Pairing : Im Jaebum/Park Jinyoung

Genre : Romance, Angst

Warning : Teacher/Student relationship, BL

Inspired by Haruma Miura's dorama Taisetsu na Koto wa Subete Kimi ga Oshiete Kureta

.

It's so beautiful, it makes you wanna cry..

.

.

Jaebum membuka matanya dengan berat hati saat ia mendengar alarm pada ponselnya berbunyi dengan begitu kencang. Matahari masih belum begitu menampakkan cahayanya diluar sana. Walaupun udara yang dingin membuat orang semakin malas untuk beranjak dari gelungan selimut yang hangat, Jaebum tetap bangun untuk memulai aktivitas rutinnya. Jaebum memang terbiasa bangun lebih pagi, banyak persiapan yang ia lakukan sebelum berangkat kerja, seperti stretching, membereskan kamar, menjemur pakaian kemudian memasak sarapan sekaligus makan siangnya. Ia memang orang yang disiplin, tipe seseorang yang hidup dengan rutinitas dan sangat menjunjung tinggi rutinitas tersebut.

Kehidupannya berjalan sangat adalah seorang guru muda di salah satu sekolah prestigious di Kota Seoul. Bukan hal yang mudah untuk menjadi pengajar disana, karena hanya orang-orang tertentu dengan prestasi yang diatas rata-rata yang bisa diterima. Jaebum sendiri boleh berbangga hati dengan pencapaiannya ini. Di umurnya yang baru menginjak 27 tahun, ia adalah salah satu dari pengajar tetap di sekolah itu, dimana untuk memperoleh posisi itu dibutuhkan waktu 3 tahun sebagai percobaan. Jaebum walaupun paling muda diantara rekan kerjanya yang lain, dengan mudahnya telah melewati tahap tersebut.

Jaebum sudah diterima untuk menjadi pengajar sejak umurnya 24 tahun. Setelah lulus pendidikan magisternya dari Universitas ternama di Amerika pada umur 23 tahun, ia kembali ke Seoul untuk bekerja. Kesuksesan Jaebum ini tentu saja tidak bisa dibilang keberuntungan semata, semuanya ia dapatkan atas dasar kerja kerasnya. Sejak ia sekolah dulu, disaat anak-anak muda seumurannya masih bisa menikmati hidupnya dan bersenang-senang, Jaebum lebih memilih untuk fokus belajar dan mengejar cita-citanya. Sekarang, Jaebum telah sukses dan ia hanya butuh untuk mempertahankannya.

Jaebum merentangkan lengannya, mencoba meluruskan otot-ototnya yang terasa kaku. Ia merasakan lelah disekujur tubuhnya. Kepalanya masih terasa nyeri efek dari hangover tadi malam. Jaebum memijat kencang pelipisnya dan mengingat bahwa semalam ia mabuk setelah menenggak entah-berapa botol soju sepulang kerja.

Jaebum bukan tipe yang hobi meminum minuman keras. Namun, belakangan ini ia merasa begitu tertekan dan ia memang butuh suatu pelarian.

Tentu saja bukan urusan pekerjaan yang membuatnya stress sampai bisa dengan cerobohnya mabuk-mabukkan sepulang kerja, masih lengkap dengan atribut mengajarnya. Penyebabnya adalah masalah kehidupan percintaannya. Menjadi seseorang yang sukses dalam karirnya bukan berarti juga akan sukses pada kehidupan percintaannya. Buktinya Jaebum baru saja patah hati.

Kekasihnya yang akan ia nikahi 3 bulan lagi, tiba-tiba secara sepihak membatalkan ikatan pertunangan mereka. Ia tidak menjelaskan pada Jaebum alasan utama mengapa ia bisa membatalkan rencana pernikahan mereka yang sudah hampir selesai persiapannya itu. Tunangannya itu hanya mengatakan ia lelah dengan hubungan mereka. Jaebum tentu saja tidak bisa menerimanya, namun apa lagi yang bisa ia lakukan ketika wanita itu sudah tidak mau mendengarkan apapun perkataannya. Seberapa keras Jaebum berusaha membujuknya untuk mempertahankan hubungan mereka, tetap saja tidak diacuhkan. Bahkan tunangannya itu sudah lenyap begitu saja meninggalkannya tanpa kabar. Dan sekarang, Jaebum pun sama sekali tidak bisa menghubunginya.

