Naruto
Kishimoto Masashi
-.-
Irresponsible Kiss
by ceruleanday
-.-
NaruSasu fanfiction
Rate: T. Genre: Romance.
Special fic for S.N.S Hanasu of Chocolate: Brown chocolate.
"—aku selalu percaya bahwa Tuhan akan mempertemukan kita dengan orang-orang menyenangkan di luar sana dengan cara yang tak terpikirkan oleh rasionalitas kita. Dan aku... aku ingin menjadi teman bagi orang-orang itu, meski mereka membenciku."
-.-
Langkah-langkah berat bertumpu pada tatanan kayu yang teratur sempurna dalam sebuah kubikel berukuran empat puluh kali enam puluh meter. Tebasan bambu berjenis unik terdengar beriringan. Beberapa pasang mata lurus tertuju pada titik episentrum keramaian. Suasana dojo yang selalu sepi di hari-hari kerja ini akhirnya mendapatkan kembali ritmenya yang sumbang. Empat hingga lima puluhan manusia memadati garis-garis putih yang membatasi dua sosok berpakaian serba hitam di tengah-tengahnya. Mereka semua mengamati tanpa berpaling sedikit pun dari tiap gerakan kaki dan ayunan shinai yang begitu anggun. Mereka seperti menari dalam hempasan langkah yang teratur.
Men. Do.
Nilai sudah teraih. Kemungkinan besar ia akan menang.
Kote.
Sang lawan berupaya menghindar. Namun, sang penyerang tak mudah dikelabui. Ia mengambil satu langkah ke samping, kemudian mengarahkan shinai-nya pada titik vital lawan. Satu saja, maka kemenangan mutlak telah didapatkannya.
Suara-suara ketakutan sedikit membuat adrenalin sang penyerang terpacu. Ia mengarahkan sekali lagi shinai kebanggaan miliknya itu di kepala. Satu Men. Tapak-tapak cepat membuat konsentrasi sang penyerang membuyar. Ia lengah. Seharusnya ia tak terburu-buru seperti ini. Shinai sang lawan terpagut membentuk simbol X dengan shinai sang penyerang. Waktu terus bergerak dan menjadi menit-menit yang berbahaya. Pasang-pasang mata yang menyaksikan ikut mendapatkan euphoria jantung yang berdegup cepat. Ada yang mengucurkan keringat berlebihan karenanya. Kepalan tangan nyaris membuat kayu-kayu dojo memberi bekas kecoklatan.
Sang penyerang sadar bahwa ia hanyalah pemuda dengan bobot kurang dari enam puluh kilo, sedangkan yang kini dihadapinya kemungkinan besar melewati dari itu. Itu adalah kesalahan pertama yang sangat fatal tentunya, tetapi ia bisa mengambil keuntungan dari kekuatan lawan. Terkadang, berat tubuh yang berlebihan akan menyusahkan lutut untuk menopangnya. Jadi, dengan menggunakan menit yang tersisa, ia akan mengelak dan maju dengan kecepatan tinggi.
Satu langkah. Dan, ia melihat senyum jahat terbentuk di wajah lawannya. Dari balik Men Bogu -nya, ia sudah memastikan isi kepala si lawan. Wajah bisa menunjukkan segalanya. Emosi yang berlebihan sungguh adalah kelemahan. Kelemahan adalah bagian dari kemenangan yang seharusnya diketahui oleh semua orang. Itulah yang selalu diajarkan Uchiha Fugaku pada sosok pemuda yang terbungkus dalam kendo gi ini.
Kaki kanannya tertekuk tajam dan membuat sudut siku-siku pada lututnya. Ia menumpu pada sebagian besar tungkai kanannya itu. Sang lawan terkejut. Ia tak kuasa menahan beban yang diberikan oleh sang penyerang. Meskipun ia yakin sudah bahwa ia akan menang, tetapi ia melewati satu hal—sang penyerang memiliki tubuh yang lebih kecil dan fleksibel.
Rasa nyeri menjalar dari lutut sang lawan. Ada waktu yang tersisa untuk melakukan keputusan terakhir. Maka, sang penyerang berputar dan membentuk rotasi 360 derajat. Bagai seribu kelopak bunga sakura yang berdesau dengan angin musim semi—satu prosa yang menjadi makna konotasi dari pergerakan sang penyerang. Titik vital adalah tujuannya. Tebasan shinai-nya seperti garis imajiner yang bergerak dalam kecepatan cahaya. Ia tak butuh terlalu lama menit untuk berpikir. Karena, ia telah menang dengan gelap yang menutupi pengelihatan sang lawan.
