Disclaimer : Eumh.. *ngelirik Kishimoto yang lagi ngacungin golok*. I─itu punyanya Kishimoto Masashi..
Pair : GaaraXNaruto
WARNING : OOC, AU, Gaje and aneh pula. Fiksi BL! Buat yang nggak suka sama pairingnya, Please don't read!
Enjoy!
.
Aku mendengar suara panggilan
Jeritan seseorang di tengah kesedihan yang bagaikan kegelapan
Di mana kau terlihat begitu bercahaya
dalam hatiku yang dingin ini.
.
Without you by Naara Akira
Chapter 1
.
Aroma khas angin musim dingin makin tercium jelas saat butiran-butiran bening turun perlahan dari langit kelam. Sontak orang-orang yang tengah berlalu-lalang di luar sana mulai berlarian panik dan bergegas mencari tempat berlindung dari hantaman pasukan air yang kian lama kian melipat ganda jumlahnya. Namun tidak untuk seorang pemuda yang sudah terlindung di balik kaca jendela mobil mewah yang tengah dinaikinya. Mata emeraldnya menatap kosong puluhan manusia yang berjejalan saling berlarian ke sana kemari.
"...ra.."
Pemuda itu sedikit memijat pelipisnya. Sekelebat memori akan mimpi buruknya kembali merasuk ke dalam pikirannya yang kosong.
Seorang pria paruh baya yang ada di balik kursi kemudi menolehkan kepalanya ke arah kursi penumpang yang ada di belakangnya. "Tuan muda, kita sudah sampai," suara berat namun sangat ramah itu membangunkan sang majikan dari lamunannya.
"Naruto..."
"Ada apa, tuan muda?" tanya si pengemudi dengan alis terangkat, heran.
Pemuda berambut merah itu pun tersentak lalu menggeleng, "maaf, bukan apa-apa," jawabnya pelan, "setelah ini tolong sampaikan pada Ayah kalau siang ini aku yang akan langsung menemuinya."
Sang supir itu pun tersenyum, "baik, tuan muda Gaara!" sahutnya lantang sambil menghormat ala tentara.
Pemuda bernama Gaara itu mengangguk, "terima kasih, Asuma," responnya singkat lalu membuka pintu mobilnya.
"Lho! Tunggu dulu, tuan muda! Di luar sedang hujan deras. Biar saya ambilkan payung─."
"Tak perlu," potong Gaara sebelum ia membanting pintu mobilnya dan bergegas memasuki gerbang sekolahnya. Asuma hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat tingkah tidak mau repot tuan mudanya yang sudah ia kenal semenjak usia Gaara lima tahun. Setelah memastikan kalau tuan mudanya sudah masuk ke dalam sekolah dengan selamat, ia pun segera membawa mobil mercy hitamnya kembali menuju kediaman Sabaku.
.
Setelah mengganti sepatunya dengan uwabaki, Gaara melangkah menuju kelasnya. Jemari tangannya yang pucat ia pakai untuk menyisir helai rambut merahnya yang agak basah karena terguyur hujan.
"... Gaara.."
Gaara memejamkan kedua mata emeraldnya.
Mimpi itu lagi..
Mimpi yang belakangan ini menyusup dalam tidurnya. Mimpi yang selalu menghampirinya setiap kali pemuda itu menutup kelopak matanya. Potongan mimpi dengan arti yang tidak begitu jelas, namun terasa begitu nyata.
Mimpi yang membuatnya selalu berada dalam bayang-bayang kengerian.
Takut..
Kedua alis Gaara makin bertaut rapat saat kedua kelopak matanya dipaksa untuk terpejam kuat. Terlalu takut untuk menghadapi kenyataan yang siap menghadangnya di depan sana.
Itu hanyalah bunga tidur. Jangan kau paksa untuk jadi suatu kebenaran. Ini bohong. Ini salah.
"Pagi, Gaara!"
Gaara membuka kembali kedua matanya. Pemuda yang dipanggil Gaara itu menoleh ke arah sumber suara cempreng yang menyapanya dari belakang. Rambut pirang dan senyuman cerah pemuda yang tengah berlari menghampirinya membuat Gaara terdiam sampai akhirnya pemuda berambut pirang itu mengibas tangannya di depan wajah Gaara.
Kembali, sekelebat potongan bayangan mimpi buruknya mempermainkan isi otaknya.
"Hei, melamun saja kau!" pemuda itu terkekeh kecil.
