidak. Aku berhenti merokok sepuluh tahun belakangan. Kau sendiri? Kapan berniat untuk berhenti merokok?" Tegurku saat dia nampak begitu cuek menghisap rokoknya di depanku. Hidupnya benar-benar bebas tanpa belenggu.
"Entahlah. Sampai aku bahagia? Itu jika kata bahagia memang ada."
Kudengar dia mendengus di akhir kalimatnya. Aku tahu jika setiap orang pasti punya lubang hitam tersendiri dalam hidupnya, begitupun sosok ini.
"Ya, aku turut prihatin dengan ketidakadaannya kata bahagia dalam hidupmu. Omong-omong, bagian rumah mana saja yang ingin kau dekor ulang?" Tanyaku pelan sambil mendudukkan diri di sofa.
Dia menyusul untuk duduk di sebelahku.
"Semuanya. Aku ingin mendekor ulang semuanya. Tapi tidak malam ini, kupikir besok lebih efisien."
"Lalu untuk apa kau menyuruhku satang kemari, dasar aneh."
"Haha, sorry. Sejujurnya, aku ingin kau menginap di rumahku. Malam ini, mau kau menemaniku tidur?"
Aku terdiam. Aku semakin tidak paham dengan tingkah orang ini. Maksudnya, setelah menolakku, kini dia menarikku ke rumahnya untuk diajak tidur bersama? Aku tahu yang dia maksud adalah tidur yang memang benar-benar tidur, tapi tetap saja itu terasa aneh jika yang kau ajak adalah seseorang yang sudah pernah kau tolak sejak awal.
"Aku tidak memaksa. Hanya menawari saja."
Aku masih belum ingin mengeluarkan suara. Tetap diam dan terus menutup rapat mulutku. Dunia percintaan yang penuh dengan nuansa merah muda ala anak muda yang baru aku tapaki baru-baru ini menang sangat aneh ya? Entahlah, kupikir tidak ada hal logis yang bisa aku pikirkan sekarang. Aku menyerah. Aku tidak mau terus melibatkan perasaan. Aku akan membuang perasaan ini. Hatiku lelah. Rasanya seperti habis dipermainkan. Sialan.
"Baguslah jika tidak memaksa. Aku akan pulang saja kalau begitu. Selamat malam, Haechan. Sampai ketemu besok. Tidak usah mengantarku keluar, karena aku sudah tahu arah pintu keluarnya. Mimpi indah, besok aku akan kemari, mungkin agak siang."
Malam ini aku tidak mengikuti intuisiku Aku memberontak. Mencoba untuk menyelamatkan diri dari perasaan di hatiku. Tidak bisa, seharusnya dia harus tegas padaku. Jika dia sudah menolakku, maka bangunlah benteng yang teramat tinggi untuk membatasi kami. Bukan malah bersikap seperti ini, seperti ingin menggoyahkan hatiku. Jika dia begitu lagi, kupikir harus akulah yang menjadi tegas diantara kami. Akan kubangun benteng yang benar-benar tinggi di antara kami supaya hatiku tidak nakal lagi goyah padanya.
.
.
.
Keesokan harinya, aku sudah sampai di rumahnya saat dia baru bangun tidur. Kulihat ada sedikit kantong hitam di bawah matanya. Aku juga sering punya itu jika kebanyakan lembur.
"Aku ingin membuang sofa ini lalu menggantinya dengan sofa hitam yang kemarin kubeli, kupikir siang nanti akan datang sofanya. Di dapur, ada beberapa peralatan dapur yang hendak aku ganti. Seperti panci-panci lama dan beberapa piring yang warnanya sudah tidak berkilau, aku akan membuangnya. Kamar mandiku, ada banyak sekali hiasan kamar mandi yang hendak kupasang. Motifnya serba sapi tentu saja. Kamarku pun demikian. Baru wallpaper saja yang sudah kuganti, selebihnya belum. Seperti hiasan dinding, lukisan, tirai baru, sprei baru, dan lain-lain. Kupikir kau akan bertahan di sini sampai setengah hari sendiri. Kau tidak keberatan kan dengan itu?"
