Is It Love?

...

Digimon © Akiyoshi Hongo, Toei Animation, Bandai

Is It Love? © Invea

...

Aku menatap pantulan diriku di cermin dengan sedikit resah. Tailmon tampak turut memperhatikanku dari belakang. Dengan malu-malu, aku kemudian berbalik padanya dan bertanya,"Bagaimana menurutmu, Tailmon?"

Ia meletakkan tangannya di dagu—berpose seolah-olah dirinya adalah seorang (atau sekucing? Sedigimon?) detektif ternama. Dipandanginya diriku dengan seksama dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.

"Kau sangat manis, Hikari. Motif kimononya benar-benar cocok untukmu," pujinya kemudian. Kurasakan pipiku yang bersemu kemerahan mendengarnya. Tailmon kemudian tersenyum ke arahku.

"Tapi—" jedanya kemudian. Aku memiringkan kepalaku menatap digi-partner-ku.

"Kau benar-benar yakin akan memakainya? Maksudku, kau yakin itu sudah cukup hangat?" tanyanya sedikit khawatir. Aku tersenyum kepadanya.

"Kau tidak perlu khawatir, Tailmon. Kimono ini sudah cukup hangat. Lagipula, ini hadiah yang sudah dipersiapkan ibuku untuk tahun baru. Bagaimana mungkin aku tidak memakainya?" sahutku kemudian. Tailmon mengangguk. Tak lama, pintu kamarku terbuka. Okaa-san tampak tersenyum menatapku.

"Kau manis sekali, Hikari-chan," serunya. Aku tersenyum malu mendengarnya. "Takeru pasti akan senang melihatnya," lanjut okaa-san. Kurasakan pipiku semakin memerah mendengarnya. Namun, aku berusaha untuk menyembunyikan semua itu.

"I—Ibu bicara apa, sih?" sahutku kemudian. Okaa-san hanya menanggapinya dengan kikikkan kecil. Beliau kemudian berjalan ke arah ruang tamu, aku lantas mengikutinya diiringi dengan Tailmon yang mengekoriku.

"Ah, kau akan berangkat sekarang?" tanya Onii-chan. Aku kemudian mengangguk.

"Takeru-kun bilang dia akan menjemputku lima belas menit lagi," ujarku. Onii-chan hanya membentuk bibirnya menjadi lingkaran. "Nii-chan sendiri, tidak berangkat sekarang?" tanyaku kemudian.

"Mungkin sekitar setengah jam lagi. Kau sama sekali tidak mengatakan akan pergi malam ini pada Daisuke, ya?" Onii-chan berbalik tanya. Aku kemudian memamerkan barisan gigiku yang rapi.

"Hm. Kami memutuskan pergi setelah tahu Daisuke-kun akan ikut pesta tahun baru bersama klub sepak bola," terangku. Onii-chan hanya menggangguk-angguk.

"Pantas saja. Jika dia tahu, sepertinya dia akan lebih memilih untuk pergi denganmu dibandingkan dengan teman-teman seklubnya," gumamnya.

"Sudahlah. Ibu rasa itu lebih baik untuk Hikari-chan. Setahu ibu, Takeru-kun anak yang baik, ibu menyukainya. Bukan berarti ibu tidak menyukai Daisuke, hanya saja, ibu rasa seorang Taichi sudah cukup membuat repot dalam keluarga ini," ujar Okaa-san. Onii-chan langsung cemberut menatap beliau.

"Maksud ibu apa?" keluhnya kemudian. Aku dan ibu lantas tertawa mendengarnya. Detik berikutnya, kudengar dentingan bel rumahku.

"Kurasa itu Takeru-kun," ujarku.

"Sebaiknya kau bergegas, Hikari-chan," sahut ibu seraya menepuk punggungku. Aku kemudian mengangguk.

"Aku berangkat dulu, okaa-san, onii-chan, Tailmon," pamitku. Mereka bertiga kemudian mengangguk.

