Prangg...

Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dengan tangan bergetar ia melangkahkan dirinya maju menuju prianya.

"Kenapa?" Tidak, bahkan suaranya ikut bergetar seirama dengan tubuhnya.

"Ini tidak seperti yang kau lihat sayang, sungguh."

"Kau pikir aku bod-

'Kau pikir aku bodoh?' ya kau memang bodoh Elane.

Mengambil tissue yang ada di depan meja tvnya, Sakura kembali mengelap air mata yang sudah membanjiri wajah cantiknya. "Kau berlebihan, drama ini bahkan tidak sesedih kisah cintamu." Ino hanya bisa menggelengkan kepalanya pirangnya.

Sakura berbalik menghadap sahabat baiknya, "Matamu berkaca-kaca, pig. Dan jangan membahas masalahku dalam drama ini."

"Aku hanya berkata jujur, jidat."

Sekuat tenaga Sakura menahan air matanya. Tidak, ini bukan karena drama picisan yang baru saja Sakura lihat dengan ino.

Selama ini Sakura pikir kisah cinta yang menyedihkan hanya ada dalam drama yang selalu Sakura lihat. Tapi siapa sangka bahwa kisah cintanyalah yang merupakan drama yang sesungguhnya. Begitu menyayat hati.

Sakura berdiri, kakinya memilih untuk melangkah menuju kamar mandi dari pada melanjutkan menonton drama yang hanya semakin membuatnya teringat pada pria itu.

Ino menatap Sakura dengan tatapan sedih. Ino dan Sakura sudah bersahabat sejak sekolah menengah atas, membuat dirinya mengerti Sakura dengan sangat baik.

"Jangan terlalu dipirikan Saki."

Tepat sebelum menutup pintu kamar mandinya Sakura menoleh, "Aku tidak memikirkan apapun. Tak perlu sekhawatir itu padaku, pig." Sahut Sakura.

.

.

.

Bagi orang normal seharusnya hari ini adalah hari yang sibuk dan melelahkan, karena mereka harus kembali bekerja setelah libur akhir pekan. Tapi tidak dengan Sakura yang hari ini terlihat santai dengan pakaiannya.

Sakura terlihat rapih dan menawan disaat yang bersamaan. Tak heran jika banyak tatapan memuja dari orang-orang yang melewatinya. Dengan santai tanpa memperdulikan sekitarnya Sakura masuk ke dalam taksi yang sudah dipesannya.

"Paman, tolong antar aku ke kafenick." Supir taksi yang mengantarnya hanya menganggukan kepala tanda ia mengerti.

Dalam perjalanannya Sakura hanya diam sambil melihat ke luar kaca mobil. Sebenarnya Sakura bisa saja berjalan kaki tanpa harus naik taksi. Tapi Sakura lebih memilih menaiki taksi dengan alasan untuk menghemat tenaga.

Tak perlu memakan waktu lama, Sakura akhirnya tiba ditempat tujuannya. Wajahnya terlihat gusar. Langkahnya pun terlihat ragu-ragu saat akan memasuki kafe tersebut. Memejamkan mata seraya memantapkan hatinya, Sakura akhirnya masuk ke dalam kafe dengan langkah tegap.

Sial. Nafasnya memburu.

Menaruh tasnya, Sakura memilih duduk ditempat yang terakhir ia kunjungi dengan seseorang. Tak lama datang pelayan kafe yang menanyakan menu apa yang ingin dipesannya.

"Jus strawberry dan seafood." Pelayan itu menuliskan pesanannya dan kemudian kembali pergi.

Menghela nafas kasar, Sakura menundukan kepalanya. Kenangannya akan hari itu muncul lagi dikepalanya. Bahunya terlihat sedikit bergetar, tanda ia menahan tangis. Kenapa dari sekian banyak kalimat yang bisa terucap, kenapa harus kalimat itu yang pria itu lontarkan untuknya?

'...mu. aku membencinya, jadi kita batalkan saja.'