Aku menggeleng sambil tersenyum setelah dia berhenti bicara. Kupikir itu bukan masalah, membantu orang lain adalah hal yang aku suka.
Kami memulai dari dapur, lalu ruang tamu yang saat itu pas sekali sofa barunya telah dikirim, selesai ruang tamu kami lanjut ke kamar mandi, dan yang terkahir adalah kamar miliknya. Saat mendekor kamar ini, aku sering tersenyum. Di kamar ini aku bisa melihat seluruh sisi menggemaskan miliknya. Di sini semuanya serba sapi. Beda dengan ruang tamunya yang dipenuhi nuansa gelap, sepertinya Haechan pecinta konsep dark yang penuh misteri. Entah kenapa aku jadi berpikir jika dia itu seperti orang berkepribadian ganda. Sedikit aneh memang, tapi mau bagaimana lagi. Konsep dark dengan sapi-sapi menggemaskan ini terlalu beda jauh keterkaitannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Benar saja hampir setengah hari sendiri aku di sini. Aku sedang mandi ketika dia kudengar sibuk memasak sesuatu di dapur. Aku bergegas mandi, karena kupikir sudah terlalu larut jika aku masih di sini sampai malam menjelang.
Selesai mandi aku menghampirinya di dapur. Kulihat dia memakai apronnya, bergambar sapi, dan rambutnya diikat bagian tengahnya ke atas; apple hair, menggunakan ikat rambut berbentuk sapi miliknya. Ungh, pemandangan menggemaskan ini lagi. Kumohon hatiku jangan goyah.
"Kau sudah mau pulang?"
Kulihat ada sedikit raut tidak suka di wajahnya ketika mendapatiku sudah memakai jaket. Aku meringis tidak enak dan menggeleng pelan. Baiklah, kupikir tidak sopan sekali jika aku pulang di saat si empunya rumah sudah repot-repot memasakkan makan malam untukku.
"Ah, kupikir kau akan pulang. Duduklah, makan dulu baru setelah itu aku bisa merasa lega untuk membiarkanmu pulang."
Dia tersenyum, dengan bibir merahnya yang licin, aku tahu kalau dia habis pakai lipbalm. Bibirnya kelihatan sangat berbeda sekali soalnya. Hah, kenapa pemandangan ini harus muncul di depanku di saat aku sudah paham bagaimana sakitnya rasa patah hati itu.
Sehabis makan aku membiarkannya mengantarkanku sampai di depan pintu. Dia mengekor di belakangku.
"Euhm, hati-hati di jalan." Dia bicara pelan, lebih terdengar seperti gumaman untukku. Jika saja aku boleh geer, sepertinya dia tidak rela aku pergi. Entahlah, sepertinya aku hanya merasa terlalu percaya diri saja.
"Baiklah, kalau begitu selamat malam." Aku keluar dari pintu rumahnya, namun beberapa saat kemudian aku merasakan tanganku ditahan oleh sebuah tangan lain. Aku menatap pergelangan tanganku itu sebelum menoleh. Aku melihat dia menundukkan kepalanya dengan dalam, dia menarik tanganku pelan dan membawaku untuk masuk kembali ke dalam rumahnya.
Aku heran dengan apa yang saat ini sedang terjadi. Apa yang dia lakukan terlalu ambigu untuk diriku yang terlalu lugu dengan semua ini.
Aku menatapnya dengan serius, menanti penjelasan apa yang hendak ia katakan mengenai hal ini.
Tiba-tiba suara isakkan hinggap di telingaku. Rasanya aku semakin pusing. Apa yang dilakukan oleh orang ini? Setelah menarikku masuk kembali ke rumahnya, kini dia menangis? Terisak di depanku seperti ini?
"Bis-"
"Maafkan aku."
Aku menaikkan satu alisku tidak paham. "Untuk?" Nada suaraku terdengar menuntut.
"Maaf karena sudah menyukaimu."
