Disclaimer : Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi

Warning: Semi-Canon, typo, OOC, & OC.

Inspired by R.L. Stine Goosebumps – The Girl Who Cried Monster (TV Series/Novel)

Pair : Kise Ryouta x Hasegawa Haruna(OC)

"Buku apa ini, Oneechan?" Tanya Kise sambil membolak-balik sebuah buku di atas meja dengan sampul merah dengan gambar singa dengan mata yang berbeda warna dan juga seorang gadis berambut sangat panjang yang menggenggam sebuah katana.

"Oh, itu buku yang baru saja terbit." Jawab Manami yang baru saja keluar dari kamar mandi. Kise Manami, kakak tertua Kise Ryouta yang seorang editor di sebuah perusahaan penerbit terkenal.

"Singa dan Peri Hutan oleh Hasegawa Haruna." Kise membaca apa yang tertera di bagian bawah cover buku itu.

"Kali ini rating untuk pembacanya naik." Tambah Manami sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Buku sebelumnya dia biasanya menulis cerita hantu anak-anak. Tapi, aku pun tak menyangka dia bisa menulis buku dengan tema agak berat. Bahkan dia menggambar sendiri ilustrasinya."

"Hee? Aku pinjam ya?"

"Boleh saja." kata Manami. "Oya, kalau tak salah dia seumuran denganmu."

"Benarkah?" seru Kise tak percaya.

Manami mengangguk. "Dia cukup aneh. Kau tahu tidak bagaimana pertama kali dia bertemu denganku? Dia bilang aku aku seperti malaikat. Kyaaa~" Katanya sambil terkikik geli. "Tapi, ada yang lebih lucu lagi. Dia menyebut bos kami kucing gemuk pemalas begitu pertama kali melihatnya. Wajah bos kami langsung merah padam mendengarnya."

Kise ikut tertawa mendengarnya. Entah mengapa ia jadi penasaran dengan gadis bernama Haruna itu. "Sepertinya menarik."

...

"Hasegawa Haruna-desu, yoroshiku onegaishimasu."

Mata Kise terbelalak lebar melihat gadis berambut merah sepunggung itu memperkenalkan dirinya di depan kelas sebagai murid baru. Setelah perkenalan formal dan singkat, gadis bermanik cokelat itu lalu duduk di salah satu kursi paling belakang yang tak jauh darinya. Menyadari tatapan Kise padanya, gadis itu menoleh dan balas memandang Kise.

Kise tersenyum padanya. Namun, gadis itu tak balas tersenyum dan malah mengalihkan pandangannya ke depan. Kise mengernyit heran. Baru kali ini ada seorang gadis yang tidak membalas senyumannya.

Setelah pelajaran berakhir dan jam istirahat dimulai, Kise memandang ke arah Haruna yang sedang bicara dengan Tanaka Rei dan tak lama kemudian keduanya keluar dari kelas. Kise menggaruk kepalanya dengan bosan dan mengambil buku yang dipinjamnya dari Manami tadi. Dibukanya halaman pertama buku itu dimana ada gambar seekor singa kecil yang bermain bersama peri hutan kecil yang cantik. Dibacanya narasi di samping gambar itu sampai akhirnya ia terhanyut akan ceritanya.

...

Rasanya sudah seminggu setelah kepindahan Haruna ke Kaijou High. Menurut hasil pengamatan Kise, Haruna terlihat selalu menghindar jika ada anak laki-laki yang mendekatinya atau mengajaknya ngobrol. Bahkan dengan terang-terangan, ia akan bersembunyi di balik punggung gadis Tanaka itu. Melihat Haruna yang seperti itu, Kise jadi mundur untuk berkenalan dengannya. Sepertinya gadis itu takut pada anak laki-laki.

Kise menghela napas lalu kembali berjalan pulang. Hari sudah sore, dan dia ingin cepat-cepat sampai di rumah untuk membaca buku Singa dan Peri Hutan itu. Diakuinya bahwa ceritanya cukup menarik untuk ukuran genre fantasy dan hampir mendekati dongeng, terutama sikap Singa yang mulai berubah menjadi protektif terhadap peri hutan.