Tunangannya, membatalkan pernikahan mereka seminggu sebelumnya dengan alasan yang konyol. Harga dirinya seakan dijatuhkan begitu saja. Ia merasa sangat malu. Ia merasa dibohongi selama ini. Ditempat ini, tempat yang menjadi saksi bisu atas apa tejadi pada hari itu. Tempat ia menangisi pria bodoh itu.

Sakura membenci fakta kalau ia menangisi kepergian pria itu.

Bahkan saat ini, satu air matanya berhasil lolos.

"Permisi, ini pesanan yang anda minta."

Tersadar atas lamunannya, Sakura mengelap wajahnya asal. Dan menganggukan kepalanya kepada pelayan tersebut. Kenapa ia selemah ini?

Meyakinkan dirinya sendiri bahwa ini bukanlah apa-apa. Ini hanya sekedar masa lalunya.

Kami-sama.

.

.

.

Setelah selesai makan, Sakura ada janji untuk bertemu dengan Ino dan Hinata. Memang akhir-akhir ini mereka sering sekali ketemuan. Entah itu karena kesengajaan atau tidak. Tapi itu wajar, karena memang mereka sudah berteman dekat sejak dulu.

Kakinya melangkah memasuki toko es krim tempat biasa mereka berkumpul. Terlihat Ino dan Hinata yang sedang tertawa, entahlah Sakura juga tidak tau apa yang sedang mereka tertawakan. Mengangkat bahu tak acuh, Sakura kembali meneruskan langkahnya.

"Ya kau benar, aku tak menyangka orang setam-" Ucapan Ino terpotong saat ia melihat Sakura berjalan kearah mereka.

"Jidat, ayo cepat kemari!" Ino melambaikan tangannya kearah Sakura.

Hinata langsung menoleh dan tersenyum mengembang melihat sahabatnya. Heran, padahal mereka sering bertemu tapi rasanya selalu rindu setiap saat.

"Apa yang sedang kalian bicarakan? Kelihatannya seru sekali." Sakura memiringkan kepalanya lucu.

Benar-benar Sakura sekali. Saat mereka bertiga ada janji untuk berkumpul, pastilah Sakura yang datang paling akhir dan langsung bertanya, 'Apa yang sedang kalian bicarakan? Sepertinya seru.'

Ino memutar mata bosan dengan kebiasanya sahabat pinknya ini.

"Kau tahu presdir Uchiha ditempatku bekerja kan Sakura?" Hinata bertanya dengan mata yang sedikit melotot. Ia terlihat sangat antusias membahas ini.

Sakura menganggukan kepalanya. "Uchiha Sasuke? Dan ia juga akan segera menjadi bos ku jika kau lupa."

Hinata terlihat menggaruk telinganya sambil terkekeh kecil. "Tentu saja ingat Sakura. Aku hanya lupa tadi."

"Apakah ada sesuatu dengan Uchiha Sasuke?" Sakura menaikan alisnya. Sepertinya ini obrolan seru.

Hinata dan Ino saling mencuri pandang. Takut perkataan selanjutnya akan melukai Sakura. "Kau tahu kan berita tentang kegagalan pernikahan Uchiha Sasuke dengan mempelai wanitanya, tiba-tiba saja berita itu kembali memanas padahal sudah berlalu satu tahun yang lalu." Ino diam sejenak untuk melihat respon Sakura. Ini akan menjadi topik yang sensitif diantara mereka jika membicarakan tentang pernikahan.

Sakura diam menatap Ino. Dirinya merasa sedikit tidak nyaman. "Kenapa berita itu kembali memanas? Sepertinya aku ketinggalan berita."

Untunglah ia dapat mengendalikan diri.

"Aku dengar dari orang-orang dikantor, orangtua Sasuke berniat menjodohkannya dengan keluarga Uzumaki. Tapi Sasuke menolak perjodohan itu. Orang-orang berpikir Sasuke belum bisa melupakan mempelai wanitanya, makanya Sasuke menolak dijodohkan." Hinata berbicara dengan serius sampai tubuhnya maju beberapa cm kedepan.

