4 Senbatsu
Sebuah fanfict tentang member JKT48
Author : Dedi JR
( 31/03/2015 )
Sambutan Author
Cerita ini adalah cerita parodi yang memakai karakter yang sudah ada dengan jalan cerita fiktif. Jika ada persamaan kejadian atau efek atas kejadian anggap saja hanya kebetulan mirip saja. Author hanya berusaha menggunakan waktu luang untuk mencurahkan perasaan dalam bentuk yang lebih berguna. Sekali lagi mohon maaf kalau ada penulisan nama karakter, tempat, atau yang lain yang kurang berkenan. Author tidak bermaksud menyinggung pihak-pihak tertentu, namanya juga parodi(?).
Karakter yang Terlibat
Member Jekeiti :
Jesscia Pelanda (Pe), Jaenab Alazia (Jae/Nab), Anaya Shabah (Achay), Melynia Laskani (Mely), Freiska Laskani (Eska), Nashia Juinathana (Nashia), Jesscia Pania (Jessi/Pania), NayaAliya Yahya (Nay/Nayayayaya), Yona Lerica (Yona), Nelli Corstella (Nelli), Riani Arsendy (Riani), Aida Frisha (Risha), Kin Putri Devi (Piput), Dila Chaesara (Rara), Mary Gabriella (Riel), Demila Rizky (Dezky).
Pendukung :
Mr. Jibo (General Manajer), Anto, Ano, Ato (Sekuriti), Boby Wiyaja (Members manajer), D-JR (Author).
Gambaran Cerita
Jesscia Pelanda (Pe) terlibat dalam suatu kasus yang dibawa oleh dua temannya Achay dan Jaenab sesama member dari idol group ini sempat dihubungkan dengan hal-hal yang berbau mistis. Tapi mereka bertiga yakin ada sesuatu yang cukup logis dibalik semua hal aneh ini. Dengan saling melengkapi mereka bekerjasama mengungkap kebenaran dari potongan-potongan yang terselip di antara kesalahan-kesalahan.
Daftar Chapter dan Segmen ( Complete )
Chapter 1 : Putri Tidur
Segmen 1.1 : Panggilan Tengah Malam
Segmen 1.2 : Misi Penjemputan
Segmen 1.3 : Penghuni Lain
Chapter 2 : Kang Bajay Bawa Berkah
Segmen 2.1 : Genk MenapaK
Segmen 2.2 : Petunjuk yang Penting
Segmen 2.3 : Trundere Haga-Jourei!
Chapter 3 : Mengelabui Pelanda
Segmen 3.1 : Aku Lebih Berpengalaman
Segmen 3.2 : Pesta Sabu
Segmen 3.3 : Ternyata... (?)
Chapter 4 : 4 Senbatsu
Segmen 4.1 : Pertahanan Logika
Chapter 1 : Putri Tidur
Segmen 1.1 : Panggilan Tengah Malam
Tengah malam. Rumah Jesscia Pelanda hening, semua penghuninya sedang bertamasya ke alam lain, termasuk Pe sendiri dan Jenab yang kebetulan sedang menginab. Bulan sedang berada di titik terjauhnya dari matahari bulan itu.
Dari dalam salah satu kamar tidur sayup2 terdengar ringtone band rock 'DD CamVote - Thousand Cities.
' A thousand cities have been passed by me/ A thousand hearts were asked by me/ But all of them, no one who know.../ where are you going?/ How many years I've been looking for you/ Until now, I still cannot find you/ I've been trying to forget/your name from my heart/ Honestly, I don't lie to you/ I'm still loving you... '
Masih sambil merem-merem tengkurep, Jaenab meraba-raba meja di dekatnya mencari asal suara.
" ... "
" HoLLa?... LeHHo?... Alo?... Woi! siapa neh telpon malem2?! , "
" ... "
" Siapa sih Dek?, " Pe ikut kebangun gara-gara suara Nab yang berisik banget kayak knalpot bajay. Kalo gak segera diredam ia takut seisi rumah ikut kebangun. Ia lalu mengambil alih HP yang dipegang Nab karena penasaran juga dari tadi gak ada jawaban.
" Yaelah Dek ini kan henpon aku, mau dihalo berapa kali juga gak kan dijawab lah. HP kamu kamu taroh mana tadi?"
" Tau ah Kak, bodo amat ngantug waa.. "
Lampu kamar dinyalakan. Pe mencari asal suara HP yang daritadi masih berdering, yang akhirnya ditemukan sedang menggeliat-geliat tak berdaya di lantai. Dipungutnya benda bergetar itu, dielapnya dengan penuh kasih sayang sebelum menerima teleponnya.
Ternyata Achay menelepon dari dalam teater di F4 mall Ep-ex. Dia bilang tadi abis teateran dia ketiduran di bawah meja di pojokan terus keterusan sampe dia bangun ternyata udah jam 00.48(?). Dia tidak menemukan siapapun sedangkan semua pintu keluar sudah dikunci. Akhirnya dia menghubungi Nab mau minta jemput atau temenin, karena Nab yang rumahnya paling deket dari Ep-ex dan lagi jam segini biasanya dia bangun jadi gak terlalu ganggu. Jenab yang mendengar suara telponan mereka berdua jadi penasaran, dia deketin kupingnya ke pembicaraan mereka, tapi matanya masih redup-redup akhirnya nutup lagi.