TSUKI—
—tebasan di leher adalah teknik berbahaya yang hanya boleh dilakukan oleh pemain profesional dalam pertandingan Kendo resmi.
Dan Uchiha Sasuke telah menggunakannya.
Peluh mengalir deras dari garis perbatasan antara kulit rambut dan poninya. Nafasnya memburu begitu pula dengan degup jantungnya. Pertandingan yang telah usai membuatnya ingin segera merebahkan tubuh penuh luka di suatu tempat yang lebih sejuk. Setelah membuka pelindung kepalanya, ia menatap tanpa perasaan sang lawan yang kini terbaring tak sadarkan diri di hadapannya. Kemenangan mutlak telah berada di tangan Uchiha ini.
Nagoya memiliki juara baru untuk turnamen Kendo tingkat universitas seluruh Jepang. Tak ada yang bisa memerkirakan bila seorang mahasiswa tingkat satu fakultas medis ini menjadi identitas dari seorang Uchiha Sasuke. Siapapun akan terkejut—kau tahu, mahasiswa medis kan sekumpulan anak-anak hedonis yang membenci dunia 'kekerasan'. Tak mungkin bocah itu bisa melakukan teknik 'tsuki' pada juara bertahan kita! Setidaknya, itulah yang terlintas di benak masing-masing peserta turnamen.
Don't judge someone by its cover, dude!
Uchiha Sasuke adalah seorang mahasiswa medis yang jarang ditemukan di dunia ini. Ia mungkin seorang penderita asma bronchial. Ia mungkin memiliki sejumput alergi yang tersimpan dalam darahnya. Ia mungkin tak bisa mencicipi lezatnya lobster dan gurita. Dan juga, ia mungkin takkan bisa menikmati manisnya coklat Valentine hanya karena bibit-bibit alergi yang tersimpan dalam memori sel limfosit tubuhnya. Akan tetapi, dari semua kelemahannya, ia tahu ada satu kekuatan yang masih tertidur dalam tubuhnya. Ya.
Menjadi juara Kendo bukanlah mimpinya. Hanya, sang ayah yang begitu keras melatihnya agar ia mampu menjadi Uchiha yang kuat. Kecerdasan adalah hak paten setiap Uchiha. Maka, ia butuh satu identitas spesial untuk dirinya sendiri. Kendo adalah jawabnya.
Dari kubikel dojo Kendo inilah, Uchiha Sasuke memulai karir gemilangnya di awal tahun. Tahun kelinci adalah tahunnya—begitulah yang disebutkan kakeknya, Uchiha Madara. Bukannya kenapa. Kemungkinan besar disimpulkan dari tahun lahirnya yang pada saat itu memang adalah tahun kelinci.
Suasana ramai membahana menjadi semarak gempita yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemuda berusia delapan belas tahun ini hanya memusatkan titik fokusnya pada cahaya neon dari atas kepalanya. Seperti ada pusaran air yang berputar-putar di atas kepalanya. Ia nyaris kehilangan nafas sejenak. Tangan yang bergetar hebat berusaha merogoh-rogoh sesuatu dari balik hakama hitamnya. Namun, nihil.
Turbuhaler miliknya pasti terjatuh entah di mana saat ia melakukan pukulan Men pada sang lawan.
Bunyi-bunyian yang memekikkan telinga semakin mencekat saluran nafasnya. Jantung yang meminta pasokan oksigen lebih banyak tak bisa ditolerir oleh paru-parunya. Lagi-lagi, penyakit masa kecilnya itu harus membuatnya terjatuh dan collapsed.
Keributan terjadi tanpa bisa dihindari. Langkah-langkah bak tapak kuda di atas zona Gladiator membuat telinga Uchiha ini berdengung sesaat. Teriakan kagum dan khawatir membaur jadi satu dan memberi frase-frase yang tak bisa diterjemahkannya. Kondisinya melemah oleh pasokan oksigen yang kian menipis. Bala bantuan berdatangan tapi ia menampiknya. Tubuhnya sudah lemas, tetapi ia tetap berdiri. Namun, jejeran manusia ber-hakama hitam itu satu per satu menjauh kala suara lantang yang begitu nyaring terdengar begitu saja. Sasuke yakin ia didekati sesosok monster buas.
