Special fic yang tercipta di saat Dhii Chu mendengarkan lagu-lagu galau seorang diri di kamar, heheee~

Ceritanya mungkin tidak akan cocok dengan orang yang tidak suka BL, jadi Dhii nyatakan bahwa fic ini hanya Dhii ciptakan untuk para penggemar SasuNaru polepel!

Walau SasuNaru hanya milik Sakito-san (Masashi Kishimoto), tapi fic GJ yang bikin ngiler dikit ini murni karya Dhii!

Yeahhh~! ::pose nice guy, cling!::

Selamat membaca!


TULUS CINTAKU

.

.

Hujan turun semakin deras. Gelap malam menyelimuti semua yang ada. Aku berjalan di dalam kesendirian. Tak ada lagi dirimu di sampingku. Hampa. Sungguh hampa hati ini kau tinggalkan. Hanya dengan dua kata yang terucap dari bibir manismu, berhasil menghancurkan aku.

"Kita putus."

Dengan lembutnya kau mengucapkan kata-kata itu tadi sore. Ucapan yang berhasil menghancurkan semua cinta yang selalu tercurah hanya untukmu seorang. Setelah kau tersenyum bahagia padaku seharian ini. Aku mencoba tak mengingatnya lagi. Tetes-tetes air hujan ini! Sungguh aku ingin tetesan ini turut menghapus ingatanku tentangmu. Begitu berat rasanya kehilanganmu. Aku sudah terlalu dalam jatuh dalam duniamu. Dunia yang selalu membuatku bahagia. Dunia yang tak pernah menyakiti aku mau pun dirimu. Hanya ada aku dan kau di sana. Kita tak butuh orang lain.

Aku telah hancur lebih dari berkeping-keping karena cintaku, karena rasaku yang begitu tulus padamu. Jujur aku tak sanggup. Aku tak bisa! Aku tak mampu dan aku... aku tahu aku tak akan pernah dapat hidup tanpa adanya dirimu. Karena kau adalah nyawaku. Karena kau napasku. Dan karena kau jantungku...

Kau memutuskan semuanya sendiri. Mengakhiri cinta tulusku. Kau bilang, mungkin ini jalan terbaik untukku dan dirimu. Tergores luka di jantung hatiku karena perkataanmu itu. Luka yang akan terus ada di sana. Tak ada yang lebih baik dari terus berada di sampingmu! Apa kau tak pernah mengerti betapa cintaku melebihi cinta orang itu!

Ini bukan jalan yang harus kita tempuh. Aku dapat memaafkan kesalahanmu yang menduakanku. Tak perlu sampai kau meninggalkan aku seperti ini. Semua terjadi seperti mimpi. Mimpi burukku. Aku tahu ini semua salahku, bukan salahmu. Salahku yang tak dapat menjagamu. Salahku yang tak memberi perhatian lebih padamu. Salahku yang selalu menganggap hanya ada aku dan dirimu dalam dunia cinta kita, tanpa pernah berpikir bahwa ada orang lain di hatimu. Sungguh aku tersenyum miris dalam hatiku. Perih.

Hujan masih setia menemani sunyinya malam ini, sesunyi hatiku tanpa dirimu. Aku berhenti melangkah saat sampai di sebuah taman. Di sana terdapat bangku memanjang yang terbuat dari kayu. Bangku tempat di mana kau dan aku beberapa jam yang lalu melepas lelah setelah berjalan-jalan. Menikmati dua cup ice cream yang terkadang menempel di bibirmu, menunggu untuk kubersihkan.

Aku duduk termenung seorang diri sekarang. Tak ada dirimu. Tak ada canda dan tawamu di sini. Dinginnya malam setara dengan hatiku tanpa kehangatan cintamu. Aku tak kuat lagi, ini menyakitkan! Sakit. Dadaku sakit. Napasku sesak... aku merasa dikhianati olehmu.

Aku tundukkan wajahku. Mencoba menyembunyikan cairan bening yang terus menetes dari mataku. Air mata ini sudah tak dapatku tahan lagi. Air mata yang tertutupi oleh air hujan yang terus membasahi kulitku yang menjadi pucat. Sampai aku merasa air hujan tak lagi menetes mengenai diriku. Hujan belum berhenti. Tapi kenapa?

