AISHITERU!

Disclaimer:
Vocaloid bukan milik Suu! Suu cuma punya fic ini beserta OC-nya.

Rating: T

Genre: Romance, Friendship, Hurt/Comfort, School Life.

Warning: GAJE, ANEH, KATA-KATA TIDAK SESUAI DENGAN EYD, TYPO, OOC, DLL. INTINYA SAYA MASIH BEGINNER.

Note: DON'T LIKE? DON'T READ! Hanya terima flame yang wajar, ya... Kalau kritik dan saran, saya terima dengan senang hati, kok.

Summary:
"Mereka masih terlalu polos untuk mengetahui arti cinta. Tapi pasti ada saatnya dimana cinta mereka akan tumbuh dan berbunga."

Author: Salah satu warning lagi! Summary nggak nyambung!

Rin: Kok, datang-datang langsung ngungkit summary, sih?

Len: Tahu, nih. Author gaje. Eh? Ada OC-nya?

Author: Yaaa! Fic pertama saya pakai OC!

Rin: Nggak usah lebay, deh. Eh? Di cerita kali ini aku sama Len bukan kembar?

Len: Wah... Si author nyari rusuh, nih.

Author: Gomen, Minna. Kalau fic kali ini gaje dan berantakan. Ide cerita tiba-tiba melintas di kepala saya sebelum tidur beberapa hari yang lalu.

Rin: Nggak usah banyak ngomong. Mulai aja.

Len: Ayoo!


Normal POV

Angin sepoi-sepoi membuat keadaan menjadi lebih menyenangkan pada sore hari itu. Matahari hampir terbenam. Burung-burung terbang ke sarangnya. Lampu-lampu di perkotaan mulai menyala. Satu per satu lampu di rumah mulai dinyalakan. Dan sebentar lagi keadaan di sore hari itu mulai gelap.

Seorang anak dengan rambut berwarna honey blonde dan mata biru azure mengintip keadaan di luar melalui jendela rumah. Bukan sembarang rumah. Rumah yang ada di pohon, rumah pohon. Pita berukuran besar berwarna putih di kepalanya tertiup oleh angin. Ia menikmati keadaan pada sore hari itu.

"Len," panggil gadis itu pada seorang anak laki-laki yang bernama Len. Anak yang dipanggil itu memiliki rambut honey blonde dan mata biru azure. Rambutnya itu diikat ponytail kecil ke belakang. Rupanya dengan si anak perempuan hampir sama. Apa ada hubungan darah? Tidak. Mereka cuma teman masa kecil.

Anak bernama Len itu menengok kepada temannya dan mendekat. "Kenapa, Rin?" balasnya.

"Lihat, deh. Bagus, ya, sunset-nya?" ujar si anak perempuan bernama Rin sambil tersenyum. Len hanya mengangguk sebagai balasan.

Rin Kagamine dan Len Kagami adalah teman sejak kecil. Bisa dibilang childhood friends. Rumah mereka berdekatan, hanya berbeda dua rumah. Mereka melakukan segala hal bersama-sama.

Rin dan Len masih sama-sama polos. Mereka melakukan hal-hal yang mereka mengerti. Mereka masih sama-sama berumur tujuh tahun. Tidak lebih, tidak kurang. Dan mereka tidak mengerti apa itu cinta, tidak tahu apa arti cinta, tidak pernah merasakan cinta, dan tidak pernah tahu apa indahnya cinta itu. Hingga Rin berbicara pada sore hari itu.

"Tahu nggak cinta itu apa?" tanyanya tiba-tiba. Len menatap temannya dengan pandangan bingung. Rin balas menatapnya. Karena tidak tahu, Len hanya menggelengkan kepalanya dan menyahut.

"Tapi kata orang-orang itu sesuatu yang menyenangkan, tapi juga pahit, tidak menyenangkan begitu. Aku nggak ngerti, deh," sahut Len. Rin hanya mengangguk-angguk kemudian ia menatap ke arah langit.

"Coba kalau ada bintang jatuh," kata Rin, masih menatap ke arah langit.

"Memangnya kamu mau ngapain?" tanya Len heran.

Rin menarik napas dalam-dalam. "Buat permohonan, dong! Memang tidak ada bintang jatuh, tapi aku mau buat permohonan saja. Aku harap Kami-sama mendengarnya. Kami-sama, berikan aku kesempatan... untuk merasakan cinta." Rin melipat tangan dan memejamkan mata sambil mengucapkan permohonannya.

Len hanya menghela napas dan tersenyum.

"Memang Rin bisa merasakan cinta?" godanya. Rin langsung membuka matanya begitu mendengar godaan Len.

