Disclaimer: Akatsuki no Yona (c) Mizuho Kusanagi. No profit taken.
notes: doc sudah di-edit, tanpa mengubah isi cerita sama sekali :)
Ayo ramaikan fandom ini!


Dawn at The Hill

.

Rambut itu berwarna merah.

Merah menyala. Seperti warna langit saat fajar. Mungkin dulu terlihat kekanakkan, tapi ketika kau menatap mata pemilik rambut merah itu, kau akan melihat hal yang berbeda. Sorot yang kuat, bisa nampak begitu tajam dan menakutkan di saat keyakinan gadis itu begitu kokoh dan tak terbantahkan.

Dia bukan lagi dia yang dulu. Dia telah kehilangan hal-hal yang penting baginya. Ayah. Rumah. Kecemerlangan. Bahkan satu-satunya orang yang dia cintai. Tapi, semua itulah yang menyadarkannya, membangunkannya dari mimpi indah dan damai gadis itu selama ini. Dipaksa melepaskan semua yang seharusnya ia miliki, gadis itu mulai merasakan bagaimana rasanya dunia luar. Bagaimana rasanya kelaparan, bagaimana rasanya ditekan dan diburu. Bagaimana rasanya dikhianati.

Dia telah menjadi orang yang berbeda. Bukan lagi Yona yang dulu. Bahkan, rambut merahnya yang semula panjang itu hanya bersisa sampai setengah leher.

"Tuan Putri."

Yona menoleh ke sosok pemuda yang berdiri di hadapannya. Pemuda berambut hitam dengan tombak yang senantiasa dibawanya ke manapun. Senjata andalan pemuda itu. "Haku."

Mereka tengah berada di puncak bukit. Semburat fajar membiaskan permukaan danau di lereng bukit itu, membuat airnya nampak berkilau. Mendadak angin berhembus cukup kencang, membuat tudung jubah Yona jatuh tersingkap ke bawah leher, memperlihatkan helai-helai merah ikal di baliknya yang melambai dipermainkan angin.

"Sedang apa, Putri?"

Yona kembali memandang ke depan, menatap bentang danau yang berwarna kemerahan akibat pantulan semburat fajar dan bebukitan di sekitarnya. Dia terbangun beberapa waktu lalu dan ingin mencari udara sejenak di luar. Namun entah apa yang menuntunnya kemari. Untuk beberapa lama Yona hanya berdiam diri di situ, memutar ingatannya tentang segala kejadian yang berlalu begitu cepat akhir-akhir ini. Kemudian dia teringat pada Istana Hiryuu, istananya dulu. Istana yang dipimpin ayah, di mana pemimpinnya itu, Raja Il, memimpikan sebuah negeri penuh perdamaian tanpa perang di dalamnya. Negeri impian ayah.

"Tidak," akhirnya gadis itu menjawab. "Haku sendiri?"

"Di mana Tuan Putri berada, di situ aku ada," Haku mengulangi kalimatnya beberapa waktu lampau. "Kau tidak kedinginan? Ini masih fajar."

Yona tersenyum. Mendadak berbagai kejadian berputar bercampur-aduk di benaknya. Tentang masa lalu. Tentang kejadian pada malam itu. Tentang Suwon yang tidak pernah ia sangka. Pertemuannya dengan empat naga. Pertemuannya dengan Suwon di Awa. Segala ingatan itu membuat rasa sesak mengalir begitu saja di hati Yona. "Haku?"

"Hm?"

"Aku tidak tahu … kalau di luar kerajaan sedingin ini."