Sakura hanya ber-oh ria mendengarnya. Ia tak menyangka ada seseorang yang memiliki nasip yang sama dengannya. Tapi Sakura tak terlalu memperdulikannya. Nasip cintanya sudah cukup menyakitkan, ia tak mau repot-repot memikirkan nasip orang lain.

Sambil sesekali memakan es krimnya, Ino kembali menoleh kepada dua sahabatnya. "Ini membuktikan bahwa Uchiha Sasuke itu orang yang sangat berpengaruh. Kisah cintanya saja bisa sampai menghebohkan hampir seluruh jepang."

Sakura hanya diam tidak menanggapi lebih jauh. Lagi pula ia tak terlalu kenal dengan Uchiha Sasuke, hanya sebatas tau apa yang diberitakan saja. Dan hanya sebatas bos dan karyawan, mungkin.

Ia tak ambil pusing dan memilih melanjutkan obrolan mereka.

.

.

.

Hari ini adalah hari pertama Sakura masuk kerja kembali dengan status karyawan baru. Tak terdengar buruk.

Memilih pakaian terbaiknya, Sakura berjalan menuju cermin. Ia memperhatikan penampilannya. Harus ia akui dirinya sekarang terlihat begitu menawan dengan balutan kemeja putih dan jas biru tuanya yang memperjelas bentuk tubuhnya. Dan juga rok seatas lutut yang ia kenakan senada dengan jasnya.

Rambut pendek sebahunya ia biarkan tergerai rapih. Ia sudah keramas kemarin sore untuk mendapatkan rambutnya sekarang yang terlihat rapih dan tentu saja wangi. Bibirnya pun ia oleskan sedikit lipstik berwarna pink. Benar-benar manis pikirnya.

Oke cukup memuji dirinya sendiri. Ino akan menertawakannya jika tahu Sakura memuji dirinya sendiri.

Hari ini Sakura berangkat bersama Hinata menuju kantor. Tentu saja menggunakan mobil Hinata. Karena mobilnya saat ini sedang menginap dibengkel. Semoga saja mobilnya tidak betah berlama-lama disana.

Tak lama Hinata datang. Mereka tak terlalu banyak bicara saat diperjalanan. Karena Sakura tahu Hinata akan mudah kehilangan konsentrasinya. Ia tak mau mengambil resiko.

Setelah memakirkan mobilnya, Hinata berjalan beriringan dengan Sakura. "Kau tidak gugupkan Sakura? Semua orang kantor disini ramah-ramah. Aku jamin itu." Ucap Hinata sambil mengedipkan mata genit.

Sakura mendengus nafas pelan lalu menolehkan kepalanya, "Bagaimana ini, aku rasa aku gugup s-e-n-i-o-r." Sambil mengerutkan bibirnya lucu.

Hinata tertawa menanggapi. Beginilah mereka jika sedang bersama, penuh canda tawa yang membuat mereka lupa akan masalah yang terjadi. Momen seperti inilah yang selalu membuatnya merasa rindu setiap saat pada sahabatnya saat sedang tidak bersama.

.

.

.

"Sasuke-sama, 10 menit lagi waktunya pertemuan dengan para karyawan baru di aula." Ucap wanita bercekpol dua dengan sopan.

Tanpa berbalik pria yang disebutkan tadi hanya mengangguk. "Hn, kau boleh keluar Tenten."

Tenten selaku sekretaris Uchiha Group ini segera keluar tanpa banyak bicara lagi.

Uchiha Sasuke. Presdir muda yang kini tengah menatap keluar kaca, memandang keramaian orang-orang yang sedang beraktivitas. Inilah kebiasaannya ketika sedang bersantai sejenak dari tumpukan berkas-berkas kantornya. ini memberikan ketenangan tersendiri baginya.