" Jae bangun! Biar gak ngantuk cuci WC dulu sana... Ini Achay telpon kayaknya kita harus keluar deh " Kata Pe begitu melihat Nab sudah berada di ambang jurang kasur.
"Masa tengah malem cuci WC.. Cuci muka kali Kaaakk...? Iya deh sekalian sholat tahajud, "
Dengan mata yang masih merah dan lengket ditambah hati yang sedikit kezel Nab tertatih-tatih ke kamar mandi.
" Chuy, eh Chay, ini beneran kan gak becandaan?" Pe meneruskan teleponannya.
" Iya Kak serius. Aku sendirian nih, ga bisa kemana-mana juga. "
" Kok bisa sih kamu masih di situ. Aku kira tadi kamu udah pulang?"
" Ceritanya panjang Kak. Nanti aku ceritain deh, Kak Pe ke sini dulu, serem nih.."
" Oke, kita lagi siap2 nih mau ke situ. Kamu jangan teriak2 atau bersuara atau minta tolong, takutnya ada orang iseng lewat nanti kamu diapa-apain lagi. Eh, tapi awas ya kalo kita ke sana ternyata dikerjain."
" Iya kak, eh, enggak kok nggak ngerjain ini serius beneran suer. Emm, tapi kayaknya tadi aku udah teriak deh, kan panik gitu. Dan kayaknya ada orang nih di balik pintu... "
" Hah? Ya udah kita bakal cepet-cepet ke situ. Kamu jangan ngeluarin suara lagi. "
" Oke kak. Maaf jadi ganggu istirahat kalian. Tadinya mau nganggu Jaenab doang eh ternyata ada kak Pe juga, heheh... "
" Woy wa denger nih? Lu kira wa peduli sama u? Wa baru bobok bentar lu udah telpon... bikin masalah aje. Biarin aja kak biar dia diculik. Palingan juga yang nyulik kesel sendiri, repot-repot amat... " , Nab yang baru mau sholat langsung nyaut. Baru saja aura cantiknya keluar waktu pake mukena, eh ternyata gak ngaruh sikapnya tetap aje kayak 'abang-abang'. Tapi, meski sikap dan bicaranya terkesan seenaknya, teman-temannya apalagi sesama member tahu kalo sebenarnya Nab itu baik. Mereka suka Nab apa adanya. Bahkan sepertinya sifatnya itu yang membuat dia mudah berteman dan akrab dengan siapa saja, bahkan dengan abang-abang kang bajay yang sering ia jadikan penolong setiap kali harus berhadapan dengan macetnya jalanan kota Jakrata. Baginya bajay adalah kendaraan dengan manuver yang amazing tapi tetap lebih aman dan nyaman daripada naik motor.
" Jangan gitu Dek, nanti kalo dia beneran diculik kamu yang kang3n loh(?). Udah cepetan kalo kamu udah siap kita langsung meluncur, emergency nih,"
" Yaelah Kak, masih banyak orang yang lebih pantes dikangenin, kenapa mesti dia?! Apalagi ini.. jam segini elahh, anak perawan keluar malem2 apa kata Haji Lulung nanti? "
" Gak apa-apa, kita kan berdua. Makanya aku ngajak kamu.."
" Yah apa boleh buat, tapi ini karena aku gak tega aja kak Pe pergi sendirian. Kalo sampe ini cuma akal-akalannya si putri ngantuk, awas aje ye... "
Nab meminta waktu sejenak untuk sholat tahajud karena tanggung udah sekalian bangun, sementara Pe bersiap-siap membawa apa saja yang mungkin diperlukan.
Begitu selesai sholat, Nab langsung mengambil tas ranselnya yang berukuran sedang. Sepertinya ia mengeluarkan beberapa benda berat dan mengerikan, diketahui dari bunyinya yang klontang-klanting.
" Kamu mau jemput orang atau mau perang Nab? Bawa apa aja tuh? "
" Tenang aja kak, jaman sekarang emang harus hati2. Apalagi ini tengah malem, kita harus pinter jaga diri, hehe.., "
Pe hanya geleng2 melihat tingkah Jaenab. Dia lanjut mempersiapkan alat2nya sendiri, yang kelihatanya lebih ringkas gak serempong punya Nab.
Setelah siap, mereka pun segera beranjak ke garasi, yang berbentuk kotak(?). Di dalamnya ada beberapa kendaraan. Pe langsung berjalan menuju mobilnya. Tapi Nab menahan. Lalu dengan tergopoh-gopoh menuju ke samping mobil Pe.
