Warning : Not any warning, for now.
Disclaimer : If Death Note is mine, the story will be on this bottom.
PROLOGUE
"L." Sebuah suara menggema di dalam gelapnya ruangan yang hanya disinari oleh cahaya dari monitor. L mengangkat cangkir kopinya dan menjawab tanpa menoleh ke arah orang tersebut.
"Apa, Watari?" tanyanya dan menyeruput kopinya.
Watari berjalan mendekati L sambil mendorong troli berisi makanan manis untuk detektif itu. "Berhati-hatilah."
L menoleh ke arah Watari dengan heran. "Aku selalu berhati-hati."
Watari menghela nafas, tangannya sibuk menukar piring kosong di meja dengan piring berisi cake. "Maksudku adalah kau jangan sampai lengah. Entah kenapa, aku memiliki firasat bahwa identitasmu akan terbongkar. Dan biasanya firasatku selalu benar."
"Kalau soal namaku, kau tak usah khawatir. Di dunia ini hanya aku dan kau yang mengetahui namaku."
"Bukan soal namamu." Ucapan Watari ini membuat mata L melebar sesaat. Alisnya menaut serius, mulutnya tertekuk.
"Aku tahu..." gumam sang detektif pelan.
"Jika para penyelidik itu tahu, tidak masalah. Tapi, entah apa yang akan terjadi padamu jika Kira tahu bahwa kau ini-"
"Watari!" Bentakan dari L memotong ucapan pria yang dia anggap ayah itu. Watari tersentak mundur terkejut mendengar 'anak'nya membentak dirinya. "Maaf." kata L menyesal.
Watari hanya menatap orang yang sudah dia anggap anak itu dalam diam. L bangkit dari kursinya dan menghadap Watari. "Jangan khawatir. Aku tahu bahayanya tepat saat aku memutuskan untuk mengambil kasus ini." L menatap Watari sedih. "Lagipula, 'itu' tidak membuatku mati."
Orang tua itu hanya bisa mengepalkan tangannya yang gemetar. "Aku... aku takut Kira akan melakukan apa yang Beyond lakukan padamu jika dia mengetahuinya." Dia menunduk, menahan geram. "Dan itu pasti akan benar-benar membuatmu hancur terutama kalau Kira itu..."
Mata Watari melebar ketika sepasang lengan melingkari dadanya. Dia membalas pelukan L, tangan kanannya mengelus rambut detektif muda itu.
"Tidak apa-apa." kata L, dia melepas pelukan. "Aku tak bisa berjanji, tapi..." Senyuman terlihat di bibirnya. "aku akan berusaha agar hal itu tidak akan terjadi padaku lagi."
Watari menghela nafas, dia melepas kacamatanya dan menekan-nekan pertengahan matanya sebelum memakai kacamatanya lagi. "Aku mengerti." Dia mendorong troli ke arah pintu.
"Watari."
Orang tua itu menghentikan langkahnya dan berbalik.
"Thank you. And I'm sorry I've made you worry."
Watari menghela nafas lagi dan tersenyum sebelum melangkahkan kaki keluar dan pergi.
L menatap kepergian Watari dengan tatapan sedih. Dia berbalik dan kembali ke kursinya. Matanya menatap monitor yang menampilkan seorang lelaki berambut cokelat di dalam sel, dan menghela nafas.
'Apa yang sebenarnya terjadi pada mereka...?'
Suara kecrekan rantai terdengar dari borgol yang mengikat tangan dua orang yang – seharusnya – saling bermusuhan. Misa duduk di sofa menatap besi yang melingkar di pergelangan tangan pacarnya dan mendengus.
"Hei... kalau begini, sih, namanya bukan kencan..." keluhnya, tangan di sandaran kursi menopang kepalanya, dan menyilangkan kaki.
L menatap bosan ke arah gadis di hadapannya, mulutnya sibuk mengunyah strawberi dari piringnya. "Tidak usah pedulikan saya." Ucapnya tidak peduli. Dia lalu melirik cake yang terhidang di atas meja dan menunjuknya. "Ngomong-ngomong, tidak makan kuenya?"
"Makanan manis bisa bikin gemuk..."
"Meskipun makan makanan manis, kalau otak terus dipakai, tidak akan menjadi gemuk, lho."