Saat hendak berbalik untuk menuju aula, tiba-tiba saja kepalanya terasa pening.

'S-sasuke-sama, anda baik-baik saja?'

Kepalanya masih berdenyut-denyut. Samar-samar ia mendengar suara seorang wanita dikepalanya, memanggil namanya. Suara yang asing bagi Sasuke. Ia tak merasa pernah mendengar suara wanita itu. Hanya suara.

Memijat pelipisnya pelan, Sasuke bangkit dari duduknya dan menuju aula. Mungkin ia hanya sedikit kelelahan pikirnya.

Dengan langkah tegap Sasuke memasuki aula dengan auranya yang tajam dan terkesan dingin. Matanya yang setajam elang menelusuri pandangannya melihat wajah-wajah baru dimatanya.

Beberapa kali matanya bertemu pandang dengan beberapa orang karyawan barunya. Sedangkan yang ditatap ada yang menampilkan ekspresi tegang, malu-malu, kagum dan memuja dari karyawan wanitanya. Siapa yang tidak kagum dengannya? Presdir yang bisa dibilang muda dengan usia 27 tahun. Terlahir dari keluarga terpandang. Lagi pula siapa yang tidak mengenal keluarga Uchiha? Semua orang mengenal mereka. Keluarga kaya raya yang kekayaannya tak pernah habis dan memiliki wajah tampan turun temurun. Sungguh sempurna.

"Beri salam kepada atasan baru kalian, Uchiha Sasuke-sama!" Ucap seorang MC pria yang beridiri berdampingan dengan Sasuke.

.

.

Setelah selesai dengan karyawan kantornya yang baru, Sasuke langsung meninggalkan aula dan bergegas kembali ke ruangannya. Ia sedikit kelelahan karena ada beberapa masalah entah itu dikantor atau dikehidupan pribadinya.

Sedikit melonggarkan dasinya dan membuka kancing kerah kemejanya. Sasuke memijat pelan kepalanya yang terasa sedikit pening setelah ia mendengar suara seorang wanita dikepalanya tadi. Hah, Sasuke pikir ia benar-benar membutuhkan istirahat. Apa sebaiknya ia mengambil cuti saja? Hanya untuk beristirahat sebentar.

Seakan teringat sesuatu, Sasuke kembali menegakkan duduknya dan merapihkan pakaiannya. Ia ingat sekretarisnya itu akan segera berhenti dan otomatis akan ada sekretaris baru yang akan menggantikan Tenten.

Menggambil berkas tentang data pribadi sekretaris barunya, Sasuke mulai mengamati data yang ada.

Nama : Haruno Sakura

25 tahun

Sasuke sedikit mengerutkan alisnya saat melihat foto sekretaris barunya, pink. Hah yang benar saja. Apa ia mengecat rambutnya? Dasar aneh. Memilih tak ambil pusing, Sasuke kembali mengerjakan pekerjaannya yang sedikit tertinggal.

.

.

.

Tarik nafas, hembuskan. Tarik nafas, hembuskan.

Oke, cukup.

Entah kenapa Sakura jadi sedikit gugup saat ini. Oh ayolah, jangan hanya gara-gara aura yang dipancarkan oleh bos barunya tadi saat diaula Sakura jadi sedikit merasa takut? Tidak mungkin. Ia akan ditertawakan oleh Hinata dan Ino jika mereka tahu.

Sakura harus membiasakan diri, ia tidak ingin ini menjadi kacau. Berjalan sesantai mungkin namun tegas, Sakura menemui Tenten yang sudah menunggunya.

"Tenten-san?" Sakura memanggil orang di depannya yang ia yakini adalah Tenten, mantan sekretaris yang akan digantikan olehnya.

Tenten menoleh kebelakang dimana asal suara yang memanggil namanya. "Ah, Sakura-san ya? Wah kau terlihat lebih cantik dari pada difoto."

