Title : Broken Angel

Genre : Romance-Angst

Length : sialnya ini malah jadi Chaptered *guling-guling*

Cast : Kris, Tao, and Others

Warning : Yaoi, OOC, plot pasaran, bahasa berantakan.

Don't Like Don't Read!

.

Huang Zi Tao, itulah namanya. Si manis dengan julukan panda polos asal China, sosok hangat dengan senyum yang menggetarkan jiwa, bocah periang yang bersanding dengan segala macam kepolosan, namja muda yang tenggelam dalam cinta sosok-sosok disampingnya.

.


.

.

Dibawah siraman hangatnya mentari senja, pemuda bernama Huang Zi Tao itu menelan potongan terakhir cone ice cream vanilla dalam mulutnya. Mengabaikan remah cone yang tertinggal di sudut bibirnya, sampai satu lengan kekar terulur padanya.

"Apa tadi gege bilang, pelan-pelan menghabiskan es krimmu, Baby."

Kris, nama pemuda itu. Sosok tampan pemilik senyum mematikan. Dengan hati-hati membersihkan sudut bibir kekasihnya ini. Berkali-kali ia dihadapkan dengan tingkah menggemaskan yang tak disadari tengah Tao lakukan, dan berkali-kali pula Kris tak akan pernah bosan untuk selalu mengingatkan. Bagi Kris kecerobohan Tao membuat ia merasa begitu dibutuhkan. Seolah dunia akan berkata, apa jadinya jika Kris tak ada disampingnya?

"Umm… aku sengaja melakukannya, biar Kris gege membersihkannya untukku."

Cengiran tanpa dosa itu adalah hal yang biasa. Kris hafal benar seperti apa sosok pemuda dihadapannya. Kekanakan, dengan kadar kepolosan yang begitu menggemaskan. Tanpa rekayasa, karena Tao begitu apa adanya. Satu dari banyak hal yang membuat Kris begitu mencintainya.

"Tsk! Panda manja!"

"Gege membuat rambutku berantakan," keluh Tao setelah Kris dengan gemas mengacak surai hitamnya.

Dan pemuda berambut emas itu hanya terkekeh geli, melihat bagaimana cherry merah yang begitu mencandunya mengerut begitu saja.

"Berhenti bermain dengan ponselmu, Baby. Kau tidak sedang berselingkuh dari gege, bukan?"

"Ish! Berapa kali Tao bilang, Ge. Dia ini…"

"Gege tahu, jadi simpan ponselmu saat gege sedang bersamamu."

"Yah… berikan padaku ge!" pekik Tao saat lengan Kris menyambar smartphonenya. Menjauhkan dari tangan Tao yang berusaha menjangkaunya.

"Tidak sampai kita pulang nanti. Nah… kau mau main apa lagi sekarang? Siapa yang dari minggu kemarin merengek untuk pergi ke taman bermain, hmm?"

"Gege menyebalkan! Tao mau main semuanya. Pokoknya semuanya!"

Kris kembali menggelengkan kepala kala kedua kaki Tao mulai meninggalkannya. Kekasihnya itu begitu kekanakan. Mengingat perbedaan usia lima tahun diantara keduanya, cukup membuat Kris memahami seperti apa Tao-nya ini.

.

.

Broken Angel

.

.

Menginjak hari kesepuluh musim semi bulan ini, Kris yang tengah sibuk dengan penggorengan dalam dapur seorang diri dikejutkan lengkingan sang kekasih hati. Tubuh bocah itu menerjangnya begitu saja. Menyembunyikan tawa lebar yang tak Kris tahu apa sebabnya, dengan lengan yang membelit erat pada dada bidangnya. Keduanya memang tinggal bersama. Dalam satu rumah yang terasa layaknya surga.

"Morning, Baby. Kau sudah bangun hmm?"

Tak ada jawaban, Tao masih setia dengan posisi dimana Kris tak dapat melihat seperti apa mimik wajahnya.

"Hey… katakan ada apa ini?"

Dengan bibir bungkam, bocah periang itu menunjukkan touchscreen ponsel dalam genggaman. Sepersekian detik Kris dibuat mengerutkan keningnya, sampai ia memakan habis deretan kata yang tertera disana.

'Gege sudah memutuskan akan melanjutkan studi di Korea.'

"Aaah… jadi ini yang membuatmu girang sepagi ini?"

