Information
Disclaimer: Fairy Tail © Hiro Mashima
Title: My Family! Story 4
Prolog: Panas!
Rated: T+ Atau sudah M ya? Entahlah! Pokoknya nanti dipastikan jadi M sepenuhnya(?)
Genre: Slice of Life, Family, Sedikit Humor, Romance dll.
Pairing: Natsu D x Lucy H
Description: AU, Typo (Tell me) OOC, Dll...
Italic/Miring = Berkata dalam hati
HURUF BESAR = Berteriak
.
.
XXXXXXXXXX
.
.
"Baiklah. Aku berangkat dulu." Kata Natsu. Mendaratkan ciuman ke kening istri tercinta.
"Jaga dirimu baik-baik." Tambahnya sembari mengelus surai kuning panjangnya itu.
"Hati-hati di jalan." Ujar istrinya lembut.
"Oh ya. Mama, nanti setelah pulang sekolah kita pergi ke toko buku ya?" Pinta si kecil angkat bicara.
"Baiklah. Sekarang cepat berangkat. Nanti kalian terlambat." Dan dengan itu Ayah-anak tersebut pergi menuju garasi. Beberapa saat kemudian, mobil Audi biru milik Natsu berjalan pelan di halaman rumah. Saat melewati pagar, kecepatan naik, menimbulkan suara khas mesin Mobil Sport terdengar jelas.
.
Blam! Pintu ditutup pelan.
"Waktunya bersih-bersih." Selagi Natsu di kantor, ia membersihkan rumah -pekerjaannya sebagai Ibu Rumah Tangga. Memang beginilah kesehariannya. Natsu mengantarkan buah hati mereka sekolah, dan ia yang bertugas menjemputnya nanti. Lucy punya waktu untuk suami dan anaknya, tak seperti Mamanya yang bekerja di kantor bersama Papanya. Ia bukan seorang wanita karir! Seorang novelis bisa melakukan pekerjaannya di rumah.
Ia hanya perlu mengetik, lalu mengirimkan naskah novelnya pada Levy -selaku editor. Jadi ia tak membutuhkan pembantu untuk urusan bersih-bersih. Lagipula meski ia tak bekerja -mengetik novel, keuangannya akan baik-baik saja! Tak perlu memaksakan diri seperti dulu. Sekarang ia punya suami yang menjadi tulang punggung keluarga kecilnya ini.
.
.
.
"Hah... Membosankan!" Keluhnya yang kini tengah berbaring di sofa putih ruang tengah. Ia sudah selesai bersih-bersih, lalu apa? Mengetik novel? Belum ada inspirasi dalam kepala! Jalan-jalan? Hanya sendiri, sama saja membosankan!
"Kalau dulu, kami biasa kencan. Tapi sekarang bagaimana ya? Apa yang biasanya dilakukan... Suami... Istri?" Terlintas dalam kepala nya... Berciuman, saling melumat, mandi bersama. Dan... Jatuh ke atas ranjang!
Lucy yang awalnya berbaring langsung duduk.
.
DEG! DEG! DEG! Jantungnya berpacu dengan amat kencangnya lantaran pikiran tak senonoh nya barusan. Tubuhnya mulai panas.
"Tidak, tidak, tidak. Kenapa aku malah berpikir kotor begini?" Begitu tanyanya pada diri sendiri. Ia menggelengkan kepala dengan cepat, guna menenangkan diri.
"Ta-tapi bukannya itu wajar ya? Lagipula aku sudah dewasa, punya anak juga. Apalagi kami tidur satu ranjang setiap hari! Aku juga sering memeluk tubuhnya, bahkan melihatnya... Te-telanjang... Setiap hari?" Kini pipinya sudah merah padam mengingat tubuh atas suaminya yang atletis. Tubuhnya mengeluarkan keringat, membuat kaos putihnya basah di daerah leher.
"Nghhh... Kenapa aku jadi panas begini!?" Padahal melihat dada bidang, perut sixpack adalah makanannya sehari-hari -walau tak pernah menyentuhnya sih. Lucy hanya memakaikan kemeja dan dasi Natsu setiap harinya.
.
Bruk! Tubuhnya kembali terbaring di sofa empuk itu.
"Ah... Hah... Hah..." Nafasnya kini sudah naik-turun.
"Sialan! Hah... Hah... Padahal dia tak pernah menyentuhku atau yang lainnya. Kenapa gairahku langsung naik hanya karena membayangkannya saja!?" Lucy semakin gusar. Kenapa ini? Miring ke kiri, ke kanan. Tubuhnya benar-benar terasa tak nyaman! Lucy benar-benar ingin Natsu menciumnya, ia menginginkan lumatan bibir suaminya itu.