Dari yang Sakura tau, Tenten mengundurkan diri karena ingin fokus sebagai ibu rumah tangga. Pengantin baru, seperti yang dikatakan Hinata. Dan terlihat ramah tentu saja.

"Baiklah, ayo akan kuantarkan Sakura-san sedikit berkeliling."

Wow. Sakura memandang takjub setiap tempat di kantor ini. Dari apa yang dijelaskan Tenten ia tau bahwa Uchiha tidaklah main-main dalam merintis usahanya. Fasilitas kantor yang lengkap, interior kantor yang mewah. Ralat, sangat mewah. Sakura harus ekstra hati-hati jika tidak mau menjadi pegawai tanpa gaji. Alias merusak fasilitas kantor, karena pastilah Sakura dituntut untuk ganti rugi.

"Nah Sakura-san, ini sekarang akan menjadi mejamu. Dan ruangan Sasuke-sama tepat berada disebelahmu. Kau bisa langsung menemuinya di dalam. Aku masih ada keperluan untuk diurus. Kalau ada apa-apa tanyakan saja pada karyawan yang lain, oke?" Jelas Tenten panjang lebar sembari mengedipkan mata. Apa mengedipkan sebelah mata menjadi kebiasaan di kantor ini?

Sakura tersenyum, "Aku mengerti Tenten-san. Terima kasih dan maaf sudah merepotkanmu. Oh, dan selamat atas pernikahanmu."

Tenten hanya tertawa menanggapi, ia orang yang asik. Sayang sekali, mungkin Tenten akan menjadi teman yang baik jika ia masih disini. Dan Tenten terlihat begitu bahagia atas pernikahannya. Selamat.

.

.

.

Setelah menata barang-barang diatas meja barunya, Sakura memutuskan untuk langsung bertemu dengan Bos barunya. Oke Sakura siapakan dirimu, buat kesan yang baik padanya.

Tok tok tok

"Masuk." Mendengar perintah masuk dari Bosnya, tanpa menunggu babibu lagi Sakura langsung melesat masuk.

Terlihat sosok Uchiha Sasuke sedang mengerjakan beberapa dokumen ditangannya, "Sasuke-sama, saya Haruno Sakura. Sekretaris baru anda menggantikan Tenten-san." Sakura membungkuk untuk memperkenalkan dirinya.

Sasuke menatap Sakura, ia merasa pernah mendengar suara Sakura. Dan tiba-tiba saja kepalanya menjadi pening kembali. Sialan.

Sakura yang melihat Bosnya seperti menahan sakit menjadi panik. Padahal Sakura baru saja memperkenalkan dirinya. Apa ini pertanda buruk?

"S-sasuke-sama, anda baik-baik saja?" Saukra mendekat kearah Sasuke untuk memastikannya.

'S-sasuke-sama, anda baik-baik saja?'

Sasuke terperangah, ekspresinya terlihat terkejut. Suara itu, suara yang sama persis seperti suara yang ada dikepalanya. Hah, yang benar saja. Ia bahkan baru pertama kali bertemu dengan Sakura. Kenapa bisa seperti ini?

Berdehem untuk menghilangan rasa terkejutnya, Sasuke memandang Sakura yang terlihat panik, "Maaf, aku tak apa. Hanya sedikit pusing. Baiklah, kurasa kau sudah bisa bekerja hari ini. Kupikir Tenten sudah menjelaskan beberapa hal penting padamu. Jadi tak perlu untukku jelaskan lagi bukan?" Sakura terlihat menganggukan kepalanya sebagai respon.

"Kalau begitu, kau urus laporan tentang kerja sama dengan Akatsuki Group. Ada beberapa hal yang harus dibenahi disitu. Kau bisa melaporkannya padaku jika sudah selesai. Akan ku periksa setelah itu." Jelas Sasuke sembari menatap Sakura yang hanya diam.