"Are?" Kise berhenti berjalan begitu dilihatnya seorang gadis dengan seragam Kaijou membungkuk di pagar pembatas jembatan dan memandang ke air sungai yang mengalir di bawahnya. Pemuda tampan itu menyipitkan matanya dan berlari menghampiri gadis itu begitu mengenalinya.

...

Awalnya Haruna tidak tertarik melihat air sungai itu. Namun, ia begitu tergoda melihat riak tenangnya yang mengalir terus. Haruna berhenti dan memandang air itu dengan begitu dalam sampai tiba-tiba sebuah gelombang besar membuat ketenangan itu menghilang seiring dengan mata emas yang menonjol di air.

Di dalam kepalanya sudah ada yang berteriak dan menyuruhnya cepat-cepat pergi dari sana. Tapi, tubuhnya seakan-akan terpaku di sana dan tetap memandang mata keemasan yang berkilat tajam di air. Sampai tiba-tiba moncong mulut makhluk itu muncul dari dalam air dan membuka mulutnya lebar-lebar seakan-akan menunggu Haruna untuk jatuh ke dalam mulutnya dan menelannya bulat-bulat.

Haruna terpekik ngeri begitu ia merasakan tubuhnya tiba-tiba tertarik kebelakang. "Kyaaaa!" serunya.

Orang yang menariknya memandangnya dengan terkejut. "Hasegawa-san,"

"Lihat, di sana!" Tunjuknya sambil menarik lengan pemuda berambut pirang itu, menyuruhnya melihat ke bawah. "Ada buaya sangat besar."

Pemuda itu memandangnya sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Dilihatnya sebuah keringat meluncur menuruni pelipis gadis itu. Gadis itu terlihat terkejut dan ketakutan seakan benar-benar melihat buaya besar di sungai itu.

"Tidak ada apa-apa." Kata Kise.

"Tapi aku melihatnya!" seru gadis itu masih tetap bersikeras sambil mencengkeram erat pagar pembatas jembatan dengan kedua tangan kecilnya.

Melihat Haruna seperti itu, tanpa sadar Kise memeluk gadis itu dari belakang dan menutup mata gadis itu dengan telapak tangan kanannya agar gadis itu tenang. "Ssh!" desisnya tepat di telinga gadis itu. "Tidak ada apa-apa. Itu hanya khayalanmu saja."

"Khayalanku?" tanyanya dengan suara melamun.

"Ya." Kise mengangguk dan menekan dagunya ke puncak kepala gadis itu. "Tidak apa-apa. Tidak ada buaya besar di sini."

Setelah merasa gadis itu tenang, Kise melepaskannya dan membalikkan tubuh gadis itu agar menghadapnya. Haruna memandang Kise dengan manik cokelatnya. Dipandangi seperti itu membuat Kise tersenyum.

"Kau siapa?" tanyanya.

Kise terperangah. Baru kali ini ada gadis yang bertanya seperti itu padanya. Namun ia cepat-cepat menguasai diri menjawab, "Aku Kise Ryouta. Kita sekelas. Kau ingat?"

Gadis itu menggeleng. "Kise?"

"Ya, itu namaku." Jawabnya. Tapi, entah mengapa di dalam hatinya ia merasa janggal saat Haruna menyebutnya seperti itu.

"Golden Terrier." Katanya menyebut salah satu ras anjing.

"Eh?"

"Kau seperti anjing Golden Terrier."

Kise mengerjapkan matanya beberapa kali. Jika benar bahwa ini Hasegawa Haruna seorang penulis yang dibicarakan Manami, berarti apa yang dikatakan kakaknya ada benarnya juga. Haruna gadis yang aneh.

"Hasegawa-san,"

"Yosh yosh," katanya sambil mengelus rambut pirang Kise. Bibirnya melengkungkan senyum seakan-akan Kise benar-benar seekor anjing.

Kise menangkap tangan yang mengelus rambutnya, lalu menutup mata gadis itu lagi dengan telapak tangannya dan sedangkan tangan satunya merangkul pinggang Haruna dan merapatkan gadis itu padanya. "Namaku Kise Ryouta." Katanya. "Khusus untukmu, kau boleh memanggilku Ryouta."