Gaara menghela nafas gugup sebelum melanjutkan langkahnya menuju kelas. "Kau tetap saja semangat walau di luar sedang hujan, Naruto."
Si pirang bernama Naruto itu tertawa sambil melangkah mengikuti Gaara menuju kelasnya, "hehe.. aku 'kan suka hujan!"
Gaara kembali terdiam memandang wajah ceria sahabatnya itu.
Kontras. Dia benci hujan. Ribuan cairan bening itu hanya akan mengingatkannya pada mimpi mengerikan itu lagi.
Sibuk dengan lamunannya sendiri, tanpa sadar bahu kiri Gaara membentur tubuh seorang gadis yang berjalan dari arah berlawanan.
"Maaf," ucap Gaara sopan. Gadis itu hanya mengangguk malu dengan rona merah di wajahnya saat matanya bertatapan langsung dengan mata hijau Gaara.
Naruto menyikut pelan lengan kiri Gaara, "tuh.. kau melamun lagi! Belakangan ini kau sering sekali melamun. Waktu pelajaran Anko sensei juga kau kena marah gara-gara bengong, kan!" Naruto mengekor di belakang Gaara, "kau ada masalah?" tanyanya khawatir.
"Tidak ada apa-apa."
Naruto mengernyitkan alisnya, "aku yakin ada sesuatu yang kau sembunyikan. Kau tidak mau menceritakannya padaku?"
Gaara menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Naruto. Mata hijaunya sempat melirik Naruto selama beberapa saat, kemudian beralih pada lantai sekolah yang dipijaknya.
Dia ragu. Bagaimana bisa ia menceritakan mimpinya yang sebagian besar diisi oleh sosok pemuda pirang yang ada di sebelahnya. Sulit mengatakan hal yang sesungguhnya pada yang bersangkutan langsung, apalagi mimpi yang dialaminya adalah sebuah teror.
Gaara tetap diam. Wajah tampannya tetap tenang, begitu juga dengan pandangan matanya yang terasa kosong dan sulit tertebak.
Naruto tersenyum simpul sambil menepuk pundak Gaara, "nggak apa-apa kalau kau nggak mau cerita. Aku nggak memaksa, kok!" ucapnya lembut, "tapi asal kau tahu, aku ini pendengar yang baik, lho! Kalau kau butuh bantuan, katakan saja padaku! Aku bisa kau andalkan!" Naruto mengacungkan ibu jarinya di depan dadanya dengan bangga. Gaara hanya membalasnya dengan senyuman kecut.
"Ya... mungkin suatu hari nanti."
Naruto mengangguk, "janji ya!" serunya bersemangat. Senyum cerahnya makin melebar. Gaara tidak membalas. Cahaya yang terpantul dari mata hijaunya perlahan meredup, menatap sedih wajah riang temannya.
Kurasa aku hanya takut melihat wajahmu itu...
.
Waktu berlalu dalam bisu. Semilir angin dingin siap menghantam tubuh siapa saja yang kurang terlindungi. Matahari masih tak nampak dari balik awan kelabu yang bersikukuh bertengger di langit luas. Hari sudah siang menjelang sore, namun rintik hujan yang sudah turun sejak pagi tadi masih belum mau berhenti, seketika menurunkan suhu beku udara sekitar.
"Yeii!" sorak bahagia berkoar heboh dari seorang pemuda berambut pirang ketika bel pertanda berakhirnya jam mata pelajaran terakhir itu menjerit ke seluruh penjuru sekolah.
"Dasar..." Shikamaru menggeleng pelan kepalanya sembari menguap. Pelajaran Kakashi barusan sukses membuatnya serasa di dongengi untuk menuju mimpi nan indah.
Naruto, diikuti tiga orang kawannya menghampiri Shikamaru yang kembali meletakkan kepalanya di atas meja.
"Oh ayolah, Shikamaru! Kita sudah sepakat mau merayakan kemenangan tim sepak bola kita di cafe milik Sakura-chan. Yang lain sudah duluan ke sana untuk siap-siap!" Naruto mulai menggoyang tubuh kurus sahabatnya itu. "Nanti si Teme bawel itu bisa ngamuk kalau semua anggota klub yang kumpul nggak lengkap!"
Pemuda berambut klimis dan sepaket mata bundar serta alis tebalnya ikut bercicit, "ayo tunjukkan semangat masa mudamu dengan penuh gairah, dong, sobat!"
"Kau ini menghancurkan rencana saja!" Si pemuda berisik lainnya yang memiliki sepasang tato segitiga merah di kedua pipinya ikut memprotes.