Masih dengan paras terbenam Tao menganggukkan kepala. Kebahagiaan yang dirasakannya membuat ia tak dapat berkata-kata. Ini mengejutkan. Seseorang yang sangat ia sayang akhirnya pulang. Lima tahun lalu, Tao ingat betul bagaimana ia menangis saat itu. Tepat pada hari dimana Tao diterima sebagai siswa baru di Junior High School, sang kakak justru meninggalkannya untuk mengejar Beasiswa di Amerika.

"Jadi ge… Bolehkah kakakku tinggal disini bersama kita?"

"Hah?" sedikit tak percaya Kris bertanya. Ia menolehkan kepala, mencoba menatap Tao yang tak lagi menyembunyikan paras manisnya.

"Tao mohon ge~"

Mata ini… mata yang tak pernah lelah menciptakan gradasi pelangi dalam hatinya saat ini, bagaimana bisa Kris kehilangan sinarnya jika ia menolak permintaannya begitu saja?

"Apapun untukmu, Sayang."

"Yey! Kris ge memang yang terbaik! Gomawo gege..." pekik Tao setelah mendaratkan bibirnya pada satu sisi paras menawan Kris.

Pemuda yang lebih tua itu turut melengkungkan garis bibirnya. Ia bahagia jika Tao bahagia, alasan ringan yang membuat Kris rela melakukan apapun untuknya.

.

.

-ZF-

.

.

Dua minggu berlalu sejak saat itu. Tepat saat bunga Sakura mulai bermekaran, Tao kedatangan orang yang sangat ia sayang. Sosok yang tanpa kabar pasti kapan ia akan kembali, kini berdiri di teras rumahnya seorang diri. Bocah itu memekik senang, sesaat setelah ia menutup pintu mobil kebanggaan kekasihnya yang tampan. Menerjang begitu saja tubuh sang kakak yang sangat ia rindukan.

Dan dibelakang punggung Tao yang tengah bergetar itu, untuk pertama kalinya Kris melihat seperti apa rupa hyung kekasihnya.

Mereka benar-benar… berbeda!

"Aku sampai lupa. Kris gege, kenalkan ini kakakku."

Satu kalimat yang membuat Kris kembali mengalihkan perhatiannya.

"Salam Kenal, Kris. Tao banyak bercerita tentangmu."

"Ahh… selamat datang."

Keduanya berjabat tangan. Tanpa saling menyebut nama, seolah mereka mengenal satu sama lain sebelumnya.

.

.

-ZF-

.

.

Badai begitu ribut diluar sana. Meraung puluhan kali seolah tangisan bayi. Geramannya bersahutan, saling bersusulan, serasa menekan isi kepala akan kuasa Sang Penguasa, yang entah ia tujukan pada siapa amuk murkaNya.

Dalam keributan itu. Satu raga berjalan tanpa jiwa. Berbalut kemeja putih bersih yang melekat indah pada tubuh ringkihnya. Hanya dengan menutup mata ia menahan perih dalam hati. Pelan namun pasti, ia terseok mengikis sunyi.

Kelambu tipis yang melambai ditengah badai wewarnai gelapnya suasana dengan kelebat geraknya yang tak pasti. Bersamaan dengan kibas sang angin yang mengabarkan duka tak kasat mata. Membutakan nurani yang tenggelam dalam bejana penuh bisa. Meski maya, cukup untuk membuat ia memilih mengakhiri derita.

Lagi dan lagi, langkahnya hanya ditemani kilat tajam angkasa yang turut menangis bersamanya. Bak blitz kamera yang tertuju hanya padanya, menerangi gelapnya suasana dalam belenggu luka.

Kelambu yang menyapu ayu wajah itu seakan mencoba menghapus tebah permata yang mengiringi gerak tubuhnya. Langkah demi langkah yang diambilnya mengantarkan raga itu diujung balkon lantai dua. Jemarinya bertengger nyata pada besi pembatas yang terasa kian membekukan jiwa.

Dalam keheningan ia berdiri seorang diri. Membuka mata. Menatap kilat tajam yang mengisi pandangan, merekam melodi Zeus yang mengaung tiada henti. Lama ia terdiam disana, hingga punggung itu bergerak perlahan. Kini ayu wajahnya tertangkap retina mata, begitu pias, senada dengan bibirnya yang membiru pucat.

Dengan mata kosong, sudut bibir itu terangkat beberapa mili. Ngeri… ia seolah boneka yang tak memiliki hati.

