Haii.. degan banyak pertimbanngan dari ff "Can I Be With You" yang sudah berakhir. Akhirnya Author memutuskan untuk mempublish ff satu ini. Sebenernya belum terlalu berani buat ff selain fantasy kkk. Makasi atas sarannya semua :) semoga ff ini gak aneh ya, dan ff ini juga chapternya gak bakal panjang-panjang kok hihi. Mau buat one shoot tapi kurang seru nanti kkk.

Selamat membaca!

Sorry for typo :)


.

.

.

When August Comes Without You

.

.

.

[SUDUT PANDANG LUHAN]

Hari ini adalah hari ke delapan di bulan Agustus tahun 2017. Hari ini benar-benar panas di wilayahku hingga aku hanya mengenakan kaos tipis dan hot pants.

Aku duduk termenung di teras rumah menatap langit yang aku pikir bisa mengobati kegundahan hatiku. Malam hari ini tampak sangat cerah, aku bisa melihat pancaran rembulan yang terang dan ribuan bintang menghampar di sana. Kerlap-kerlip bintang terlihat seperti mereka sedang saling berkomunikasi.

Namun aku salah, pancaran rembulan tidak bisa menerangi bagian hatiku yang gundah, aku tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Sekali lagi aku salah, melihat bintang-bintang terhampar indah semakin membuat diriku kesepian bersama terpaan angin malam.

Aku tinggal di salah satu perumahaan di kawasan Gangnam. Perumahanku seperti perumahan kebanyakan, rumah-rumah berjejer dengan jalan-jalan kecil sebagai pemisah antar blok.

Tidak banyak seusiaku yang tinggal di sini. Jika dahulu kami berteman akrab, maka seiring bertambahnya waktu kami seperti orang yang saling tidak mengenal dan hampir dari semuanya tidak lagi menetap di perumahan ini karena kebanyakan mereka melanjutkan sekolah di luar negeri, itu setahuku.

Aku menutup mataku dan merasakan hembusan angin sekali lagi yang menerpa wajahku. Sepertinya aku gundah ketika kembali mengingatnya..

.

.

.

.

Aku bertemu dengannya secara tak sengaja saat sedang mengunjungi rumah temanku. Saat itu di bulan Agustus...

"Annyeonghaseyo eomonim, apa Baekiie ada?" tanyaku saat wanita paruh baya membukakan pintu yang baru saja ku ketuk.

"Ah Luhanie! Ayo masuk! Baekhyun ada di kamarnya, kau langsung ke atas saja" ucap Nyonya Byun mempersilakanku masuk.

"Ne," jawabku. Aku memasuki rumah yang sudah sangat familiar untukku. Aku naik ke lantai dua. Tiba-tiba saja ponselku berdering, jadi tanpa memikirkan apapun aku mengambil ponsel dari sakuku dan membuka pesan yang baru saja masuk.

Mungkin memang salahku karena tidak memperhatikan jalan, tetapi aku tak akan pernah menyesali kesalahanku yang satu ini.

BRAK!

Ponselku jatuh begitu saja ke lantai membuatku terkejut, untungnya aku tak terjatuh karena aku menyadari seseorang menahan pinggangku saat ini.

"Gwaen..chan..ha?" tanyanya. Suaranya yang lembut dan terkesan tak bernada menyapa gendang telingaku. Aku terkejut menatap manik tajam itu, sungguh, aku rasa aku akan mati di tempat karena sesak napas tetapi nyatanya tidak. Aku kembali berdiri tegak dan masih bergeming, wajahnya membuatku merasa tersihir.

Bagiamana ada sosok manusia sempurna sepertinya? Alis tebalnya, mata tajamnya, hidung mempesonanya, bibir tipisnya, rahang tegas, oh tidak! Mengapa ia sangat sempurna!

"Maaf Nona? Apa kau baik-baik saja?"

Suara itu lagi, suara yang menghanyutkanku kembali menyapa telingaku. Aku segera tersadar dari lamunanku tentangnya. "A-ah gwaenchanha, mianhamnida aku tidak melihat jalan," ucapku agak terbata, ugh! Mengapa aku harus terbata seperti ini!

