Disclaimer: Om kishi-muach (bejeked xD)

Warning: AU, Super OOC, alur kecepetan, typos bertebaran, tanda baca nyasar, cerita awut-awutan, gajeness, absurdness, dwwl.

-NaruHina Present-

A/N: holla, akemi holic dan akemi licious dimanapun anda berada. Yo yo yo, ketemu lagi dengan akemi disini (Jebreeet XD) dengan bangga bercucur peluh darah dan air mata akemi mempersembahkan fic ini. jika kurang berkenan di hati anda, jangan salahkan saya. Saya kan polos ga tau apa-apa (buagh)

Saya tidak mendapat keuntungan apapun baik yang materiil maupun non materiil dari pembuatan fanfic ini.

-The Tree by Akemi M.R-

Summary: Ada sebuah misteri di taman belakang sekolah. Pada salah satu rimbunan pohon besar itu tertulis kalimat 'Hatiku masih tertambat disini'. Hinata yang tak tau menau apapun tentang misteri itu menjadikan taman belakang sekolah menjadi tempat favoritnya. Sebenarnya apa yang ada disana dan akankah Hinata dapat mengubahnya?/ "Andai suatu saat, aku hidup kembali. Aku ingin bertemu dengan jenis yang sama denganmu, apapun itu. agar aku bisa bersamamu"/"Berbahagialah untukku, Hinata-chan. Meskipun bukan denganku"/

.

Don't Like Don't Read. So, here we go. Happy reading, minna!

-ooo-

Pagi yang sangat cerah, secerah hati Hinata kala pertama kali datang ke sekolah barunya. Sekolah ini sangat bagus dan luas, tidak salah jika termasuk salah satu dari jajaran sekolah favorit di kota ini. saking luasnya sampai Hinata ragu jika ia bisa menghafal semua jalur di sini. Mungkin, lain kali ia akan membuat denah agar tak tersesat seperti sekarang. Dan karena itu pula suasana hatinya tak secerah ketika pertama kali berangkat.

Padahal Hinata sudah datang sedari pagi agar tak telat. Namun, sepertinya dewi fortuna kembali mengabaikannya. Yah, seringnya begitu. Beberapa menit lagi, bel sekolah akan berdering yang berarti akhir dari perjalanan panjangnya. Tapi, nampaknya gadis itu masih belum menemukan titik terang akhir perjalanannya.

Belum lagi, ia juga memiliki sifat malu yang kelewat akut hingga menghentikan niatnya untuk bertanya pada beberapa siswa-siswi yang lalu lalang.

'Bisakah hari ini lebih buruk lagi?' erang Hinata putus asa.

Langkahnya kali ini membawanya pada sebuah tempat yang cukup rindang. Malah mungkin sedikit lebih gelap. Kalau tidak salah, kakaknya yang kebetulan alumni sekolah ini pernah menceritakan bahwa disamping memiliki taman depan yang indah, Konoha High School juga mempunyai taman belakang yang tak kalah memukau. Mungkin ini taman belakang yang dimaksud sang kakak. Sayang sekali sedikit tak terawat.

"Aku lelaaaah"

Hinata duduk di sebuah bangku di bawah salah satu pohon terbesar atau mungkin satu-satunya pohon terbesar yang terletak di jajaran pohon-pohon yang sedang.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Sebuah suara baritone menyadarkan gadis indigo itu dari dunianya. Disampingnya, tampak seorang pemuda tampan sedang bersidekap angkuh.

"Aku tersesat"

Pemuda yang juga sepertinya siswa sekolah ini –dilihat dari seragam yang dikenakannya- mengerutkan kening heran.

"Sudah berapa tahun kau bersekolah disini dan masih tersesat?"

Sekarang bola mata sewarna sapphire-nya berputar ke atas. Ugh!

"Sebenarnya masih beberapa menit lagi sebelum aku resmi bersekolah disini" Hinata menjawab pertanyaan sinis dari pemuda itu dengan kalem.

"Dan sebenarnya kau mau kemana?"