"Nghhh... Natsu..." Lirihnya, tanpa sadar.
"Tunggu! Tunggu! Stop! Stop! Stop! Kendalikan dirimu Lucy Dragneeeeeeel!" Batinnya berteriak, tak kala ia sedang mengatur nafasnya.
.
Ting tong!
Mendengar bel rumah ini berbunyi, lantas saja membuatnya kaget. Bangkit duduk sambil mengatur nafasnya, menepuk-nepuk kedua pipinya.
"Ada tamu? Tenangkan dirimu Lucy... Tenang! Tenang! Tenang!" Ia harus tenang! Tak boleh menemui tamu dalam kondisi seperti ini.
.
Ting tong!
Kembali bel berbunyi.
"Siapa ya?" Lucy pun bangkit dari duduknya, telapak kakinya mulai melangkah di atas lantai keramik putih.
.
Ting tong!
"Iya sebentar!" Sahutnya.
"Sepertinya aku harus berterima kasih. Gairahku langsung turun karena tamu ini... Syukurlah."
.
Ceklek!
Membuka pintu, matanya menangkap sosok wanita dewasa dengan rambut biru sepunggung.
"Lama sekali membuka pintunya. Sedang bersih-bersih?" Tanya wanita cantik itu lembut. Ia terlihat anggun dengan gaun hijau yang dipakainya itu.
"Ibu Grandine ternyata. Ayo masuk." Wanita yang ternyata Ibu Mertuanya ini tersenyum simpul.
.
.
.
Grandine kini sudah duduk di kursi ruang tamu, dengan meja persegi panjang bertaplak putih. Tak lupa cemilan dalam toples kerupuk di tengah meja.
"Ibu mau kuambilkan minum?" Tanya Lucy, tamu harus diperlakukan sebaik mungkin.
"Air putih saja." Sahutnya yang mengambil snack keripik kentang rasa keju dari dalam toples. Lucy pun berlalu menuju dapur mengambilkan air yang diminta. Hingga detik berikutnya, ia sudah membawa gelas berisi air.
"Ngomong-ngomong..." Air itu ditaruh nya meja untuk sang tamu.
"...Ada perlu apa Ibu datang ke sini?" Lanjutnya mendudukkan diri di sofa yang berhadapan dengan tamunya ini.
"Tidak ada." Jawabnya jelas, singkat, padat.
"A-apa!? Yang benar saja!" Kaget Lucy setengah memekik. Jadi kalau tak ada keperluan, untuk apa wanita ini datang kemari?
"Astaga... Ibu hanya mampir. Apa tidak boleh?"
"Bu-bukan begitu! Hanya saja..." Lucy tak melanjutkan kalimatnya. Ya... Memang tak ada salahnya Ibu Mertua hampir ke rumah menantunya.
"Ibu hanya ingin melihat menantu kesayangan Ibu ini."
"Begitu ya. Kupikir terjadi sesuatu atau semacamnya."
"Jangan berpikir pesimis! Bukankah kehidupanmu sudah baik-baik saja?"
"Ya. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku sudah punya, uang, keluarga, dan semua yang kuinginkan. Bisa dibilang aku bahagia." Tutur Lucy panjang. Bibirnya menyungging senyum tipis.
"Jadi? Bagaimana?" Tanya wanita itu lagi, sambil memasukkan keripik kentang ke dalam mulut.
"Apanya yang bagaimana?" Heran Lucy memperbaiki posisi duduknya.
"Kau belum berbadan dua?" Mendengar itu Lucy memutar bola matanya.
"Belum Ibu. Tak perlu buru-buru! Nanti juga aku pasti hamil kok."
"Hmm... Kalian sering main ya? Dasar pengantin baru!"
"Tentu saja tidak! Aku bukan Hyper sex!" Bantah Lucy tak terima atas pernyataan barusan.
"Ya, ya. Tapi di malam pertama pasti main habis-habisan! Hahaha..."
"Kami tidak melakukan apapun Ibu! Jangankan berhubungan, dia menciumku saja tidak pernah!" Sahut Lucy menyilangkan tangannya di depan dada.
"Uhuk! Uhuk! A-APA!? Uhuk!" Dan Ibu Grandine ini malah tersedak dengan hebohnya. Cepat-cepat tangan kanannya meraih air di meja. Meneguknya dengan cepat pula.