Aku melihatnya membungkukkan badan dan berjalan dengan tegap ke salah satu kamar di sana, agak jauh dari kamar Baekhyun. Dalam dua detik aku melesat cepat menuju kamar Baekhyun.

"BAEK!" teriakku, Baekhyun terlihat terkejut dan langsung meletakkan majalahnya.

"Wae wae?" Baekhyun terdengar panik.

"Apa kau memiliki adik? Kakak? Sepupu? Atau–" aku merancau menanyakan semua sebutan saudara yang ada di kepalaku, aku hanya ingin jawaban bahwa ia saudara Baekhyun bukan semacam "calon" (?)

"Kau tahu aku anak tunggal Lu, kau ini kenapa?" tanya Baekhyun yang mulai mengerutkan keningnya.

Aku mengatur napasku dan mencoba menenangkan detak jantungku yang tiba-tiba menggila. "Kau.. hh.. maksudku, siapa laki-laki pemilik kamar yang di sana?" tanyaku.

"Laki-laki? Oh, itu Sehun" jawaban Baekhyun belum membuatku puas.

"Siapa?" tanyaku meminta penjelasan lebih.

"Sehun, Oh Sehun," jawab Baekhyun.

Aku merasa pusing seketika, marganya berbeda dengan Baekhyun, jangan-jangan.. ani ani! "maksudku ia siapamu Baek?" tanyaku tak sabar.

"Sepupu dari pihak ibuku,"

Tiba-tiba tanpa alasan aku tersenyum dan menghembuskan napas lega. Aku benar-benar senang mendengarnya, untung saja aku tidak sampai memeluk Baekhyun saking leganya kkk.

"Kau kenapa?" tanya Baekhyun.

"Aku–"

"Baek, bisa pinjam pengharum ruanganmu?"

Suara itu! Yaampun aku rasa aku akan pingsan jika mendengar suara itu lagi nanti. Aku memberanikan menoleh ke belakang. Aaaa! Kenapa ia tampan sekali! Tenanglah Luhan! Gumamku mengingatkan diriku sendiri.

"Ambilah, di sana" ucap Baekhyun sambil menunjuk pengharum ruangan yang tertempel di dinding kamar.

Aku tidak bisa lepas memandangnya, tubuh tingginya dengan mudah menggapai pengharum ruangan itu dan saat ia berbalik mata kami benar-benar beradu. Sial! Aku menunduk untuk menghindari kemungkinan terburuk jika kau akan pingsan melihatnya.

"Gomawo,"

Suara itu lagi, ya Tuhan kuatkan diriku!

Aku rasa laki-laki bernama Sehun itu sudah pergi, lantas aku bisa bernapas lega. "Lu, kau kenapa?" tanya Baekhyun padaku.

"A-ani, ada apa kau memanggilku ke sini?" tanyaku saat mengingat bagaimana aku bisa sampai di rumah Baekhyun dan bertemu makhluk tampan.

Baekhyun senyum-senyum seperti orang gila, aku mengerutkan keningku ketika Bakehyun mendekat padaku dan membisikkan sesuatu di telingaku. Aku terbelalak mendengarnya, ini berita besar!

"Jinja?!" tanyaku tak percaya.

"Sungguh Lu, aku pun awalnya tak percaya. Tapi ia benar-benar menyatakan perasaannya padaku, kyaa! Aku senang sekali" pekik Baekhyun heboh.

Aku memeluk temanku yang satu ini dan memberikan ucapan selamat padanya. Asal kalian tahu, Park Chanyeol adalah yang menyatakan perasaannya pada Baekhyun. Temanku satu ini sangatlah awam dalam masalah percintaan kkk. Tadinya aku tidak merestui jika Baekhyun berkencan dengan Park yang playboy itu, tetapi Chanyeol datang sendiri padaku dan bilang bahwa ia tidak akan pernah menyakiti Baekhyunku, jadi aku merestuinya setelah beberapa ujian tentunya haha.

Jika urusan cinta temanku selesai, bagaimana denganku? Aku akui, aku jatuh cinta dengan makhluk tampan bermarga Oh yang merupakan sepupu Baekhyun itu.