" Jangan pake mobil itu kak, terlalu mencolok. Pake kendaraan aku aja nih.. "
Ternyata di celah yang gelap, terlihat samar-samar benda berroda tiga, berwarna merah dengan aksen putih bergambar kelinci dilengkapi tulisan "Hello Kinci" miring ke atas kiri.
" Wow! Jadi tadi kamu ke sini naik ini? ... ? serius bil, ini bajaj siapa kok ada di garasi aku? Tadi kamu bilang naik bajaj, tapi aku gak tahu kalo bajajnya kamu bawa sendiri, "
" Hehe, maap ya kak tadi kan kang bajajnya lagi teler waktu aku mau numpang. Karna aku lagi pengen nyupir bajaj sendiri juga, aku iseng aja ambil bajajnya :v. Tenang aja kita udah sohiban kok ma supir bajajnya. besok juga aku balikin :v , "
" Duh, aja2 ada kelakuan kamu. Aku sih gak masalah dek mau naik apa. Tapiii.., yakin kamu kalo ini bisa diandelin? Kan lebih cepet pake mobil, mana berisik pasti kan tuh bajaj... "
" Tenang kak, ini bajaj modif. Gak berisik dan ramah lingkungan. Larinya? Beuh jangan diremehin. Wa sendiri yang bikin desain modifnye... "
" Justru karena itu Dek, perasaan aku jadi gak enak... "
Gak ambil pusing, daripada berdebat lama dan Jaenab berubah pikiran gak mau nemenin, Pe nurut aja sama Nab. Dan ternyata tuh bajaj larinya kenceng dan emang gak berisik karena udah pake knalpot verrari. Gak salah emang kalo selama ini Nab sering dijuluki Kang Bajay (:v). Tapi saking semangatnya si Nab lupa kalo...
*Klontang tang tang tang tep...! *
" Suara apaan tuh Dek, kayaknya ada yang copot? "
" Tenang ae kak, palingan knalpot copot satu. Ni bajaj kan knalpotnya banyak, copot satu masih ada yang yang laen. Lagipula makin ringan makin cepeeeeeettt...! Oiya kak hampir lupa, pake helm nih biar aman. Soalnya ogut belom punya SIM..! "
" Astaga Jaenaaaaabbb!"
*Trengtengtengtengteng...Ngueeengggggggggg!* :v
Pe hanya bisa pasrah. Mau loncat keluar tapi takut lebih parah. Sedangkan sekejap mereka sudah sampai di tengah jalanan ibukota.
Segmen 1.2 : Misi Penjemputan
Sementara di ruangan backstage teater, Achay menunggu dengan cemas bercampur takut. Mata sayunya memperhatikan terus - menerus bayangan di bawah daun pintu yang terkunci. Ia harusnya sudah akrab dengan pintu itu karena setiap berangkat dan pulang, kebelet, laper, baper dll selalu melewatinya. Bahkan banyak member yang menggunakan pintu itu sebagai background foto2 selfienya.
Tapi sekarang, di waktu yang berbeda, pintu itu terlihat menyeramkan dengan bayangan yang terbentuk oleh sesuatu di baliknya. Bayangan itu terlihat di bawah pintu, bergerak-gerak ke kanan ke kiri seperti bayang-bayang orang yang sedang mondar-mandir. Ia lalu berjalan mundur perlahan menjauhi pintu berusaha tanpa mengeluarkan suara. Ia melihat sekeliling lalu meraih sebatang sapu dan menggenggamnya seperti ksatria berpedang yang hendak menyerang. Sesaat kemudian bayangan itu menghilang, bersamaan dengan cahaya bulan yang tertutup awan.
" Lama banget sii mereka... " Achay menggerutu dalam hati. Ia berkeliling ruang ganti, mencari kalau saja ada member lain yang juga tertinggal atau tertidur. Kalau saja ada teman, keadaan tidak akan seseram ini. Tapi sepertinya tidak ada tempat lain yang nyaman dan aman untuk tidur selain tempatnya pertama terbangun tadi.
Lama mencari sampai akhirnya tidak menemukan siapapun, ia berpikir untuk bergerak ke ruangan foyer dan melihat keadaan lewat pintu yang satunya. Sepertinya akan lebih tenang daripada harus terus di sini, bayangan di balik seifuku-seifuku yang tergantung dan pantulan cermin membuatnya takut. Tapi ia juga takut kalau dia keluar, sesuatu di balik pintu samping juga akan melihatnya. Dan ia pun takut kalau harus melihat sesuatu yang menakutkan nantinya. Mungkin benar gosip yang beredar kalau terlalu banyak kata 'takut' di paragraf ini(?).
Perasaannya beradu antara gelisah, penasaran, takut dan sedikit menyesal. Menyesal karena kecerobohannya sendiri ia sampai di sini, malam ini, sendiri, jomblo lagi(?). Baru ia mengalami sendiri suasana teater tanpa penghuni di tengah malam ternyata cukup membuat nyali menciut(?).