—MATTE TEBAYO! Biar aku saja yang membawanya! Aku yang bertanggung jawab untuk urusan kesehatan peserta di sini! MENYINGKIR KALIAN SEMUA! IA BUTUH RUANG YANG LUAS UNTUK BERNAFAS!"
Dalam kerlap-kerlip neon yang terlihat seperti bintang di mata oniksnya, ia hanya beranggapan bila ia bermimpi. Ya. Ia hanya bermimpi tentang kemenangannya. Semua yang telah dilakukannya hanya bagian dari puzzle yang memecah dalam asa miliknya. Tanpa ia sadari, semuanya berubah gelap dan ia terjatuh...
Ada kuning yang begitu terang. Berbentuk seperti mentari yang bersinar cerah. Padahal, sekarang masih berada di penghujung musim salju. Kenapa rasanya begitu hangat dan sejuk. Kemudian, cerulean berkilau di dasar pelupuk matanya. Ada yang mendekatinya. Terlalu dekat dan sangat dekat. Mentari itu terasa hangat dan seperti ingin membakar kulit wajahnya yang selalu pucat.
—HOI, SADARLAH! JANGAN MAT—eh maksudku—JANGAN PINGSAN DULU! HE-HEI!"
Ia ingin menyentuh mentari itu. Tapi...
—tsk! Terpaksa melakukan CPR kalau begini.'
Mentari membumbung tinggi bersama langit. Salju yang turun mencair dengan lekas. Dinginnya hati itu entah mengapa menjadi hangat seketika.
"Siapa... kau?"
Kedua mata oniks itu menutup sempurna dengan menyisakan sensasi aneh di bibirnya.
-.-
Sesekali, ada yang melirik dari balik pintu. Setelah yakin tidak akan membuat keributan, sosok ini membuka celah pintu dengan satu tangannya yang bebas. Pintu kayu itu berderit pelan dan menampilkan seorang wanita paruh baya berambut hitam sepinggang. Satu tangannya membawa nampan berisi botol-botol berbau obat dan seember es untuk mengompres. Dengan langkah pelan, ia mendekati arah spring bed yang kini ditiduri oleh pemuda yang begitu disayanginya.
Uchiha Mikoto menatap nanar putra bungsunya. Setelah meletakkan nampan obat dan ember es di atas meja samping kasur, wanita itu mulai membersihkan keringat yang merintik dari dahi sang anak. Entah sudah berapa lama ia tidak melihat kondisi putranya seperti ini. Penyakit masa kecilnya kambuh dan ia selalu sedih jika hal itu terjadi lagi. Mikoto paham benar alasan mengapa pada akhirnya ia tak ingin melepas putra kecilnya itu keluar dari sarangnya. Baginya, Sasuke selalu menjadi anak yang lemah dan butuh bantuan ayah ibunya, meski entah sudah banyak kali pemuda itu ingin membuktikan pada semuanya bahwa ia kuat...
Kemudian, wanita itu mengecup dahi putranya dengan air mata, "maafkan Kaa-san, Sasuke." Mikoto lalu pergi.
Handuk kecil tersampir di ember es. Itulah hal pertama yang berhasil dilihat oleh mata oniks Sasuke. Ia menggerakkan kepalanya dan menatap langit-langit kamarnya. Ada perasaan tak wajar di tubuhnya, atau mungkin lebih tepatnya di wajahnya—ataukah bibirnya?
Berulang kali diingat pun, ia tak bisa menemukan apa-apa. Yang masih bisa tersimpan dalam memorinya hanya siluet lampu neon yang kian meredup, lalu ia jatuh. Tidak ada lagi? Ya. Sudah bisa dipastikannya, ia tak mengingat lebih dari itu.
Sebentar ia menengok celah pintu kamar yang terbuka sedikit dari ekor matanya. Dengan susah payah, ia menegakkan bagian atas tubuhnya dan mencoba bersandar pada bed rest spring bed-nya. Bajunya sudah tergantikan dengan pyjama bergambar shuriken. Dari dahinya jatuh selembar handuk tipis yang sudah menghangat. Kali ini, ia akhirnya berani membuat kesimpulan.