Misa tersentak menyadari maksud ucapan L. "AH! lagi-lagi menyindir Misa bodoh!"
Dia tersenyum dan menatap L serius. "Nanti Misa beri kue, deh. Tapi, tolong biarkan Misa berdua dengan Light, ya?"
L menjulurkan tangannya untuk mengambil cake milik Misa. "Meskipun kalian ditinggal berdua di sini, saya masih bisa melihat kalian lewat kamera. Jadi, sama saja.
"Dasar cabul! Kenapa tidak dimatikan?! Hobimu menyebalkan, deh!" bentak Misa. L terlihat tidak peduli dan melahap cake di tangannya.
Misa melipat kedua tangannya di depan dada, dan memalingkan muka kesal. "Huh! Nyebelin!"
Kesunyian menyelimuti sebelum keluhan dari Misa memecah keheningan. "Ngomong-ngomong panas banget, sih. Ruangan ini nggak pakai AC, ya?" keluhnya sambil mengibaskan tangan untuk mendinginkan tubuhnya – yang tentu saja tidak berhasil.
L mengangkat alis dan menyeruput tehnya. "Pakai, kok. Suhu Jepang pada hari ini memang kelewat panas."
"Kalau begitu turunkan lagi suhunya!"
"Tidak bisa." L menambahkan lagi gula ke dalam teh. "Ini sudah termasuk yang terendah."
"Eh? Tapi-!"
"Misa!" panggilan dari Light memotong ucapan Misa. "Jangan manja! Sudah untung kita diberi kebebasan di sini."
Misa terdiam. Dia lalu menggembungkan pipinya, ngambek. "Coba kalau ada kolam renang di sini."
"Mi-!"
"Ada."
Misa dan Light menatap L yang sibuk melahap cake milik Light. Dia menjilat jari-jarinya yang berlumuran krim. "Kalau kolam, di gedung ini juga ada."
Mata Misa berseri-seri mendengarnya. "Benarkah?!"
L mengangguk. "Ya. Di lantai 22."
"Tunggu, Ryuuzaki." Light menghiraukan teriakan senang dari pacarnya. "Kenapa ada kolam renang di gedung ini?"
L melirik lelaki di sampingnya. "Iseng."
"Huh?"
"I'M COMIIIIING!"
BYUR!
"SHIT! MATSUDA! JADI BASAH SEMUA, NIH!"
"Ehehehe... gomen..." kata Matsuda tertawa garing sambil menggaruk belakang kepalanya. Aizawa hanya menggeleng kepala dan menyingkir dari pinggir kolam.
Misa tertawa. "Ahahaha! Matsui-san, muncrat kemana-mana!"
Matsuda terkekeh, dia lalu bersandar di dinding kolam dan melemaskan tubuhnya, matanya terpejam. "Aaaaah... surga dunia..."
Tawa Misa semakin keras. "Matsui-san kayak kakek-kakek yang berendam air panas!" Dia lalu menoleh ke arah Light yang duduk di samping L, dan melambaikan tangan. "Light-kuuuuuuuuun! Ayo berenang bareng Misa!"
Light membalas lambaian dengan tangannya yang terborgol, menandakan bahwa dia tidak mungkin bisa berenang dengan tangannya terantai – yang dia ragu Misa mengerti maksud lambaiannya itu.
"Kalau Light-kun mau berenang, silahkan." Suara L mendapat perhatiannya. "Tidak baik jika Light-kun menolak permintaan pacarnya." lanjut L, jemarinya sibuk mengetik di laptopnya dan mengambil cokelat dari meja.
Light mendengus. "Bagaimana bisa aku berenang kalau kau tidak mau melepas borgolnya." ujarnya sembari mengangkat tangannya yang terborgol.
L tetap tidak peduli dan tetap terfokus pada laptopnya. "Tapi, aku tidak bisa melepas borgolnya karena Light-kun adalah Kira."
"Sudah berulangkali aku bilang, aku bukan Kira! Lagipula kau sudah mengkonfirmasikan waktu kau memborgolku, kan?!"
