Chapter 01 : Crespucle
Sore itu,
di kala waktu munuju senja,
di tengah gugurnya dedaunan,
dan di antara hembusan angin sore yang semakin menusuk, menembus kulit hingga ke tulang.
Dengan coat tebal yang menyelimuti tubuh kurusnya, menumpu kerinduan hati yang paling dalam. Sejumlah kenangan terjebak dalam setangkup bunga cerita, mengiringi alunan musik pada benda yang tergantung di telinga. Diangguk-anggukan kepalanya, bersenandung dalam kesepian.
Mengapa ia disini? Ia tak tau alasan apa yang telah mendorongnya untuk pergi ke tempat ini. Ke tempat yang amat sunyi. Mengapung seperti daun musim gugur. Hanya bisa berharap waktu membawa jawaban untuk memberi alasan.
Ia pandangi langit di atas sana. Langit yang begitu gelap dihiasi oleh gemuruh, melukiskan isi hati sosok pria yang terduduk manis di sana. Melambungkan titian nestapa. Ia menggenggam sebuah karya sastra karangan Jojo Moyes yang menemani harinya kala itu.
Awan-awan hitam tergiring mengumpul di tengah hampanya langit, membuat warna gelap menjadi lebih pekat. Lantunan musik lembut semakin merasuki hatinya, mengalahkan hasratnya untuk tersenyum dalam kesunyian. Mengapa ia seperti ini? Ia pun tak tau sebabnya. Pertanyaan-pertanyaan lain juga bermunculan dalam pikirannya. Dan ia tetap tak dapat menemukan jawaban pasti.
Setelah sekian menit merutuki dirinya sendiri, ia memilih untuk mematikan musik dan melepas benda yang bertengger pada telinga. Tak ada lagi alunan musik yang dapat didengar dan tak ada lagi anggukan-anggukan kecil bersenandung.
Matanya kini terfokus pada halaman buku yang ia pegangi. Menangkap kata demi kata dan menafsirkan artinya.
' I hadn't realized that music could unlock things in you, could transport you to somewhere even the composer hadn't predicted. It left an imprint in the air around you, as if you carried its remnants with you when you went.'
Dengan tepatnya, kata-kata itu muncul pada halaman buku yang ia baca. Sesegera mungkin ia menutup lembaran-lembaran kertas itu dan menaruhnya di atas bangku. Moodnya saat itu agak tidak menentu, ia tak mau terlarut lagi kedalam benda-benda yang ia pegang.
Tiba-tiba ponselnya bergetar dan layarnya menyala.
Satu pesan masuk.
From : Mingyu
Aku sudah sampai. Putar kepalamu Wonwoo~
Yang benar saja, desisnya dalam hati.
Pria itu, Kim Mingyu.
Ternyata ia sudah berdiri di belakang Wonwoo yang menanti kehadirannya.
Satu buket bunga gerbera di ampit tangannya dan sebuah kue dilengkapi dengan lilin menyala di tangan kirinya. Tangan yang satunya memasukan ponsel kedalam kantong celana.
Bunga gerbera sendiri memiliki makna keceriaan dan kebahagiaan. Bunga gerbera juga bermakna cinta yang sudah lama terikat. Warna bright pinknya itu juga sangat memikat hati, seakan-akan memupukkan benih-benih bunga pada paru-paru Wonwoo.
Seulas senyum tergambar di wajah Mingyu, seolah memaksa Wonwoo untuk ikut tersenyum di hadapannya. Mau tak mau Wonwoo harus menuruti paksaan pria tinggi itu.
Pria ini, Jeon Wonwoo.
Ia dilema atas perasaannya sendiri.
Apakah ia harus merasa sedih? Atau kah ia harus merasa senang? Wonwoo benar-benar bingung dibuatnya. Kue itu menunjukkan perayaan kesedihan yang berlarut-larut. Seolah mereka tak pernah bertemu dalam kurun waktu yang lama.
Tapi, semua kejutan itu membuat hatinya sedikit tenang. Ketenangan yang membuatnya sedikit bersemangat. Memang, menjadi tenang adalah kunci utama baginya untuk menyelesaikan rasa gugup.
Angin semakin berhembus kencang, dan dinginnya juga semakin menusuk tulang. Sore pun berganti menjadi malam. Tapi Tak apa semua itu terjadi selama ada Mingyu yang siap membagi kehangatannya untuk Wonwoo.
Mingyu membuka mulutnya, menyuruh Wonwoo untuk meniup lilin-lilin pada kue secepatnya. Dan akhirnya mereka berdua meniup api pada lilin-lilin itu bersama.
Senyuman Mingyu semakin menenangkan setelah mereka meredupkan api. Ia mengembalikan keceriaan Wonwoo. Tak ia sangka Mingyu bisa sehangat ini.
Mingyu kembali membuka mulutnya, dan berkata, "Happy failed anniversary!"
Di dalam hatinya, Wonwoo sangat terkejut. Tapi pada mata dan senyumnya ia tampilkan kebahagiaan. Kata-kata itu begitu menusuk hati, walau sebenarnya itu kenyataan.
Kecupan singkat Mingyu berikan pada bibir pucat Wonwoo, berhasil menumbuhkan bunga-bunga dalam paru-paru Wonwowo dan bulir-bulir darahnya terpompa dengan hebat. Tak seberapa, memang. Namun kehangatan itu tersalurkan.
Pria itu, Kim Mingyu.
Pria ini, mantan kekasihnya.
See you next chapter!
Mind to RnR?