.

.

Aku berkesempatan berkenalan dengannya karena eomonim.

"Luhanie!" aku mendengar Nyonya Byun memanggilku dari lantai bawah, jadi aku keluar dari kamar Baekhyun dan menoleh ke bawah dari penyangga di lantai 2.

"Ne, eomonim, ada apa?" teriakku dari sini.

"Bisa bantu eomma sebentar?" tanyanya.

"Araseo," balasku. Aku menolehkan kepalaku ke dalam kamar Baekhyun, di dalam sana temanku itu sedang bingung memilih pakaian untuk kencannya sore ini kkk.

"Baek aku bantu eomonim dahulu, kau cantik menggunkan apa pun" ucapku membuat Baekhyun kesal karena aku tak membantu memilih pakaian untuknya.

Aku turun ke lantai satu dan mencari keberadaan eomonim. "Apa yang bisa Luhan bantu eomonim?" tanyaku.

"Tolong cetakkan nasi itu dan masukkan ke kotak yang dibentuk oleh Sehun," Sehun? Aku melihat seorang laki-laki di sana tengah membentuk kotak makan. Apa Tuhan sedang baik padaku? Atau aku sedang diuji? Jantungku berdetak cepat dan aku rasa aliran darahku terlalu cepat menuju wajahku, jangan sampai wajahku memerah! Doaku dalam hati.

Keluarga Byun memang memiliki sebuah catering kecil-kecilan, jadi mereka tidak mempekerjakan karyawan. Terkadang aku memang membantu.

"Ne, eomonim," jawabku lalu duduk di dekat.. astaga! Aku duduk dekat dengan Sehun kyaaa! Aku merasa tubuhku panas dingin sekarang hanya dengan merasakan aura maskulinnya. Aku bergerak tidak nyaman karena jika aku tidak salah, Sehun sedang memperhatikanku.

"Maaf merepotkanmu Lu, Baekhyun bilang tak bisa membantuku." Ucap Nyonya Byun.

"Gwaenchanha, eomonim" jawabku. Aku tidak bisa berbicara panjang lebar jika di dekat Sehun seperti ini yaampun!

"Oh ya Lu, kenalkan ini sepupu Baekhyun. Oh Sehun, ia akan bersekolah di sini," Nyonya Byun mengenalkan Sehun padaku.

"O-oh.." astaga kenapa aku gugup! "Ah, ya annyeonghaseyo Sehun-ssi, aku Luhan" aku mengenalkan diriku, tidak ada senyuman yang aku berikan pabo Luhanie!

"Annyeong Luhan-ssi, senang berkenalan denganmu," astaga! Ia tersenyum padaku! Apa aku masih sadar? Aku tidak pingsan kan? Aku tidak tahu harus menjawab apa, jadilah aku hanya mengangguk dan balik tersenyum padanya. Semoga senyumku tidak mengerikan.

"Kenapa kalian formal sekali," Nyonya Byun tertawa.

"Ne?" tanyaku tak paham dengan maksud ibu temanku ini.

"Kalian nanti di sekolah yang sama, bertemanlah yang baik oke. Ah, eomma perlu ke pasar sebentar. Tolong ya Sehunie, Luhanie?" Nyonya Byun meninggalkan kami hanya berdua, great! Aku bisa mati disini.

"Ne eomonim," balasku.

Keheningan mulai melanda di antara kami. Hanya terdengar suara mangkuk nasi yang kugunakan untuk mencetak beradu dengan sendok.

"Lu," Aku diam sejenak meresapi suara yang memanggil nama kecilku.

"Lu?" Oh astaga! Sehun memanggilku.

"N-ne?" jawabku, sial aku tergagap.

"Tidak apa kan aku memanggilmu seperti itu?"

Mengapa dia harus bertanya ya Tuhan! Memanggil nama kecilku kan tidak akan membuatmu sekarat, "gwaenchanha, aku menyukainya" sedetik kemudian aku merutuki jawabanku padanya, bagaiaman jika ia berpikir macam-macam?

Ia tertawa, "baiklah. Aku harap kita bisa berteman dekat dirumah maupun di sekolah. Mohon bantu aku," ucapnya.