Entah pada siapa ia tujukan senyum sayu itu. Tak ada satupun kata yang membuat mata paham pada apa yang hendak disampaikannya. Hingga gerak tubuh itu membuat mata membelalak tak percaya. Hanya dalam satu kedipan mata tubuh ringkihnya tertelan gravitasi bumi. Menghujam jatuh diantara tebah hujan tanpa rasa sesal secuil jari.

Tepat saat itulah, satu lengkingan tajam mengalahkan gemuruh malam yang kian mencekam.

"TAOOO!"

Pria rupawan itu memutus cumbu punggungnya pada ranjang utama. Terengah dengan peluh yang membasahi tubuhnya. Ia sibuk mengais udara, menatap nyalang sekelilingnya. Memastikan jika apa yang ia lihat hanyalah mimpi maya. Satu sosok lainnya turut terbangun. Memandang tak mengerti, meski lengan itu tergerak mengusap punggungnya hati-hati.

"Ada apa?" tanyanya.

Masih dengan napas terengah ia menolehkan kepala, menggeleng samar dengan wajah frustasi akan apa yang ia lihat dalam mimpi.

"Aku melihat Tao… dia… tampak tidak baik-baik saja."

"Kurasa itu karena kau terlalu merindukannya."

Dalam keheningan keduanya saling berpandangan. Lama, sampai ia kembali bersuara, "Seandainya dia mau tinggal disini bersama kita, aku tidak akan sekhawatir ini."

"Kau memang hyung yang baik, Hannie. Tapi ayolah, Tao sudah besar. Dia memiliki pilihan sendiri dalam hidupnya." hibur pemilik surai panjang itu sembari membawa tubuhnya memeluk sang kekasih hati. "lagipula… bukankah satu adikmu yang lain akan tinggal bersamanya?" tambah pria cantik itu dengan tatapan bertanya.

"Kau benar, mungkin aku terlalu merindukannya, Chullie."

"Sekarang tidurlah, bukankah besok pagi kau ada meeting penting?"

"Hemm…"

.

.

-ZF-

.

.

Dibalik waktu yang terus melaju. Kisah baru tengah terajut melalui tangan-tangan semu. Seperti yang terjadi pada dua orang itu. Satu minggu yang lalu mereka hanya orang asing yang tak akan saling menyapa, jika satu rangkulan tidak menautkannya.

"Kopi untukmu, Kris."

"Terimakasih, Lay."

Tanpa sungkan Kris menerimanya, tanpa sungkan ia menyebut namanya begitu saja. Mereka seumuran jika kau ingin tahu apa alasannya.

"Tao belum pulang?"

"Hmm…" Kris menggeleng, kembali fokus pada tugas kampus yang tengah ia geluti. "dia akan menghubungiku jika tugas kelompoknya sudah selesai," jelasnya.

"Tumben sekali kau mengijinkannya pergi."

"Apa maksudmu?" Kris balas bertanya. Terpaksa memutus pandangan pada layar laptop diatas pangkuan.

"Tao sering mengajak temannya mengerjakan tugas disini karena kau melarangnya pergi, bukan?"

"Ohh.. itu. Dunia diluar sana sangat keras. Aku hanya tak ingin sesuatu terjadi padanya."

Dalam dua detik pertama namja dengan dimple dikedua pipinya itu tak mengais udara. Dia terdiam dalam keheningan. Hanya memandang mata elang Kris yang penuh dengan keseriusan.

"A-ahh… aku tahu itu. Kau memang sangat perhatian padanya. Kau pasti sangat mencintainya."

"Lebih dari itu, aku sangat membutuhkannya. Tao segalanya bagiku. Jadi kuharap kau tak salah paham jika ia mengadu padamu."

Kris terkekeh, mencoba mengalihkan perhatian sang lawan bicara dari kedua pipinya yang tiba-tiba merona.

"Ngomong-ngomong kopi buatanmu enak. Sama persis seperti yang dibuat Tao. Aku suka."

Sekali lagi Kris meneguk kopi hitam itu. Tanpa menyadari perubahan roman muka sosok manis disampingnya.

.

.

-ZF-

.

.

Tao menghembuskan napasnya pada kaca jendela. Merasa bosan tak ada satupun hal yang dapat ia lakukan diakhir pekan. Sejam yang lalu Kris membatalkan kencan mereka, tentu bukan tanpa alasan Kris melakukannya. Tao bahkan sempat mendengar pemuda itu mengumpat setelah menerima panggilan telepon dari Dosennya.

"Tao-er…"

Panggil Lay memutus lamunan sang adik.