"Kukira aku akan mati." Ujarnya setelah minum. Lucy hanya bisa sweatdropped melihatnya. Mungkin 'sedikit' dari banyaknya kebodohan Natsu diturunkan melalui Ibunya... Mungkin.
"Ehem!" Kali ini beliau berdehem mengembalikan kedewasaan dan wibawanya. Kembali Lucy memperbaiki posisi duduknya -ini mulai serius.
"Jadi Natsu tak pernah mencium, memeluk atau lainnya?" Tanyanya meski dengan suara lembut, tapi dari nada bicaranya Grandine masuk mode serius(?)
"Pernah sih... Mencium di kening, memeluk juga. Mengelus rambutku. Aku tahu kalau itu termasuk bentuk kasih sayang, tapi ya... Hanya begitu saja." Jelas Lucy mengatakan semua perlakuan sang suami padanya.
"Itu sih wajar. Hmm... Kapan terakhir kali kalian bercinta?" Tanyanya lagi,vulgar, tanpa sensor.
"Tidak pernah." Jawab Lucy menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa.
"Ehhh! Ti-tidak pernah?" Wanita itu heran bukan main.
"Terakhir kali ya... Lima tahun lalu, saat kami mabuk." Tambah Lucy. Kini Ibu Grandine memegang pelipisnya
"Astaga Lucyyyy! Kapan cucuku yang lain akan lahir?"
"Biasa saja Ibu. Seolah aku akan hamil lima tahun lagi."
"Kalian sudah menikah! Apa kau sama sekali tidak tertarik untuk... Ya... 'itu' 'begitu'."
"Maksud Ibu? Tidak tertarik bagaimana?" Bingung Lucy.
"Seperti... Nghhh... Ah~ Na-natsu... Uhhh..." Bukannya menjelaskan Ibu Grandine malah mengeluarkan suara menggoda.
"K-kyaaa! Su-sudah Ibu! Cukup! Hentikan Itu!" Panik Lucy -wajahnya sudah merah, ia sampai bangkit dari duduknya, kedua tangannya bergerak memberikan isyarat agar wanita itu berhenti.
"Ehee... Kau menginginkannya ya?" Dan Ibu Grandine malah memasang seringaian.
"Ma-maksud Ibu? Tidak kok!" Gagap Lucy tidak jelas.
"Kau tidak penasaran bagaimana rasanya? Saat bercinta dengan orang yang kau cintai?"
"Ka-kami sudah bercinta lima tahun lalu."
"Heh... Kalian kan sama-sama mabuk waktu itu. Yakin masih ingat rasanya?"
"..." Lucy terdiam dan Ibu Grandine kembali menggodanya.
"Ibu beritahu tahu ya, rasanya... Seperti..." Menggantung kalimatnya sambil tersenyum jahil.
"Se-seperti? Se-seperti apa?" Wajah Lucy semakin merah.
"Pokoknya rasanya benar-benar gila! Ibu yakin kau tidak akan puas kalau hanya sekali. Rasanya seperti terbang! Semua rasa hausmu akan hilang seketika. Dan puncaknya... Nghhh... Aaaah! Na-natsu te-terus... Ah! Dan, kau akan meledak! Aaaaah! Lalu tubuhmu akan lemas, ringan, seperti melayang-layang di udara bebas." Begitu jelasnya tak lupa dengan desahan menggoda.
"Hah... Hah..." Dengan nafas terengah Lucy kembali duduk. Tubuhnya bereaksi berlebihan lagi.
"Hahahaha... Reaksimu berlebihan sekali. Hanya begitu saja, kau langsung terangsang!"
"Terangsang!? A-aku tidak... Hah... Hah..." Sangal Lucy dengan isyarat tangan serta gelengan kepala.
"Jadi bagaimana? Tertarik mencobanya?" Tanya Ibu Grandine dengan seringaiannya
"U-uhm..." Akhirnya Lucy malah menundukkan kepalanya.
"Hmm... Kalau dipikir lagi, wajar sih... Malam pertama kalian malah tidur biasa. Suamimu tak pernah menyentuhmu. Wajar kalau kau 'haus'. Dan... Kau malu?"
"Y-ya... Mau bagaimana lagi?" Ucap Lucy tak bisa menyangkalnya. Ia memang sangat malu. Saat masih pacaran saja dulu, mereka sangat jarang berciuman. Mungkin karena Natsu yang tidak romantis, atau Lucy yang malunya tingkat tinggi?
"Jadi? Sampai kapan kau akan menahannya terus begitu? Jujur saja Lucy. Kau ingin Natsu menyentuhmu 'kan? Melihat reaksimu barusan. Ibu yakin kau akan langsung panas, hanya dengan sedikit membayangkan Natsu menciummu dan memeluknya dengan erat." Tuturnya panjang lebar.