Aku tengadahkan wajahku. Menatap sosok pemuda yang berdiri tanpa ekspresi di depanku. Warna rambut dan matanya sekelam malam. Sangat kontras dengan kulitnya yang berwarna putih pucat. Dia yang menghalangi tetesan air hujan itu dengan payung besar yang senada dengan rambut dan matanya.

"Kau bisa sakit jika terus terkena air hujan." Ucapnya. Aku hanya bisa tersenyum dan menundukkan wajahku kembali. Tak perlu kau bilang begitu, karena aku memang sudah sakit. Sakit karena cambukkan lara di hatiku.

"Ikutlah denganku." Dia menarik tanganku. Tapi... seketika itu juga pandanganku mulai kabur. Tiba-tiba semua menjadi gelap. Bruukkk!

"Hei! Kau kenapa?!" Aku masih bisa mendengar samar-samar suaranya. Hanya sebentar sampai kegelapan mengambil alih kesadaranku.

.

.

Hangat.

Lembut.

Dan empuk.

Apa ini?

Kubuka mataku perlahan. Cahaya terang itu segera menyapa. Membuatku sedikit silau. Selimut tebal berwarna biru tua telah membungkus diriku dengan kehangatan. Bantal dan ranjang yang empuk dengan warna putih bersih membuatku begitu merasa nyaman. Baju ini bukan milikku. Aku melihat ke sekeliling ruangan. Di mana ini?

Aku sibakkan selimutku. Mencoba untuk duduk, tapi kepalaku berdenyut. Rasa pening segera menghampiri. Mataku menjadi sedikit berkunang-kunang. Aku tetap bersikeras untuk bangkit berdiri. Tak peduli tubuhku yang begitu lemas. Aku harus tahu di mana aku sekarang.

Dengan langkah tertatih aku menghampiri pintu yang sedikit terbuka. Terdengar suara televisi dari luar. Kucoba untuk membukanya perlahan agar tak mengagetkan seseorang yang ada di luar sana. Saat aku menengok ke luar, terlihat seseorang sedang duduk di sofa, menonton acara berita di televisi. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia duduk membelakangi pintu kamar.

Aku melangkah menghampirinya. Dia seperti dapat merasakan kehadiranku, memalingkan wajahnya ke arahku. Mata onyx-nya kini menatapku. Wajahnya masih tetap tanpa ekspresi. Ternyata pemuda yang kutemui di taman tadi yang membawaku ke sini. Aku masih berdiri di belakang sofa, sedangkan dia sendiri kini ikut berdiri. Cukup lama kami berpandang-pandangan. Entah kenapa aku merasa pernah mengenal pemuda ini. Mungkin di dunia yang lain, pikirku.

"Kau sudah tidak apa-apa?" tanyanya memecah kesunyian di antara kami.

"Iya... terima kasih sudah menolongku. Aku Uzumaki Naruto. Salam kenal." Aku membungkuk sopan padanya.

"Sasuke. Uchiha Sasuke." Jawabnya singkat, masih dengan ekspresinya yang datar. Dia melangkah pergi, sepertinya menuju dapur. "Kau ingin makan apa?" dia berbalik kembali menatap mata biru langitku.

"Apa saja, terserah kau saja."

Di saat seperti ini tak mungkin aku meminta yang macam-macam. Apalagi dengan orang yang baru saja aku temui. Bisa saja dia berpikir aku orang yang tidak tahu malu. Aku menyusulnya pergi ke dapur. Lalu menarik sebuah kursi di meja makan untuk duduk. Badannya membelakangiku. Kulihat dia sedang sibuk memasak. Tapi aku kenal rambut itu. Punggung itu. Tanpa sadar aku telah memeluknya dari belakang. Aku merasa begitu rindu. Rindu melihatnya memasak untukku.

"Naruto?" dia tersentak kaget dengan perbuatanku. Aku pun sama kagetnya. Segera kulepaskan pelukanku. Aku yakin barusan yang aku lihat bukan bayangan Sasuke, tapi bayangan gadis itu. Gadis yang telah meninggalkanku demi laki-laki lain.