"Apa tadi aku pingsan lagi?"
Menyadari segalanya, Sasuke memutuskan untuk bangkit. Ia menurunkan terlebih dahulu kedua kaki pucatnya dan membungkusnya dengan sandal rumah. Dinginnya lantai kayu kamarnya sedikit membuatnya merinding. Tapi, ia tetap memaksa dan mencoba mencari clue dari arah bawah rumahnya itu.
Bunyi langkah pelan mengindikasikan bahwa pemiliknya berjalan dengan tak konstan. Sembari memegang dinding, Sasuke memerhatikan langkahnya yang sedang menuruni tiap-tiap anak tangga. Yang pertama kali dilihatnya setelah tiba di lantai dasar adalah seorang pria berambut perak mencuat dengan wanita berambut hitam kelam saling berpandangan dengan meja kaca sebagai pembatas.
"Kakashi-sensei?"
Sasuke terdiam di tempatnya dan memerhatikan apa yang sedang dibicarakan dua orang itu. Ia mendelik tertahan saat Kakashi menertawakan posenya yang lumayan un-Uchiha sekali itu. Dengan langkah lebar tapi tertatih-tatih, Sasuke mendekati ruang keluarga yang diisi oleh guru dan ibunya.
"Yo', Sasuke. Bagaimana kondisimu sekarang?"
"Kaa-san, kenapa orang ini ada di sini?" tanya pemuda Uchiha itu frontal dan sinis.
Kakashi. Begitulah nama depan guru bahasa Jerman Sasuke yang sekarang telah menjadi private teacher-nya selama dua tahun. Sasuke pernah berujar pada orang tuanya untuk melanjutkan pendidikannya di Deutsch bila ia telah mendapatkan gelar sarjananya di Nagoya. Untuk itu, saat baru saja memasuki tingkat tiga di SMU, Mikoto—ibunya—menawarkan guru privat bahasa Jerman pada putranya itu. Hatake Kakashi adalah kenalan baik Mikoto ketika wanita itu tengah menikmati liburan di Switzerland. Negeri makmur itu sangat menjunjung tinggi bahasanya, yang tak bukan dan tak lain adalah bahasa Jerman. Sedikit sulit bagi Mikoto untuk memahami Deutschwell. Lidah jepangnya sulit melafalkan satu per satu kata dalam bahasa Jerman. Untuk itu, di tengah ibukota Swiss, terdapat kursus cepat Deutschwell. Tanpa aling-aling, Mikoto bersama suaminya segera mendaftar dan belajar singkat di sana. Lalu, Hatake Kakashi yang kala itu baru lulus dari akademi pariwisata di Tokyo menjadi guru mereka.
Setidaknya, Mikoto sudah menganggap Kakashi ini sebagai anggota keluarganya yang baru. Tapi, bagi Sasuke, Hatake Kakashi adalah perverted sensei who his ass needs to be kicked.
Yah, begitulah.
"Bersikaplah yang sopan pada Hatake-sensei, Sasuke-chan." Mikoto menasehati sembari menepuk-nepuk bagian kosong dari sofa yang didudukinya. Sasuke akhirnya memilih duduk dengan wajah bersungut-sungut.
Wajah pria beruban itu berubah seketika. Ia seperti menahan kikikannya dari dalam bibir dengan menjadikan cawan keramik teh oolong-nya sebagai kamuflase, "Sasuke-chan ne? Kawai."
"Urusai! Ero-sensei!" pekik Sasuke setengah malu sembari melipat tangan di dada, "Kaa-san belum menjawab pertanyaanku. Kenapa—pria ini ada di rumah kita." lanjutnya, mendelik tajam ke arah Kakashi.
Baru saja Mikoto akan menjawab, Kakashi sudah mengambil alih dengan pose tenang. Setelah meletakkan cawan miliknya, ia berdehem keras dan berbicara, "kau lupa ya kalau aku yang telah bersusah payah membawamu dari dojo itu sampai ke rumahmu, eh? Seseorang yang tidak kukenal tiba-tiba menelpon nomor ponselku. Dengan terburu-buru, orang itu berteriak tak jelas. Yang berhasil kutangkap dari beberapa kalimat sumbang yang diteriakkannya hanya 'Uchiha Sasuke tengah dirawat di ruang perawatan turnamen dojo tingkat universitas se-Jepang'. Setelah itu, putus," Kakashi melipat tangan di dada dan melanjutkan, "untung saja, kantorku tidak jauh dari dojo tempatmu berkompetisi. Lalu, aku segera ke sana dengan meminjam wagon milik Iruka. Keributan terjadi karena sang juara jatuh di tengah-tengah pesta kemenangan. Hm."