Jaebum mendudukkan dirinya sambil melihat jam pada layar ponselnya. Masih sekitar satu setengah jam lagi sampai ia harus berangkat kerja. Ia menghela nafasnya dan menghirup banyak-banyak udara ke dalam dadanya yang terasa sesak. Ruangan kamarnya terasa begitu pengap, tidak seperti biasanya. Ia mengalihkan pandangannya pada tubuhnya yang tidak memakai pakaian apapun. Jaebum merasa heran karena tidak biasanya ia melepas pakaiannya saat tidur. Ia pun beranjak dari kasurnya bergerak malas menuju kamar mandi. Baju yang dipakainya semalam terserak begitu saja di lantai kamarnya.

Jaebum menghentikan langkahnya saat ia melihat ada yang aneh dengan tumpukan pakaiannya. Ia berjongkok dan memungut helai sweater berwana pink cerah. Ia tidak merasa pernah mempunyai pakaian seperti itu, sweater dengan warna yang mencolok bukanlah style-nya. Ia adalah pria dewasa dengan lemari terisi penuh dengan pakaian berwana monokrom. Ia membolak-balikkan sweater itu dan menemukan ukurannya jauh lebih kecil dari ukuran miliknya normal. Ia masih mengumpulkan ingatannya untuk menemukan siapa pemiilik sweater tersebut saat tiba-tiba ia mendengar suara dari arah kasurnya.

"errghh"

Jaebum memungut boxer dan kaus singlet-nya dari lantai dan dengan terburu-buru memakainya sebelum ia menghampiri sumber suara itu. Jantung Jaebum hampir saja melompat dari rongga dadanya saat ia melihat sepasang kaki menyembul dari ujung selimut. Sudah jelas ada seseorang selain dia yang tidur di kasurnya sejak tadi malam .Pikirannya masih mencoba menganalisa siapa orang yang berada dibalik selimut ini. Apakah mungkin tunangannya? Ah, tidak mungkin. Jelas-jelasan ia sudah ditinggalkan. Lalu siapa? Masalahnya Jaebum benar-benar tidak ingat kejadian semalam. Yang ia ingat hanya ia memesan 3 botol soju dan meminumnya, setelah itu ia tidak tahu lagi apa yang terjadi.

Jaebum menyibak selimutnya dengan hati-hati. Bola mata guru muda itu hampir saja keluar dari rongganya saat ia menemukan seseorang yang juga tanpa busana sedang tidur telungkup dengan punggungnya yang sempit menghadap ke arahnya. Matanya menyelusuri sosok tubuh itu, mencoba mengenalinya. Sudah jelas dia adalah seorang laki-laki, rambutnya pendek, lurus kehitaman. Jaebum dengan hati-hati mendudukkan dirinya disamping tempat tidur untuk melihat wajah dari sosok tersebut. Jaebum terkejut saat ia melihat betapa muda wajahnya. Ia terlihat seperti anak remaja, mungkin berumur sekitar 16 tahun. Wajahnya sangat manis, ia masih terlihat begitu polos dan fitur wajahnya masih menampakkan kesan kekanakan. Jaebum merutuki dirinya sendiri membayangkan hal-hal terburuk yang bisa saja telah ia lakukan pada anak itu.

Tiba-tiba mata anak itu terbuka, ia menatap Jaebum yang wajahnya masih dihadapannya tanpa berkedip. Jaebum terdiam dan hanya bisa menatap balik, tiba-tiba ia kehabisan kata-kata saat melihat betapa innocent-nya sepasang mata itu. Merasa dipandangi, anak itu menarik selimut yang tersingkap untuk menutupi separuh dari wajahnya, matanya dialihkannya ke sembarang arah kecuali mata Jaebum. Pipinya berubah kemerahan karena malu.