Dunia terasa berhenti berputar dalam sejenak. Detik tidak berjalan dan menit-menit berikutnya bagai telah membeku.
"Kau bilang suka setelah menolakku bahkan sebelum aku sempat bilang suka padamu? Kau sedang mempermainkanku?" Aku berucap tidak percaya. Melepaskan tangannya dari tanganku. Hatiku terlalu terkejut, dan aku belum siap untuk segala bentuk kontak fisik yang ia lakukan padaku.
Dia menggeleng keras. Mendongak dengan air mata yang menumpuk di kelopak matanya.
"Kau tidak paham. Aku sudah sering menjumpai orang sepertimu di dunia ini. Mereka mendekati lalu mencampakkanku, jauh sebelum aku mampu menggapai mereka. Dan itu semua terasa sangat menyakitkan. Aku tidak mau mengalaminya lagi!"
"Tapi ini semua beda denganmu! Sekalipun aku sudah menampiknya, rasa suka ini tidak pernah bisa lenyap! Mungkin karena selama ini para wanitalah yang aku sukai jadi aku bisa bersikap biasa saja, tapi denganmu? Kau lelaki, sialan! Banyak hal yang harus aku pikirkan! Semua tidak semudah bilang aku juga menyukaimu, asal kau tahu saja!"
"Orang-orang sering menganggapku gila, tidak waras hanya karena kesukaanku terhadap hal-hal macam begini! Dan aku takut kau juga berpikir begitu! Jadi sebelum kau mengataiku sakit mental, aku memilih untuk menjauh darimu. Ini sulit untukku! Sebelumnya tidak ada pria yang pernah mendekatiku seperti ini! Pengalaman patah hatiku hanyalah bersama wanita, dan yang aku takutkan jika aku menerimamu adalah aku akan patah hati lagi, lebih parah karena kau berbeda dari yang sudah-sudah!"
"Lupakan! Semua hanya sebatas racauan! Aku memang tidak tahu diri! Mengusirmu di saat kau bahkan belum mencoba dan memancingmu dengan tanpa tahu diri setelah itu! Aku memang sialan! Kau boleh pulang sekarang! Jangan dengarka-"
Saat dia berbalik, aku langsung bergerak menghampirinya. Aku mendekap tubuhnya dengan erat dari belakang. Ya Tuhan. Dia adalah tipikal orang yang begitu pemikir. Dia sadar jika hobinya yang menyukai hal-hal menggemaskan macam begitu memang aneh. Dan dia juga sudah sering dicampakkan oleh banyak wanita karena sisi menggemaskannya itu. Aku tahu. Aku tahu rasanya itu. Pasti sangat menyiksa.
"Kau tidak berpikir aku gila kan?" Ucapnya dengan lirih. Aku terkekeh tentu saja. Dia terdengar sangat menggemaskan di telingaku.
"Aku baru sekali suka dengan pria seperti ini, jadi jangan berharap lebih soal membina hubungan denganku. Jika kau ingin protes soal sisi rapuhku, maksudku adalah anak-anak sapiku yang menggemaskan maka lebih baik kau menjauh saja dariku. Aku tidak mau mendengar kau mengolokku sakit jiwa. Aku masih waras sekalipun aku sering dicap banci hanya karena dekorasi kamarku yang begitu kewanita-wanitaan atau kekanak-kanakkan."
Aku mengangguk pelan, masih mempertahankan posisi kami.
"Dan jangan menyebutku menggemaskan. Aku benci itu. Yang menggemaskan adalah anak-anak sapiku, bukan aku! Aku tetap aku, si pencinta konsep dark yang penuh kharisma. Aku tetap pria, jadi jangan mewanitakan diriku."
"Jadi, kita sudah resmi?" Hanya itu yang mampu aku ucapkan setelahnya. Sejujurnya aku tidak tahu harus meresponnya seperti apa. Aku terlalu terkejut, jadi hanya kalimat itu saja yang mampu aku lontarkan.
.
.
.
.
.