Shikamaru mendengkur.
Ketiga pemuda itu menghela nafas berjamaah.
"Kita seret saja dia!" usul pemuda murah senyum berkulit pucat. Tiga pemuda berwajah polos lainnya mengangguk setuju sambil menyeringai.
Setelahnya, Shikamaru menjerit ketika keempat pemuda itu menggotong tubuhnya secara bersama-sama. Setelahnya pemuda jenius itu memberi satu jotosan gratis pada keempat kepala kawanya.
Sambil meringis, mata biru Naruto menangkap sosok lain yang ada di sudut ruang kelasnya yang sudah sepi. Rambut merah pemuda yang tengah tertidur pulas itu bergerak lembut mengikuti irama angin yang menyelusup nakal dari celah jendela yang ada di sebelahnya.
.
"Gaa−, ak−...mu... aara.."
"Diamlah! Kumohon... bertahanlah sedikit lagi!"
"... sa─sampai kapan pun... juga─,"
.
"NARUTO!"
Sontak Gaara terbangun dari tidur singkatnya. Keringat dingin meluncur berjatuhan dari pelipisnya. Nafas hangatnya memburu hingga membuat dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Jantungnya berdegup kencang lepas dari kendalinya, hingga membuat wajahnya agak terlihat lebih pucat dari biasanya.
Mimpi itu lagi... Kenapa?
"Ada apa, Gaara!"
Gaara sedikit melengos saat seseorang sedikit mengguncang bahunya yang gemetar hebat. Pandangannya perlahan beralih pada wajah penuh kekhawatiran yang ada di sisinya. Pandangan mata biru pemuda itu tak terlepas dari wajah pucat Gaara.
"Kau kenapa?" ulang Naruto, sedikit memiringkan kepalanya.
Gaara terdiam sesaat sebelum menggeleng kepalanya lemah. "Maaf, hanya mimpi buruk.." jawabnya lirih sambil menundukan kepalannya yang terasa agak berat.
Mata emeraldnya sedikit membulat begitu menyadari kalau tangan pucatnya tengah menggenggam erat punggung tangan Naruto.
Refleks Gaara melepas genggamannya, "maaf..."
Hening. Sunyi diisi oleh suara semilir angin yang menggesek sekelompok dedaunan hijau yang bertengger kokoh di dahan pepohonan. Suara rintik hujan dan nyanyian merdu katak juga ikut mendominasi irama lembut hembusan angin dingin. Gaara tidak membuka suaranya kembali, begitu pula dengan Naruto. Keduanya sama-sama terhanyut dalam pikirannya masing-masing sampai akhirnya Kiba membelah kesunyian saat menghampiri keduanya.
"Hei, kalian sedang apa?" tanya Kiba sambil menepuk pundak Naruto dan melirik ke arah dua pemuda di depannya secara bergantian.
Hening. Tak ada yang menjawab.
Pemuda penggila anjing itu sedikit mengerucutkan bibirnya, jengkel karena merasa diacuhkan. "Gaara, kau juga datang ke café buat perayaan kemenangan tim soccer kita, kan?"
Tidak langsung menjawab, Gaara sedikit berpikir sebelum akhirnya menggeleng.
"Kenapa? Nanti kalau si Teme dan Neji ngambek gimana? Kau 'kan tahu kalau mereka berdua jadi pasangan duet saat sedang murka itu seperti apa jadinya."
Gaara meraih ranselnya dan mengaitkannya di bahu kiri, "aku ada perlu dengan Ayah."
Sai ikut nimbrung obrolan mereka, "kau selalu sibuk, ya?"
Gaara mengangkat bahunya, "mau bagaimana lagi." Pemuda itu pun beranjak dari kursinya, "sampaikan maafku pada Sasuke dan yang lainnya."
Kiba dan Naruto hanya mengangguk maklum. Gaara menghentikan langkahnya begitu mata hijaunya beradu dengan cerah biru Naruto. Kentara sekali masih tersirat sisa perasaan khawatir yang menyeruak dari kelopak mata cantik sahabatnya itu.
Gaara menepuk pelan pundak Naruto, "tidak apa. Maafkan aku," pemuda itu pun berlalu meninggalkan kelima pemuda yang masih mematung memandang punggungnya yang hampir menghilang di balik pintu.
"Gaara!"
Suara cempreng Naruto menggelegar hingga membuat Shikamaru terlonjak kaget. Gaara membalik tubuhnya sedikit untuk bertemu muka dengan si pirang yang sedang tersenyum lebar.