"Iya ge?"

"Aku jatuh cinta."

"Mwo? Benarkah itu ge?" pekik Tao tak percaya. "siapa? Siapa orang beruntung yang membuat Lay ge jatuh cinta? Teman satu kampus gege? Katakan padaku ge, ayo katakan," heboh Tao seorang diri. Melupakan fakta bagaimana ia bosan beberapa detik tadi.

"Kris. Kekasihmu."

Diam.

Tao seketika itu bungkam. Gelas kaca yang tengah ia genggam jatuh berantakan. Menciptakan bising ditelinga akibat hantamannya. Dan dihadapannya, Lay hanya mengulas senyum tanpa dosa, seolah apa yang keluar dari bibirnya bukanlah apa-apa.

"A-apa…"

Satu kata yang terucap ditengah gempuran dalam dada Tao yang bergetar hebat.

"Aku jatuh cinta pada Kris, Tao. Sama seperti yang kau katakan ribuan kali ditelepon kala itu, dia sangat dewasa, tampan, dan mempesona. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menyukainya."

Lagi, kalimat itu mengalir begitu ringan. Seringan senyum Lay yang tampak menawan.

"T-tapi ge, Kris gege itu milikku. Bagaimana bisa gege berkata seperti itu padaku?"

Bola mata Tao mulai berkaca-kaca, merefleksikan diri Lay yang berdiri angkuh dihadapannya. Cukup lama keduanya tenggelam dalam keheningan. Hanya suara jarum jam yang mengisi ruangan. Nyaris saja dinding pertahanan Tao jatuh, sampai suara tawa Lay menggema dalam heningnya suasana.

"Hahahaha… April Mop. Kena kau, Manis."

"A-apa…"

"Ini 1 April, Sayang."

Tao diam dalam kebingungan melihat bagaimana Lay tertawa tak karuan.

"Hukss… gege jahat," tangis Tao pecah seketika itu juga. Paham benar apa yang baru saja ia dengar hanyalah bualan semata. Tao benar-benar takut, sangat takut, sampai kalimat-kalimat penenang yang coba Lay berikan seolah tak membuahkan harapan.

"Ayolah Tao. Gege hanya bercanda. Hentikan tangismu sebelum Kris menendang bokongku nanti, memangnya kau mau gegemu yang manis ini didepak keluar rumah, hmm?"

Lay memeluknya, menepuk berkali-kali pundaknya. Berharap apa yang dia lakukan sanggup menenangkan sosok yang berada dalam dekapan. Dan dalam rangkulan itu sempat-sempatnya Tao menggelengkan kepala. Membayangkan bagaimana jadinya jika Kris benar-benar melakukan apa yang Lay katakan sebelumnya.

"Tao akan balas gege nanti. Lihat saja," ujarnya kesal.

Tak mungkin bagi Tao menyadari, sedatar apa paras dibalik punggungnya saat ini.

.

.

Langit malam tampak tenang meski tanpa kerlip berlian, dengan duduk diatas ayunan yang tengah bergoyang, sepasang kekasih itu terhanyut dalam dunia maya yang keduanya ciptakan bersama. Memadu cinta melalui sentuhan ringan yang menghangatkan jiwa. Baik Tao maupun Kris tampak begitu menikmati waktu yang terasa berhenti. Tao suka saat Kris memanjakannya. Mendekap tubuhnya. Mengecupi puncak kepalanya. Tenggelam dalam kesenangan, disaat secara bersamaan Tao menelan Novel Fiksi yang tengah ia cermati.

"Apa buku itu lebih menarik dari kekasihmu ini, hmm?"

"Tentu saja."

"Tsk! Kau kejam, Baby," keluh Kris yang berbuah kekehan geli namja manis dalam dekapannya ini.

"Gege," panggil Tao saat keheningan menyelimuti keduanya.

"Hmm?" gumam Kris tanpa memutus sentuhan bibir itu pada leher jenjang kekasihnya. Mengecupnya berkali-kali, dengan sengaja tak meninggalkan noda diatasnya.

"Bagaimana kehidupan Lay gege di kampus? Apa dia mendapatkan banyak teman?"

"Kenapa kau tidak bertanya langsung padanya?"

"Ayolah ge…"

"Kakakmu cukup tertutup. Berkali-kali gege melihatnya menghabiskan makan siang di meja kantin seorang diri."

"Dan gege membiarkannya begitu saja?" Tao menoleh, kentara jelas jika ia khawatir pada tatap matanya.