Perjalanan kisah cinta kami memang sedikit aneh jika aku renungkan. Kami berduapun sangat aneh jika disatukan. Aku yang kaku dan dia yang cuek. Sungguh, kombinasi yang tidak mengenakkan macam apa itu?
Kami pun jarang bermesraan jika kalian penasaran.
Ciuman pertama kami, sekaligus ciuman pertamaku, kami lakukan saat hubungan kami sudah jalan sebulan. Kalian tahu, orang kaku sepertiku sangatlah canggung jika ingin menyentuhnya. Aku mungkin terdengar agak gila, tapi sifatku yang terlampau memujanya membuatku merasa begitu terbebani untuk menyentuhnya terlalu jauh. Aku seakan tidak mau menodainya, setitik nodapun itu.
Hal paling intim yang paling sering kulakukan padanya hanyalah mengecupi wajahnya dengan habis-habisan. Itupun setelah aku memikirkannya dengan begitu lama. Ya Tuhan, beruntung sampai saat ini dia belum melayangkan protesannya terhadap sikapku yang kaku ini.
"Mark? Kau menginap lagi, ya. Please! Please! Please!"
Orang di Korea menyebut ini sebagai aegyo? Ya, kupikir begitu.
Haechan jarang menunjukkan aegyo-nya padaku, tapi sekalinya ditunjukkan, maka matilah aku. Dia sangat menggemaskan, dengan wajah bulatnya itu. Astaga, aku mana kuat.
Aku mengangguk singkat sebagai respon sebelum kembali fokus pada laptopku. Sepulang kerja aku mampir ke rumahnya, karena rumahnya memang dekat dengan kantorku. Di rumahnya aku biasanya diajak makan malam, jika dia pulang sore dan tidak lembur, dan setelah itu kami nonton film bersama di kamarnya -kadang sampai ketiduran.
"Yes! Ayo makan malam! Setelah itu mandi dan kita tidur!" Dia menyeru dengan heboh. Satu fakta dari dia yang baru aku tahu belakangan ini, ternyata dia sangat suka jika tidur ditemani. Dia bilang sebelum kami pacaran, dia dulu sering menginap di rumah teman-temannya supaya tidak tidur sendirian. Dan kupikir, karena kami sekarang sudah pacaran, dia jadi lebih memilih untuk mengajak pacarnya menginap ke rumahnya daripada pergi ke rumah temannya.
Aku baru selesai mandi setelah makan malam tadi. Aku menatap penampilanku, selalu piyama bergambar sapi ini yang aku pakai jika aku menginap di sini. Hallelujah. Pacarku memang menaruh obsesi besar terhadap mamalia yang satu ini.
"Aku habis memblok dua ratus akun yang dengan ganjennya mengirimu foto selca sexy. Mereka maniak!" Dia datang sambil menyodorkan ponsel padaku.
"Apa kau ingin aku tutup akun sekalian? Asal kau tahu saja, kau memblok mereka maka keesokan harinya mereka akan memfollowku lagi, dengan akun yang berbeda. Sudah jangan dihiraukan." Aku melihat jumlah pengikutku di instagram yang semakin berkurang sejak aku berpacaran dengannya. Semua wanita yang kedapatan mengirim selca sexy padaku akan segera dia blok. Ternyata dia tipikal orang yang begitu posesif. Dia tidak suka aku diganjeni oleh wanita manapun sekalipun itu di media sosial.
"Jangan! Nanti aku tidak bisa pamer kalau kau itu pacarku!" Cegahnya dengan cepat. Responnya yang tanggap ini sangat lucu di mataku, maka kudaratkan saja satu kecupan singkat di pipinya.
"Baiklah, terserah padamu. Aku mau tidur saja. Besok aku ada rapat, pengembangan produk. Minggu lalu produk makanan yang baru diluncurkan tidak memiliki nilai penjualan yang baik. Sepertinya perusahaan terancam merugi jika terus dibiarkan." Aku memeluknya, yang juga sama memakai piyama sepertiku, piyama kami adalah piyama pasangan. Dia yang membelinya, tentu saja.