"A-aku... Ya... Aku... Entahlah! Aku tidak tahu!" Menatap ke depan, lalu membuang muka ke kanan. Melihat itu Ibu Grandine menghela nafas panjang.
"Lucyyy. Dia itu suamimu! Tak usah malu! Kalau itu orang lain mungkin kau akan dianggap wanita jalang yang tercela-"
"Aku tidak akan pernah melakukan hal seperti itu! Hanya Natsu! Tubuhku hanya untuk Natsu!" Potong Lucy dengan cepat. Matanya menatap lurus Ibu Grandine.
"Hah... Hah..." Nafasnya masih saja naik-turun, Lucy berusaha menenangkan dirinya lagi.
"Kenapa kau tak minta saja pada Natsu?" Usulan itu keluar dari mulut Ibu Grandine dengan mudahnya.
"Mi-mi-mi-mi-minta?!" Gagap Lucy dengan hebatnya(?)
"Ya. Tidak apa-apa kok!" Balas wanita rambut biru itu enteng.
"Ta-tapi kan..."
"Kau malu?" Tanyanya sebelum Lucy melanjutkan kalimatnya. Kini Lucy hanya terdiam dengan kedua pipinya yang merah padam.
"Ya ampun sayang. Kau ini sudah dewasa! Jangan malu macam anak SMA begitu!" Katanya lagi dengan penuh penekanan. Lucy diam tak menjawab, lalu Ibu Grandine kembali menambahkan.
"Dia itu suamimu! Kau tak usah malu! Kau bisa cium, peluk, bahkan memperkorsanya jika mau."
"E-EHHHH!" Kaget Lucy dengan hebohnya. Terlintas dalam fantasinya, ia mendorong Natsu jatuh ke kasur, menindihnya, dan-
.
Plak! Tamparan pelan di pipi kanan dari Ibu Grandine menyadarkannya.
"Jangan dibayangkan!" Nasihatnya dengan bijak(?)
"A-aku harus bagaimana Ibu? Tolonglah." Pintanya. Ibu Grandine pasti punya solusi -begitu yang ia harapkan.
"Minta pada suamimu." Jawabnya enteng.
"T-tak adakah cara lain? Agar dia yang bertindak begitu."
"Hmm... Kau bisa memancingnya."
"Caranya?" Tanya Lucy yang sudah mulai tenang.
"Ya... Buat dia tertarik padamu, buat dia menginginkanmu. Bicarakan hal-hal yang mengarah ke sana, atau gunakan tubuhnya untuk menggodanya."
"Gunakan tubuhku ya... Dia sudah sering melihat tubuhku, melihatku telanjang. Tapi tak ada reaksi darinya." Mendengar penjelasan Lucy, Ibu Grandine menepuk dahinya.
"Ya tuhan... Aku lupa kalau Natsu itu polos." Ujarnya.
"Ya benar! Aku ingat saat SMA dia sering menginap di apartemenku. Dan dia tak pernah memiliki pikiran kotor sedikitpun! Malah aku yang malu dan sering memendangnya di atas kasur. Dia itu... Aaah! Kenapa suamiku polos sekali sih?"
"Padahal wanita sudah ada dihadapannya. Aku tak tahu harus bersyukur atau kecewa pada kepolosannya itu." Mereka kini tampak lesu karena tak kunjung mendapatkan solusi.
"Mau dikata tidak mengerti, tapi lima tahun lalu dia melakukannya dengan sangat baik."
"Maksudmu?" Heran Ibu Grandine tak mengerti.
"Y-ya... Maksudku dia melakukan dengan baik sa-saat kita be-be-bercinta waktu itu." Lucy yang tadinya dingin, kini kembali terbakar(?) sekelebat bayangan saat lima tahun lalu mampir(?) dalam kepalanya.
"Jangan dibayangkan!" Sentak Ibu Grandine membuatnya kembali ke dunia(?)
"Ma-maaf..." Ibu Grandine hanya bisa sweatdropped. Seberapa panas percintaan mereka saat mabuk waktu itu?
"Kalau begini terus, lama-lama kau bisa datang ke klub malam hanya untuk mendapatkan kepuasan!" Entah itu pernyataan atau ejekan. Intinya mulut Ibu Grandine tanpa sensor.
"Aku ini wanita baik-baik Ibu." Balas Lucy pelan.
"Ah! Itu dia! Kau terlalu kaku. Kenapa tak coba untuk sedikit nakal?"