"Ne," jawabku.

.

.

Aku tidak tahu harus membenci atau menyukai perkenalan singkatku yang memalukan itu. Seiring waktu, aku lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Dan.. kriteria kekasihku tercipta di sini.

Tok Tok Tok

Kali ini Sehun yang membukakan pintu. Aku sudah bisa mengontrol kegilaan jantung dan pikiranku ketika bertemu dengan makhluk tampan ini sekarang.

"Baekiie ada?" tanyaku padanya.

Sehun menggeleng, "Chanyeol baru saja menjemputnya," jawabnya.

Oh, Baekyun sialan! Pasti ia hanya ingin menyuruhku memilihkan pakaian untuknya dan sekarang ia sudah pergi. Eh, tapi baguslah, aku bisa bertemu Sehun kkk.

"Lu, kau mau masuk dahulu?" tawar Sehun.

"Ah boleh, apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku ketika sudah mengganti sandalku dengan sandal rumah. Aku tebak Sehun hanya sendiri di rumah.

"Nothing, aku hanya sedang memainkan pianoku asal," ucapnya. Aku mengikutinya masuk ke kamarnya. Aku memang sudah sering masuk ke kamarnya tenang saja.

Aku duduk di ranjangnya dan melihat kertas-kertas berserakan berisi tulisan not not balok yang tidak kupahami. Apa ini yang ia bilang memainkan piano asal? Padahal ia sedang membuat sebuah lagu. "Kau bisa bermain piano?" tanyaku takjub, piano, aku belum pernah melihat seseorang yang benar-benar nyata di dekatku bisa memainkan piano.

"Hm, aku menyukai piano," jawab Sehun. Matanya, aku bisa melihat ia sangat mencintai piano.

"Apa ini sudah selesai?" tanyaku menunjuk sebuah kertas penuh dengan tulisan not-notnya.

"Itu bukan apa-apa,"

"Benarkah? Kalau begitu mainkan," pintaku padanya. Ia tertawa.

"Ini sungguh buruk Lu, jangan" kekehnya.

"Tapi aku ingin mendengarnya Sehuniee," rengekku.

"Araseo Nona Rusa, aku akan memainkannya untukmu," ia tersenyum padaku dan secara tak sadar jantungku kembali berdetak tak normal. Sesungguhnya aku suka ketika ia memanggilku Nona Rusa.

Ia meletakkan kertasnya di samping dan jarinya mulai digerakkan hingga nada-nada indah tercipta. Aku memang tidak mengerti tentang alat musik, apalagi piano, tapi aku menyukai nada yang tercipta dari permainannya. Aku meresapi setiap nadanya, sungguh nyaman.

Ia menyelesaikan permainannya dan aku membuka mataku, "whoa keren!" pujiku.

Sehun tertawa, sangat tampan. "kau harus mendengar yang ini," ucapnya lalu kembali nada-nada indah yang temponya lebih cepat terdengar di telingaku.

Tanpa sadar aku tersenyum melihat bagaimana jari-jari lincahnya berpindah-pindah. Aku rasa aku seperti berbinar melihatnya bermain piano. Aku bertepuk tangan ketika ia menyelesaikan permainannya. Tiba-tiba aku mengucapkan sesuatu yang aneh dalam hatiku 'aku ingin memiliki kekasih yang bisa bermain piano untukku'

"Berarti aku sudah termasuk dalam kriteriamu,"

Tunggu! Sehun mengatakan itu? Bukankah aku mengatakannya dalam hati? Apa aku salah dengar?

"Sehun-ah bisa kau ulangin ucapanmu?" pintaku.

"Berarti aku sudah termasuk dalam kriteriamu. Itu yang aku ucapkan," ucapnya lalu mengelus kepalaku lembut. Apa aku bermimpi? Aku rasa pipiku memerah sekarang.

.

.

Hari itu, hari yang tak pernah terlupakan untukku dan setelahnya... aku kehilangannya.

"Luhan!"

Seseorang memanggilku, saat ini aku sedang bersantai di rumah. Aku bangkit dari dudukku dan membuka pintu. "Sehun-ah! Ada apa? Ayo masuk" seruku saat melihat siapa yang memanggilku.