"Ruang kepala Sekolah"

-ooo-

Title: The Tree

Main pair: Naruto x Hinata

Genre: Mistery and Romance (?)

Fic dedicated for NHDD#3

-oo-

Memalukan!

Apakah seperti itu sikapnya pada seorang yang baik hati yang beberapa jam yang lalu menolongnya dengan memberitahukan arah tetap langsung menuju Ruang kepala Sekolah? Dengan meninggalkannya tanpa sepatah katapun? Oh, sepertinya ajaran papa Hiashi masih belum melekat disanubari gadis indigo itu.

Sehingga, saat bel berdering nyaring ia dengan buru-buru bertanya pada Ino yang, bodohnya ia, kebetulan bersekolah lebih lama disini. Perlu diketahui bahwa Ino adalah tetangga Hinata. Untuk segera memberitahukan arah kembali ke taman belakang sekolah. Perlu diketahui pula, sebenarnya Hinata gadis pelupa dan Ino tau pasti tentang itu.

"Apa mau kuantar? Well, aku khawatir kau akan tersesat seperti tadi, Hinata-chan"

Sungguh perhatian!

"Kau baik sekali, Ino-chan! Tapi, tidak usah. Aku takut merepotkanmu, dan err- Gaara-sansudah menunggu dari tadi"

Hinata menunjuk pintu kelas yang terhalang pemuda bersurai merah bata yang menjabat sebagai kekasih sahabatnya selama 4 bulan terakhir.

"Baiklah, tapi berhati-hatilah karena..-"

"Jaaaa!"

"..-disana cukup angker"

Sebelum Ino menyelesaikan kalimatnya, terlebih dulu Hinata memotongnya dengan pamit tergesa-gesa. Melewati Gaara dan jadilah Ino sendiri dalam kelas itu –Gaara masih di perbatasan.

"Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa"

Tidak! Ini bukan tidak ada apa-apa. Ada yang aneh. Firasatnya jarang meleset dan Ino meyakininya.

"Ayo ke kantin"

-ooo-

Seorang gadis indigo menghampiri sebuah pohon sambil berlari-lari kecil. Hinata membungkuk. Deru nafasnya tak beraturan. Beberapa bulir keringat jatuh menuruni tengkuk dan wajahnyanya. Sejenak ia menormalkan aktivitas tubuhnya dengan menarik lalu menghembuskan nafas pelan-pelan.

Celingak-celinguk mencari sosok pemuda pirang yang beberapa saat lalu ditemuinya. Tapi, nihil. Tak ada apa-apa selain pohon, rumput, tanah, udara dkk. Mengedikkan bahunya singkat Hinata kembali duduk dibangku yang tersedia.

'Nanti juga dia akan datang. Kutunggu saja'

Iris amethyst-nya menangkap sesuatu yang janggal. Sebuah ukiran pisau di batang pohon di belakangnya yang biasa menjadi sandaran.

'Hatiku masih tertambat disini'

Telapak tangan Hinata mengelus ukiran halus itu dengan seksama. Seolah mempelajari stuktur didalamnya.

"Apa yang kau lakukan disini?"

DEG

Jantung Hinata seolah mau keluar dari tempatnya. Bahkan Hinata meyakininya. Well, jika saja suara itu naik beberapa oktaf lebih tinggi, kemungkinan itu malah sangat mungkin terjadi.

"Bisakah kau tidak mengagetkanku dan kau menanyakan hal itu dua kali!"

"Dan aku tak menginginkan jawaban 'Aku tersesat' untuk yang kedua kalinya"

Hinata memutar bola matanya ke atas.

"Sebenarnya aku bukan tersesat. Aku hanya lupa jalan kemari…-"

"Nah, apa kubilang!"

"Aku belum selesai bicara. Aku hanya lupa jalan kemari . Jadi, aku bertanya pada Ino-chan"

Naruto mengerutukan keningnya heran. 'Gadis ini benar-benar aneh'

"Untuk apa kau kemari?"

Jika detik lalu Hinata mengerutkan bibirnya mirip cumi-cumi sambil menatap Naruto kesal. Maka, detik berikutnya gadis itu justru sebaliknya. Membungkuk sopan sambil menyunggingkan senyum menawan.