"Tidak mau! Aku bukan wanita jalang yang suka ke klub malam!" Tolak Lucy mentah-mentah. Oh ayolah! Ia wanita baik-baik! Tubuhnya hanya untuk suami tercinta!
"Jalang dan nakal itu berbeda Lucy. Kau seksi dan menggoda hanya untuk suamimu. Bukan seperti wanita rendahan yang memberikan tubuhnya pada hidung belang!" Ibu Grandine memperjelas maksud dari ucapannya tadi, agar Lucy mengerti maksudnya.
"Oh... Begitu ternyata." Jawab Lucy mengangguk mengerti.
"Kalau begitu cobalah. Kau goda dia habis-habisan! Meski polos dia tetaplah pria yang akan kalah pada wanita agresif. Percayalah padaku!" Suruhnya dengan senyum lebar, tak lupa mengacungkan jempol.,
"Menggodanya ya..." Gumam Lucy.
"Ya ampun... Kau harus menghilangkan sifat pemalumu itu!"
"Akan kucoba memancingnya dulu. Siapa tahu dengan begitu sudah berhasil."
"Baiklah. Ibu pulang dulu. Pastikan kau berhasil, lakukan yang terbaik! Kalau belum bisa juga, Ibu kunci kalian berdua di kamar." Kata Ibu Grandine pada menantu kesayangannya ini. Wanita itu pun bangkit dari duduknya. Lucy mengantarkannya sampai pintu depan.
"Semoga berhasil dengan... Aaaah! Na-nat... Nghhh-"
"Berhenti menggodaku Ibu!" Potong Lucy, pipinya kembali memerah.
"Ahahahaha..." Dan wanita itu malah tertawa seraya masuk mobilnya yang terparkir di halaman rumah.
"Oh ya. Kalau terjadi sesuatu atau butuh bantuan saat bercinta, telpon saja Ibu, tak usah malu! Bwahahahaha..." Bahkan sebelum menginjak gas, ia masih sempat menggoda menantu nya yang amat pemalu ini.
"IBUUUUUUUUU!" Pekik Lucy menyertai keberangkatannya pulang ke rumah.
.
.
XXXXXXXXXX
.
.
From: Ibu Grandine
Sedikit tips.
Jangan dipikirkan, langsung lakukan. Agar kau tak merasa malu. Jadi langsung lakukan saja!
Tak perlu membayangkan bagaimana hasilnya, bagaimana reaksinya. Pokoknya lakukan! Dan lihat langsung bagaimana hasilnya nanti.
Semoga berhasil, dan cucuku langsung lahir ke dunia :D
.
Setelah membaca pesan itu, Lucy menaruh HP nya di atas matras dekat ranjang, lalu berbaring di kasur empuknya. Sekarang sudah sore, ia tak ada kegiatan apapun lagi. Menjemput Nashi sudah, toko buku sudah, makan siang sudah, tidur siang sudah. Membalik posisinya menjadi tengkurap, aroma tubuh suaminya masuk ke indra penciumannya. Dan itu membuatnya kembali membayangkan sesuatu yang mengarah ke 'sana'. Obrolan dengan Ibu Grandine tadi pagi benar-benar membuat libido nya mudah naik.
"Natsu..." Gumamnya entah apa yang ia pikirkan. Dua detik kemudian tubuhnya kembali pada posisi awal. Terlihat jelas urat kekesalan di wajahnya. Kenapa ia harus melakukan ini? Harusnya Natsu yang menggodanya untuk berhubungan! Mengangkat kedua tangannya ke atas, melengkungkan tubuhnya, dan...
"Ngaaaah! Nat... Su bodooooooohhh!" Mengerang kesal sebagai pelampiasan!
"Hah... Hah... Kenapa aku punya suami polos sih?!" Kini ia meraih guling seraya memeluknya kuat-kuat.
"NGAAAAAAAAAH!" Dan Mengerang kesal sejadinya.
"Hah... Hah... Aku yakin meski aku tidur telanjang di sini, dia pasti bilang 'Kalau kepanasan tak usah sampai buka baju Luce!' Natsu bodoh!" Begitu ucapnya sambil meniru gaya bicara Natsu.
"Ngaaaah... Apa yang ada di kepala pink nya itu?! Umur boleh dewasa, otaknya seperti anak SD! Bodoh! Idiot! Gaaaaaah!" Kini Lucy menindih guling sambil Mengerang-erang kesal, seolah ingin menghancurkan benda empuk itu.