"Bisa, kok! Bisa! Siapa bilang aku nggak bisa merasakan cinta?" seru Rin. Ia menggembungkan pipinya. Alisnya menajam.

Len hanya tertawa-tawa melihat temannya seperti itu. Kemudian ia mendorong Rin yang sempat mendekat ke arahnya.

"Sudah, sudah. Nggak usah marah. Aku cuma bercanda," kata Len lagi sambil tertawa.

Rin mendengus kemudian balik mengejek sahabatnya.

"Yang aku khawatirkan itu kamu. Kamu bisa merasakan cinta? Kamu kan, terlalu kekanak-kanakan!" seru Rin.

Len memutar alisnya. "Bisa, kok!" jawabnya mantap.

"Ya sudah. Aku jamin, aku duluan yang akan merasakan cinta!" seru Rin.

Len hanya tersenyum. "Nggak peduli," katanya.

"Pokoknya kalau kita merasakan cinta, kita harus ngasih tahu satu sama lain, ya," ujar Rin penuh semangat.

Len mengangguk dan masih tersenyum. Ia mengeluarkan kelingkingnya.

"Janji, Rin?" katanya.

Rin kaget melihat Len mengeluarkan kelingkingnya secara tiba-tiba. Kemudian ia menyambut kelingking Len dengan kelingkingnya.

"Janji!" seru Rin dengan semangat. Ia tersenyum.

Janji itu berakhir sampai di situ. Mereka masih bermain-main seperti biasa. Janji yang dibuat di rumah pohon masih mereka bawa dan mereka simpan. Hal itu terus terjadi hingga dua tahun kemudian, sebelum Rin pergi keluar negeri.


Enam tahun kemudian...

Pagi ini Len bangun dari tempat tidurnya dengan semangat. Hari ini merupakan hari pertama memasuki sekolah. SMA Voca adalah SMA pilihannya. Dan ia yakin ia tak salah memilih SMA itu. Ada yang bilang SMA Voca adalah SMA yang bagus. Menyanyi merupakan khas dari SMA Voca.

Len segera berlari ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian ia siap dan menuruni tangga.

"Ohayou," sapa kakaknya, Neru. Len dan Neru tinggal berdua. Orang tua mereka pergi bekerja ke luar negeri dan belum pulang sampai sekarang.

"Ohayou." Len menarik kursi dan segera duduk. Neru memberikan piring berisi roti bakar yang sudah diolesi cokelat kepada Len.

"Neru, jusnya mana?" seru Len tiba-tiba. Len dan Neru memang saling memanggil nama. Kenapa? Nggak tahu. (Author: *ditabok*)

"Jus pisang apaan, sih? Emang ada yang namanya jus pisang?" Neru terlihat santai. Ia mengolesi roti bakar miliknya dengan selai kacang dan mulai melahapnya. Len hanya cemberut.

"Nggak usah main-main! Aku mau jus pisang!" teriak Len.

"Hah. Sudah SMA, masih kayak anak kecil kamu. Buat sendiri!" cetus Neru masam.

Len terpaksa bangkit dan membuat jus pisang. Gimana caranya? Tanya Len. (Author: Sumpah, aku nggak tahu gimana caranya buat jus pisang. Len: Pisangnya diblender (?) aja)

Setelah siap, Len bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Yakin mau berangkat? Masih jam setengah tujuh. Setengah jam lagi," kata Neru sambil melihat jam. Len hanya mengangguk dan tersenyum.

"Lebih baik kecepatan daripada telat! Ja!" seru Len. Ia berlari keluar rumah dan menuju sekolahnya.


Len's POV

Wah, hari pertama masuk ke SMA. Serasa jadi anak SMA. Keren banget! Aku merasa beda. Merasa lebih dewasa. Merasa lebih bebas. Merasa...

Oke, tapi ada satu yang nggak bagus. Aku masih dikerumuni banyak cewek di sekolah ini. Bahkan oleh senpai-senpai kelas dua dan tiga! Tidakk!

Aku berlari cepat-cepat masuk ke kelas. Huh... Di dalam kelas aku mengatur napasku. Tapi tetap saja banyak cewek-cewek mengerumuniku. Kami-sama, bebaskan aku dari kerumunan semut (?), maksudku orang-orang ini! Aku capek!

"Len!" seru seseorang.

Aku menengok dan mendapati sahabatku, Mikuo Katsune berjalan ke arahku.

"Mikuo!" Aku balas berteriak dan kemudian berjalan padanya. "Hari pertama saja sudah begini," keluhku.

Mikuo hanya tertawa dan menepuk pundakku.

"Sabar... Sabar..." Mikuo berkata.

Mikuo Hatsune adalah sahabatku dari SMP. Ia lumayan pintar dalam bernyanyi dan ia pecinta negi. Yang aku heran, apa bagusnya dari negi?