Dua pasang mata oniks itu saling bertatapan membentuk garis kebiruan seperti petir yang menyambar. Hening sesaat terasa menggantung, ditambah dengan suara kicauan burung peliharaan keluarga Uchiha. Mikoto yang menyadarinya hanya tersenyum.
Menyadari ada yang terlalu hening, pemuda Uchiha itu menoleh, "aku sudah baik, Kaa-san. Jangan khawatir lagi."
Mikoto akhirnya mendapatkan jawaban, "syukurlah kalau kau sudah baik-baik saja. Saa, apa ada yang mau mencicipi pie tomat buatanku?"
Well, untuk yang satu ini, Sasuke takkan bisa menolak. Kecintaannya pada tomat telah menjadi candu atas ketidakbolehannya mengonsumsi segala jenis coklat.
Mikoto menuju arah dapur dan membiarkan dua pria ini tetap berada di alam pikirnya masing-masing.
Setelah yakin Mikoto takkan mendengar apapun dari ruang keluarga, Kakashi berdiri dari sofanya dan mendekati sofa Sasuke.
Posturnya yang lebih tinggi membuat bayang hitam dan menutupi seluruh pandangan Sasuke. Pria berusia tiga puluh tiga tahun itu merogoh-rogoh sesuatu dari balik ranselnya dan mendapatkan beberapa lembar kertas telah terkoyak. Alis Sasuke meninggi se-senti.
"Ini hasil ujianmu minggu lalu. Hasilnya kurang memuaskan, Sasuke."
Sasuke meneguk ludah mendengar kata 'kurang memuaskan' terlontar tanpa nada apapun dari bibir Hatake Kakashi. Yap, siapapun akan mengerti bagaimana cara pria lajang ini mengajar pada murid-muridnya. Didikan yang keras dan disiplin tentu membuahkan nilai-nilai yang sulit. Namun, Sasuke takkan kalah begitu saja. Semua nilai yang diperolehnya dari private teacher-nya ini tak pernah menyentuh angka delapan puluh. Range-nya tentu antara sembilan puluh satu hingga...
...sembilan puluh sembilan koma lima.
"Sembilan puluh sembilan koma dua lima? Memangnya ini nilai yang kurang memuaskan ya, bagimu?" Sasuke bertanya sembari meremas pelan kertas ujiannya itu. Kakashi hanya mengangguk sekali.
"Hn. Kau ceroboh sekali, Uchiha. Tanda baca omlaud tidak pernah diikuti denga tiga titik. Lihat di sini—" Kakashi menarik kertas ujian Sasuke dari tangan pemuda itu dan menunjukkan sesuatu di dalamnya, "—kau membuat tiga titik di atas huruf omlaud 'a'. Itu sebuah kesalahan fatal, Uchiha Sasuke." Senyum penuh kemenangan terbentuk di wajah guru beruban itu. Sasuke balik mendelik dan mengerutkan dahinya.
"Hei! Itu karena tinta bolpoinku yang menetes di atas tulisanku ini! Memangnya ini kesalahan apa, ero sensei?"
"Tentu sekecil apapun kesalahan selalu tak pernah luput dari pengelihatanku. Jangan pernah meremehkan mataku ini, bocah." ejek Kakashi sembari mengenakan kembali ranselnya. Sasuke semakin bersungut-sungut; ia juga yakin tak bisa kalah dalam adu mulut dengan pria penyuka majalah hentai itu. Ralat—yaoi dan juga hentai.
Berusaha meyakinkan dirinya, Sasuke memeriksa dengan baik seluruh tulisan dalam kertas ujiannya yang sudah terkoyak tak berbentuk itu. Dengan kesal, ia membuka-buka lembaran demi lembaran kertas dan menggerak-gerakkan mata oniksnya ke kiri ke kanan. Tepat saat ia hendak membuka lembaran terakhir, sebuah kertas berwarna lebih buram keluar di antara helai kertas ujiannya. Penasaran, Sasuke memungutnya dan mencermati garis-garis kasar dalam kertas buram yang terselip di antara kertas-kertas ujian bahasa Jerman-nya itu.