Setelah menimbang, membayangkan, dan memutuskan ia akan mengintip sedikit demi sedikit melalui pintu jeruji baja yang lurus ke area penukaran tiket di depan. Apapun resikonya akan ia hadapi, karena hidup adalah pilihan(?). Jika akhirnya bertemu sesuatu yang menakutkan, ia akan mengeluarkan senjata terbaiknya yaitu... pingsan.
" Mana mungkin itu setan. Kalau bener setan masa gak masuk aja nembus pintu..? Tapi kalo bukan setan berarti orang. Atauuu... setannya pemalu kali ya? Duh, kenapa jadi macem-macem gini pikirannya "
Achay membuka pintu ke ruang tengah dengan hati-hati. Telinganya ia siagakan selalu, meyakinkan kalau dirinya hanya sendirian di sana. Jari-jarinya menggrepe-grepe mencari sakelar lampu. 'klik!' suara yang dibuatnya agak keras, Achay mematung sejenak, memantau situasi jika ada yang bereaksi atas suara dan cahaya yang ia buat.
Degup jantungnya bertambah cepat. Sedetik, dua detik, tiga detik hanya suara angin dan kendaraan dari jalanan di luar. Untunglah gak ada suara Kang baso, cilok, batagor, nasgor dan kawan-kawan, bisa jadi tambah masalah kalau ia juga menjadi merasa lapar.
Batang sapu itu masih dipegangnya. Kaki mungilnya yang tak mengenakan alas berjingkat perlahan meninggalkan jejak basah karena keringat dan embun yang terbentuk di permukaan lantai akibat dinginnya udara malam. Achay berlari pendek, berlindung di balik tembok, lalu mengintip-intip situasi di luar pintu jeruji yang tergembok. Tak ada apapun. Kalau saja ada seorang saja yang lewat, apalagi kalo dia wota, betapapun standarnya penampilannya pasti akan sangat beruntung bisa diingat selamanya karena menolong putri tidur nan malang yang terbangun di tengah situasi yang sangat mencekam ini(?).
Achay berjongkok lalu bersandar ke tembok, masih di tempat terakhir tadi. Lama-lama ia merasa mengantuk lagi. Sudah kira-kira 24 menit sejak ia terakhir kali berbicara dengan kak Pe, tapi mereka berdua belum sampai juga. Tapi rasa takutnya akan sesuatu yang tidak ia ketahui masih lebih kuat daripada rasa kantuknya. Tiba-tiba ia merasakan rambutnya tertarik oleh sesuatu di belakang! ( JENGJENG! - backsound khas film horor.. ).
Pegangannya sangat kuat, padahal dari dia tidak merasakan kehadiran seorangpun. Matanya memejam, bibirnya bergerak-gerak seperti akan mengucapkan sesuatu tapi tak kunjung bersuara. Ia juga tak bisa lari karena tak ingin rambutnya rontok. Sambil menggerakkan kepalanya menjauh, ia beranikan diri mengirim tangannya menelusuri rambutnya yang terasa ditahan oleh sesuatu itu. Tanpa menoleh ke belakang, ke bagian belakang sepeda..(?), ia merasakan ujung jarinya menyentuh sebuah benda abstrak ( JENGJENNGGG! :v ). Dingin, kenyal, dan... lengket. " Aaaakkhhh! " pekiknya dengan suara tertahan.
Pelan-pelan ia melepaskan rambut yang menempel di tembok gara-gara permen karet(!) yang ditaroh oleh orang iseng. Rasa takut pun seketika berubah menjadi jengkel, jijik, sebal dan marah, " siapa sih yang iseng nempelin di sini iihhh.. kzl kzl kzl! ". Benda lengket itu dilemparkannya ke lantai sehingga menjadi onggokan tak berdaya, kotor dan terabaikan. Akan tetapi, setidaknya ia beruntung pernah nempel di rambut member(?).
Di tengah kekesalannya yang mencuat-cuat, terdengar suara langkah sepatu di lantai dasar, dua orang, ia berharap itu Kak Pe dan Jaenab. Tapi aneh, yang satu berlari terburu-buru, dan yang satu lagi berjalan pelan. Ia membayangkan seseorang yang sedang dikejar oleh zombie. Sebentar saja tak ada suara lagi, mereka naik lift! Omaigad! Jangan-jangan orang itu sudah tertangkap dan zombie itu sedang menikmati *-nya di dalam lift ( *diganti dengan bintang karena kata-kata aslinya terlalu disturbing & tidak lolos sensor KPI(?) ).
" Chay... Achay...? "
Tak lama kemudian setelah pintu lift terbuka, beberapa langkah sepatu kembali terdengar dan ada juga suara orang berbisik dari kejauhan yang sepertinya memanggil namanya. Itukah suara kak Pe? Achay segera bangkit menuju pintu jeruji lalu memberi kode balasan dengan suara pelan juga.
" Kak Pe, di sini ...! "
*prang tang tang tang..!* Suara benda logam berat jatuh mengenai lantai. Tampaknya seorang dari mereka tak sengaja menjatuhkannya.
" SSSttttt...! " suara orang yang satunya memperingatkan.