"Ryouta?" ulang Haruna dengan nada melamun.

"Ya, seperti itu." Kata Kise. Dilepaskannya tangan yang menutupi mata gadis itu dan dipandanginya gadis itu lekat-lekat.

Haruna membuka matanya dan kali ini bukan anjing Golden Terrier besar lagi –seperti yang dibayangkannya- yang berdiri dihadapannya. Tetapi, pemuda yang begitu tampan dan hampir mendekati cantik. Haruna terpana selama beberapa saat dan mengerjapkan matanya.

"Ryouta," katanya.

Kise tersenyum lalu menggenggam tangan gadis itu. "Ayo! Kuantar kau pulang."

...

"Eh? Bukuku?" Tanya seorang wanita berumur tiga puluh dua tahun itu dengan heran.

Haruna mengangguk. "Aku… ingin membacanya."

"Kau yakin?" Tanya wanita itu lagi. "Terakhir kali kau membacanya kau bilang bukuku begitu membosankan."

Haruna menunduk dengan wajah memerah. "Gomennasai, Okaasan."

Wanita bernama Haruka itu tertawa sambil menggeleng. "Tentu saja." Katanya, diselipkannya rambut merah gelapnya itu ke telinga. "Jadi, ada angin apa kau ingin membaca buku-bukuku?"

Haruna terdiam, lagi-lagi ia menundukkan kepalanya. "Aku… ada anak laki-laki yang memelukku."

Haruka mengerjapkan matanya. "Anak laki-laki?"

"Hm." Angguknya dengan wajah memerah.

"Apa dia seperti ular?"

Haruna menggeleng. "Dia seperti anjing Golden Terrier."

Haruka tertawa. Dinaikkannya letak kacamatanya yang merosot ke hidungnya dan mengacak rambut Haruna. "Haruna kecil sekarang sudah besar ya." Katanya. "Rasanya baru kemarin aku menggendongmu di punggungku dan berkeliling kebun binatang."

Haruna menyandarkan kepalanya di pangkuan Haruka. "Okaasan,"

"Hm?"

"Apa Okaasan pernah mengalaminya?"

"Kenapa kau menanyakannya?" Tanya wanita itu dengan heran.

"Dengan Otousan?" Tanya Haruna mengabaikan pertanyaan Haruka.

"Tentu saja aku pernah mengalaminya." Katanya sambil mengusap kepala merah Haruna. "Dengan ayahmu." Tambahnya lagi sambil tersenyum sendu.

...

Sejak sore itu Kise menjadi sering menghampiri Haruna setelah ia memastikan bahwa fans-nya tidak mengikutinya. Ia tidak ingin waktu private-nya dengan Haruna terganggu oleh fans-nya. Jujur saja ia tidak begitu suka jika kehidupan pribadinya terusik oleh para gadis-gadis itu.

"Haruna," panggil Kise begitu dilihatnya gadis itu berdiri di depan ruang kepala sekolah. Namun, langkah Kise terhenti begitu dilihatnya air mata mengalir deras dari mata gadis itu. "Haruna, kenapa kau menangis?"

Kise menarik gadis itu untuk menghadapnya. Haruna memandang Kise dengan mata berair. "Rei," katanya. "Rei akan pergi."

Kise sudah mendengar rumor tidak menyenangkan itu sejak tiga hari lalu. Namun, ia tak menyangka pihak sekolah menindaklanjuti rumor itu dengan serius.

"Rei akan pergi." Ulangnya lagi.

"Haruna," gumamnya dengan pandangan prihatin.

"Ryouta ingin menolong Rei?" Tanya Haruna dengan suara pelan.

Kise memberikan pandangan meminta maaf pada Haruna. "Maaf Haruna. Aku bukannya tidak ingin menolong Tanaka-cchi, hanya saja aku merasa tidak berhak mencampuri urusannya."

"Ryouta tidak ingin menolong Rei."

"Bukan seperti itu…"

"Kata Rei, Ryouta orang yang baik." Sela Haruna.

"Haruna," belum sempat Kise bicara lagi, gadis itu berlari meninggalkannya.