"Baiklah, akan langsung ku kerjakan. Permisi Sasuke-sama." Merasa sudah cukup jelas dengan tugasnya, Sakura memilih untuk undur diri. Sasuke juga sudah terlihat baik-baik saja. Heh, ini kesan pertama yang baik. Kerja bagus Sakura. Kau tak menyianyiakan ini.

Sasuke hanya diam seraya menatap punggung mungil Sakura yang keluar dari ruangannya. Sasuke merasa ini bukanlah suatu kebetulan. Apa maksud dari ini semua?

.

.

.

Hinata terlihat berjalan santai menuju meja Sakura, oh ayolah ini sudah jam makan siang dan Sakura terlihat masih sibuk dengan pekerjaannya. Oke, Hinata baru tau ternyata Sakura adalah tipe pegawai rajin sampai rela mengorbankan jam makan siangnya. Tapi pikiran itu dengan sekejap hilang saat mendengar pernyataan Sakura.

"Astaga, aku terlalu fokus mengerjakaan dokumen ini. Aku telah membuang waktu 5menit makan siang pertamaku yang berharga. Aku merasa sedikit menyesal." Mengembungkan pipi lucu dan memalingkan wajahnya ke samping, Sakura terlihat begitu imut dan menggemaskan. Oh astaga.

Hinata hanya tertawa menanggapi Sakura dan berkata bahwa itu tidaklah menjadi masalah dan segera mengajak Sakura menuju kantin kantornya yang mewah. Ya sungguh mewah.

Menjaga Sakura agar tetap berada dibelakangnya saat berbaris untuk mendapatkan makan siang, Hinata hanya takut Sakura malah menyerobot barisan yang hanya terdiri dari beberapa orang saja dan akan menimbulkan keributan. Sakura adalah pegawai baru disini, itu tidak baik untuk citra Sakura kedepannya.

Sakura hanya memutar mata melihat perlakuan Hinata kepadanya. Terlihat sedikit menyebalkan di mata Sakura, tapi walau begitu ia tau bahwa Hinata hanya mengkhawatirkan dirinya. Ah Hinata kau sungguh manis sekali.

'Terima kasih sudah ada untukku Hinata, kau teman yang baik.' Ucap Sakura dalam hati sambil menatap Hinata dengan senyum lembut.

.

.

.

08.30 PM

Sasuke memilih untuk pergi ke Bar dekat kantornya untuk sekedar menghilangkan penatnya. Sasuke bukanlah tipe pria brengsek yang akan meniduri wanita hanya untuk penghilang penat. Ia hanya butuh sedikit alkohol. Sebenarnya ia bukanlah pecandu minuman keras, tapi jika sedang dalam kondisi yang memungkinkannya untuk meminum alkohol dalam jumlah banyak ia akan sedikit sulit untuk dihentikan. Ini sungguh merepotkan. Maka dari itu Sasuke tidak berani untuk minum sendirian, ia memilih Naruto untuk menjadi teman minumnya kali ini.

Naruto hanya memandang Sasuke dengan tatapan malas, "Brengsek, kau sudah minum 2 botol. Kita pulang saja, aku tidak mau repot saat menggotongmu nantinya." Keluh Naruto sambil menarik-narik Sasuke agar segera pulang. Teme sialan.

Naruto tau kalau Sasuke sudah mabuk berat berarti ada suatu masalah yang sedang dipikirkannya. Karena ia dan Sasuke adalah sahabat dekat sejak masih dalam kandungan. Hah konyol memang apalagi dengan sikap mereka yang sangat bertolak belakang.

'Apa karena rencana perjodohan itu?' ucap Naruto dalam hati dan sesekali melirik Sasuke yang ada disampingnya.

Tanpa Sasuke cerita tentang perasaannya Naruto pun tau kalau Sasuke saat ini sedang menderita. Kegagalan pernikahannya. Ini semua karena perempuan sial itu. Dan lagi ditambah dengan rencana perjodohan bodoh itu dengan sepupu jauhnya.