Matanya menemukan sepasang lelaki sedang melakukan err—you know what di atas kasur. Meski hanya sketsa kasar, Sasuke dibuat geram dengan semua ketidaknormalan yang ada pada gurunya itu.
Kakashi baru saja akan melangkah menuju dapur saat suara Sasuke membuatnya terkejut.
"Kau sengaja menyisipkan gambar hentai ini di antara kertas ujianku, hn?" Suara Sasuke terdengar lebih berbahaya di bagian ini, "Tsk!" Dalam kecepatan cahaya, Sasuke meremas-remas kertas buram yang digenggamnya erat dengan sekuat tenaga.
"A-ah, haha. I-itu... kurasa, Jiraiya-sama tidak sengaja memasukkannya ke dalam lembaran kertas ujianmu." Tanpa rasa bersalah, Kakashi merespon kemarahan Sasuke dengan cengiran khas beserta telunjuk yang menggaruk-garuk lambat sebelah pipinya.
Petir yang sebenarnya datang dari kedua mata Sasuke. Sedangkan Kakashi?
Pria malang itu hanya mengandalkan Mikoto sebagai pengalihan. Ia pun kabur tanpa bersalah plus dengan membawa sekotak pie tomat hangat hasil buatan tangan wanita cantik itu.
"Jaa, Mikoto-san! Sankyuu naa!"
Kakashi mungkin disebut-sebut sebagai guru jenius dalam hal bahasa asing. Tak hanya Jerman yang dikuasainya, namun Yunani, Spanyol, dan Arab juga menjadi keahliannya. Tak luput juga akan kesan yang bisa didapatkan seorang Sasuke dari pria berambut putih mencuat itu—andai di masa depan Sasuke jadi penyuka sho-ai, maka salahkanlah Hatake Kakashi.
"Yo, Sasuke. Aku lupa memberitahumu sesuatu—" Kakashi memutar kunci motornya, "—jangan lupa besok kau harus kembali ke dojo itu untuk mengambil medalimu, ok?"
"Hn."
"Dan juga! Anggap saja gambar tadi adalah hadiah dariku karena kau sudah menjadi juara di turnamen Kendo." Kakashi berkata seolah-olah 'gambar' yang dimaksudnya hanya 'gambar' biasa.
"Kusoyaro..." maki Sasuke sesaat setelah melihat guru 'kesayangannya' telah menjauh dari pelataran halaman rumah keluarga Uchiha. Motor ninja-nya melesat dengan kecepatan tinggi.
Kesal, Sasuke mencomot pie tomat favoritnya tanpa mengalihkan perhatiannya pada sosok Hatake Kakashi yang mengecil bak semut dari kejauhan.
"Makannya pelan-pelan saja, Sasuke-chan," pinta Mikoto sambil berbalik dan melangkah masuk kembali ke dalam rumah mereka. Sasuke pun mengikuti, "ano, kau tidak lupa besok adalah hari kelulusan kakakmu di Sydney, kan? Jangan lupa nanti malam, kau telpon kakakmu itu. Dia pasti senang kalau adiknya menelpon."
"Hn, iya."
Siluet sinar yang terefleksi dari kaca cembung di salah satu pondasi beton pagar rumah Uchiha itu membuat Sasuke menyipitkan mata. Sinar mentari yang menghangat mulai terasa di akhir musim salju. Warna kuning cerah yang terlihat sepintas oleh mata oniksnya berupaya membuat sebuah wujud. Entah siapa itu—ia merasa mengenalnya.
Kuning dan juga biru. Dua warna yang begitu familier. Namun...
.
—tsk! Terpaksa melakukan CPR kalau begini.'
—baru sekali aku melakukan 'hal' ini pada pria seumuranku. Jangan buat aku kecewa...'
CUUP...
.
"Sasuke-chan? Jangan mengkhayal di bawah matahari. Ayo masuk."
Antara kenyataan dan mimpi, Sasuke hanya mengernyit dan memijit dahinya. Kemudian, ia berusaha menyentuh bibirnya dengan jemarinya yang bergetar.
"I-itu bukan mimpi..."
To Be Continued
Don't worry. The next chap won't get long time to update. =)
See ya!