"Sedang apa Lu?" tanyanya.

Aku kembali duduk di tempatku semula, "bermalas-malasan," jawabku sekenanya.

Sehun tertawa melihat wajah bosanku, aku memang bosan sungguh, Baekhyun selalu saja pergi dengan Chanyeol saat aku ingin jalan bersamanya ugh!

"Apa kau tahu lagu ini?" tanya Sehun padaku, ia menyodorkan sebuah kertas berisi lirik lagu yang disertai not di atasnya.

"Sepertinya aku pernah mendengarnya, ini soundtrack drama. Aku tidak terlalu suka mendengar musik, jadi aku tidak tahu nadanya," kekehku.

"Kalau begitu aku akan mencarikan nadanya untukmu," ucap Sehun lalu membuka aplikasi semacam piano di ponselnya. Lalu ia mulai menekan layarnya dan nada-nada yang lumayan familiar di telingaku terdengar.

Sehun melihat padaku dan menyuruhku untuk mengikuti nada yang dibuatnya.

You Are My Everything

Byeol chorom ssodajineun unmyeonge

Geudaeraneun sarameul mannago

Meomchweobeorin nae gaseumsoge

Dan hanaui saram

You Are My Everything

Sehun ikut menyanyikannya bersamaku. Jantungku berdetak tak karuan mengingat posisi kami yang terlalu dekat satu sama lain, aku bisa merasakan napasnya mengenai kulitku. Dalam sekejap aku merasa merinding, kami sama-sama terpaku, saling memandang dalam keheningan.

Mata itu, aku belum pernah melihat pancaran matanya yang seperti itu. Pancarannya menggambarkan penyesalan mendalam.

"Lu.."

Aku hanya menanggapi ucapannya dengan gumaman.

"Aku tidak memintamu untuk memaafkanku, tapi aku mohon jangan membenciku," ucapannya membuatku bingung, sebenarnya apa yang terjadi pada Sehun. Perlahan, aku melihat Sehun semakin mendekatkan dirinya padaku.

Secara refleks aku menahannya, tapi dalam diam Sehun menyingkirkan tanganku yang menahannya. Aku tidak menolaknya saat ia melepaskan tanganku dari pundaknya. Lalu perlahan ia semakin mendekatiku dan.. aku terbelalak ketika sadar bibirnya berada di bibirku. Aku hendak menjauh darinya tapi aku kalah cepat dengan tangannya yang menahan di belakangku.

Ia mulai memberikan sedikit lumatan pada bibirku, aku terbuai. Perlahan aku menutup mataku dan merasakan betapa menyedihkan ciumannya saat ini. Aku tidak bisa membalas ciumannya, ini semua terlalu mendadak. Jadi aku membiarkan Sehun melakukan apapun dengan bibirku. Jantungku menggila dan membuatku sesak napas saat ini.

Ia melepaskan tautan kami, aku sedikit terengah dan mengambil udara dengan cepat. Kemudian aku terpaku melihatnya, jika aku tidak salah melihat, Sehun menangis. Ya, aku melihatnya menghapus air matanya dengan cepat.

"Mianhae Lu," ucap Sehun.

Aku hanya terdiam, tidak bisa berkata apapun. Aku hanya memperhatikannya. Tidakkah ia ingin mengatakan sesuatu padaku? Menjelaskan sesuatu selain ucapannya tadi?

"Aku pulang ne," Mwo?! Ia pergi begitu saja setelah, setelah apa yang ia lakukan? Apa maksudnya sebenarnya?

Aku menahan tangan Sehun, mencoba untuk mendapatkan kejelasan darinya. Tetapi telepon rumah sialan itu malah berbunyi membuatku tak ada pilihan lain selain melepaskan tangan Sehun saat ini.

Aku tidak tahu jika melepaskan tangannya saat ini membuatku benar-benar melepaskan tanganya untuk jangka waktu lama, atau bahkan selamanya. Apa aku tak akan melihatnya lagi?

.

.

Benar, aku tak bisa membencinya walaupun aku ingin..