Dari arah kanan mulai tampak bayangan dua orang dengan tinggi berbeda. Yang berbayangan pendek seperti memegang tongkat baseball di tangan kanan dan gergaji di tangan kiri. Achay masih belum yakin kalau mereka orang yang ia harapkan dan menjadi semakin khawatir teringat pem-lageb yang sedang marak akhir-akhir ini. Bisa jadi kan mereka merasa tergusur dari daerah jajahannya karena mulai banyak polisi yang berpatroli, lalu mereka beralih ke mall-mall yang sepi di malam hari? Sereemmm!
Tapi kecemasannya luruh seketika begitu seorang menyerupai bidadari nan anggun jelita muncul dengan cahaya putih menyilaukan yang bersinar dari belakang seakan menggantikan sepasang sayap yang absen di punggungnya ( lebaaay! ). Dengan berjalan sambil merapat di dinding seperti di film-film spy, sesosok Kang bajay mengikuti bidadari itu dengan berjaga-jaga di belakangnya. Mereka bergerak lebih cepat begitu melihat Achay di hadapannya.
" Ay, ini kamu beneran kan? " Tanya Pe.
" Iyalah kak ini aku ", Achay meluapkan kelegaannya dengan memeluk Pe meskipun dari balik jeruji. Dia nampak senang sekali mengetahui ternyata itu benar mereka berdua.
*Pletakk!* " Aduh! Sakit kak! ", Pe menjitak jidat Achay dan mencubit pipinya untuk membuktikan kalau dia asli dan nyata, bukan orang yang sedang menyamar dengan dalih supertrep atau sejenis kage-bunshinnya Naroto.
Setelah yakin asli, Ia bergerak cepat mengeluarkan alat-alat kecilnya yang ia yakin juga dengan itu bisa membuka gembok besar di hadapannya tanpa kunci. Sekian lama mencoba tak kunjung berhasil, Nab yang berjaga di belakang Pe mulai tidak sabar.
" Bisa gak Kak? Lama amat, keburu bertelor wa di sini nih.. " Ujar Nab.
Setelah satu menit empat puluh delapan detik akhirnya gembok pertama berhasil dibuka. Ya benar, pertama, karena masih ada dua gembok lagi di rantai atas dan bawah. Lo pikir gampang jebol teater? Lol.
" Pake ini aja Kak biar cepet!... " Nab menyodorkan gergaji besinya. Tapi tangan Pe yang lembut gak shanggup memakainya. Dan memang akhirnya cuman tangan orang terpilih dengan kekuatan 'kang bajay yang diberkahi' yang bisa menggunakan gergaji besi legend itu.
" Nah tuh bisa cepet kenapa gak dari tadi? " Ungkap Pe yang kagum dengan kemampuan Jaenab memotong rantai lebih cepat dari dugaannya.
" Kak Pe juga gak bilang dari tadi. Aku kira gak boleh ngerusak, itu kan properti the Godfather... "
" Gak apa-apa, besok aku yang bilang sama beliau. Lagian dari tadi kamu serius sendiri kayak lagi perang aja. Jalan ngadep belakang, celingak-celinguk, repot sendiri bawa tas keliatannya berat banget isinya apa aja coba. Untung gak kepentok atau kesandung kan malah tambah repot.. "
" Iya tuh lebay tengab. Jae mah serem bawaanya doang gergaji sama pentungan, tapi kalo di teater performnya Tenshippo sama Idol Nante, jauuuuhhh bangeettt! wwkwkk :v " Ujar Achay menimpali.
" Bicik lau, ikut2an jaa. Mau selamet gak? Wa cipok juga u! Gak tau sih lau pade, sekarang kan jaman orang gak liat orang. Kalo gak 'maximum security' bisa the end kita apalagi ini tempat sepi. " Balas Jaenab.
" Iya tapi gak usah lebay gitu. Kalo kamu bawa-bawa begituan bisa-bisa malah kamu yang disangka penjahatnya. Lagipula ada kata pepatah, 'Jangan melawan kekerasan dengan kekerasan, tapi lunakkanlah dengan kelembutan hati' ... " Kata Pe menengahi.
" Aiihh, sa ae Kak Pe, gak shanggup deh penjahat kalo ma kak Pe.. . E..tapi ngomeng2, itu pepatah dari mana ya, gak pernah denger wa? :v " *Plakk!*tepokjidat - ternyata ngarang*
Singkat cerita mereka berhasil membuka semua rantai di pintu itu dan membebaskan Achay.
" Kamu gak apa-apa kan Chay? " Tanya Pe.
" Laper Kak! Tolonglah .. " Jawab Nab main samber aja padahal yang ditanya si Achay.
" Gapapa Kak, kita langsung cabut aja yuk. Perasaan aku gak enak di sini. Kepala aku juga rasanya agak pusing nih Kak.. " Kata Achay.
" Ya udah cepetan. Kita lanjutin ngobrolnya di rumah aja ntar " Kata Pe sambil menata kembali peralatannya.