"Hah... Hah... Hah..." Lelah, akhirnya ia kembali berbaring dan memejamkan matanya.
.
Ceklek!
"Tadaima~" Seru orang yang membuka pintu. Dari suaranya Lucy sudah tahu siapa. Ia masih saja memejamkan matanya, pura-pura tidur.
.
Tap... Tap... Tap...
"Sudah sore begini, kau masih tidur ya? Luce." Begitu ucapnya sambil mengelus rambut Lucy.
"Jangan dipikirkan, langsung lakukan!" Entah kenapa suara Ibu Grandine terngiang di kepalanya.
"Uhhh... Natsu." Masih dengan mata tertutup, dengan sengaja Lucy meraih tangan yang tengah membelai rambutnya ini, dan memeluknya - menempelkannya di dadanya.
"Bagaimana?" Dalam hati ia tersenyum lebar.
"Dasar kau ini..." Dengan perlahan - takut Lucy bangun, Natsu menarik tangannya kembali.
"Nghhh... Natsuuuh!" Tak mau kalah. Lucy kembali menarik tangannya, mengubah posisi menjadi miring menghadap Natsu, dan memeluk tangannya kuat-kuat, bahkan kedua pahanya ikut menjepit tangan Natsu.
"Bagaimana dengan yang ini?"
"Kau ini mimpi apa sih?" Heran Natsu. Ia mencoba menarik tangannya, namun nihil.
"Hei. Lepas!" Bukannya lepas tangan malah bergesekan dengan paha, perut, dan dada Lucy.
.
Plak! Plak! Plak! Pipi kanan istrinya ia tampar dengan pelan, namun cepat.
"Luceee... Bangun Luce. Hei!"
"Hehehe... Kira-kira bagaimana wajahnya sekarang?" Membuka matanya perlahan dan...
"Akhirnya kau bangun juga." Yang Lucy lihat bukan wajah merah Natsu, bukan Natsu yang panik. Hanya wajah biasa, dengan ekspresi biasa pula. Tanpa sadar tangan yang dikuncinya sejak tadi terlepas.
"Hah... Akhirnya lepas juga." Ujar Natsu membuat Lucy mendapat kesadaran sepenuhnya.
"Hoaaaa... Natsu? Sudah pulang?" Tanyanya yang bangkit duduk dengan lemas -pura-pura bertingkah seperti orang bangun tidur.
"Ya. Kau mimpi apa sih?" Tanya Natsu balik yang membuka jasnya.
"Mau mandi?" Bukannya menjawab Lucy malah bertanya balik.
"Ya. Aku gerah karena banyaknya pekerjaan di kantor." Jas sudah terlepas dari tubuhnya. Mandi memang pilihan yang tepat saat tubuh penuh dengan keringat.
"A-aku juga mau mandi." Kata Lucy membuat Natsu menghentikan aksi membuka kemejanya.
"Baiklah. Kau duluan." Suruh Natsu mengalah. Wanita harus didahulukan.
"Ki-kita mandi bersama saja, agar lebih cepat." Natsu menatap heran istrinya ini. Lucy itu pemalu. Ia tahu betul bagaimana sifat istrinya ini.
"Aku akan menggosok punggungmu." Tambahnya. Yah... Mereka suami-istri. Hal seperti ini termasuk wajar - setidaknya itu yang ada dipikirkan Natsu.
"Baiklah." Katanya singkat, menyetujui ajakan Lucy.
.
.
.
Dan di sinilah mereka berdua sekarang, tubuh polos keduanya basah ditengah guyuran air yang keluar dari shower. Natsu masih tetap tenang, meski sudah melihat dengan jelas tubuh seksi istrinya tanpa busana.
Lucy? Sesuai perkataannya tadi, kini Lucy khusyuk dengan kegiatannya membersihkan punggung Natsu, menggosoknya menggunakan sabun.
"Eh? Bukankah ini kesempatan yang bagus untuk memancingnya?" Pikir Lucy. Sebuah ide cemerlang masuk dalam otaknya. Tanpa menunggu apapun lagi, dengan sengaja ia menjatuhkan sabun.
"Ah! Jatuh." Setelah mengatakan itu, ia pura-pura menginjak sabun dan...
"KYA!"
.
Grep! Memeluk Natsu dari belakang.
"Luce!" Panik Natsu menggenggam kedua tangan Lucy yang melingkari dadanya dari belakang.
"Jantungnya berdebar! Ternyata mudah memancingnya!" Dalam hati Lucy sudah senang bukan kepalang. Hingga saat Natsu membalikkan badannya ia kembali merasa kecewa.