"Selamat bersenang-senang," seru ibu. Aku mengangguk sekilas dan bergegas menuju pintu depan—tak ingin membuat Takeru menunggu terlalu lama. Dengan segera, aku membuka pintu. Takeru berdiri di sana dengan senyum lebarnya seperti biasa.

"Malam, Hikari-chan," sapanya.

"Malam, Takeru-kun,"

Detik berikutnya dia kemudian hanya terdiam menatapku. Aku tentu saja tersentak melihatnya—memang, ini bukan pertama kalinya dia seperti ini, tapi entah kenapa akhir-akhir ini rasanya sedikit berbeda.

"A—Apa ada yang aneh denganku?" tanyaku kemudian. Takeru tersontak. Ia kemudian kembali tersenyum.

"Iie. Kau terlihat sangat manis dengan kimono itu, Hikari-chan," pujinya. Aku tertunduk malu.

"AArigatou, Takeru-kun,"

"Sebaiknya kita berangkat sekarang. Jika tidak, konsernya mungkin akan segera dimulai,"

Aku menanggapinya hanya dengan sebuah anggukan kecil.

...

"Apa kau meninggalkan Patamon sendirian di rumah?" tanyaku. Saat ini kami tengah berjalan menuju Odaiba hall—tempat di mana konser band Yamato digelar. Suasana jalanan cukup ramai sekalipun waktu sudah menunjukkan sepuluh malam—mungkin karena malam ini adalah malam tahun baru.

"Iie, dia kini berada di dunia digital bersama Gabumon dan Piyomon. Bagaimana dengan Tailmon?"

"Dia berencana untuk mengunjungi makam Wizardmon yang dibuat Mimi-san di dunia digital. Bagaimana dengan ibumu, Takeru-kun?"

"Nampaknya beliau memilih beristirahat di rumah. Deadline bulan ini benar-benar membuatnya nyaris begadang seminggu penuh,"

"Ah, ma—maaf. Gara-gara aku, kau jadi harus meninggalkan ibumu di rumah sendirian," ujarku merasa bersalah. Aku lantas menundukkan kepalaku. Sudah kuduga, seharusnya dari awal aku tidak mengajak Takeru-kun. Aku malah merepotkannya saja.

"Daijoubu. Aku sengaja meminta otou-san untuk menemaninya. Hubungan mereka semakin membaik akhir-akhir ini. Aku memang sengaja ingin membiarkan mereka menghabiskan waktu hanya berdua," sahutnya. Aku menghela napas lega.

"Yokatta!"

"Sora-san sepertinya sudah menunggu kita di sana. Dia sudah menempatkan dua tempat duduk paling depan untuk kita," ujar Takeru seraya menatap layar ponselnya. Aku menganggukkan kepalaku.

"Sora-san memang sangat baik. Sejujurnya, aku ingin sekali menikmati tahun baru ini dengan semua anak-anak terpilih," gumamku. Takeru kemudian menempelkan kedua tangannya di belakang kepalanya.

"Kau benar, Hikari-chan. Akan sangat menyenangkan bila kita bisa berkumpul bersama. Akan tetapi, saat ini mereka memiliki kesibukan tersendiri," sahutnya. Aku mengangguk mengiyakan. Terkadang aku sangat merindukan momen-momen di mana kami semua senantiasa bersama.

Kurasakan tangan Takeru mengusap pucuk kepalaku.

"Daijoubu!" Aku kemudian menolehkan kepalaku menatapnya. Ia kini semakin tinggi saja. Dia kembali tersenyum. "Pasti akan ada waktu di mana kita dapat berkumpul kembali. Kita hanya tinggal menantikannya saja,"

Aku membalas senyumnya dan kembali mengangguk. "Kau benar, Takeru-kun,"

...

"Hikari-chan, kau manis sekali dengan kimono itu," puji Sora. Aku hanya tersenyum menatapnya. Sora sendiri mengenakan mantel selutut berwarna oranye. Dia terlihat manis dengan topi rajutannya.