Mata onyx-nya menatapku. Keningnya berkerut. Wajahnya tetap tanpa ekspresi. Ini sungguh memalukan! Apa yang telah aku lakukan! Aku benar-benar tak tahu harus berkata apa padanya. Kepalaku kembali berdenyut membuatku terhuyung. Refleks dia menangkap tubuh lemahku ke dalam pelukannya.

"Kau tidak apa-apa?!" ada nada khawatir di sana. Aku mencoba berdiri, tapi tetap tak mampu. Kepalaku pusing. Tubuhku panas. Mataku berkunang-kunang.

"Sepertinya kau demam!" dia memapahku kembali ke tempat tidur. Yah, dia benar. Kini suhu tubuhku menjadi 38 derajat. Aku hanya bisa menutup mataku sampai terasa sesuatu yang nyaman menempel di keningku. Dingin dan nyaman. Dia menaruh handuk yang telah dibasahi air dingin di sana.

"Maaf." Ucapku lirih. Napasku tak beraturan karena rasa panas di tubuhku. "Maaf aku telah merepotkanmu..."

"Hnm." Singkat sekali jawabannya. Tak apalah, yang penting dia tak marah atas perbuatanku tadi di dapur. Aku mencoba untuk tidur saja.

"Apa yang telah terjadi denganmu?" tanyanya yang membuatku membatalkan niatku. Aku terdiam. Mataku masih terpejam. Kemudian menghela napas.

"Hanya sedang galau saja." Aku terkekeh.

"Hhm?"

"Aku sungguh berterima kasih padamu. Maaf tadi mengejutkanmu. Aku rasa itu efek yang timbul karena galau berlebihan." Ucapku masih dengan senyum hambar yang menghiasi bibirku. "Dia... pergi meninggalkanku demi laki-laki lain. Demi cinta yang mungkin menurutnya lebih besar dibanding cintaku padanya. Ini sungguh menyedihkan. Aku heran kenapa dia tak dapat merasakan tulusnya cintaku padanya. Aku merasa seperti orang bodoh yang ditipu mentah-mentah oleh senyum manisnya."

Aku sungguh tak habis pikir, bisa-bisanya aku curhat dengan pemuda yang menolongku ini. Walau bagaimanapun ada sedikit perasaan lega dihatiku. "Ini pertama kalinya aku patah hati. Ternyata benar kata orang-orang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati. Sakit gigi bisa sembuh dengan minum obat. Akan tetapi rasanya luka di dadaku ini akan sulit untuk disembuhkan."

"Lukamu itu hanya bisa disembuhkan dengan adanya kehadiran orang lain dalam kehidupan cintamu!"

Kata-katanya barusan membuatku membuka mata dan melirik ke arahnya. Dia menatapku penuh arti. Seolah berkata apa yang diucapkannya itu benar. Sungguh wajahnya itu tak asing bagiku. Aku yakin pernah bertemu dengannya. Tapi di mana? Di mana aku pernah bertemu dengannya?

"Cinta itu bagaikan Bunga Mawar. Dia begitu indah, membuatmu selalu tersenyum bahagia saat menatapnya, tetapi kau harus berhati-hati ketika akan menyentuhnya karena duri yang menemani keindahannya bisa saja melukai dirimu."

Tanpa terasa cairan bening itu kembali mengalir di sudut mataku. Tatapanku hampa melihat sosok di hadapanku. Wajah tanpa ekspresi yang menatap lurus ke arahku. Dia yang sejak awal bertemu tak pernah berbicara banyak mampu mengucapkan kalimat sepanjang itu. Sekali lagi dia benar. Aku sudah terluka karena duri yang ada pada bunga mawar itu. Dia bangkit berdiri dari duduknya. Menghampiriku yang terasa beku dengan air mata yang terus mengalir.

Dengan punggung tangannya dia mengusap air mataku. Menghapusnya hingga tak lagi ada yang mengalir di pipiku. Aku hanya mampu memejamkan mata, merasakan belaian tangannya. Begitu lembut. Kembali mengingatkanku pada gadis itu. Gadis yang hampir tiap hari aku temui. Gadis yang sangat kucintai. Dan ia juga yang telah mencampakkanku. Menghempaskanku ke tanah berbatu, bagai parasit yang terus menempel padanya selama setahun ini.

