Your Life, My Life
Exo member
Romantis x keluarga x komedi x persahabatan x drama
Typo bertebaran dimana-mana
Sehun milik Tuhan Yang Maha Esa dan kedua orangtuanya (berat hati mengakuinya)
Selamat membaca~
Bab 1
Sehun diam termenung tak bergerak sedari tadi. Pikirannya kosong, pandangannya tidak fokus, dan tubuhnya kaku. Ini sudah terjadi sejak sekitar satu jam yang lalu dan Sehun sama sekali tidak menunnjukkan perubahan sikap tubuhnya sedari tadi. Semua teman-teman dan saudara Sehun, memandang iba dan heran dengan keadaan Sehun.
"seperti istrimu sedang merenggang nyawa saja, Sehun. Dia hanya mengalami kontraksi karena terlalu setres yang dialaminya, dan kau seharusnya tahu harus menjaga jarak dengan gadis lain, apalagi itu mantan kekasihmu."
Sehun tidak bergeming. Sehun sangat kalut, saat mengetahui bahwa istri tercintanya mengalami pendarahan tepat didepan matanya dengan lelehan air mata dari mata indahnya. Sehun sadar, bahwa dia melakukan suatu kesalahan besar saat itu. Sehun sangat menyesal, lebih memilih menyembunyikan keberadaan mantan kekasihnya yang berusaha mendekatinya setelah sekian lama hilang, dari istrinya. Seharusnya, Sehun tahu 'sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, pasti akan tercium juga'. Sebuah paribahasa yang berulangkali diucapkan bagai mantra oleh hyung nya sendiri. Dan Sehun menutup telinga.
Menyesal pun tak ada gunanya, sudah terlambat, dan...
Luhan tahu semuanya
"Hun, sebaiknya kau makan dulu." Sehun tetap tak bergeming sedikitpun. Perasaan bersalah memenuhi seluruh tubuh Sehun hingga sumsum tulangnya, membuat Sehun merasakan nyeri luar biasa. Sehun tidak berani membayangkan pengkhianatan yang hampir dilakukannya pada Luhan yang sedang mengandung anak pertama mereka.
Pesona iblis sangat kuat.
"setidaknya minum, kau dehidrasi." Sehun tidak bisa mendengar suara apapun disekitarnya. Sehun merasa, hanya ada dirinya disana dengan keadaan lorong rumah sakit yang sunyi dan pengap. Lantai yang dipijak Sehun terasa berputar-putar, suara detik jam bergema bersahut-sahutan ditelinga. Sehun merasa pusing, lemas, tak bertenanga, mual, dan—
"Sehun?" Sehun tersadar saat seseorang menyentuh pundaknya dengan sedikit remasan penyemangat yang mengalir dari ujung-ujung jari panjangnya menuju tubuh Sehun yang sangat membutuhkan.
Sehun menolehkan kepala dan menemukan senyuman hangat dari hyung nya. Sehun tersadar dengan cepat. Semua nyawanya masuk kembali kedalam tubuh sehun dan mengembalikan kesadaran Sehun yang sempat berterbangan kesana-kemari.
" hyung—" suara Sehun tercekat di tenggorokannya yang kering.
"kau dehidrasi. Suhu disini dingin, dan kau terus-menerus mengeluarkan keringat dingin. Aku akan melarangmu masuk menemui istrimu jika kau masih dalam keadaan seperti ini. Walaupun kau suaminya, aku tidak peduli."
"Y-Yifan hyung." Sehun tak kuasa menahan segala beban yang sedari tadi menggerogoti hatinya. Sehun hanya manusia biasa yang pasti adakalanya lemah disaat tertentu.
"menangis tidak membuat seorang laki-laki apalagi suami menjadi lemah." Sehun sedikit membualatkan matanya mendengar perkataan hyung nya. Sehun menatap mata Yifan dengan pandangan yang sulit diartikan.
" Terima kasih, hyung. Tapi, saya tidak menangis di sini. "
" Mengapa? Apa masalahnya?"
"tidak ada."
" Dan- "
"kau malu menangis dihadapan kami semua?" salah seorang memotong perkataan Kris dan menujukan pertanyaan pada Sehun yang sedang memandang mereka semua dengan polos.
