Cho Hana storyline

.

untitled

.

Oh Sehun

LuHan

others

.

Hunhan. BL. Yaoi. Mystery. Thriller. Crime.

.

Seluruh pemain di cerita ini adalah milik orang tuanya, dirinya, agensi, dan tentu saja milik Tuhan.

.

.

.

.

.

.

"Aku akan selalu melindungimu. Aku akan menyelamatkanmu."

.

.

.

.

.

.

Jarum jam berdetak dengan ketukan yang konstan tanpa henti. Menciptakan alunan melodi pengisi kesunyian di malam itu.

Sekalipun hujan turun dengan deras, detakan jarum jam itu tetap terdengar di beberapa penjuru ruangan. Berpadu dengan tetesan hujan, membuat melodi itu semakin menarik perhatian seseorang.

Luhan bangkit dari tidurnya. Merasakan daya tarik dari alunan melodi hujan dan jarum jam. Melangkah perlahan keluar dari bilik kamarnya dengan gontai. Tak ada satupun sumber cahaya dari dalam kediaman Luhan. Namun itu tak membuat dirinya kesulitan untuk menggunakan indera penglihatannya. Setidaknya ada pantulan cahaya lampu dari luar kediamannya.

Di tengah gelap dan dinginnya malam, Luhan melangkah menyusuri kediamannya itu. Entah apa yang ingin ia lakukan saat itu. Ia hanya terus melangkah tanpa henti.

Tempat yang dihuni Luhan bukanlah tempat yang mewah apalagi seperti istana. Tempat itu hanyalah tempat sederhana. Namun rasanya sangatlah luas tempat itu ketika hanya dihuni oleh Luhan dan saudaranya.

Entah telah berapa kali Luhan menapakkan telapak kakinya di atas lantai, namun jelasnya saat ini ia berhenti melangkah. Ia menatap sesuatu di hadapannya. Ada sebuah benda seperti bola tertutup kain tergeletak di permukaan lantai. Luhan tanpa ragu menggapai benda tersebut. Membuka kain pembungkusnya dengan perlahan.

Luhan menatap benda itu tanpa ekspresi. Kemudian membawa serta benda itu dalam hentakan kaki selanjutnya.

Oh, Luhan menemukan noda jejak kaki di lantai rumahnya.

Luhan membenci sesuatu yang kotor, tapi untuk saat ini ia tidak memberikan tanggapan apapun pada kondisi di hadapannya. Selain jejak kaki, ada beberapa benda yang terjatuh dan berserakan di atas lantai.

Luhan lanjut melangkah tanpa peduli akan kondisi itu. Sepertinya tak ada niatan di hatinya untuk merapikan tempat itu saat ini.

Langkah kaki itu membawa tubuhnya ke sebuah ruangan. Jika di ruangan lain ia masih bisa menggunakan indera penglihatannya, maka di sini tidak. Ia sama sekali tidak bisa melihat apapun. Hanya hitam kelam di hadapannya.

Pemuda itu memilih untuk mengambil sebatang lilin dari dalam laci lemari yang tak jauh dari ambang pintu itu. Dinyalakannya lilin itu agar dapat membantu indera penglihatannya di dalam sana.

Tak ingin menghabiskan banyak waktu, Luhan mulai menyusuri ruangan itu. Ruangan itu lebih besar dari kamar Luhan, hanya saja begitu banyak barang di sana hingga membuat ruangan itu terasa sangatlah sempit. Saking banyaknya barang-barang di sana, tak jarang Luhan tanpa sengaja menabrak salah satu dari barang-barang tersebut.

Tak ada yang tahu ke mana tujuan pemuda ini sebenarnya. Hanya ia dan Tuhan yang tahu akan ke mana kaki itu membawa tubuhnya. Ia terus menyusuri ruangan tersebut. Melangkah di antara benda-benda tua.

Langkahnya lama kelamaan semakin melambat. Hingga akhirnya ia memberhentikan langkah itu.

Hal yang membuatnya berhenti melangkah karena adanya tubuh anak manusia yang tergeletak di lantai.

Di sini rupanya.

Luhan menyeret tubuh itu. Entah mengapa untuk saat ini sulit baginya untuk membawa beban di punggungnya. Mungkin ini disebabkan oleh fisiknya yang sedang melemah, pemuda itu sedang sakit.

Hujan belum juga berhenti. Udara dingin menusuk hingga ke rusuk saat pintu penghubung antara dunia dalam dan luar terbuka. Luhan menghapus peluh pada pelipisnya. Napasnya sedikit tidak teratur. Ia lelah, tapi ia harus mengurus orang ini terlebih dahulu.

Luhan berusaha menyelesaikan aktivitasnya itu dengan cepat. Ia melangkah ke tengah halaman belakang rumahnya. Tak peduli walau tetesan hujan membasahi dirinya. Ia malah berterima kasih kepada air mata dari langit itu karena saat ini ia sangat tertolong.

Luhan berjongkok di tengah halaman. Ia menggeser beberapa daun kering yang berada di atas sebuah besi. Besi berbentuk bundar itu seperti menempel di tanah. Diangkatnya besi itu hingga terlihat sebuah liang tanpa cahaya. Liang itu merupakan tempat pembuangan air yang terhubung ke sungai.

Luhan kembali ke teras rumahnya, membawa tubuh tadi ke tengah halaman. Kemudian, dilemparkannya tubuh itu ke dalam pembuangan air.

Luhan menghela napasnya berat. Ia mengusap wajahnya yang telah basah oleh air hujan. Sesaat kemudian ia menggapai benda bulat berbungkus kain yang sejak tadi ia bawa. Ia buka kembali kain yang telah bernoda itu untul melihat wajah yang ada di baliknya sebelum ia benar-benar melemparnya ke dalam pembuangan air.

Kau sudah tahu bukan benda itu apa?

.

.

.

.

.

Hai? Aku kembali.

Kira-kira adakah yang tertarik dengan cerita ini? Kalau ada, Insya Allah bakalan di lanjutin. Kalau ga ada, ydh gpp :)

Oke di sini gue sangat menerima kritik dan saran dari kalian. So, silahkan tulis di kolom review. Mungkin dari prolog ini ada yang aneh atau apa gitu boleh ditanyakan di kolom review. Kalau ga ada yang mau ditanyakan atau ngasih kritik/saran, kasih review juga boleh dong hehe /plak

oiya, ini ff judulnya bukan "untitled" ya. itu judul sementara doang, karena gue belum punya judul yang pas. ada yang mau kasih saran *lah orang ga tau ceritanya gimana nyuruh saran judul*

Udah ya cuap cuapnya. Bye

Published on FFN

September 13, 2017

11.50 PM

-Hana