"Berhentilah menangis Naruto. Aku akan membantumu menyembuhkan luka itu." kata-kata yang sangat meneduhkan hatiku. Sebuah kecupan lembut mendarat mulus di pipiku. Aku tak menolak. Ucapannya sungguh sangat berarti bagiku yang telah rapuh karena cinta...


Aku habiskan malam ini dengan menikmati sentuhan lembutnya pada kulit tan milikku. Jari-jari lentiknya menari gemulai di sekujur tubuhku, memberikan sensasi yang menenangkan dan nikmat disaat bersamaan. Aku sadar betul saat ini. Tak ada alkohol yang mempengaruhi pergumulan kami. Bahkan bayangan gadis itupun tak pernah terbersit dalam ingatanku. Aku sama sekali tak melihat sosoknya lagi pada pemuda ini. Yang ada hanya Uchiha Sasuke.

Desahan. Rintihan. Erangan. Semuanya hanya untuk seorang Uchiha Sasuke. Kini aku semakin yakin, aku pernah mengenal orang ini. Ciumannya yang terasa manis dan penuh perasaan. Kecupan-kecupan pada kulit tubuhku yang menggelikan dan menyengat kulitku. Serta menyebut namanya ketika dia mulai memainkan melodi cintanya membuatku tenang. Rasa sakit di bawah sana sedikit demi sedikit hilang. Berganti dengan kenikmatan yang luar biasa.

"Sas... kee... ahhh,"

Tiap sodokan-sodokan kasarnya yang mengenai dinding analku mendorongku untuk terus menyuarakan namanya. Kenikmatan itu menjalar keseluruh tubuhku. Di mendekap tubuhku erat dari belakang, bersamaan dengan itu cairan cinta kami keluar membuat keringatku menetes. Aku bisa merasakan napasnya yang hangat menerpa daun telingaku. Sebuah bisikan mesra terdengar dari mulutnya yang segera mengulum daun telingaku.

"Aku mencintaimu Naruto."

Yah, itulah yang dibisikannya. Aku tersenyum lembut di sela desahanku. Ada perasaan yang lain yang aku rasakan saat mendengarnya mengucapkan itu. Aku tahu Sasuke. Dulu pasti aku pernah bertemu denganmu. Memang aku tak ingat saat ini, tapi kumohon bantulah aku mengingat semuanya jika kau memang bagian dari masa laluku...

"Aku juga mencintaimu Sasuke." Tanpa ragu aku membalas ucapannya.

.

.


"Hei, Teme! Ayo bangun! Kita pulang sekarang!" seorang pemuda remaja berambut kuning secerah mentari mencoba membangunkan kekasihnya yang terlelap dalam tidurnya.

"Iya, iya." Dengan malas pemuda yang dipanggil Teme itu bangun dari tidurnya. Dia terlelap di atap sekolah, sampai tak mendengar bunyi bel tanda kegiatan belajar mengajar telah usai.

"Kau ini! Dari tadi aku mencarimu. Ternyata kau malah membolos dan enak-enakan tidur di sini!"

"Kenapa? Baru saja kutinggal sebentar kau sudah kangen ya Dobe?" pemuda bermata onyx sehitam malam itu tersenyum jahil. Menggoda sang kekasih.

"Jangan GR ya Teme!" dia memonyongkan bibirnya beberapa senti karena merasa tak terima oleh ucapan Teme barusan. "Ayo pulang!" dia beranjak pergi meninggalkan sosok yang sekarang ikut melangkah mengikutinya dari belakang.

Kebersamaan mereka dalam cinta terus berlanjut, sampai kedua orang tua mereka mengetahui hubungan terlarang yang mereka jalin bersama. Orang tua pemuda pirang itu sungguh tak terima dengan perbuatan memalukan anak tunggalnya. Sama halnya dengan kedua orang tua pemuda bermata onyx kelam yang menganggap putra bungsunya itu telah menodai kehormatan keluarganya yang memang terkenal angkuh dan memiliki eksistensi tinggi dalam dunia bisnis. Sejak rahasia besar mereka terbongkar, keduanya tak lagi dapat saling berkomunikasi.