Sehun berdiri . "mian, hyungdeul. Aku tidak sadar jika ada kalian." Sehun membungkuk tanda permintaan maafnya pada semua orang disana. "and thank's. Karena sudah datang kemari padahal sudah larut malam." Sehun membungkuk sekali lagi dengan dalam dan lama.
Sehun menatap satu persatu orang disana. "Kris hyung, Jongdae hyung, Jongin hyung, Suho hyung, dan Chanyeol hyung. Gumawo." Sehun berkata lirih lalu pergi meninggalkan semua orang yang menatapnya, menuju seorang dokter dan beberapa perawat yang baru saja keluar dari kamar yang ditempati oleh istrinya.
"istri anda baik-baik saja, dan anda boleh menjenguknya."
Sehun merasa semua tulang-tulangnya meleleh dan mengalir disekitar kakinya yang kesemutan. Sedari tadi Sehun hanya menatap Luhan yang duduk bersandar dikepala ranjang tempatnya beristirahat setelah dilakukan perawatan oleh dokter dan suster tadi. Sehun tidak berani mendekat. Kakinya membeku, nafasnya tercekat, Sehun tak mampu mengutarakan bagaimana perasaannya saat ini.
Sehun merasa dunianya runtuh berantakan malam itu, setelah sepulangnya dari cafe Chanyeol untuk melakukan pertemuan dan juga untuk mengutarakan penolakan pada mantan kekasihnya yang memintanya kembali bersama. Sehun takkan pernah kuasa untuk meninggalkan kekasih hidupnya hanya untuk seorang gadis yang bahkan pernah meninggalkan Sehun begitu saja dan tidak memperdulikan bagaimana perasaan Sehun.
Luhan berdiri kaku didapur dengan lelehan air mata di wajah dewinya. Sehun terkejut luar biasa. Tanpa memberi waktu Sehun untuk bertanya apa penyebab Luhan menangis, Luhan berteriak histeris. Sehun tak berani membayangkannya lagi.
Luhan memandang Sehun yang masih berdiri dibalik pintu dengan pandangan kosongnya. Luhan menaikkan satu alisnya bingung. Hawa dingin yang dikeluarkan Sehun serasa mencekik Luhan hingga menusuk-nusuk tulangnya.
"kau mau berdiri disana? Auramu membuatku menggigil, bahkan Shinma juga menendang-nendang." Luhan berusaha menegembalikan kesadaran Sehun yang lagi-lagi berterbangan tanpa bisa Sehun cegah. "kau mau memelukku atau keluar dari kamar ini?" Luhan memberikan penawaran, berharap mampu menarik perhatian Sehun.
Sehun tersadar. Sehun memandang Luhan dengan mata sayunya. "mau menangis dipelukanku, oppa?" Luhan merentangkan kedua tangan dan Sehun langsung berlari menerjang Luhan dengan pelukan hangatnya.
"kau tidak marah padaku?" Sehun menatap mata bening Luhan dalam. Luhan balas menatap mata Sehun yang dipenuhi perasaan cemas, sedih, dan bersalah yang sangat kentara dimata coklat tajam milik suaminya. "kau berharap aku marah padamu?" Luhan bertanya menggoda.
Luhan tak mampu membohongi perasaan marah dan kecewanya saat tahu ternyata Sehun selalu pulang malam hanya karena menghabiskan waktu bersama mantan kekasihnya, padahal ada dirinya yang selalu menunggu Sehun dirumah. Tapi, Luhan selalu percaya bahwa Sehun tidak mungkin mengkhianatinya, dan Luhan selalu percaya apa yang dilakukan Sehun adalah untuk menjaga perasaannya.
"Shinma bahkan sama sekali tidak marah padamu dan melarangku untuk marah padamu juga." Luhan tersenyum manis hingga membuat tubuh Sehun yang semula tegang lambat laun menjadi lemas. "Shinma selalu menendangku jika aku marah padamu." Luhan mengelus perut besarnya.
Luhan menangkupkan kedua tangannya pada pipi Sehun dan mengangkat kepalanya untuk menatap manik coklat tajam Sehun. "aku yakin kau sudah diberi petuah baru dari Yifan oppa? Mau mencobanya? Menurutku, itu pertanda bahwa kau sangat mengkhawatirkanku dan mencintaiku. Tak usah malu."