"Anu, maaf, kau siapa ya?"Jaebum akhirnya berani mengeluarkan suaranya.

Jaebum bersumpah ia melihat sinar di mata anak tersebut meredup saat ia menanyakan siapa dirinya. Anak lelaki itu pun mendudukkan dirinya, selimutnya ia lilitkan menutupi tubuhnya. Ya sudah sangat jelas anak itu tidak memakai pakaian apapun. Ia memandangi Jaebum dengan ekpresi datar dan menghela nafasnya.

"Kau tidak ingat ya?"

Jaebum tidak menjawab, ia masih mencoba mengumpulkan semua potongan dari ingatannya semalam. Anak itu mendengus, ia menggembungkan pipinya kesal. Dari tingkahnya itu, Jaebum sekarang sangat yakin kalau anak ini masih dibawah umur.

"tadi malam kita bercinta tentu saja. Dan itu adalah kali pertamaku.. "

"tuh kan, aku tahu kau pasti lupa. Tahu begitu aku tidak akan meyerahkan keperawananku padamu."

Tunggu sebentar, apa yang tadi ia bilang?

Keperawanan katanya? Jaebum benar-benar ingin mati saja, rasanya lebih baik ia lompat dari beranda apartemennya ini. Jika Jaebum mengambil keperawanan anak itu, artinya tadi malam ia telah melakukan hal yang tidak seharusnya pada anak yang dibawah umur. Jaebum saat ini merasa seperti seorang kriminal, ia baru saja bercinta dengan anak yang tampak belum legal ini.

Bulir-bulir keringat dingin mulai mengalir di wajah Jaebum yang mulai memucat. Jaebum mulai menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya. Sekarang ia mencoba berpositif thinking, siapa tahu anak itu sudah legal, dan hanya memiliki baby face.

"Maaf aku benar-benar tidak ingat, semalam aku mabuk."

Anak itu mendengus, ia memutar matanya malas.

"boleh aku tahu berapa umurmu?"

"kenapa kau menanyakan umurku hah?"

Jika pikiran Jaebum tidak sedang semrawut seperti sekarang ia pasti sudah tertawa gemas melihat anak itu yang sekarang memandangnya galak, namun masih dengan wajah kekanakan dan lemak bayi di pipinya, yang pastinya tidak membuatnya menjadi menyeramkan, malah semakin lucu.

Jaebum menghela nafasnya, ia memilah-milah kata-kata didalam pikirannya sebelum mengutarakannya, ia berusaha untuk menjaga perasaan anak itu. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi jika remaja seumuran itu benar-benar marah, bisa jadi ia akan membuat keributan di apartemennya.

"bukan begitu, hanya saja, kau terlihat begitu muda."

Anak itu sudah tidak melototi Jaebum lagi, namun bibirnya masih mengerucut kesal."Ya, aku memang masih bersekolah di SMA, dan umurku 17 tahun. Kau telah menanyakan hal itu padaku sebelumnya."

"dan semalam tadi kau terlihat sama sekali tidak keberatan dengan hal itu.."

Anak SMA? Umur 17 tahun? Matilah Jaebum. Ia sudah melakukan hal yang tidak sewajarnya pada anak yang masih belum legal. Jaebum memijat pelipisnya yang berdenyut lebih kencang dari sebelumnya. Sekarang kepalanya serasa akan pecah karena banyak yang berkecamuk dalam pikirannya, ditambah efek dari hangover-nya.

"Maafkan aku, tidak seharusnya aku melakukan itu padamu. Itu semua salahku, aku pasti sangat mabuk sampai tidak bisa mengendalikan diriku." Jaebum mebungkukkan badannya berkali-kali sebagi tanda permohonan maafnya. Ia sudah tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan selain meminta maaf.

"Sudahlah, kau tak perlu menyesal. Lagipula hal itu sudah terjadi. " Jaebum menghentikan permintaan maafnya dan sekarang ia menatap anak itu, yang juga sedang memperhatikan Jaebum, matanya membulat penuh dengan kepolosan. Sebenarnya Jaebum mau menanyakan pada anak itu bagaimana kelanjutan dari kekhilafannya ini. Apakah sudah lupakan saja dan anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa, atau bagaimana? Jaebum benar-benar tidak mengerti maksud dari anak itu.