Achay pun segera mengambil barang2 bawaannya. Lalu dengan mengucap permisi entah ke siapa, dia, Pe, dan Nab cepat-cepat meninggalkan tempat itu. Mereka tidak mengetahui perasaan aneh apa yang mengusik mereka untuk cepat-cepat menjauh. Seperti sesuatu yang tak ingin diganggu. Atau hanya perasaan mereka saja. Angin malam masuk lewat celah-celah sempit, menggoyang-goyang banner yang menggantung diterpa cahaya rembulan dari atap yang tembus ke langit. Bayangan itu masih saja mondar-mandir di bawah pintu.
(Chapter 1 ½)
Segmen 1.3 : Penghuni Lain
Kabar tentang kejadian-kejadian aneh di teater sudah menjadi rahasia umum. Yang sebagian besar orang sudah tahu, tapi beberapa memilih untuk tidak menceritakannya demi menjaga keadaan 'kuil cinta' tetap kondusif. Beberapa ada yang tidak percaya sama sekali jika semua itu dihubung-hubungnkan dengan hal-hal mistis.
Memang ada cerita yang menyebutkan kalau ada 'penghuni' lain yang sering menganggu para member. 'Penghuni' ini kabarnya ber-aura baik tapi entah kenapa sering iseng. Staff juga sudah pernah memanggil orang pintar membuktikan betapa kabar ini sudah ditanggapi dengan terlalu serius. Beberapa kenyataan dan kejadian yang dianggap ganjil dan tidak wajar seketika dihubung-hubungkan oleh asumsi-asumsh*t sehingga membentuk opini-opinsh*t yang semakin tidak terkendali. Tapi sekali lagi, di antara mereka masih ada yang tidak percaya.
" Akhir-akhir ini banyak kejadian aneh. Risya yang hampir ambruk di panggung, katanya kesurupan. Lalu Teh Mely yang beberapa kali kedengeran ketawa-ketiwi sendiri, Rara yang sering melamun tanpa sebab yang jelas? Dan terakhir tadi malem, katanya Achay ketiduran di backstage sampe tengah malem dan gak ada yang tahu? " Kata Pania kepada Eska. Malam itu mereka sedang berada di recording house.
" Piput, Dezky, Riela juga pernah hampir sama kayak Risya, tapi bukan waktu pertunjukan jadi gak banyak yang tahu. Si Achay ketiduran di mana sampe gak ada yang sadar gitu?" Ujar Eska menimpali.
" Nah itu dia, gue juga penasaran. Tapi ada satu yang paling aneh, Jaenab yang dulu imut ucul-ucul sekarang jadi kang bajay. Sungguh ini hanya terjadi di Indonesia, hiks... " Lanjut Pania.
" ... " Ucap Eska dalam hati. (kan dalam hati mana kedengeran? #terserah)
" Terus Teh Lyssa yang lama gak pernah keliatan lagi, Riani yang jadi maniak makan banana... Apalagi ya? " Lanjut Pania lagi.
" Jeung Pania yang jadi maniak gosip, kompor, tumpeh tumpeh, ayo siapa lagi yang belom disebut? " Ucap Eska menimpali.
" Eska yang sejak dulu nrimo-nrimo rapopo, sekarang ngebet banget pengin masuk senbatsu... eh tapi kayaknya itu gak aneh ya? " Kata Pania yang justru disambut tatapan aneh dari rekan ngobrolnya.
Eska seketika mengunci Pania di bagian leher, lalu mengetuk-ketuk kepalanya dengan tinjunya. Pania pun berontak tapi tak bisa berkutik. Dia balas menjambak rambut Eska sampai mau melepaskannya. Siapapun yang melihat pasti tahu kalo mereka tidak berantem sungguhan. Karena sebentar kemudian mereka sudah saling diam. Eska merapihkan rambutnya dan menghela napas panjang, memikirkan kembali kata-kata Pania barusan.
" Dasar tantip, tante kang gosip! Gak masuk senbatsu juga gakpapa, alias #kusudahbiasa (sad) " Ucap Eska datar.
" Hahhaha.. jangan muna deh, apalagi yang dicari masuk jeketi kalo gak senbatsu? Makin lama gak pernah senbatsu makin rugi lho Ka... Kak Yona aja pengen cepet-cepet senbatsu, malah rencananya kalo udah senbatsu satu kali udah mau grad aja." Balas Pania.
" Kalo dia sih udah sadar umur..." Kata Eska.
" Hahaha, hus!... jangan bawa-bawa umur, sensitip bang." Ucap Pania sambil mengisolasi bibir rekannya, takut menyebar ke mana-mana. Yang langsung disambit tepisan lembut oleh jari-jemari pemilik bibir.
" Atau, jangan-jangan dia udah ada yang ngajak merid?" Lanjut Eska.
" Bisa jadi. Kenapa lo gak tanya orangnya langsung aja?" Ujar Pania.
Seperti langsung mengerti, mata Eska menjelajahi ruangan seperti radar. Begitu ia menemukan lokasi orang yang dimaksud, Eska memandang Pania lalu keduanya seperti saling memerintah yang lain untuk maju duluan. Pe memperhatikan tingkah keduanya dari tadi.