"Besok aku juga ada rapat. Membahas konsep untuk mendebutkan girlgroup baru. Mereka cantik-cantik, Mark. Jika aku tidak punya pacar, mungkin aku sudah menyimpan kontak mereka."
"Jangan bercanda. Mereka masih sangat belia."
"Aku juga masih belia. Kau saja yang sudah terlalu tua." Dia mengejek sambil berjulur lidah. Sialan, aku dikata tua olehnya.
.
.
.
Hari ini, setelah lima bulan aku mengencaninya. Aku menikahinya. Apa aku terkesan terburu-buru? Tidak. Sama sekali tidak. Gagasan untuk menikah ini dia sendirilah yang mencetuskannya.
Di malam kelima bulan kami bersama, saat akhirnya kami bercinta untuk yang pertama kalinya, dia secara mengejutkan menyodorkan sebuah cincin padaku dan melamarku. What the fuck?! Bocah itu memang sulit dipercaya.
Tapi pada akhirnya aku hanya tertawa pelan saja sebelum menganggukkan kepala dan bilang.
"Ya. Mau bagaimana lagi, aku sudah menidurimu, jadi kupikir memang sudah seharusnya aku bertanggung jawab atas apa yang telah kuperbuat ini. Aku mau menikah denganku."
Dua hari setelah kejadian itu, tepatnya ketika hari valentine, kami memutuskan untuk menikah. Pernikahan kami sangat sederhana, hanya tujuh puluh tamu yang kami undang. Sebagian adalah rekan kerja kami. Keluarga? Keluarga dan kerabat kami tidak terlalu banyak, jadi kebanyakan memang rekan kerja saja yang datang.
"Temanku memberiku lingerie, mereka menyuruhku pakai ini di malam pertama. Apa kau menginginkan aku mengenakan ini?"
Aku menghela napas dia mengatakan itu dengan nada seringan kapas. Memang bukan hal yang mengejutkan lagi untukku, dia memang orang yang polos namun selalu frontal dan ceplas-ceplos.
"Kalau kau ingin menggodaku pakai saja. Tapi kalau kau hanya ingin pakai tanpa ada maksud yang jelas, lebih baik jangan pakai." Kataku singkat, sambil membuka bungkusan dari teman-temanku yang lain. Saat ini kami sedang berada di dalam kamar pengantin kami. Acara malam pertama yang semestinya dihabiskan dengan bercinta sepanjang malam hanyalah bualan. Faktanya malam pertama kebanyakan hanya dihabiskan dengan tidur karena kelelahan atau dengan buka-buka bingkisan dari teman seperti kami ini.
"Tidak. Aku tidak mau menggodamu. Biar jika kau ingin bercinta denganku kau bisa mengatakannya sendiri. Dasar pria kaku yang apa-apa harus dipancing dulu." Dia meledekku dengan bibir mengerucut.
"Aku hanya menahan diri." Balasku.
"Terserah. U-wow! Mark, temanmu memberi ini! Astaga! Dia pasti teman dekatmu sampai tahu jika pasanganmu ini sangat suka dengan yang beginian! Ya Tuhan! Maark! Ini lucu sekali!" Sebuah kaos bergambar sapi yang sedang duduk mengunyah rumput menyapa mata. Ini pasti hadiah dari Rebecca. Satu-satunya teman sehidup-sematiku yang sering aku curhati mengenai progres hubungan cintaku dengan Haechan. Wanita itu paham banyak hal tentangku.
"Astaga! Astaga! Astaga! Dia juga memberi kita ini! Mark! Kemarin aku ingin beli ini tapi tidak jadi karena harganya mahal! Tapi sekarang! Dia memberi kita ini!" Sebuah piyama pasangan dengan gambar sapi ditunjukkan olehnya padaku. Aku tersenyum melihatnya terlihat amat bahagia dengan hadiah yang ia terima dari temanku itu, rasanya melegakan jika teman dan pasanganku bisa ikut berteman dengan baik juga.