Ekspresi L tidak berubah. "Memang aku mengatakan hal itu, tetapi sampai presentase Light-kun sebagai Kira menjadi nol, Light-kun akan tetap terborgol." L mengambil cangkir tehnya, memasukkan beberapa blok gula, dan mengaduknya. "Terutama saat ini kita harus memulai penyelidikan dari awal, dan tanpa adanya tersangka."
"Hm... Kalau begitu kenapa kau tidak ikut berenang saja?" kata Light, tersenyum.
"Aku tidak melihat alasan kenapa aku harus melakukan hal itu."
Lelaki berambut cokelat itu menatap penuh selidik. "Jangan-jangan kau tidak bisa berenang."
"Kalau aku tidak bisa berenang, untuk apa ada kolam renang di sini."
Light menatap lelaki di sebelahnya dan menghela nafas. "Jujur saja, Ryuuzaki, lama bersamamu aku melihat bahwa kau semakin malas untuk mengerjakan kasus ini – padahal markas ini memiliki peralatan yang lengkap."
L melirik lelaki di sebelahnya. "Maksudmu soal semangat?" Dia melihat Light mengangguk, dan menancapkan garpu di cake. "Ya, tidak ada..." Dia mengunyah cakenya dan menelannya sebelum berbicara. "Sebenarnya, aku sedang depresi."
Mata Light melebar terkejut. "Depresi?"
"Ya." L mengambil cake lagi dan memakannya. "Soalnya lama sekali aku mengira Light-kun adalah Kira. Gara-gara dugaanku salah, aku jadi syok..." Dia mengangkat cangkir dan meminum tehnya yang – luar biasa – manis. "Seingatku, Kira bisa mengendalikan tindakan orang, yang berarti..." Dia melirik Light lagi. "Ada kemungkinan bahwa Light-kun dikendalikan supaya aku mencurigai Light-kun sebagai Kira."
Light diam mendengarkan hipotesis L.
"Tapi, yang membuatku bingung adalah, kenapa kalian masih hidup setelah dikendalikan Kira. Menurut data, para kriminal mati setelah tindakannya dikendalikan." L menghela nafas. "Kira tahu bahwa Light-kun bisa mencuri informasi data dari kepolisian, lalu dia mengendalikan Light-kun supaya aku mencurigai Light-kun... aku kesal sekali... benar-benar syok..."
Lelaki berambut cokelat di sebelahnya terdiam sesaat. "Ryuuzaki... melihat pemikiranmu itu, meskipun aku dan Misa dikendalikan, tetap saja itu berarti kami adalah Kira, kan?"
L melirik Light dari balik poninya. "Ya, aku yakin begitu. Kalian berdua adalah Kira." Dia terdiam mengingat saat penyekapan Light dan Misa. "Menurut pemikiranku, Light yang disekap itu adalah Kira. Lalu, setelah disekap tak ada lagi kriminal yang mati. Dan dua minggu kemudian, para penjahat kembali mati setelah saya sangat yakin bahwa Light-kun adalah Kira. Setelah itu, aku punya dugaan lagi...
"... "Kekuatan" Kira ditransfer kepada orang lain. Dalam video yang dikirim oleh Kira kedua juga disebutkan "akan membagi kekuatan"..."
Light bertopang dagu serius. "Itu memang dugaan yang menarik. Bila benar Kira bisa melakukannya, akan lebih susah lagi untuk menangkapnya."
"Ya... karena itu aku jadi depresi..." L menghela nafas lagi. "Terutama, setelah "kekuatan Kira" berpindah ke orang lain, orang yang sebelumnya mendapat kekuatannya tidak memiliki ingatan apa-apa... jika begini, percuma saja kami menangkap banyak orang..."
"Tapi, masih belum tentu begitu, kan? Yang kita ketahui tentang Kira masih sedikit sekali." Light mengulurkan tangannya untuk menepuk bahu L. "Semangat, dong!"
"Semangat?" L menggigiti jarinya. "Lebih baik tidak usah terlalu semangat."
Light terdiam menatapnya.
"Terlalu serius ingin menangkapnya hanya akan membahayakan nyawa kita... seserius apapun kita berusaha menangkapnya, hanya akan membahayakan. Yagami-kun juga berpikir begitu, kan? Dan... jujur saja, sudah beberapa kali aku hampir mati..."