"Kita sekelas lagi," ujar Mikuo tiba-tiba.

"Huh... Bagus, deh," kataku. Mikuo tertawa lagi.

"Ada murid baru?" tanyaku sambil menaruh tasku di meja yang berada di samping kiri meja Mikuo.

Mikuo tampak berpikir sejenak. Kemudian ia berkata. "Murid baru, sih, kayaknya ada. Malah banyak, mungkin."

Aku hanya mengangguk-angguk.

"Um... Aku boleh duduk di sini?" tanya seseorang dengan suara yang lembut. Ia berdiri di sampingku.

"Eh? Tentu?" jawabku sambil mendongak, melihat siapa yang berbicara. Mungkin seorang murid baru, tapi aku mengenalnya.

"Rin?" bisikku pelan.

"Eh?" Ia terlihat kaget.

.

.

Gadis dengan rambut berwarna honey blonde dan mata biru azure kini berada di dekatku. Ia mengenakan empat jepit putih untuk menahan poninya. Ia juga mengenakan sebuah pita berukuran besar berwarna putih yang membuatnya tambah imut. Dia, kan...

"Rin?" bisikku pelan.

"Eh?" Ia terlihat kaget. Kemudian ia membisikkan sebuah nama. "Len..."

Aku berdiri begitu mendengar apa yang ia katakan. Ternyata betul ia memang Rin! Ia masih ingat padaku!

"Rin? Kamu sekolah di sini?" seruku senang.

Rin hanya mengangguk kecil. Kemudian aku dapat melihat wajahnya berseri-seri.

"Wah... Aku nggak nyangka kalau Len juga sekolah di sini," katanya dengan senyumnya yang manis. Rin masih seperti dulu. Ia tambah manis sekarang. Tapi aku masih bisa merasakan kehangatannya, seperti dulu.

"Uwah... Aku kangen!" teriakku dan langsung memeluk Rin.

"E-Eh?" Rin tampak tergagap.

"Siapa, Len? Pacarmu, ya?" ledek sebuah suara. Aku langsung melepas pelukan Rin dengan wajah memerah dan melihat siapa yang mengatakan itu. Dan ternyata itu Mikuo! Ia nyengir tidak jelas.

"A-Apa, sih! Rin bukan pacarku, kok!" seruku dengan wajah yang merona merah.

Mikuo tertawa geli melihatku seperti itu.

Aku menengok ke arah Rin. Wajah Rin tampak agak memerah.

"Terus dia siapamu?" tanya Mikuo lagi.

"E-Etto... Len itu teman masa kecilku," jawab Rin tiba-tiba. Aku kaget mendengarnya. Tak kusangka Rin sekarang tidak malu-malu lagi seperti dulu.

Mikuo mengangguk-angguk dan mengeluarkan tangannya pada Rin, untuk mengajak berkenalan.

"Mikuo Hatsune. Aku temannya Len. Siapa namamu?" ujarnya ramah. Aku melihat Rin mengeluarkan tangannya dengan ragu-ragu dan kemudian bersalaman dengan Mikuo.

"R-Rin Kagamine," katanya dengan terbata-bata. Oh, dia masih pemalu rupanya.

"Rin! Jangan kenalan sama Mikuo! Dia sesat!" Aku sengaja meledek Mikuo. Mikuo memandangku dengan masam sedangkan Rin hanya tertawa kecil. Aku tertawa senang. Syukurlah, aku masih bisa berjumpa lagi dengan Rin.

.

.

"Lihat nggak tadi si Len Kagami meluk seorang anak baru?"

"Aku dengar gosip, lho. Katanya Len-kun meluk seorang anak baru. Bener, nggak, sih?"

"Haahh! Masa Lenny udah punya pacar? Aku nggak tega!"

Aku berjalan dan mendengar bisik-bisikan. Sebagian besar yang berbicara seperti itu adalah cewek. Ah, gosip murahan! Kenapa aku bisa kelepasan meluk Rin? Sekarang jadi gosip, kan? Dan aku takut Rin kenapa-kenapa kalau dia dekat denganku. Rin kan, di sini masih baru.

"Len, nggak usah ditanggepin gosipnya," hibur Mikuo pada waktu istirahat. Rin sedang keluar bersama teman barunya. Sedangkan aku dan Mikuo ngobrol di dalam kelas.

Aku kembali menghela napas sambil menidurkan kepala di meja dengan perasaan suntuk.

"Salah sendiri tadi meluk-meluk Rin!" seru Mikuo tiba-tiba.

Aku mengangkat kepalaku.

"Sejak kapan kamu manggil dia Rin, Mikuo? Kamu suka sama dia, ya?" ledekku pada Mikuo.