...

Hari ini hari terakhir Rei bersekolah di Kaijou High. Sejak pagi Haruna terus saja menempeli Rei dan terus mengikuti kemanapun gadis itu pergi. Kise yang melihatnya dari jauh hanya menghela napas. Pemuda itu beberapa hari terakhir dan juga hari ini hanya diam mengamati Haruna yang terkadang diselingi desisan orang-orang yang membicarakan Rei.

Selama Kise mengenal Rei, dia tahu bahwa Rei adalah gadis yang baik. Walaupun gadis itu begitu terkenal di kalangan murid laki-laki dan juga mengencani mereka di setiap kesempatan, ia tahu Rei tidak akan mungkin mengencani guru. Bahkan ia tak habis pikir, bagaimana bisa rumor itu menyebar cepat seperti wabah.

Setelah jam pulang sekolah berakhir, Kise memandangi Haruna yang membantu Rei mengambil barang-barangnya di locker. Setelah memastikan sekolah sudah sepi dan tak ada satupun fans-nya, Kise menghampiri keduanya.

"Tanaka-cchi, Haruna," sapanya dengan ceria.

Rei memandang Kise dan tersenyum, sedangkan Haruna menjauh dan memilih bersembunyi di belakang punggung Rei. Kise memandang Haruna dengan sedih. Sejak hari di mana Haruna menangis di depan kantor Kepala Sekolah, mereka tidak saling bertegur sapa lagi.

"Haruna-chan, kenapa bersembunyi?" Tanya Rei.

Kise tersenyum sambil mencengkeram rambut di sisi kanannya. "Sepertinya Haruna masih marah padaku."

"Oh, itu…" kata Rei seakan-akan mengerti. "Kise-kun, kutitipkan Haruna padamu, ya?"

"Ah, ya." Katanya dengan senyum lebar. "Tapi, Haruna sepertinya sedang tidak mau bicara denganku."

Rei tersenyum, lalu menarik Haruna ke depan dengan perlahan dan mengusap helai merah itu seperti seorang kakak. "Tidak apa-apa. Kise-kun akan menjagamu lebih baik daripada aku. Kise-kun orang yang baik. "

"Kise?" ulang Haruna

"Ryouta, Haruna." Kata pemuda berambut pirang itu dengan lembut. Haruna menoleh memandang Kise. "Panggil aku begitu."

Rei tersenyum. "Kise-kun tidaklah jahat. Dia orang yang baik. Kau percaya padaku, kan?"

"Um." Haruna mengangguk.

"Kalau begitu, baik-baiklah dengannya."

"Rei,"

"Hm?"

Haruna diam, lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum lebar. "Rei cantik." Katanya. "Seperti peri biru."

...

Kise mengulum senyumnya begitu dilihatnya gadis itu begitu menikmati es krim yang dibelikannya. Hari sudah mulai gelap, dan ia cukup senang gadis itu bisa diajak berjalan-jalan sejenak sebelum pulang ke rumahnya.

"Haruna,"

"Hm?" balasnya acuh tak acuh.

"Kenapa kau bilang Tanaka-cchi seperti peri biru?" Tanya Kise.

Haruna berhenti memakan es krimnya dan berpikir. "Rei seperti peri biru." Katanya singkat lalu kembali memakan es krimnya.

Kise masih tidak paham dengan jawaban itu. "Aku masih tidak mengerti."

"Rei terlihat kuat di luar, namun ia sebetulnya begitu lemah dan dia begitu baik." Katanya dengan nada sedih. "Aku harap ada seorang jendral yang melindunginya."

"Eh? Kenapa harus seorang jendral?"

"Karena dia akan melindungi Rei sekuat tenaga."

Kise terkekeh mendengarnya. Baginya Haruna benar-benar unik. Belum pernah ia temukan gadis seperti Haruna. Walaupun gadis itu menjalani hidup sepertinya, tapi pikiran gadis itu seakan-akan penuh dengan dunia fantasinya sendiri.

"Haruna,"

"Hm?"

"Apa kau pernah menyukai seseorang?"

Haruna mengangguk. "Aku menyukai peri hutan yang menyelamatkanku dan juga Rei." Jawabnya.