"err, maksudnya ap—

Tiba-tiba ponsel Jaebum bergegas mencari ponselnya dan mengangkatnya.

"Ya, iya pak, sudah saya siapkan bahannya.."

"Mengadakan rapat? Setengah jam sebelum bel masuk? Astaga pak, kenapa anda baru memberitahukan saya sekarang?"

"oh, bapak sudah mengirimkan saya pesan? Wah maaf pak, saya tidak sempat mengecek."

"baik,baik saya usahakan akan datang tepat waktu. Terima kasih pak."

Jaebum menepak dahinya, baru saja kepala sekolah menelponnnya mengingatkan akan ada rapat guru setengah jam sebelum pelajaran dimulai. Sebenarnya tidak mendadak karena ia sudah dikabari sejak semalam, bodohnya ia tidak mengecek ponselnya sama sekali. Lagipula Mana mungkin ia sempat mengecek pesan, ia saja sudah begitu terbebani dengan masalahnya.

Jaebum sudah tidak bisa berpikir lagi, jika ia masih stuck disana untuk mencari solusi dari masalah ini, tentu saja ia akan terlambat datang rapat. Terpaksa ia harus meninggalkan anak ini sementara. Untuk bagaimana kelanjutannya akan ia pikirkan setelah ini semua selesai.

"Maafkan aku, sepertinya aku harus segera pergi."

Anak itu masih terdiam memperhatikan Jaebum, yang mulai bergerak kesana-kemari mengambil peralatan mandinya. "mungkin aku akan langsung berangkat setelah aku selesai bersiap-siap. Dan kau—

Kau harus pergi ke sekolah juga kan?"

"Maaf, bukannya aku mau lari, tapi aku benar-benar terburu-buru. Bisakah kita bicarakan tentang ini lain kali? Tenang saja kau tidak perlu ikut terburu-buru, aku akan memberikan kunci apartemenku ini padamu, kau bisa bersiap-siap setelah aku sudah selesai kau bisa menaruh kuncinya di mailbox."

"Sekali lagi maaf."

Anak lelaki itu hanya menanggapinya dengan mengangguk. Raut wajahnya terlihat begitu kecewa. Ia pun memalingkan wajahnya dari Jaebum dan memilih menunduk memainkan jari-jarinya, selimut yang dipakai untuk menutupi tubuhnya sudah melorot jatuh sampai pinggulnya. Jaebum menghela nafasnya, matanya menjelajahi sosok anak itu dari ujung rambut hingga tubuhnya. Ia begitu merasa bersalah saat melihat bercak-bercak merah keunguan disekujur leher sampai dada anak itu, dan yang pastinya adalah buah karyanya semalam. Ia sudah begitu merusak kepolosan anak itu. Dan sebenarnya ia tidak tega meninggalkannya begitu saja, tetapi sekarang ia memang harus segera ke kantor. Ia tidak mau merusak image-nya di sekolah. Memang terdengar kejam, tapi Jaebum harus bisa memilih mana yang lebih prioritas. Dan baginya sekarang pekerjaannya adalah nomor satu.

Ya, Ia akan memikirkan tentang masalah ini nanti.

o0o

Akhirnya aku bikin juga FF dari OTP paling favorit aku, JJParents!

ini cerita sebenernya undah ngendap lama banget di laptop, akhirnya aku putuskan buat di post juga haha

ceritanya lumayan berat. dan ini jelas rated M ya, aku masih latihan sih buat adegan begituan jadi gak tau kedepannya bagaimana haha.

aku gak tau kalau di ffn banyak gak yang ngeship JJP karena selama ini aku baru ngepost ff wannone aja. Tapi kalau memang ada, semoga kalian suka sama fic ini ya.

yes, it chaptered.

Semoga suka, dan jangan lupa reviewnya :)