"Kau baik-baik saja?" Tanyanya raut wajahnya jelas menunjukan kekhawatiran.
"Aku sangat terkejut tadi..." Saking khawatirnya, Natsu sampai menarik tubuh Lucy ke dalam pelukannya.
"...Kau tergelincir? Kakimu baik-baik saja?" Lanjutnya menambahkan dua pertanyaan. Bukannya menjawab, Lucy malah terdiam. Ia dapat merasakan detak jantung Natsu yang sangat cepat -sebenarnya karena khawatir.
Pipinya juga memerah karena tubuh polos mereka berdua bersentuhan. Libido nya kembali naik. Dan lagi, dibawah sana...
"Luce? Hei! Apa kakimu sakit?" Tanyanya lagi menyadarkan Lucy yang terdiam, wajah wanita itu tenggelam di lehernya.
"A-aku baik-baik saja kok!" Jawab Lucy gugup. Tolong jangan lupakan 'milik' Natsu yang menempel padanya di bawah sana.
"Baiklah. Sekarang ayo berbalik. Kali ini aku yang akan menggosok punggungmu." Suruh Natsu yang mengambil sabun di lantai basah kamar mandi ini. Dengan perlahan Lucy membalikkan tubuhnya. Ia mulai panas(?) lagi gara-gara kejadian 'menempel' barusan.
"Kyah!" Teriakan pelan memalukan keluar dari mulutnya ketika tangan Natsu menyentuh punggungnya.
"Ada apa? Apa ada kecoa?" Lucy benar-benar merutuki kepolosan suaminya yang kelewat batas ini.
"Bu-bukan! Hanya sedikit kaget saja, saat tanganmu tiba-tiba menggosok begitu."
"Hmm... Tanganku kasar ya?" Sudah jelas kalau istrinya malu karena sentuhan itu. Seberapa polos Natsu ini?
"Ya." Jawab Lucy singkat. Ia malu, berusaha menahan sensasi geli karena kegiatan tangan Natsu yang sedikit kasar di punggungnya.
"Aku heran padahal 'itu'nya normal! Kenapa dia biasa saja? Seperti tak terjadi apa-apa? Nghhh... Dan malah aku yang terangsang begini! Uhhh... Sialan! Rasanya aku benar-benar menginginkan dia meniduriku saat ini juga!"
Yah... Pada akhirnya malah Lucy yang terbakar(?) sendiri di kamar mandi.
.
.
XXXXXXXXXX
.
.
Malam hari yang sunyi, sepi, di rumah. Lucy yang tidur miring ke arah kanan, memandangi suaminya yang sibuk dengan Laptop di meja kerjanya. Entah rencana apa kali ini yang sedang Lucy pikirkan dalam otaknya. Bagaimana cara memancing Natsu?
Padahal menurutnya kejadian di kamar mandi itu sudah sangat... Panas(?) Kenapa Natsu nya sama sekali tak bereaksi?
"Apa harus membicarakannya dengannya? Lalu bagaimana agar bisa mengarah ke 'sana'?" Lucy terus memutar otaknya, sedangkan Natsu berdiri dari duduknya. Tanda ia sudah selesai dengan urusannya.
.
Tap... Tap... Tap...
"Bukannya tidur, kau malah melamun dasar aneh!" Katanya saat sudah tinggal satu langkah dari ranjang.
"E-eh? Ah! Ya? Apa?" Jawab Lucy tidak jelas.
"Memikirkan apa sih? Wajahmu terlihat aneh!" Celetuk Natsu sembari naik ke atas kasur empuk mereka berdua.
"Ya... Itu..." Lucy menggantungkan kalimatnya, rencana sudah tersusun rapi dalam kepalanya.
"Apa?" Tanya Natsu yang sudah tidur miring menghadap padanya, dengan jarak sekitar lima belas centimeter.
"Kau tidak selingkuh 'kan?" Wajah sedihnya sengaja ia buat-buat.
"Ya ampun... Kenapa bisa berpikiran begitu sih? Apa aku perlu bersamamu dua puluh empat jam untuk membuktikannya?" Balas Natsu memutar bola matanya.
"Ha-habisnya, kau tidak pernah menciumku atau semacamnya." Lucy yang tadinya miring, merubah posisi menjadi telentang.
"Kau sudah kepeluk dan kucium setiap pagi! Apa kasih sayang begitu masih belum cukup?"
"Bukan! Bukan itu. Maksudku..." Kembali Lucy menggantungkan kalimatnya.
"Kau juga mau ciuman sebelum tidur?" Tanya Natsu bergerak mendekat.