"Arigatou, err..-"

"Naruto. Panggil saja aku Naruto"

"Arigatou, Naruto-senpai"

"Aku bukan senpai-mu"

Tensi darah Hinata yang biasanya stabil tiba-tiba naik drastis. Entah kenapa jika bersama pemuda ini, Hinata bisa berubah menjadi apapun. Tak terkecuali menjadi pemarah.

"Bisakah kau tak bersikap sinis padaku, Naruto-kun?"

"Nah, itu yang aku mau" Naruto menyeringai tampan. Sial!

DEG

Sial tiga belas! Kenapa Naruto bisa dengan begitu mudah mengacak-acak perasaannya?

"Apa maksudmu?"

"Panggil aku 'Naruto', lebih baik lagi 'Naruto-kun'. Aku tidak mau kau memanggilku 'senpai'"

Oh, Tuhan Hinata menyukai senyum Naruto, yang sialnya, tampak menggetarkan hati itu!

-0000000-

Hari ini ke 3 hari Hinata memiliki kebisaan aneh. Yaitu, selalu pergi ke taman belakang sekolah setiap jam istirahat berlangsung.

"Kau mau kesana lagi?" Tanya Ino khawatir. Itu ditekankan dengan kernyitan dalam di dahinya.

"Ya, kenapa?"

"Tidakkah kau tau bahwa tempat itu seram Hinata?" Ino melebarkan jangkauan lengannya ke samping. Seolah mengatakan secara non verbal masa-begitu-saja-kau-tidak-tau-?

Hinata memutar bola mata ke atas. Ino bisa jadi aktris hebt jika ia menginginkan. Pasalnya, ke-paranoidan-nya, yang entah sungguhan atau bohongan terasa sangat wajar dan nyata. "Tidak, dan maaf aku terburu-buru. Jaa, Ino-chan"

Gadis indigo itu kembali meninggalkan si gadis blonde yang kini meracau tak jelas.

"Ada apa, Ino?"

Ino menampakkan ekspressi seolah esok hari dirinya akan dipenggal hidup-hidup. Yah, kemungkinan itu tidak lebih baik tapi cukup baik jika disejajarkan dengan kemungkinan yang ditakutinya.

"Ada masalah, Gaara-kun"

Jika Ino sudah menampakkan ekspressi itu, apalah kekuatan preman yang dimiliki Gaara jadi tak ubahnya kapuk terhempas angin. Jelas, ini masalah yang gawat.

"Apa?"

-ooo-

"Naruto-kun?"

Pemuda pirang itu menoleh mendengar Hinata memanggil namanya. "Hm?"

"Aku membuatkan bekal untukmu"

Dengan penuh suka cita Hinata menyodorkan sekotak bekal yang terbalut kain warna biru samudra. Selaras dengan iris mata Naruto.

"Maaf aku sudah kenyang"

Hinata mengerucuntukan bibirnya begitu mendengar tanggapan tak acuh Naruto. "Makanlah! Agar kau cepat besar"

"Hei, tubuhku sudah ideal!" dengus Hinata tak terima.

"Well, mengingat lekuknya berada di tempat-tempat yang pas. Kupikir juga begitu" goda Naruto menyeringai setan.

Pelan-pelan rona merah menjalari pipi Hinata begitu memahami maksud yang diucapkan Naruto secara terselubung. Dan memukul dada pemuda itu dengan kepalan tangannya.

"Dasar mesum!"

"Hahaha!"

Naruto bisa sangat mempesona terhadap seorang gadis. Namun, lebih sering ia bersikap sinis dan cuek. Jika Naruto sudah begini, adakah seorang gadis yang bisa bertahan dari pesonanya?

TBC

Apa , masih layak masuk event?

Bah, saya gatau - -a ini aja NHDD petama saya. So, KEEP or DEL?

Hontou ni gomenasai

Dan

Arigatou gozaimasu

Salam hangat penuh cinta lagi

Akemi M.R

Sign out,