Pemuda yang dipanggil Teme oleh kekasihnya itu menjalani hukuman berat dari ayahnya. Dia tak diijinkan untuk keluar rumah lagi. Semua alat komunikasi tak boleh disentuhnya. Sungguh amarah seorang Fugaku Uchiha tak dapat diredam oleh siapapun, bukan pula oleh sang istri Mikoto Uchiha. Ia menjalani home schooling sampai lulus SMA. Ia mengalami depresi berat saat itu. Dia sangat ingin memberontak dan mencari Dobe-nya. Tapi apalah daya, ayahnya jauh lebih berkuasa. Dia mampu melakukan apa saja agar ambisinya tercapai. Kini rumahnya telah menjelma bagai penjara tanpa jeruji.

Saat kuliah, baru ia diijinkan untuk kembali menempuh pendidikan di luar rumah. Dia memanfaatkan kesempatan itu untuk mencari pemuda pirang yang terus menghantui ingatannya selama satu tahun terkurung didalam rumah. Tapi hasilnya nihil.

Di tengah kegalauannya, ia berpapasan dengan dua sejoli yang terlihat mesra. Tidak! Dia mengenal pemuda yang sedang merangkul kekasihnya dengan mesra itu! Itu Dobe-nya!

Itulah saat-saat yang paling menyakitkan dalam kehidupan seorang Uchiha Sasuke. Cinta yang selalu terjaga tetap utuh dihatinya selama ini hancur berkeping-keping. Inilah pertama kalinya dia merasakan betapa sakitnya patah hati. Pertama kalinya ia merasakan cairan bening mengalir dari sudut matanya sejak 15 tahun yang lalu ia berjanji tak menangis lagi setelah terjatuh dari sepeda.

Dadanya sesak. Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa ini bisa terjadi padanya?! Ia mencengkeram kuat baju dibagian dadanya. Dia seperti manusia tak bernyawa sejak kejadian itu. Apalagi setelah ia tahu kedua sejoli itu satu kampus dengannya. Membuatnya semakin sakit saja!

Dia mencoba untuk menepis bayang-bayang pemuda pirang itu. Berharap semuanya hanya khayalan semata. Dia mencoba untuk tak lagi berharap pada pemuda itu. Menghapus semua angannya untuk memilikinya. Membuang jauh-jauh rasa rindu yang amat sangat bergelora di dadanya. Meski ia begitu ingin sekali mendekap erat pemuda mentarinya itu.

Yang bisa dilakukannya hanya mengamati pemuda pirang itu dari kejauhan. Membuatnya tak dapat merasakan kehadiran pemuda berambut kelam itu. Sampai suatu hari ia mendengar gadis kekasih Dobe menceritakan pada temannya, Yamanaka Ino bahwa pemuda yang amat dicintai oleh Uchiha Sasuke itu mengalami kecelakaan setahun yang lalu. Kecelakaan yang berakibat fatal. Ia hanya mampu mengingat kedua orang tuanya tapi bayang-bayang orang selain kedua orang tuanya tak dapat diingatnya sama sekali. Dan gadis yang bernama Haruno Sakura itu juga mengatakan bahwa sejujurnya ia tidak tulus mencintai Dobe karena dia lebih mencintai kekasihnya yang baru, Hatake Kakashi.

Geram. Itulah yang dirasakan Sasuke mendengar pembicaraan kedua gadis itu. Dia segera beranjak pergi setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Seandainya saja Haruno Sakura, gadis berambut pink itu adalah laki-laki pasti dia sudah melayangkan tonjokkan ke wajahnya.

Beberapa hari setelah kejadian itu, di malam kelam yang di guyur curah hujan sejak sore tadi Sasuke memutuskan pergi keluar dari apartemennya untuk membeli sesuatu. Akan tetapi ketika melewati taman, ia melihat pemuda yang sangat dikenalinya sedang duduk di sebuah bangku kayu yang satu-satunya ada di taman itu. Wajahnya tertunduk lesu, tak peduli pada guyuran hujan yang membasahi tubuhnya. Seperti ada magnet yang menariknya, Sasuke melangkah menghampiri pemuda itu. Membagi keteduhan payung yang sedari tadi melindunginya dari tetes air hujan pada pemuda di hadapannya.