"Sesekali bersenang-senanglah! Jangan selalu membuat dirimu terbebani! Kau itu masih muda, gunakan waktu indahmu semaksimal mungkin!" seru Naruto, memamerkan deret giginya yang rapi. Keempat pemuda lainnya ikut mengembangkan senyuman mereka, terutama Lee yang merasa terharu dibandingkan Gaara dengan ucapan Naruto.
Sudut bibir Gaara terangkat sedikit, memahat seulas senyum tulus yang jarang ia pamerkan pada kawan bahkan keluarganya sendiri, "terima kasih."
Sungguh sebuah fenomena langka berdurasi lima detik yang ditunjukan oleh seorang Sabaku Gaara. Tidak heran kalau bola mata Lee yang sudah bundar nampak lebih lebar lagi. Tak aneh pula dengan mulut lebar Kiba yang sekilas terlihat menjuntai ke lantai, dan Sai yang sedikit megap-megap. Shikamaru balas tersenyum setelah sebelumnya ikut mangap bersama Kiba.
Naruto mengangguk semangat, kembali memamerkan senyumnya yang paling cerah.
"Kita 'kan teman!"
.
"Tuan muda, di luar sudah larut sekali. Apa tidak sebaiknya Anda pulang saja?" Wajah molek seorang wanita muda bermata rubi menatap khawatir pada pemuda berambut merah yang masih serius berkutat dengan tumpukan dokumen di balik meja kerjanya. Ia meletakkan secangkir teh aroma jasmine hangat di atas meja itu.
Gaara menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya dari lembaran yang ada di hadapannya. "Tidak apa-apa, Kurenai-san. Aku hanya butuh sedikit waktu lagi." Pena ditangannya terus bergerak tanpa jeda, menari lincah di atas lembaran kertas yang berisikan data-data perusahaan yang akan diwariskan padanya di kemudian hari.
Kurenai, wanita yang merupakan tangan kanan Ayah Gaara hanya menghela nafas pasrah. Ia sudah kenal betul dengan watak Gaara yang duplikat persis dengan Ayahnya, sama-sama keras kepala.
"Baiklah." Kurenai mengangguk, "tapi saya mohon Anda jangan memaksakan diri."
Gaara mengangguk sekali sebelum membalik lembar kertas berikut. Setelah mohon diri Kurenai pergi dari ruangan luas itu, meninggalkan Gaara bersama dengan tumpukan dokumen yang rasanya takkan pernah habis.
Setelah satu jam lebih berkutat dengan kertas-kertas yang ada di hadapannya, akhirnya Gaara menyerah dan mengistirakatkan dirinya sejenak sebelum memulai kembali pekerjaannya. Pemuda berambut merah itu merebahkan tubuhnya pada sandaran kursi kulit yang tengah didudukinya berjam-jam. Sedikit memijat pelipisnya yang terasa agak pening, Gaara memejamkan matanya sesaat.
"Na─Naruto! Kumohon... bertahanlah sedikit lagi!"
Terkejut, sontak Gaara kembali membuka matanya. Potongan mimpinya datang lagi.
"Ukh.." Gaara sedikit meremas helai rambut halusnya, berusaha menghilangkan bayang-bayang teror itu dari kepalanya. Suara jeritannya sendiri yang terdengar begitu putus asa terus terngiang dalam benaknya. "Sial!" geramnya kesal sambil mengepal kuat tinjunya.
"Sesekali bersenang-senanglah!"
Kata-kata singkat Naruto tadi siang sedikit mengobati perasaan galaunya. Gaara bisa sedikit bernafas lega sekarang. Halusinasi akan mimpinya sudah menghilang. Kini bayangan akan senyum si pirang bermain dalam kepalanya.
Mata emerald Gaara perlahan beralih pada frame kayu yang menghias cantik di atas meja kerjanya. Satu-satunya yang bisa menjadi penghibur untuknya dikala hari-harinya yang membosankan habis hanya untuk berada di depan tumpukan kertas.
Gaara mengulurkan tangannya, meraih frame kayu itu dan memperhatikan pantulan dua wajah muda yang terbentuk di dalamnya. Wajah dingin Gaara tetap tenang tanpa ekspresi, kontras dengan pemuda pirang yang sedang merangkul bahunya. Senyum cerahnya mengembang lebar. Wajah tan dengan tiga pasang garis tipis di kedua pipinya terlihat begitu manis dengan sepasang bola mata biru sapphire cantik yang cerah.
