Naruto © Kishimoto Masashi
Monster © Big Bang
I am Not A Monster © Natsumidouri
M-rated for for safety
Abal, Typos, Semi-Canon, OOC (maybe), EYD jelek, absurd.
Drama, angst (gak yakin)
Cuma projek hobi saya.
Gak suka, gak usah dibaca.
.
Happy Reading~
.
Gelap. Segalanya gelap. Aku tak bisa merasakan apapun, dari alat indra manapun, dengan saraf sensorik bagian manapun. Sepi, kosong dan hampa.
Samar, aku mendengar suara, desauan tertangkap telingaku tak terlalu jelas. Dan suara langkah kaki yang terdengar ragu tapi tetap mendekat. Berlanjut, suara itu semakin terdengar jelas, tapi masih tetap ambigu karena mereka suara-suara itu saling bertubrukan. Menjadi melodi yang nyatanya mengganggu telinga.
Mataku mulai menangkap cahaya. Gambaran yang masih belum jelas, buram. Seolah mataku menderita rabun. Aku mulai memfokuskan pandanganku, memproses warna, intensitas dan sebagainya agar tertangkap retinaku. Walau kenyataannya masih belum sepenuhnya kuasa.
Aku mulai merasakan dan mencoba menggerakan otot-ototku. Terdengar seperti bunyi derit kayu dari tangan kiri yang kugerakkan, begitu pula dengan yang kanan. Perut dan leherku pun tak beda jauh nasibnya. Aku berada dalam sangkar, duduk bersimpuh.
Ada yang menahanku. Tapi apa? Dan—kenapa?
Otak dan sarafku berjalan mulai normal, diikuti indraku. Mataku mulai dapat menangkap gambar lebih jelas. Menampilkan coklat tanah yang gersang bercampur dengan ceceran warna merah pekat yang perlahan meresap. Mengangkat kepalaku perlahan, menemukan sosok pria tinggi ber seragam jounin dengan rambut coklat dan pelindung berukir seperti siput yang ia pakai di dahinya. Memasang paras serius, tengah membentuk segel ditangannya.
'Yamato-sensei?' Mengenali dia hampir sama baiknya dengan sensei mesum berambut perak. Mengedarkan pandangan, terdapat tiga orang pemuda terkapar terluka parah, dengan ninja medis yang memperjuangkan nyawa mereka. Para warga berbisik, penasaran namun tetap mengambil jarak yang cukup aman. Sebagian menatapku dengan pandangan ketakutan, selebihnya dengan pandangan menghakimi—membenci.
Teman temanku—jika bisa aku sebut seperti itu—disana, menampilkan raut muka yang terkejut dan waspada, sama halnya para sensei yang aku kenal, berada di belakang sensei-ku yang masih membentuk segel.
Diantara mereka, aku mendeteksi sosok itu, duduk bersimpuh memegang lengan yang mengucur darah segar. Pakaiannya sedikit berantakan. Gadis berambut panjang sewarna malam itu duduk disamping gadis merah muda yang tengah mengobati lukanya. Dari kedua pelupuk matanya air menurun kepipi. Wajah cantik itu tak menunjukan rasa sakit, itu pandangan kaget dan kekecewaan. Hatiku terasa sakit ketika pandangan itu ia layangkan padaku. Air matanya semakin deras mengalir seiring pandangan kami bertemu. Ia menangis, tanpa suara. Ia menggeleng-gelengkan kepala, seolah tak terima dengan kenyataan yang ia lihat.
Mataku berpindah menelusuri tubuhku, ini—
Mataku melebar. Ini tidak nyata. Ini tidak—
Seluruh tubuhku seperti mengeluarkan cahaya hitam kemerahan. Sementara dari belakang tubuhku muncul tiga—empat ekor berwarna sama yang berkibas-kibas.
Mulutku ternganga, kugelengkan kepalaku. Memandang sosok gadis yang kucintai, namun ia tak membalas pandanganku seperti sebelumnya dan memilih menundukan kepala. Membiarkan tanah menyerap air matanya yang terus mengucur.
Aku mencoba memberontak, dari kungkungan kayu ini. Berharap dapat terbebas disini, berjalan kearahnya dan merengkuh tubuh mungil itu. Menjelaskan apa yang ia lihat tidaklah nyata, dan berharap ia tetap percaya pada apa yang ia percayai. Bahwa aku—
.
Tapi kayu-kayu pengekang itu mengerat, dan tumbuh menyatu membentuk sebuah ruangan kecil untuk mengurungku. Daun-daun tumbuh pada kayu tersebut. Kotak yang perlahan menutup. Sebelum kotak itu menutup sempurna, aku masih dapat melihatnya yang masih menunduk. Aku tetap memberontak ketika kotak itu tertutup, hanya menyisakan celah-celah kecil sebagai jalan keluar masuknya udara. Mencoba mengeluarkan suara, tapi yang ada tenggorokanku terasa sakit. Memilih untuk menggumankan kalimat penyangkalan dalam hati. Yang seharusnya aku ucapkan pada mereka dan gadis itu. Bahwa—
.
Aku bukan monster!
.
.
Don't go, don't go, don't go, don't leave me
Don't do it, don't do it, don't do it, it's not like you
Getting farther away, love is breaking apart
Don't find me, don't find me, don't find me, don't look for me
The last, last, last image of me in front of you
Remember that, Don't forget me
.
.
Author note-nya cuma mau diisi ucapan:
Pertama, 17 Agustus 2015. Selamat HUT RI yang ke 70! Minna ikut lomba apa aja? Menang kagak? 17/08/45
Kedua, 18 Agustus 2015. Saengil Chukkae Hamnida, our leader Kwon Jiyong! Yang katanya habis putus ama Teteh Kiko Ackerman—Mikasa Mizuhara! [seenaknya aja lu mbolak-mbalik marga orang] Gak papa. Disini daku selalu menemani.. :-p #pelukGD 18/08/88
Ketiga, 19 Agustus 2015. Happy 9th Big Bang's Anniversary! Semoga kelima ahjussi ini masih tetep terus berkaya, masih terus berlima tanpa adanya bongkar-pasang personil, dari dulu, sekarang, dan nanti. 19/08/06
Terakhir— Terimakasih sudah membaca!
.
"Tsunade-sama, kemana Naruto akan di bawa?" Tanya Yamato pada perempuan yang sejatinya sudah mencapai lebih dari setengah abad. Yanato berada pada ruangan hokage bersama senior Kakashi.
"Aku, akan membawanya Houzukijou." Jawabnya tenang.
"Houzukijou? Hokage-sama tidak kah ini terlalu berlebih? Naruto baru 'mengamuk' kali ini, jadi—"
"Kau tidak tahu, Kakashi! Aku sudah melakukan perjanjian sebelumnya pada Kage yang lain, sekali ia mengamuk, maka aku akan membawanya ke Kusagakure! Aku tak punya pilihan lain!"
"Tsunade-sama—" Kedua sensei tak bisa membantah lagi. Benarkah tidak ada cara lain?
.
Brak!
Seorang dengan seragam chuunin masuk mendobrak pintu dengan sangat tidak sopan. Menmbuahkan tatapan mematikan dari sang first lady. "Tsunade-sama—" suaranya bergetar, entah karena ketakutan denagn tatapan cucu Hokage pertama, atau karena ia memang ketakutan sedari tadi.
"Ada apa, Ichirou?"
"Na-naruto—dia.. Berhasil kabur!"
.
TBC
.
.
What on your mind? Give me review, please!
.
18/08/15
I am Not A Monster by Nyonya Nara