Merasakan kehadiran Sasuke pemuda itu menengadah untuk melihat wajah orang yang sedang berdiri di depannya. Setelah satu tahun tak bertemu, inilah saat-saat yang membahagiakan bagi Sasuke. Ia akhirnya dapat kembali menatap mata biru sapphire itu.

'Aku merindukanmu Naruto.' Lirihnya dalam hati. Pemuda itu kemudian ambruk di hadapannya.

.

.


Cahaya matahari pagi menyusup dari sela-sela tirai jendela yang terbuka. Aku membuka mataku perlahan. Hangat. Yah, itu yang pertama kali kurasakan pagi ini. Suhu tubuh pemuda yang sejak semalam mendekapku erat dalam pelukannya itu bisa kurasakan secara langsung karena tubuh polos kami yang saling bersentuhan. Wajah tidurnya begitu tenang. Ukh! Kepalaku kembali terasa sakit!

Aku seperti pernah melihatnya sebelum ini, tapi kapan? Ini sungguh semakin membuatku bingung dan jengkel! Dia menggerakkan badan, memperbaiki posisi tidurnya. Membuatku mematung agar tak membangunkannya. Dengkuran halus terdengar dari bibir pucat berwarna sedikit merah muda milik pemuda dihadapanku ini. Aku tersenyum. Kembali kupeluk tubuhnya yang kekar. Nyaman. Perasaan apa ini? Selalu muncul tiap kali berada didekatnya. Entah kemana perginya hatiku yang sakit semalam. Aku benar-benar tak merasakannya lagi. Ini semua berkatmu. Kukecup lembut bibirnya. Cukup kaget ketika tiba-tiba dia membuka matanya.

"Kau sudah bangun?"

"Ah, i-iya... ma-maaf membangunkanmu!" Aku gugup. Wajahku memanas. Kehangatan telapak tangannya menyentuh pipiku. Segaris senyum terlukis di wajahnya. Aku terpesona melihat senyum itu. Ada suatu gemuruh yang aneh di dadaku ketika melihatnya.

"Aku mandi dulu." Katanya sembari bangun dari tidurnya dan beranjak pergi ke kamar mandi. Aku ingin duduk tapi... Ukh! Rasa ngilu dibagian bawahku menahanku untuk bergerak. Sial! Aku merintih kesakitan ketika tahu bahwa yang sakit itu adalah lubang analku. Aku tak bisa duduk sekarang! Jadi kuputuskan untuk berbaring di tempat tidur saja. Kejadian semalam berputar kembali dalam ingatanku. Ini gila! Kami baru bertemu semalam, bisa-bisanya aku merelakan tubuhku disentuhnya. Tidak tahu malu! Aku memaki diriku sendiri. Bodohnya, hanya karena aku merasa nyaman dan seperti telah mengenalnya sejak lama aku mau saja 'bercinta' dengan orang itu. Yah, menyesal pun sudah terlambat. Aku menatap keluar jendela, masih berbaring di tempat tidur.

"Kau tidak mandi?"

Aku membalikkan badanku. Tubuhnya terlihat segar setelah mandi. Aroma sabun dan sampo yang digunakannya memenuhi indera penciumanku.

"Aku ingin mandi, tapi pantatku sakit!" jawabku sekenanya. Dia malah balas tersenyum jahil. Mencurigakan!

"Hnm. Baiklah kalau begitu. Hari ini kau boleh bermanja Dobe!"

Deg. Jantungku seperti melompat saat mendengar ucapannya. Panggilan itu... Apa ini? Kenapa rasanya ada sesuatu dengan panggilan itu?

Ukh! Kepalaku kembali berdenyut hebat. Sebuah bayangan sekilas berkelebat diingatanku. Dia segera menghampiriku.

"Kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

"Iya. Aku tidak apa-apa ... Teme?"