Mikuo memalingkan wajahnya. Kemudian ia menatapku dengan wajah iseng.

"Aku nggak suka sama Rin. Kamu yang suka sama dia, kan!" seru Mikuo.

Wajahku memerah seketika. Kenapa Mikuo harus bicara seperti ini?

"Ketahuan!" Mikuo nari hula-hula. Aku berdiri dan membanting tanganku di meja.

BRUK!

Ups. Kini semua melihat ke arahku.

"Len, beneran kamu pacaran sama Kagamine-san?"

"Len, kamu siapanya Rin-san, sih? Kok, tadi pagi meluk dia?"

"Tidak! Lenny-ku sudah ada yang punya!"

Oke, kuakui. Ini LEBAY.

"Berisik! RIN ITU BUKAN PACARKU!" teriakku dengan keras. Setelah itu, Mikuo menyenggolku.

"Apa?" seruku padanya.

Mikuo menunjuk ke arah pintu. Aku melihat Rin dan temannya yang bernama Gumi-san memasuki kelas.

"Rin?" Aku menatapnya. Rin menatapku dengan pandangan bingung. Oh, tidak! Aku harap Rin tidak salah sangka dengan apa yang kumaksud. Kami-sama, tolong aku! Buat Rin mengerti!

"Kenapa?" balas Rin.

GUBRAK!

Semua orang di kelas jatuh. Aku cuma sweat drop. Dia masih benar-benar Rin yang dulu. Polos dan innocent, juga kekanak-kanakan.

"R-Rin... Kamu tadi denger apa yang dikatakan Len-kun?" tanya Gumi-san pelan-pelan.

Rin menggeleng pelan. Oh, syukurlah! Terima kasih, Kami-sama!

"Aku keluar dulu, ya. Dah!" seruku sambil berjalan cepat keluar kelas. Aku tak sengaja menyenggol Rin. Untung saja ia tak jatuh.

.

.

Aku berjalan di lorong kelas. Huh... Malunya. Bisa kedengaran sama orang banyak seperti itu. Untung Rin nggak denger. Untung... Untung...

Eh? Kok, kayaknya aku lagi galau, ya?

BRUK!

"Jalan lihat-lihat, dong!" teriak seseorang. Aku terjatuh dan mengelus kakiku.

"A-Aduh... Gomenasai," kataku minta maaf. Ketika aku melihat ke depan untuk mengetahui siapa yang kutabrak, aku melihat seorang anak cokelat gelap dan rambut cokelat kekuning-kuningan yang diikat sebagian. Sisanya digerai.

"Eh? Aku sekelas denganmu, ya?" tanyanya. Ia bangkit dan mengulurkan tangan padaku, mungkin membantuku bangun. Aku bangun dengan bantuannya. Sepertinya aku pernah melihat anak ini.

"Kelas berapa?" tanyanya.

"Kelas 1," jawabku.

"Oh. Len Kagami-kun, ya?" tanyanya.

Dia tahu dari mana?

"Aku nggak ketinggalan jaman, ya! Kamu itu terkenal! Wah, nggak nyangka, bisa nabrak sama 'pangeran sekolah' ini. Lagi ngapain? Galau, ya?" cetusnya.

Wah, ini anak kayaknya mau nyari rusuh. Cerewet banget!

"Berisik! Nggak usah ikut campur urusanku!" teriakku. Kemudian aku berjalan meninggalkannya.

"Nggak mau dibantu mendapatkan hati Kagamine-san, ya sudah," ujarnya licik sambil berjalan ke arah lain. Eh? Dia tahu apa soalnya aku dan Rin?

"Tunggu!" seruku sambil menahan tangannya.

Ia mengibaskan tangannya yang dipegang olehku.

"Kalau mau bantuanku, nggak usah macam-macam! Jangan bawel!" serunya lagi.

Aku menatap gadis itu dengan tatapan heran. "Apa?" balasku.

"Namaku Yuka Momoko. Aku bisa membantu dalam urusan percintaanmu," katanya.

.

.

TO BE CONTINUED


Author: Update! Update! XDD

Yuka: Kok, aku muncul di akhir-akhirnya doang, ya? ._.

Author: Eh? Si Len sama Rin kemana?

Yuka: Nggak tahu? Tidur kali. *nunjuk Rin sama Len yang meringkuk di kasur*

Author: Buset! Satu ranjang berdua, tuh? O.O

Yuka: Bukan, bodoh! *nendang Author* Si Rin lagi di kamar A, si Len di kamar B!

Author: Hah? *nggak mudeng*

Yuka: Kamu payah, ah. Minta RnR, Minna?

Author: Buat nambah semangat. Saya minta ripiu sebanyak-banyaknya, ya! XDD