Kise menghela napas sambil menggaruk kepalanya. "Bukan yang seperti itu Haruna." Katanya mencoba bersabar. "Menyukai laki-laki. Kau tahu?"

Haruna terlihat berpikir. Dibiarkannya gadis itu diam sampai akhirnya Haruna menjawab, "Tidak." katanya.

Kise mengerjapkan matanya. "Tidak?"

"Laki-laki yang pernah kukenal, mereka mendesis seperti ular di telingaku dan mulai menjulurkan lidahnya yang panjang itu ke leherku." Jawab Haruna sambil bergidik ngeri.

Kise yang mendengarnya menjatuhkan es krimnya dan menarik bahu Haruna sehingga membuat es krim gadis itu pun ikut jatuh. "Apa yang mereka lakukan padamu, Haruna?"

Raut keterkejutan terlihat di wajah Haruna. "Mereka hanya menjilati leherku." Katanya seakan-akan itu bukanlah suatu hal besar.

"Lalu?" Tanya Kise. Entah mengapa, ia merasakan amarah memenuhi hatinya.

"Hanya itu."

"Kau yakin?" Tanya Kise dengan tajam.

"Um." Haruna mengangguk. "Karena Peri Hutan datang dan membuat mereka terluka."

Kise bernapas lega. "Jika ada pria memperlakukanmu seperti itu, cepatlah lari." Nasehatnya sambil mengusap kepala merah itu dan menariknya ke dalam pelukannya. Entah apa yang mendorongnya untuk melakukan hal seperti itu, tapi ia merasa ingin melindungi Haruna dengan seluruh kekuatannya.

"Ryouta,"

"Ada apa, Haruna?"

"Kenapa Ryouta memelukku?" tanyanya sambil memundurkan tubuhnya dan memandang Kise.

Kise tersenyum. "Aku lega mereka belum menyakitimu terlalu jauh."

"Menyakitiku?"

"Ya." Kata Kise.

"Tapi mereka bilang itu akan menyenangkan." Katanya lagi-lagi dengan nada polos.

Kise menggeram. "Jangan pernah mempercayai mereka!" katanya dengan kesal. "Kau mengerti?"

Haruna mengangguk lalu memandangi es krimnya yang jatuh dan mulai meleleh itu dengan pandangan menyayangkan. Menyadari ke arah mana pandangan Haruna, Kise lalu berdiri dan mengulurkan tangannya. "Ayo kita beli es krim lagi!"

Haruna tersenyum mendengarnya dan menyambut uluran tangan Kise. "Arigatou, Ryouta."

Kise tersenyum begitu kedua jari tangan mereka bertautan. Seakan-akan sayap kupu-kupu tengah berkepak di perutnya. "Haruna, mau kuajari sesuatu?"

Haruna mengangguk. "Belajar apa?" Haruna menoleh sambil mendongakkan kepalanya.

"Belajar untuk menyukai laki-laki." Kata Kise. "Menyukaiku."

Haruna memandang Kise selama beberapa saat lalu mengangguk. "aku akan belajar bagaimana menyukai Ryouta."

Tsuzuku…

Waduh… saya bikin Kise-kun OOC banget. Entah kenapa saya ingin melihat sisi Kise-kun yang begitu dewasa. Mungkin itulah yang bikin saya tergoda membuat karakter Haruna yang seperti anak kecil. Yah, abisnya kadang saya sering ngelihat Kise-kun agak kekanak-kanakan kali ya (atau emang ini cuma perasaan saya aja). Yah, beginilah cerita aneh yang saya buat. Soal buaya di sungai itu, itu cuma khayalan Haruna aja. Bukan betul-betul ada buaya. Sebetulnya scene itu terinspirasi ketika saya pulang kuliah malem-malem ngelewatin selokan sambil naik sepeda. Di situlah imajinasi saya melayang-layang pada adegan di mana ada seorang pejalan kaki yang menghilang gara-gara dicaplok sama monster selokan. Hehehe, untuk yang membacanya saya ucapkan terima kasih. Maaf sudah menyajikan fanfict aneh ini.