"Ya. Tidak. Jika gege terlihat sering bersamanya, akan ada kabar miring nanti. Kau tahu sepopuler apa kekasihmu ini kan…"

"Ish! Tao serius ge!"

Kris tertawa. Melihat Tao yang cemberut semacam itu merupakan hiburan tersendiri baginya.

"Lalu kau ingin gege bagaimana, hmm?"

"Setidaknya temani Lay gege menghabiskan makan siangnya."

"Setiap hari?"

"Tentu saja. Abaikan apa kata orang lain, toh kita akan jadi keluarga nantinya."

"Hey! Apa ini artinya kau melamar gege untuk menjadi suamimu?"

"Gegeeee…"

Tawa pria itu kembali menepis sunyi. Menciptakan alunan melodi tersendiri selain derit kayu penopang dua tubuh itu. Disaat Tao masih setia dengan wajah masamnya, Kris dengan sengaja mencuri kecupan pada candu merah itu.

"Apapun untukmu, Baby."

Tao terpekik senang. Ia balas menciumnya. Kecupan ringan penuh rasa terimakasih yang coba Tao tunjukkan pada kekasihnya.

Mereka sama sekali tak menyadari, sosok Lay yang berdiri tak jauh dari posisi keduanya saat ini.

.

.

-ZF-

.

.

Pemuda tampan itu datang dengan membawa harapan. Lay tahu keberadaannya ada karena terpaksa. Menemaninya. Berbagi tawa disaat jiwa itu terus merana. Lay laksana kumbang yang mengitari dua mawar berduri. Menjadi bayangan hitam dengan hasrat ingin memiliki.

"Kau melamun lagi."

Lay tersadar jika saat ini ia tak sendiri. Pemuda itu kini selalu ada untuk menemani menghabiskan jatah makan siangnya.

"Itu yang membuat teman sekelasmu takut mendekatimu, kau tak tahu itu kan?" canda Kris dengan senyum tipis, seolah mempertegas sedalam apa pesona yang dimilikinya.

"Kurasa mereka menjaga jarak dariku karena aku tidak memiliki wajah setampan kau, Kris."

Kris terkekeh, merasa konyol mendengar ucapan Lay yang tertuju padanya.

"Kau memang kalah tampan dariku, tapi aku kalah manis darimu. Sadari itu, Lay."

Lay kembali diam. Bukan lagi karena lamunan. Ucap kata yang diterimanya terasa menghangatkan jiwa. Bibirnya bergetar menahan senyum bahagia. Lay tahu ini salah. Dia tak pantas memiliki rasa yang menggebu ini. Mencoba menyangkal kenyataan yang tengah terjadi, namun hati tak bisa dibohongi. Ia jatuh cinta. Perasaan salah yang tak seharusnya ia tujukan pada kekasih dari adiknya.

"Ada baiknya kau belajar dari Tao. Adikmu itu mudah sekali bergaul dengan orang-orang disekitarnya. Sampai aku bosan memberinya nasehat agar dia tak sembarangan mengumbar senyuman pada semua orang."

Senyum Lay runtuh begitu saja. Kalimat panjang yang didengarnya mengoyak debaran yang menggila dalam dada. Lagi-lagi seperti ini. Perbandingan yang membuat ia hanyalah bayang semu dalam dunia adik manisnya itu.

Meski samar, dalam sepersekian detik Kris menyadari perubahan roman muka sosok manis dihadapannya.

"Kau benar. Aku akan memintanya untuk mengajariku nanti."

Sampai tawa lirih namja manis itu membuat Kris melupakan apa yang ia lihat sebelumnya.

.

.

TBC

.

.

REKOR Zhii karena bisa ngetik 2000+ dalam 3 hari. Anggap saja ini Prolog. Setelah ini apdetnya mungkin bakalan lama. Weekend doang yang bikin Zhii tenang bisa ngetik gegara bebas dari kelas. Jadi miaaaaann banget buat NES ama FF lainnya.

Draff ini sudah karatan di Laptop, karena kemaren ada PM dari miss diahuang91 yang katanya kangen ama FF amatiran buatan saya, akhirnya Zhii publish juga. Niatnya Oneshot lhoh, tapi ternyata ga bisa. Well, mungkin cuma dua atau tiga chapter. Dan Zhii yakin typosnya bejibun. Kaga diEdit soalnya *kena timpuk*

Sampai jumpa lagi, Reader-ssi.