Tak sadar Sasuke sekarang tengah memuntahakan isi perutnya dipinggir mobil Naruto, sedangkan Naruto yang melihat hanya panik karena tidak ingin mobilnya terkena muntahan. Ayolah, mobil ini bahkan belum genap berusia 3 bulan sejak Naruto membelinya.

Pening. Hanya itu yang saat ini dirasakan oleh Sasuke. Sial, ini pasti karena mabuk. Padahal sebelumnya ia tak pernah sampai segininya.

Hah, nafasnya memburu. Apa sebentar lagi ia akan pingsan? Hah. Benar saja, sekarang penglihatannya mulai gelap. Samar-samar Sasuke melihat seseorang berjalan kearahnya dari tengah jalan raya, apa orang itu sudah gila karena berjalan ditengah jalan saat sedang rambu hijau. Dan lagi dia seorang wanita? Berambut pink? Sasuke tidak bisa mengenalinya karena wajah wanita itu tidak terlihat jelas.

"Sasuke!"

Menghela nafas panjang, "Kupikir kau mati, Teme! Kau tiba-tiba pingsan setelah muntah. Membuatku panik saja, kau tidak apa?" Naruto bertanya dengan wajah panik.

Sasuke terlihat menghela nafas, apa itu barusan? Sebuah mimpi? Menggelengkan kepala, Sasuke berusaha untuk menghilangkan bayangan tadi. "Hn, aku tak apa. Dobe, aku ikut mobilmu saja. Sepertinya aku tidak bisa fokus menyetir dengan keadaan seperti ini."

Sedangkan Naruto hanya menggerutu karena ulah Sasuke. Dari awal bahkan ia sudah bilang pada Sasuke untuk tidak minum terlalu banyak karena itu akan merepotkan saja. Walau tadi Sasuke hanya minum 2 botol Sasuke tetaplah merepotkan.

.

.

.

Hiruk pikuk malam tidaklah menyerutkan semangat dua orang wanita yang tengah asik berbelanja pakaian keluaran terbaru.

"Ino, kau sudah banyak membeli pakaian. Lihat aku hanya membeli beberapa saja yang sekiranya akan kubutuhkan. Bagaimana kalau kita minum saja setelah ini. Sudah lama aku tidak minum, pig!" keluh Sakura.

Memang pilihan tepat jika mengajak Ino untuk menemaninya berbelanja setelah pulang kerja. Harusnya mereka saat ini bertiga bersama dengan Hinata. Tapi Hinata bilang ia sudah ada janji dengan seseorang. Ia tebak Hinata sedang kencan, oh astaga Hinata begitu pemalu untuk mengungkapkannya. Terlintas bayangan wajah Hinata yang memerah saat sedang kencan membuat Sakura tertawa terbahak karenanya.

Ino hanya memandang Sakura aneh ketika melihat Sakura tertawa sendiri disebelahnya, "Kau terlihat seperti orang gila jika tertawa seperti itu, jidat. Baiklah kita beli sedikit alkohol di supermarket depan jalan saja. Kau tidak serius ingin mabuk kan?" Ino memandang Sakura penuh curiga. Mabuk disaat seperti ini adalah sebuah kesalahan. Ia tidak mau pakaian yang baru dibelinya hilang entah kemana hanya karena kecerobohannya ketika mabuk. Membayangkannya saja sudah membuatnya teriak seperti orang kesetanan.

"Kau gila, aku juga tidak mau mabuk disaat seperti ini." Sakura memutar mata bosan, kalau hanya 1-2 botol saja ia yakin tidak akan mabuk. Jangan meremehkanku.

"Kau tunggu disini, akan ku belikan."

Sakura memandang Ino yang sudah mulai masuk untuk membeli minuman mereka. Sebenarnya alasan utama Sakura ingin minum tapi tak sampai mabuk berat karena Sakura takut ia akan meracau tak jelas dan menangis tersedu-sedu lagi seperti terakhir kalinya ia mabuk. Ia hanya ingin bayangan akan pria itu semakin menjauh. Mabuk bisa membantunya melakukan itu.