Sehun tak kuasa menahannya. Seluruh beban yang ada dipundaknya karena kesalahannya sendiri, terangkat dengan mudahnya karena Luhan. Sehun sangat menyesal telah membuat Luhan kecewa. Sehun sangat malu pada dirinya sendiri. Sehun menangis tersedu-sedu dibelahan dada Luhan dengan kencang.
"hei, jika kau menangis seperti ini, aku yang jadi malu. Bagaimana jika ada orang yang mendengarnya? Kau menangis seperti anak kecil." Luhan mengelus rambut dan punggung tegap Sehun dengan lembut. Sehun yang mendengar perkataan Luhan, malah semakin kencang menangis. Luhan bahkan gelagapan menghadapi kelakuan Sehun yang diluar dugaannya. "suara tangismu sekarang bahkan lebih kencang dari bayi yang baru lahir." Luhan berusaha mengejek Sehun agar mengecilkan suara tangisnya, namun gagal. Luhan hanya bisa menenangkan Sehun yang malah semakin kencang menangis.
"aku menyesal sudah menyarankanmu untuk menangis. Malah aku yang dibuat malu." Sehun tidak peduli dengan ucapan Luhan dan tetap menangis sambil menelusupkan semakin dalam kepalanya di dada Luhan.
"kurasa aku tahu jawabannya." Luhan terkekeh.
Beberapa pasang mata terlihat saling mendorong satu sama lain didepan pintu rawat Luhan, bergantian mengintip apa penyebab Sehun menangis dengan kencang. Para istri mereka hanya memandang jengah kelakuan suami mereka yang berebut mengintip kedalam. Bahkan, sekarang yang menjadi bahan pembicaraan 0rang disekitar mereka bukanlah suara tangis Sehun yang keras, melainkan lima orang laki-laki dewasa yang ribut berebut mengintip.
"aku malu sekali. Tak kusangka mereka begitu bersemangatnya melihat Sehun menangis. Kurasa Sehun nanti akan dipermalukan oleh mereka. Kasihan sekali. Aku turut berduka untuk harga diri Sehun yang tinggi." Yang lain mengangguk.
Semenjak insiden Sehun menangis dipelukan Luhan, Sehun bekerja keras menabung untuk kelahiran buah hati mereka yang akan lahir kurang beberapa hari lagi. Sehun tidak pernah benar-benar jauh dari Luhan.
Luhan yang merasakan perbedaan Sehun, hanya bisa mengulum senyum bahagianya. Sehun bernar-benar mempertanggungjawabkan perbuatannya tempo lalu, dan Luhan sama sekali tidak mempermasalahkannya.
Luhan memperhatikan Sehun yang sedang bermain I-Phone sambil tiduran di sofa, Luhan masih tinggal dirumah sakit. Masalah antara Sehun dan Luhan menyebabkan kondisi tubuh Luhan turun. Lagipula, beberapa hari lagi Luhan akan melakukan persalinan anak mereka.
"ada sesuatu?" Luhan tidak mampu menahan rasa penasarannya saat melihat ekspresi Sehun yang mengkerut.
"tidak. Hanya saja hyungdeul mengajakku ke cafe Chanyeol hyung. Kata Jongdae hyung, mereka ingin bertemu denganku karena aku terlalu sibuk." Sehun menjawab pertanyaan Luhan tanpa menatap balik Luhan dan dengan bibir mengerucut lucu.
"apa yang perlu dipikirkan?" Luhan senang sekali bisa melihat ekspresi lucu Sehun yang sangat jarang diperlihatkan oleh Sehun.
"entahlah. Aku merasa, jika bertemu mereka akan menjadi sebuah bencana untukku." Sehun tetap mempertahankan ekspresi kesalnya hingga membuat Luhan tertawa kencang.
Luhan tidak bisa menahan perasaan geli yang menyelubungi hatinya. Sehun itu memang punya perasaan yang kuat terhadap keselamatan dirinya. Perasaan Sehun yang mengatakan bahwa Sehun memiliki perasaan buruk pada hyungnya memang tidak salah. Luhan tahu bahwa niat mereka mengundang Sehun adalah untuk mengolok-olok Sehun akan kejadian tempo hari. Para istri mereka yang melaporkannya pada Luhan.