"Terima kasih, Sora-san. Kau juga terlihat sangat cantik,"

"Kami tidak terlambat bukan?" tanya Takeru sedikit cemas. Sora mengangguk.

"Yamato bilang, band nya akan tampil lima menit lagi," ujarnya. Aku dan Takeru mengangguk. Kami berdua kemudian duduk di kursi yang telah ditempati Sora. Aku duduk tepat di sebelah Sora. Sementara itu, Takeru duduk di sebelahku.

Selagi menunggu band Yamato tampil, aku menghabiskan waktu dengan berbincang bersama Sora. Di beberapa kesempatan, dia membisikkan ke telingaku beberapa kalimat menggoda akan hubunganku dengan Takeru—yang selalu sukses membuat pipiku bersemu kemerahan. Namun, aku selalu membantahnya dengan mengatakan bahwa kami hanya teman masa kecil. Itu yang membuat kami begitu dekat. Sesekali aku melirik pandang ke arah Takeru—memastikan dia tidak mendengar perkataan Sora. Dia tampak fokus pada D-terminal nya. Mungkin ia tengah berbincang dengan Patamon di sana.

...

Tepukan tangan dan riuh sorakan terdengar begitu keras saat band Yamato mengakhiri penampilannya. Konser berakhir pukul setengah dua belas malam. Sora meminta kami untuk menemui Yamato di belakang panggung. Takeru tentu saja yang paling senang dengan ajakan tersebut.

"Penampilan kalian bagus sekali tadi," seru Sora ketika memasuki ruangan khusus band Yamato. Para personil band tersebut tersenyum mendengarnya. Mereka tampak berbincang sejenak bersama Sora sebelum akhirnya meninggalkan kami berempat dengan Yamato.

"Jadi, kalian mau ke mana setelah ini?" tanya Yamato seraya mengusap keringat yang mengalir pada pelipisnya dengan sapu tangan. Sora kemudian membantunya. Hm, manis sekali melihatnya.

"Kami berencana untuk pergi ke kuil. Kalian mau bergabung?" ajak Takeru.

"Tentu saja ka—auw!"

Perkataan Yamato terpotong dengan ringisannya menahan sakit karena Sora dengan tiba-tiba menginjak kakinya. Gadis berambut oranye itu kemudian membalikkan tubuh mereka membelakangi kami. Mereka berdua sempat saling berbisik. Hal itu jelas membuatku dan Takeru bertanya-tanya. Tak lama, mereka kembali menatap kami dengan senyum terhias di bibir.

"Gomen, kami baru ingat kalau kami masih ada urusan setelah ini," ujar Sora. Dia bahkan menempelkan kedua tangannya dan mengedip manis.

"Ah, y—ya, aku baru ingat tadi kalau kami ada keperluan lain," sahut Yamato mengiyakan perkataan Sora. Takeru tersenyum sekilas sebelum akhirnya menanggapi,"Ho, bilang saja kalau kalian ingin berduaan,"

"He?" Mendengar gurauan Takeru, Yamato dan Sora langsung tersentak. Melihat hal itu, Takeru terkikik sejenak.

"Aku hanya bercanda. Baiklah kalau begitu, kami pergi dulu, ya!" seru Takeru. Sora terlihat menghela napas lega. Aku membungkuk hormat sejenak sebelum akhirnya mengikuti langkah kaki Takeru dari belakang.

"Takeru!" panggil Yamato kemudian. Takeru lantas membalikkan pandangannya ke arah kakak satu-satunya itu.

"Nani, onii-chan?" tanyanya.

"Good luck!" seru Yamato seraya melayangkan sebuah jempol ke arah Takeru. Takeru tersentak mendengarnya. Kulihat sekilas pipinya bersemu kemerahan. Dia langsung berbalik—tak mempedulikan tawa yang dikumandangkan Yamato dan Sora di belakang.

...

To Be Continued