Dia terbelalak mendengar ucapanku. Dia mundur selangkah dariku. Aku yakin dia mengenal panggilan itu. Panggilan yang sekilas teringat olehku ketika dia memanggilku Dobe.

"Apakah sebelumnya kita pernah bertemu Sasuke?"

"Hnm." Jawabnya singkat, segera setelah ekspresinya kembali datar.

"Aku yakin aku pasti telah mengenalmu sejak lama, iya kan?" tanyaku lagi.

"Hnm."

"Sasuke, apakah kau adalah bagian dari masa laluku?"

Dia tak menjawab. Sepertinya terlihat berat karena dia hanya memalingkan wajahnya, tak mau menatapku. Tingkahnya ini justru membuatku makin penasaran.

"Setahun yang lalu aku mengalami kecelakaan yang aku sendiri tak tahu kenapa, kaa-san bilang itu karena aku ceroboh saat menyeberang jalan. Setelah kecelakaan itu aku sama sekali tak dapat mengingat apa pun selain kaa-san dan tou-san. Meski aku sadar dihatiku ada sesuatu yang menyesakkan. Aku seperti merindukan seseorang yang sepertinya sangat penting bagiku. Saat itulah aku mengenal Sakura-chan. Kaa-san yang mengenalkanku padanya. Aku pikir pasti gadis itulah yang aku rindukan."

Pemuda itu mendengarkan ceritaku dengan seksama. Aku tak bisa menghindar dari tatapan mata onyx-nya yang kembali memandangku. Tatapan yang sejak awal tak asing bagiku. Seperti menyimpan bermacam arti di sana.

"Ternyata kau tidak benar-benar melupakan rasa cintamu Naruto." Dia tersenyum. "Cinta yang tulus tidak akan semudah itu terkubur dan hilang ditelan sang waktu. Karena ia akan terus bertahan untuk dapat kembali menyatukan cinta itu dengan pasangan cintanya yang sesungguhnya." Dia mendekatiku. Duduk di pinggir ranjang king size miliknya. Senyumnya kembali terukir di bibirnya.

"Aku mencintaimu Naruto. Dulu, kini, dan selamanya." Sentuhan lembut di bibirku oleh bibirnya sedikit membuatku terkejut. Hanya sebentar sampai mata hitam kelam itu kembali menatapku. Wajah kami begitu dekat. Ada rasa bahagia yang aku rasakan ketika mendengar ucapannya barusan.

"Pulihkan ingatanku Sasuke. Aku ingin tahu siapa dirimu bagiku di masa lalu."

Dia menempelkan dahinya pada dahiku. Membuat hidung kamipun saling bersentuhan.

"Aku bukan hanya masa lalumu. Tapi aku yakin aku adalah masa depanmu Naruto. Dan kau adalah masa depanku."

"Benarkah?"

"Hnm. Kau terlalu banyak membuatku berbicara sejak kemarin, Dobe."

"Apa kau tidak suka, Teme?"

Dia terkekeh pelan. Matanya terpejam menikmati kedekatan kami.

"Tentu saja tidak! Sudah lama aku menantikan moment ini, baka!"

"Hei, kau tidak boleh menyebutku bodoh!" aku mendengus kesal. Masih setia menempelkan dahiku dengan dahinya. Dalam hati, aku merasa seseorang yang sangat kurindukan sejak setahun yang lalu itu adalah dirimu, Uchiha Sasuke. Aku tidak akan pernah menyesal telah memberikan semuanya padamu semalam, karena aku yakin kau adalah orang penting itu. Tanpa ragu, aku menautkan bibirku pada bibir halus pemuda itu.

Ciuman yang dalam.

Penuh kemesraan.

Rasa cinta.

Dan rindu.

Semua bercampur menjadi satu. Menjadikan ciuman ini lebih indah dibandingkan dengan bunga mawar yang indah namun berduri itu. Sebuah ciuman yang aku yakin takkan pernah menusukkan durinya pada hatiku.

Aku percaya padamu, Sasuke.

Aku mencintaimu dengan tulusnya cintaku...

.

.

The End/TBC?


.

Pilih the end atau TBC? Hehe...

Lipiuwwwwnya ya minna-san?!