"Rebecca sangat tahu diriku dengan baik, dan kupikir sekarang dia juga jadi tahu dirimu dengan baik. Melihat barang-barang yang dia berikan kepada kita sangatlah banyak."
"Ya, kau benar! Jika dia menikah nanti, aku akan memberinya hadiah yang tidak kalah bagusnya dari ini semua! Aku akan membelikan dia semuanya yang serba jagung! Bila perlu aku akan pakai kostum jagung saat datang ke pernikahannya. Hahahhaaaaa!" Dia tertawa lantang dan heboh.
"Tidak usah seberlebihan itu, sayang. Tapi omong-omong, temanmu ternyata banyak yang mesum ya. Setelah lingerie, sekarang ada juga dari mereka yang memberikan ini, lengkap dengan ini. Wow." Sebuah obat perangsang yang ditempelkan di batang dildo aku pertunjukkan padanya. Kulihat dia langsung menganga. Dia sangat terkejut sekali.
"Ya Tuhan. Aku malu punya teman seperti mereka!" Dia menarik dildo itu sebelum melemparnya dengan asal ke lantai.
"Tidak apa-apa. Itu hanya tindakan menggoda yang biasa dilakukan oleh orang-orang saat temannya baru menikah."
"Tapi mereka keterlaluan!"
Aku hanya tersenyum. Dia selalu menggemaskan di mataku. Bibirnya yang merah, pipinya yang gembil, dahinya yang mengerut di kala kesal, semuanya nampak menggemaskan di mataku.
"Kemari." Aku menarik tengkuknya. "Aku mau menciummu."
Dan malam itu ternyata berlanjut sampai ke kegiatan bercinta. Sedikit tidak disangka sebab nafsu kami muncul dengan tanpa permisi.
.
.
.
Setelah kami menikah, Haechan memaksaku untuk tinggal di rumahnya sementara apartemen sederhana milikku dijual. Aku tidak banyak berpikir, kupikir itu bukan masalah, jadi aku menyetujuinya. Kupikir tidak mengapa aku tinggal di rumahnya selagi gajiku lebih besar dari dia. Ibarat kata harga diriku masih terselamatkan sebagai yang lebih dominan.
Kami tinggal bersama di rumahnya, sehingga sudah jelas dan pasti jika si tuan rumahlah yang akan memiliki kuasa tertinggi di rumah itu. Dia yang berkuasa di atas segalanya. Rumah yang mengatur dia, segala tataannya dan tetek-bengek lainnya dia yang atur. Aku hanya menurut dan memberi dana saja untuk menunjang keinginannya tersebut.
Di rumah kami, sejak kami menikah, sudah tidak ada lagi nuansa dark. Semua dan keseluruhannya, bertemakan sapi. Rumah kami adalah rumah imut-imut menggemaskan yang dipenuhi dengan serba-serbi sapi. Sebenarnya aku agak keberatan, tapi dia benar-benar pandai membuatku luluh. Saat aku mau menolak, dengan seluruh sifat nakal-nakal polosnya, akan menggoda dan merayuku supaya bilang mau. Luar biasa, dialah kelemahan terbesarku.
Ketika kutanya kenapa dia sudah tidak memasang sisi gelapnya lagi, dia menjawab jika sebenarnya dia masih suka dengan gelap, hanya saja dia sedang ingin melihat sapi-sapi menggemaskan memenuhi rumah kami. Nanti saja saat dia sudah merasa jenuh, dia akan mengganti dekorasi rumah lagi. Begitu penjelasannya.
Pagi ini adalah akhir pekan, semalam kami habis bercinta, jadi pagi ini kami bangun agak siang. Sekitar jam sepuluh aku baru membuka mataku. Rasanya masih sangat mengantuk, badanku pun masih terasa pegal-pegal. Aku memejamkan mataku kembali, mencoba untuk kembali tidur, tapi ternyata tidak semudah itu. Mendadak aku merasakan seseorang mengecupi pipiku berkali-kali. Kala kubuka mataku, kulihat Haechan sudah menindih tubuhku sambil tersenyum cerah.