Tak lama Ino datang dengan 2 botol minuman beralkohol dengan kadar rendah tentu saja. Mereka minum dalam keheningan, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Ino memandang Sakura dengan tatapan penuh arti. Ia tak bisa terus menerus melihat Sakura menderita. "Saki, aku dan Hinata sudah merencanakan ini. Kami ingin kau pergi untuk kencan buta. Tak perlu khawatir, kami sudah mendapat pasangan yang mungkin akan cocok denganmu. Kau hanya perlu datang diwaktu yang sudah ditentukan, mengerti?"

Sakura terlihat kaget dengan pernyataan Ino, "Yang benar saja. Aku tidak akan datang, pig." Sakura memandang Ino dengan tatapan kesal. Ini sudah rencana kencan buta kedua yang disiapkan oleh meraka. "Asal kau tau, rencana kencan buta pertama yang kau siapkan mengacaukan segalanya. Aku trauma. Kau gila karena membuatku harus terjebak dengan orang aneh saat itu."

Ino tertawa menanggapi, itu memang kesalahannya karena tidak mencari tau tentang pasangan kencan buta Sakura lebih jauh. Gara-gara itu juga ia harus rela meneraktir Sakura seminggu penuh. Sialan, dompet indahnya harus merasakan kekejaman Sakura.

.

.

.

Hening.

Naruto mengeram kesal dengan Sasuke, harusnya sekarang ia tengah kencan dengan Hinata. Telat sedikit mungkin Hinata akan memakluminya. Naruto sedikit tersenyum ketika mengingat Hinata yang belakangan ini selalu ada dipikirannya. Dia orang yang manis dan anggun, Naruto sudah berjanji akan serius kali ini dengannya. Ia tidak seperti wanita sebelumnya yang pernah Naruto kencani. Ah, betapa beruntungnya ia.

"Dobe, turunkan aku di depan halte. Aku lupa Ibu menitipkan sesuatu padaku."

'Baguslah, dengan begitu aku bisa langsung bertemu dengan Hinata' Pikir Naruto.

Setelah merunkan Sasuke dipinggir jalan, Naruto langsung menutar balik mobilnya. Tidak baik membuat seorang wanita menunggu. Tapi setelah itu Naruto baru tersadar jika dompet Sasuke tertinggal di dalam mobilnya. Naruto segera mencari Sasuke untuk mengembalikan dompetnya.

"Teme, Dompetmu tertinggal, sialan!" teriak Naruto dari dalam mobil sambil berusaha untuk melempar dompet Sasuke.

"Cih, cepat lempar bodoh!"

Tak. Dompetnya memang sudah ditempar oleh Naruto. Tapi yang benar saja, ia melemparnya ditengah jalan raya. Akan ku balas kau nanti.

Naruto yang melihat itu hanya menyengir kuda, "Maaf Teme, aku harus pergi sekarang. Mobil dibelakang sudah mengklaksonku berkali-kali karena dompet sialanmu."

Sedangkan Sasuke sedang berusa untuk mengambil dompetnya yang tergeletak tak berdaya. Tapi lagi-lagi gagal karena terlalu banyak mobil.

Sementara itu disebrang jalan Sakura yang melihat itu hanya diam. Dengan langkah santai, Sakura mulai menuju ketengah jalan untuk mengambil dompet Bosnya. Ia pikir ini akan menambah kesan baik untuk dirinya. Mungkin saja Bosnya akan menaikkan gajinya.

Sasuke hanya diam memandang sekretaris barunya yang mulai berjalan kearahnya setelah mengambil dompetnya ditengah jalan. Tolong katakan bahwa ini hanya sebuah kebetulan. Wanita. Pink. Berjalan kearahnya. Ditengah jalan.

"Sasuke-sama, kupikir dompet ini milikmu."

.

.

.

TBC