Sudut bibir Gaara sedikit terangkat. Kenangan bersama Naruto saat mereka pertama kali bertemu sedikit terbayang. Jari telunjuknya membelai lekukan wajah bahagia pemuda pirang yang ada di balik lapisan kaca bingkai.
"Kau akan baik-baik saja, Naruto," bisik Gaara lirih.
Setelah meletakkan kembali bingkai yang dipegangnya, Gaara menarik keluar ponsel hitamnya begitu merasakan sedikit getaran halus dari dalam sakunya.
One message. Uzumaki Naruto.
Gaara segera menekan tombol ponselnya dan membaca isi pesan Naruto. Heran, tidak biasanya si pirang itu mengiriminya e-mail malam-malam begini.
From : Uzumaki Naruto
Hei, kau masih sibuk? Apa aku menganggu kalau kutelepon sekarang?
Gaara sedikit mengernyit. Ada apa ini?
Tanpa banyak berkomentar, Gaara langsung membalas singkat pesan sahabatnya.
To : Uzumaki Naruto
Tak apa.
Gaara meletakkan ponselnya di atas meja dan meraih cangkir tehnya yang sudah agak mendingin. Benda elektronik hitam itu kembali bergetar sesaat sebelum pemuda berambut merah itu menyeruput tehnya yang beraroma jasmine.
Gaara menghela nafasnya pelan, kemudian menekan tombol terima teleponnya setelah ia kembali meletakan cangkir porselen miliknya di atas meja. "Ya?" sahut Gaara datar.
Buru-buru Gaara menjauhkan gadget hitamnya sebelum speaker dari benda yang ada ditangannya itu menghancurkan gendang telinganya. Suara nyaring Naruto langsung berkoar semangat dari seberang sana.
Yakin Naruto sudah mengurangi oktaf suaranya, Gaara kembali meletakkan ponselnya ke telinga.
"Gaara! Besok mau temani aku cari hadiah?"
"Buat apa? Kenapa harus aku?"
"Buat Onii-chan! Sebentar lagi dia ulang tahun," jawab Naruto. "eum... sekalian, aku ingin kau sedikit refreshing. Lagipula kau bilang ada sedikit masalah. Mungkin bisa sedikit mengurangi beban pikiranmu," suara Naruto terdengar agak rendah.
Gaara diam, tidak menyahut.
"Y─ya... kalau kau sibuk, kita bisa pergi lain waktu, sih."
"Tidak." Gaara menyandarkan tubuhnya kembali pada sandaran kursinya, "aku pergi."
"Eh! Serius nih?" tanya Naruto sedikit berteriak. Gaara tersenyum, yang pastinya tidak akan terlihat oleh Naruto yang ada di seberang sana. "Oke! Sepulang sekolah kita langsung berangkat ya!"
"Hn."
Naruto tertawa, "sampai ketemu besok! Selamat tidur, Gaara!"
"Ya, selamat tidur." Gaara memutus sambungan teleponnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Senyum simpulnya masih melekat pada wajah lelahnya.
Gaara meraih kembali pena gelapnya yang tergeletak di atas meja, menyelesaikan kembali lembaran kertasnya yang tinggal beberapa helai lagi. Terkadang seulas senyuman iseng mampir di wajahnya saat membayangkan hari-harinya yang akan dihabiskan berdua dengan sahabatnya itu. Berjalan beriringan, mampir dari satu tempat ke tempat lainnya, makan ramen yang menjadi menu kesukaan sobatnya.
Gaara meletakkan penanya setelah menyelesaikan kertasnya yang terakhir, lalu bersandar dengan nafas lega. Tanpa terasa seluruh pekerjaan yang selalu membuatnya jenuh berakhir lebih cepat saat membayangkan sosok ceria Naruto.
Tentu, karena dia sayang dengan sahabatnya yang satu itu.
.
Aku semakin mendekati langit malam
Hitam yang selalu membawa terbang semua angan dan mimpiku
Walau aku tersesat dan kehilangan arah tujuanku
Angin pasti akan membimbingku kembali...
Kembali ke sisimu
.
ToBeContinue
.
Sebenernya ini fanfic saya dari jaman baheula. Baru nemuin lagi setelah mengudek iseng isi folder kompyu yang udah lama ga dijamah =.= Maaf, fic ini sama sekali nggak saya rombak dari yang awal *udah sekitar tahun 2009-an*
Review please?