L terdiam menatap Light ketika Light berdiri mendekati L sebelum menutup dan menaruh laptop dan cangkir L di meja. Dan kebingungannya terjawab saat kepalan Light menonjok pipinya hingga dia terpelanting jatuh ke belakang, membuat Light ikut tertarik karena borgol yang mengikatnya.
Semuanya terdiam terkejut melihat 'pukulan kasih sayang teman' itu.
Tubuh L meringkuk dan terbatuk-batuk, sebelum bangkit terduduk. "Sakit!"
Light menatap tajam ke arah L. "Jangan seenaknya sendiri! Hanya gara-gara dugaanmu salah, gara-gara aku bukan Kira, lantas kau tidak bersemangat lagi? Kau benar-benar depresi...?"
L mengelap darah di sudut bibirnya dengan punggung tangan. "Mungkin ucapanku salah... tapi, kalau kita bertindak justru nanti kita sendiri yang rugi. Karena itu, aku berpikir sebaiknya ini dihentikan saja..."
Mata Light melebar mendengar pernyataan L. "Apa maksudmu? Kalau kita tidak bertindak, dia tidak akan tertangkap, kan? Siapa yang dulu sesumbar di TV ingin menangkapnya dan akan membawanya ke tempat eksekusi?" Dia mencengkeram kerah lelaki berambut hitam itu dan mengangkatnya. "Kau pikir sudah berapa orang kriminal, FBI, dan polisi yang menjadi korban, hah?! Percuma saja aku dan Misa disekap!"
Poni menutupi mata L. "Aku tahu... tapi, mau beralasan seperti apapun..." Dia memutar tubuhnya dan menendang Light tepat di dagu. "Mata dibalas mata!"
Light terpelanting jatuh ke belakang, L ikut jatuh karena tarikan dari borgol. Membuat semuanya menganga terpaku melihat mereka berdua.
Pukulan dan adu mulut menghiasi pertengkaran Light dan L. Matsuda – yang masih mengambang di kolam – melihat mereka dengan panik. "A-apa aku harus menghentikannya, komandan?!"
Soichiro – yang duduk di sebelah Aizawa – hanya menggeleng kepala dan menghela nafas. "Sudahlah... biarkan saja."
"Dan jujur saja..." L mendelik tajam ke arah Light. "Aku memang sangat menginginkan Light-kun yang menjadi Kira."
Ucapan L itu mendapatkan tonjokan keras dari Light, membuat mereka berdua terpelanting dan...
BYUR!
...jatuh ke dalam kolam.
Kepala Light muncul ke permukaan kolam, dia terengah-engah mengambil nafas. Dia melihat ke kanan dan ke kiri mencari si detektif berambut hitam. Kemudian, dia merasakan sesuatu menarik tangannya, matanya tertumbuk ke arah rambut hitam yang terlihat di dalam air. Dia menyeringai sebelum menarik tangannya dan menangkap tubuh orang berambut hitam yang terborgol dengannya itu.
"Kena kau!" teriaknya, membuat orang itu terkesiap kaget. Tetapi, matanya kemudian melebar saat tangannya mencengkram sesuatu yang empuk di dada orang itu.
Light terpaku terbelalak menatap punggung orang – yang lengannya memeluk diri sendiri – itu. Matanya berpindah ke arah borgol yang mengikat tangannya dan orang itu, sebelum menelan ludah dan membuka mulutnya. "Ryuuzaki, kau..."
L hanya berdiri diam tidak menjawab. Dia lalu berusaha kabur, tetapi sebuah lengan mencengkeram kausnya dan membalikkan tubuhnya agar menghadap Light yang terbelalak.
"Kau..." Light menelan ludah setelah melihat tonjolan besar di kaus bagian atas L yang membuat kecurigaannya terkonfirmasi. "...perempuan...?"
Dan di saat itulah, L membuat mental note untuk tidak meremehkan insting orang tua yang telah merawatnya, Watari.
TBC...
A/N : Yah... saya kembali lagi dengan fanbung (fanfic bersambung)...
Jadi... bagaimana menurut anda?
Apakah fanfic ini harus diteruskan atau tidak?
Jika fiksi ini jelek dan tidak memuaskan anda... saya minta maaf sebesar-besarnya.
Please review, if don't mind.
...
...
...
With crimson camelia,
Scarlet Natsume.