"Pagi! Pagi! Pagi!" Dia berseru senang sambil mengecupiku lagi, kali ini bibirku.
"Euhm, pagi." Balasku pelan sambil memeluk tubuh telanjangnya. Aku menerima kecupannya dengan senang hati. Ah, kupikir ini vitamin pagi yang menyenangkan.
"Mark?"
"Ya?" Kutatap matanya dengan dalam. Dia pun sama.
"Saranghae. Hehe." Dia tersenyum lebar setelah mengatakannya. Aku terkekeh saat mendengarnya. Kenapa dia bisa jadi sangat imut begini.
"PLAK!"
"Jangan berpikir jika aku imut!" Dia kelihatan sangat marah, kepalaku bahkan dipukul dengan keras olehnya. Ya Tuhan. Dia tetap tidak mau dikatai imut di saat tingkahnya amat menggemaskan macam begini.
"Kau ini! Tidak lihat tindikku, lihat? Keren kan? Tato di bahuku juga, bagaimana? Aku ini manly, tahu. Yang imut itu sapiku, bukan aku." Pembelaan diri yang dia ucapkan padaku malah membuatku merasa jika dia semakin imut. Ya. Pokoknya semua tentang dia itu sangat imut. Meski penampilan bad boy miliknya tidak mencerminkan imut, tapi jika dia sudah disandingkan dengan anak sapinya, kupikir kesan urakkan dan manly akan lenyap dengan begitu saja dari dia.
"Ya. Ya. Kau sangat manly. Aku bahkan kalah." Aku semakin memeluknya dengan erat.
"Saranghaeee!" Bisiknya di telingaku saat aku mendekap erat tubuhnya.
"Nado." Lalu aku mencium bibirnya. Sangat dalam sampai menghasilkan erangan dan desahan keluar dari bibirnya. Ah indahnya hidupku.
.
.
.
Kupikir hari ini aku sudah banyak bicara. Sampai di sini saja aku berbagi kisah mengenai kisah cintaku dengan suamiku.
Selamat natal. Dan kuharap hari kalian indah. Doakan semoga aku dan suamiku bisa selalu bersama sampai kami tua dan mati.
Hallelujah. Tuhan memberkati. Selamat Natal.
..
.
.
END.
JUMAT 15/12/2017
SELAMAT NATAAAALLL! FF ini kubuat saat aku pulkam, ke rumahku sendiri. Sewaktu keluarga bapakku lagi kumpul, makan malem bareng nyambut natal. Biasanya keluarga bapakku makan malem nyambut natal itu pas hari natal pas, tp taun ini ada yg beda. Lg pd sibuk jd dimajuin deh kumpul-kumpulnya. Dan pas kumpul-kumpul ini aku dpt inspirasi bikin ff cem ini karena kulihat sepupu cewekku begitu freak sama boneka singa dan segala tentang singa, untung dia gak piara singa.
Dan liat dia aku jd kepikiran Haechan sama Mark. Dan tercetuslah kisah cinta klasik yang bersih ini pada saat itu juga.
Emang ngebosenin sih. Tp semoga ada yg suka.
Ah iya. Aku mau kasi spoiler. Prisoner uda tamat lhooooo 😆😆😆😆😆😆
Dan mungkin bakal aku up nanti kalo uda pergantian tahun hehe.
Serta tunggu buat dont let me fall ya... itu juga bakal aku up sedikit barengan sama Prisoner. Soalnya uda mau kelar juga.
Sertaaaaaaa Untuk NOMIN SHIPPER... JJANG JJANG! Aku lagi nyiapin ff Nomin spesial buat kalian. Twoshot. Chap satu uda kelar. Tinggal chap dua. Msh 25% jadi, tunggu aja ya.
Meski natal masih beberapa hari lagi, tapi sekarang di mana-mana nuansa natal uda kerasa. Jadi, Selamat Natal smuaaaaaaa! 😘😘😘😘😘
Review juseyooooo.
Markhyuck Jjang! Saranghae!
:* :* :*