"Ini saatnya!" Kembali Lucy memiringkan tubuhnya ke kanan, menghadap Natsu.
"Apa kau tak punya ketertarikan pada seorang wanita?" Tanyanya dengan tatapan menggoda. Tubuhnya bergerak mendekat, membuat tubuh mereka berdua bersentuhan.
"Hah?! Kau pikir aku gay? Lantas Kenapa aku menikahimu, kalau aku tak menyukai wanita?" Mendapat reaksi begitu batin Lucy menggeram kesal.
"Begitu ya... Lalu kenapa kau tak pernah menciumku? Apa aku sudah tak cantik lagi seperti dulu?" Karamel menatap sendu Natsu, meminta belas kasihan.
"Tentu saja tidak Luce! Bagiku kau yang paling cantik!" Ujar Natsu yang mendekap tubuh istrinya ini. Sedangkan Lucy menahan malu karena pernyataan itu. Tak boleh malu begini! Ia harus memancing Natsu! Tekadnya sudah bulat!
"Apa bentuk tubuhku sudah tidak bagus lagi?" Tanya Lucy lagi dengan suara lirih -dibuat-buat!
"Aku tidak peduli dengan bentuk tububmu! Seperti apapun bentuk tububmu, Luce adalah Luce."
"Tapi-"
"Stop!" Potong Natsu.
"Umh!" Sebuah ciuman akhirnya didapatkannya. Matanya menutup menikmati ciuman hangat dari Natsu.
"Akhirnya..." Pikir Lucy, jantungnya berdebar kencang, ia hendak membalas ciumannya, namun Natsu melepaskannya.
"Tolong jangan berpikiran begitu lagi. Aku mencintaimu, apa adanya." Ucap Natsu saat menyudahi ciuman mereka.
"Natsu..." Entah karena libido nya kembali naik atau setan apa yang merasukinya, Lucy menempelkan bibirnya pada Natsu, membuat mereka kembali berciuman. Melumatnya, bibir atas, bawah. Tangannya menarik tengkuk Natsu mendekat, memperdalam ciuman mereka. Dan Natsu membalas ciumannya.
"Umh... Ah." Desahan memalukan Lucy keluar begitu saja disela ciumannya yang semakin kasar. Bahkan kini kaki kirinya melingkari pinggang suaminya itu.
"Hah... Hah..." Nafasnya memburu, ciumannya terlepas, namun Lucy tak mau berhenti. Benar kata Ibu Grandine. Ia mau lagi, lagi, lagi, dan lagi. Padahal ini masih ciuman! Bagaimana kalau mereka bercinta?
Tubuhnya mendesak tubuh Natsu, tangannya menarik sekuat tenaga tengkuk Natsu, kakinya melilit dengan kuat, sedangkan bibirnya menekan sedalam-dalamnya.
Namun pada akhirnya Lucy menghentikan ciumannya karena kehabisan nafas.
"Ah... Hah... Hah..." Tubuhnya lemas, cukup melelahkan menarik dan mendesak tubuh Natsu sekuat tenaga. Sedangkan Natsu hanya mengatur nafasnya.
"Sudah? Sekarang ayo tidur." Ujar Natsu kembali mendekap istrinya yang masih terengah ini.
"Hah... Hah... Hah..." Masih sibuk mengatur nafasnya, paru-parunya benar-benar membutuhkan oksigen. Lucy menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya ini.
"Tidurlah." Mencium pucuk kepala Lucy dan membelai rambutnya. Membuat istrinya ini merasa nyaman dan menutup matanya.
"Aku menginginkanmu Natsu... Meski harus menjadi agresif, aku tidak peduli! Akan kulakukan! Sungguh, aku menginginkanmu." Sepertinya ia akan mengikuti saran Ibu Grandine untuk menjadi seksi nan menggoda Natsu-nya ini...
Hanya untuk Natsu.
.
.
Terkutuklah Ibu Grandine yang menggoda Lucy tadi pagi...
.
.
.
.
Author Note
Hanya ingin bilang...
Untuk minggu depan pasti akan telat! Saya pasti bermasalah saat membuat adegan 'itu' 'begitu'
Jadi tidak tahu kapan pastinya akan selesai.
.
HARGAILAH KARYA DAN KERJA KERAS ORANG LAIN DENGAN MEMBERIKAN REVIEW! ENTAH ITU KRITIKAN/PUJIAN PANJANG/PENDEK KARNA DENGAN REVIEW PENULIS AKAN MENGETAHUI ADA YANG MEMBACA CERITANYA!
