-träumend-
.
durarara! is the property of Ryōgo Narita, no copyright infringements are intended.
.
.
.
Ini tidak baik; Izaya bermimpi lagi.
Ada bunyi lonceng yang menggema dari dekat, bergemerincing, keras. Ia mendengarnya, lalu mendengar suara monster yang meneriaki namanya dari kejauhan. Ia berlari, kakinya seringan bulu di atas gedung-gedung tinggi. Bunyi lonceng bertambah kencang; ia melihat monster itu melempar seringai, hampir menyamai langkahnya di antara kerumunan manusia yang seolah tidak peduli pada adegan kejar-kejaran kelewat klise ini.
Izaya tertawa di antara larinya, ini pasti mimpi. Sebab kakinya ringan, sebab tawanya nyaring, sebab ia merasa sangat hidup (hidup, hidup, hidup! Ia hidup!); tidak benar ketika semestinya ia tak berdaya di atas pembaringan, menunggu napas terakhirnya berhembus bersama fragmen-fragmen kenangan yang hanya bisa ia bayangkan. Ini hanya mimpi, ini hanya ilusi. Ia harus bangun dengan segera, sebelum monster itu berhasil menyusulnya, menangkapnya, merengkuhnya, dan mendaratkan taring-taring tajam di atas kulitnya.
Ia harus bangun sekarang juga. Namun ia tidak ingin. Sebab bunyi lonceng itu semakin keras, kini tidak hanya bergemerincing, lonceng itu juga berdentum hebat seperti hidup –seperti bernyawa.
Izaya menyetop larinya di persimpangan jalan dengan tiba-tiba. Ia menoleh; ia menanti sampai sosok monster pirang itu tertangkap melalui sudut kerlingannya.
Kemudian ia diam, menunggu kedatangan monsternya.
Kemudian ia terpejam, sembari menyentuhkan kelima jarinya di atas dada.
Kemudian ia sadar itu bukan suara lonceng; itu suara gemuruh detak jantungnya.
.
Ini tidak baik; Izaya masih bermimpi ketika matanya terbuka.
Lengannya terkulai lemas dan tungkainya seolah menempel dengan seprai, tak berdaya. Ia seperti gagak yang terjatuh dan lupa caranya mengangkasa. Namun ia berpikir ini juga pasti mimpi. Sebab monster itu kembali ada di sana, bukan di jalan-jalan yang hiruk pikuk oleh napas kota, bukan dengan amarah yang memuncak dan mengekorinya hingga ke tempat-tempat tak terjangkau oleh manusia biasa. Monster itu di sana, di sisinya, menatapnya dengan cara yang tak pernah terbayangkan oleh Izaya. Ini pasti mimpi, sebab monster itu di sana, berdiri di sisi ranjangnya, menatapnya bukan dengan kilat amarah melainkan dengan kelembutan tak terhingga.
Ini tidak benar, mimpi ini terlihat sangat nyata sekaligus tidak.
Ia melihat monster itu beringsut mendekatinya, ia merasakan bau sisa-sisa tembakau menari bersama udara, tetapi ia tak bisa mendengar lonceng itu. Ini pasti mimpi. Lonceng itu benar dan ini mimpi; jantungnya yang berdetak benar dan ini semua hanyalah mimpi.
Kegelisahannya, dan tatapan lembut itu, rasa sakitnya, dan kehadiran monster itu; semua hanya ilusi. Ia harus segera bangun.
Tetapi kemana? Ia tidak yakin lagi mana yang mimpi dan mana yang nyata.
"Aku pasti bermimpi."
Monster itu menangkupkan telapak tangannya di atas mata Izaya seraya bergumam, "tidurlah."
Tidurlah. "Kalau begitu ini bukan mimpi?"
"Tidurlah, Izaya." Kehangatan yang dijanjikan tangan itu membuat matanya terpejam sempurna. "Tidurlah. Aku tidak akan kemana-mana."
Ini tidak baik; karena jika ini mimpi, Izaya tidak ingin terbangun lagi.