" Dia bukan buru-buru mau merid. Dia hanya gak mau terlalu lama ngerepotin orang lain dan juga masih mau ngasih motivasi yang baik buat adik-adiknya..." Begitu Pe bicara, Eska & Pania seketika diam memperhatikan. Antara bingung atau penasaran dengan kalimat yang nampak belum selesai itu.
" Kalian tau sendiri kan kak Yona awalnya gak terlalu jadi favorit manajemen. Karena itu dia berjuang begitu keras supaya bisa dilihat. Meski begitu tetap aja, yang dianggap paling menguntungkan ya member itu-itu saja..,
.. Untunglah fans bisa melihat kesungguhannya. Karena dukungan fans itulah dia masih bertahan sampai saat ini. Karena dukungan itu juga dia merasa harus memberikan sesuatu yang berkesan sebelum pergi dan juga untuk menunjukkan kalau dukungan mereka tidak sia-sia. Meskipun sakit, lelah, dia masih menunggu kesempatan itu sambil terus menikmati kehidupan di Jekeiti. Dia juga mau nunjukin ke kalian, adik-adiknya, kalau kita bisa berjuang tidak boleh menyerah di tengah jalan. Dia ingin membuktikan kalau dia aja bisa, kalian juga harus bisa.. Paham?(?)"
" hoam...Zzzz Zzzz Zzzz..."
" KEBAKARAAAANN !"
" Siap Kak! Paham... dikit!"
" Bagus! Banyakin berjemur di bawah matahari ya, biar otak kalian ngembang, jadi gak dikit2 pahamnya..." Kata Pe dengan sabar.
" Siap Kak! PErintah dimengerti!" Jawab Eska & Pania kompak. Pe pun hanya mengangkat bahu melihat tingkah mereka.
Ya sudah, itu hanya becandaan mereka saja. Keduanya lalu beranjak masuk ruang recording karena sudah dipanggil. Sedangkan Pe masih menunggu giliran, dan juga menunggu mie Ngajak Tubir® pesanannya. Pikirannya mulai tergoda mengingat-ingat lagi apa yang kedua bocah tadi bicarakan di awal-awal. Tentang Achay kenapa sampai tidak ada yang sadar sehingga ditinggal terkunci sampai hampir pagi, dia baru ingat belum menanyakannya.
Tadi pagi dia yang mengantarkan Achay langsung ke sekolah sedangkan perlengkapan termasuk seragamnya diantar oleh orang rumah mengingat kondisinya pagi itu. Sampai malam ini ia belum bertemu Achay karena sepertinya tidak ada kegiatan apapun di Jeketi untuknya hari ini. Pe melihat jam tangannya, masih sore sekitar pukul 21.10. Kalau proses recording lancar, mungkin dia masih punya waktu sebelum pulang untuk melihat jejak-jejak kejadian di TKP kemarin malam.
Jarum jam di tangannya membentuk senyum angribird ketika tepat menginjakkan kaki di lantai 4 mall Ep-ex. Nampaknya masih agak ramai di entrance hall teater sampai meluber ke kanan-kiri. Diapun sesekali membalas fans yang memanggil namanya dengan senyuman dan sesekali dadah-dadah. Di situlah terkadang mereka terlanda PEart attack secara massal.
Sesaat sebelum masuk ke backstage, kembali ia mengguncang hati para fans dengan pertanyaan ke semua yang memandangnya sambil tersenyum bakpao, "gimana dedek-dedek gen 2? Luchuk-luchuk juga yaa? Heheh.." Seketika semua fans di situ menjadi gesrek. Sebagian besar menjadi tersadar kalau dirinya begitu lemah dan mudah tergoda. Ada yang pura-pura lupa kalau dia habis nonton teater gen dua, ada yang menyembunyikan muka, ada pula yang sok cuek berlalu sambil siul-siul. Kata-kata Pe itu ibarat sentilan lembut bagi mereka. Sampai Pe menutup pintu pun keriuhan masih terdengar di luar.
Begitu di dalam, adik2 member generasi 2 langsung heboh. Namun ada juga yang bengong, entah karena terpana atau memang belum tahu siapa yang datang. Selanjutnya bisa ditebak, ada yang ngajak salaman, cipika-cipiki, bahkan langsung foto wefie (with else selfie). Yah apa boleh buat, Pe menurutinya dengan sabar. Sampai semua selesai dan banyak yang berpamitan mau pulang, Pe masih di situ sambil mengamati kira-kira tempat mana saja yang nyaman untuk tidur tanpa ketahuan di ruang yang bisa dibilang cukup sempit.
Di tengah keasikannya mengamati, dia baru sadar sedari tadi ada yang mengamatinya juga secara diam-diam. Salah satu member baru generasi dua yang baru debut teater. Ia pura-pura sibuk dengan poni tipisnya ketika Pe menghampiri, nampaknya dia belum punya banyak teman.