Tiga hari setelahnya aku baru sampai di Seoul. Hari itu, saat Sehun ke rumahku, Nainai (sebutan nenek dari pihak Ayah) dikabarkan meninggal di rumah sakit. Kedua orangtuaku memang sudah lebih dahulu terbang ke Cina karena Nainai sakit. Jadi hari itu juga aku mengambil penerbangan tercepat dan pergi ke Cina tanpa mengetahui apapun.

Baru saja aku sampai rumah, aku lekas berlari ke rumah Baekhyun yang jaraknya hanya 2 rumah dari rumahku.

Tok Tok

"Eoh Lu? Ada apa?" tanya Baekhyun, syukurlah Baekhyun yang membukakan pintu jadi aku bisa dengan cepat menanyakan Sehun.

"Sehun, eodi?" tanyaku.

"Kau tidak tahu? Aku pikir Sehun sudah memberitahumu. Ia dipindahkan lagi oleh orangtuanya, ia di Jepang saat ini"

Jawaban Baekhyun membuatku bagai disambar petir di siang bolong, aku terpaku di tempatku. Aku bukannya mengatakan Baekhyun pembohong, hanya saja aku memang tidak percaya saat ini.

Aku menerobos masuk mengabaikan teriakan Baekhyun, aku menuju kamar Sehun. Hatiku terasa remuk melihat kamar yang ditempati Sehun sebelumnya terlihat sangat rapi, barang-barang milik Sehun pun tidak ada saat ini. Aku terjatuh di depan pintu ruangan dingin itu, sejak kapan Sehun pergi hingga kamar ini terasa begitu dingin dan kelam? Baekhyun terkejut mendapatiku di lantai lalu ia mengguncang bahuku, aku rasa.

"Lu, gwanchanha? Kau kenapa?" tanya Baekhyun. Aku menggeleng lalu memeluk Baekhyun dengan erat dan menangis di sana.

"Gwaenchanha Lu," Baekhyun mencoba menenagkanku dengan menepuk punggungku lembut, tapi aku rasa itu sia-sia. Aku sudah terlalu membenci diriku karena tak bisa membencinya.

.

Aku pikir ini memang akhir kisah cinta pertamaku. Akhir yang menyedihkan.

-END-

.

.

.

.

Aku menutup laptopku dan menghembuskan napasku yang terasa bergetar. Aku kembali harus menyeka air mataku yang menggenang di pelupuk mataku. Cerita yang baru saja ku buat memang jalan ceritaku yang sesungguhnya.

Sehun, ia adalah cinta pertamaku saat Senior High School. Laki-laki tampan yang suaranya mampu membuat jantungku menggila, yang tatapannya membuatku lupa diri, dan sentuhan terakhirnya memberikan bekas luka mendalam di hatiku. Aku sebenarnya terus menanyakan, apa maksud Sehun saat itu. Aku tidak memahaminya, berusaha menghubunginya tetapi tidak ada hasilnya. Suatu saat aku berhasil menghubunginya dan balasannya membuatku harus kembali berderai air mata. Ia melupakanku.

Aku meregangkan tubuhku yang kaku setelah merangkai kata sebanyak 12 halaman. Semoga cerita singkatku mendapat hasil yang baik untuk para pembaca besok kkk.

Aku mengangkat laptopku dan hendak masuk ke rumah karena hari semakin malam, aku juga mengantuk sungguh.

"Luhanie!"

Ini suara Baekhyun, aku berbalik dan mendapati Baekhyun di luar pagar rumahku. "Wae Baek?" tanyaku.

"Bisa ikut aku? Sekarang!"

"Mwo? Ini sudah malam, aku tidak yakin Mama membolehkanku pergi," ucapku.

"Hanya ke rumahku Lu, yaampun"

"Araseo, tunggu sebentar"

.

.

to be continued/End

.

.

Gimana awalnya? Kkk

Karena ini awal sebelum akhir eh- jadi jangan lupa reviewnya ya gimana perlu di lanjut gak hihi ^^ bakal dilanjut deh kalo revienya lumayan banyak hehe.. :D

Gamsahamnida *loveforHUNHAN yeayy!