Sehun yang mendengar Luhan tertawa, sontak menoleh dengan cepat dan melotot tajam pada Luhan.
"tuh kan, benar. Mereka punya maksud buruk padaku." Sehun cemberut dan mengetikkan suatu balasan dengan kasar pada I-Phone miliknya. "memang kenapa?"
Luhan tidak dapat menghentikan tawanya yang menyebabkan Sehun mengerutkan kening tidak suka. Sehun itu bertanya, bukan melontarkan candaan.
"oppadeul bahagia sekali setelah kau menangis." Cukup jawaban singkat Luhan yang mengandung banyak sekali makna bagi Sehun. Wajah Sehun merah sekali. Luhan hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan Sehun. Padahal, itu salah Sehun sendiri.
"aku benci mereka." Sehun berkata datar dengan wajah merahnya.
"itu salahmu sendiri, Hun." Luhan mengingatkan Sehun dengan wajah tenangnya, tidak peduli bahwa Sehun malah menatapnya sengit.
"tapi kan kau yang menyuruhku menangis!" Sehun tetap tidak mau kalah.
"kan aku tidak menyuruhmu menangis seperti bayi! Aku bahkan malu sekali saat mendengar suara tangismu itu."
"apa sekeras itu?" Sehun merubah raut wajahnya yang semula marah dan kesal, menjadi wajah bingung dengan cepat. Bahkan Luhan yang melihat perubahan pada ekspresi Sehun terkejut.
"iya. Dan Minseok eonni, Baekhyun, Kyungsoo, Yixing eonni, dan Zitao eonni malu sekali karena suami mereka menjadi bahan perbincangan orang sekitar selama berhari-hari."
"kenapa mereka yang jadi bahan perbincangan?"
"mereka berebut mengintip dikaca pintu saat mendengarmu menangis, dan mereka sangat heboh."
"oh... jadi itu yang membuat mereka tidak datang kemari?"
"tentu."
Sehun melemparkan asal I-Phone nya di sofa lalu beranjak mendekati Luhan dan berbaring disamping Luhan sambil memeluk erat Luhan. "aku malu sekali... aku tidak mau bertemu mereka." Sehun berkata manja.
Pintu kamar terbuka dan menunjukkan sesosok namja tampan dan tinggi dengan rambut silver berantakan miliknya, membawa bingkisan buah-buahan yang masih segar.
"yo! Luhan-ah. Bagaimana kabarmu?" suara baritone sexy miliknya terdengar merdu bagi Luhan. Luhan sangat menyukai suara baritone miliknya.
"aku tidak pernah berhenti mengagumi suara baritone mu, Chanyeol oppa." Luhan tersenyum manis. Sehun saat pertama kali mendengar suara baritone Chanyeol, mengeratkan pelukannya pada Luhan dan menenggelamkan kepalanya di dada Luhan.
"aku menganggap kau dalam keadaan baik. Ada apa dengannya?" Chanyeol meletakkan bingkisan di meja, menatap Sehun dan Luhan bingung.
"kurasa untuk saat ini, suaramu tidaklah membuat Sehun cemburu." Luhan mengedipkan sebelah matanya dengan jahil. "sekarang bagaikan lonceng maut yang akan menurunkan harga diri Sehun yang tingginya selangit." Goda Luhan.
"maksudmu tentang tang—" ucapan Chanyeol terpotong oleh geraman Sehun yang membuat rambut ditubuh Chanyeol dan Luhan berdiri. "tutup mulut." Luhan meringis bersalah pada Chanyeol yang mengendikkan bahunya acuh.
"siapa yang menjaga cafe oppa? Dan terima kasih untuk bingkisannya."
Chanyeol perlahan menjauh mendekati pintu. "anak-anak yang menjaganya sementara. Oh iya, Baekhyun titip salam untukmu. Dia menyesal tidak dapat datang menjengukmu, karena dia sedang diculik oleh eomma ku." Chanyeol berbalik membuka pintu. "kuharap kau melahirkan dengan selamat, Han-ah." Pintu tertutup.
"cepat bangun! Dasar mesum."