"Hai. Aku Pe. Nama kamu siapa?" Sapa Pe menginisiasi perkenalan.
"Eh. Iya Kak. Namaku Naya panjangnya Nayayayaya oh nayayayaya, lihat ke sini..(dst.(?)). Kalo nama pendeknya Nay, dikasih sama manajer. Aku di unit song Pajama Drive jadi yang biru loh Kak.. emm, tapi kadang di Kagami no Naka no Jeanne d'Arc juga.." Jawab Nay bersemangat.
"Wah, bagus ya nama kamu, mirip lirik lagu(?), hehhehe (panjang amat jawabnya ya, padahal cuma ditanya nama -_-')... Emmm, Boleh minta bantuan?" Tanya Pe.
"He? Be-batuan? Aku gak ngoleksi batu-batuan Kak.."
"Bantuan.. Sini coba.."
Pe *menyeretnya* memintanya mempraktekkan cara tidurnya Achay. Kaki ditekuk dengan tangan di pipi, mirip sekali dengan Achay, beruntungnya tinggi body mereka juga kira-kira sama.
"Perfect!" Kata Pe sambil tersenyum senang. *Dia lalu memasukkan Nay ke koper lalu membawanya pulang saking gemesnya (itusihgue :v #okeiniapagakpentingskip)*.
Nay membantu dan menemani Pe malam itu sampai kira-kira semua cukup. Pe sengaja menunggu sampai saat-saat terakhir teater ditutup. Selama satu jam Nay hampir ketiduran beneran. Pe membiarkannya sampai benar-benar tertidur, dia sudah berjanji akan menemaninya pulang sebagai kompensasi karena sudah membantunya.
Jam setengah sebelas, petugas wardrobe mulai mengangkut seifuku2 untuk dibawa dan menyiapkan untuk besok. Sekitar pukul 23.04 sudah tidak terdengar kegiatan dari luar. Pe melihat seorang security mulai masuk ke backstage.
"Neng kok belum pulang juga? Temennya udah pulang semua.." tanya Anto, nama security tersebut.
"Ini juga saya udah mau pulang Mas. Eh, Mas Anto kalo mau ngunci pintu emang gak periksa ruangan kira-kira ada yang ketinggalan atau ada member yang nyelip gitu?"
"Hahaha... masa sampe ada member nyelip. Ketiduran maksudnya? Kayaknya gak pernah. Lagipula pasti kelihatan kalo ada member atau orang kan gak ada tempat buat sembunyi kok di sini apalagi tidur pasti ketahuan.."
"Ooh, ya udah aku udah selesai. Yuk kalo mau pulang.."
"Wah, Neng Pe ngajakin pulang bareng? Tapi jalan pulang kita kan gak searah Neng.. jadi kayaknya gak bisa naik sepeda berdua (?) Hehe.. Bentar, saya kunci pintu dulu."
"Yee apaan coba. Maksudnya waktu pulangnya bareng, jalannya sih sendiri juga gapapa maz. Sudah terbiasa dan terlalu lama sendiri (?)."
"Haha kayak judul lagu itu Neng"
"Heheh.. ( Padahal dia yang mulai duluan ngomong pake judul lagu? *tepokjidat – tepokpipi – (((pipi)))(?)* )"
Anto mengunci pintu berdaun dua yang digunakan Pe masuk tadi. Lalu dia kembali, memeriksa ruangan sebentar lalu bergegas mematikan lampu dan meninggalkan ruang ganti. Pe sudah lebih dulu keluar.
"Pintu yang ini gak dikunci?" Tanya Pe penasaran begitu mas Anto menutup pintu yang menghubungkan backstage teater dengan ruang foyer tapi tidak menguncinya.
"Tau Neng, dari sono perintahnya gak usah dikunci kalo yang ini. Gak tau alasannya, mungkin pamali kalo semua pintu dikunci, ..."
Belum selesai ngomong, terdengar suara langkah terburu-buru dari backstage, 'dug dug dug...,' suara sepatu membentur lantai kayu semakin keras tanda semakin mendekat. Kemudian gagang pintu diputar dan pintu terbuka.
"Jangan tinggalkan daku sendiri... di sini.." Kata Nay sembari menghambur dari balik pintu. Anto pun bingung, lalu memandang Pe seakan mau bertanya apa yang terjadi.
"Wah mas Anto kurang teliti nih masa masih ketinggalan satu. Heheh, yuk ah pulang... eh iya, Nay kos-an kamu di mana tadi?" Pe langsung menggandeng tangan Nay sambil berlalu dan hanya membiarkan Anto terbengong-bengong menjawab pertanyaannya sendiri. Tak lama kemudian mereka berdua sudah menghilang dari pandangannya. Anto pun hanya geleng-geleng kepala lalu ikut beranjak setelah memeriksa sekali lagi dan yakin tidak ada lagi yang tertinggal.
( Catatan : Kata-kata diapit tanda * awalnya adalah kata-kata yang di-strikethrough, karena perubahan format. :( )
To Be Continued...
