Chiko: "NikuChiko are baaack~!"
Niku: "Berisik -_-"
Chiko: "Sesudah kemaren ngebikin crack dengan Taiyo/Yabu, kali ini kita niat ngebangkitin pairing yang dulu sempet populer."
Niku: "Yup, Kento/Misaki!"
Chiko: "Dan karena kita bingung mau bikin dengan tema apa, akhirnya kita teleponan lamaaaaaa banget dan mutusin buat ngambil dari true story kita masing-masing. Kita sebutin satu lagu yang menurut kita ngegambarin kehidupan kita, dan akhirnya pilihan kita jatoh ke Too Shy."
Niku: "Dan ceritanya sendiri, campuran dari true story yang kita alamin. Yah, dominan Chiko sih."
Chiko: "Abisnya Niku-nee ga punya true love story sih! Waktu ditanyain juga, jawabnya cuman 'oh, suka dari dulu, nembak, terus ga jelas sampe sekarang gimana. Titik'. Monoton banget ga sih?"
Niku: "Ga usah protes lu -_-"
Chiko: "Yah, sudahlah.. Dan sedikit peringatan, ini dibuat dengan alur mundur—berhubung kita lagi nyoba sesuatu yang belum pernah kita cobain sebelumnya~~"
.
Disclaimer: bukan punya saya pastinya!
Too Shy punyanya HSJ
.
Ai to yobenaide
Yume to shiranaide
Kimi wo mitsumeteta
Zutto, zutto, zutto, itsudemo
.
Kalau sekarang, apa masih sempat?
Kalau sekarang, apa tidak terlambat?
Kalau sekarang, apa aku—apa aku akan bisa?
Aku melirik tanganmu yang terletak tak jauh di samping tanganku. Aku ingin mencoba menggenggamnya. Sekali saja...
"Kau benar-benar tidak apa-apa?"
"T-tentu saja!" aku mengangguk kuat-kuat, menarik kembali tanganku. Pada akhirnya, aku tidak punya keberanian..
"Kau tidak berubah," kau tertawa.
"K-kau juga."
"Ah," kau melihat jam tanganmu. "Maaf, aku tidak bisa lama-lama di sini."
Kepalaku terangkat lagi. Jangan, jangan pergi dulu. Kita bahkan belum bicara banyak! Aku ingin berteriak, namun semuanya tersangkut di tenggorokanku. "I-iya.."
Kau tersenyum. "Terima kasih sudah mengajakku."
Tidak, tidak, sebenarnya yang mengajak itu Fuma.
"Ah, sebenarnya aku masih ingin bicara denganmu, sih.."
Kalau begitu, ayo bicara! Aku juga—ada yang ingin kusampaikan!
"Terima kasih, ya, aku duluan."
Aku—rasanya aku sudah mengulang adegan itu di kepalaku berkali-kali kemarin. Tapi tetap saja. Kata-kata yang kubayangkan akan keluar dari mulutku akhirnya tersangkut di tenggorokanku. Gerakan-gerakan yang kubayangkan akan kulakukan akhirnya tidak bisa dilakukan karena tubuhku serasa membeku.
Ternyata memang tidak bisa...
Aku hanya bisa melihatmu yang tersenyum dan berjalan pergi.
Fuma benar.
Sampai kapanpun, ternyata perasaan ini tak akan pernah tersampaikan..
.
Too shy.. meguru kisetsu ni
Too say.. tameiki tsukeba
Ano mabushii hibi sugu yomigaeru yo
.
Semua ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Ya, aku memang yakin aku akan bertemu, bertemu kembali denganmu. Tapi sisanya adalah di luar pemikiranku.
Tubuhku tegang, mataku tidak bisa fokus.
"Bagaimana debutmu?"
"Eh?" aku mengangkat kepalaku. Wajah itu—sial, jangan tatap aku seperti itu.. "B-baik-baik saja.."
"Aku kangen, sih," kau tertawa. "Aku kangen bekerja denganmu."
Hentikan..
"K-kau sendiri, bagaimana?" aku membuang muka. Aku benci tatapan mata itu..
"Yah.. Biasa saja.."
Aku menunduk dan menutup mataku rapat-rapat.
Kenapa? Bukankah aku sudah menantikan hari ini?
"Ada apa?"
"T-tidak," aku menggigit bibirku, "Tidak apa-apa."
.
Too shy.. me ga au tabi ni
To say.. komatta you ni
Sotto waratta kimi otona no kao shiteta
.
Dia benar-benar datang!
Jantungku serasa berhenti.
Sudah berapa tahun berlalu sejak kita terakhir kali bertemu? Dua? Tiga?
Tidak, tidak, rasanya tidak selama itu.
Wajahmu tidak berubah. Ah, tapi garis wajahnya sudah sedikit berubah sih.. Terlihat lebih dewasa, lebih...
"Wah, sudah lama, ya!" aku hampir melompat saat kau tiba-tiba duduk di sisiku. "Hm? Ada apa?"
"T-tidak apa-apa," aku membuang muka.
Semuanya tidak berubah. Tidak peduli berapa kali aku mencoba untuk menatapmu, menghadapi senyummu, akhirnya aku selalu menyerah dan melihat ke arah lain.
Jantungku serasa berhenti. Kau tahu? Kau tahu sudah berapa tahun kau membuatku seperti ini?
"Seperti kembali ke masa lalu, ya..."
.
Ichido mo fureawazu [yeah]
Kitto wasurenai
Sonna ni suki ni naru no wa
Kitto saigo sonna ki ga shita
.
Kalau sekarang, mungkin kau bisa ^-^ Kau masih belum melupakannya, kan?
-Fuma
.
Apanya?
-Kento
.
Hal yang empat tahun lalu gagal kau utarkan~~
-Fuma
.
Apa siiiih?
-Kento
.
Ne, ne, ada kesempatan lagi, lho!
-Fuma
.
Kesempatan apa?
-Kento
.
Taman kota jam satu siang. Bagaimana?
-Fuma
.
Ada apa sih?
-Kento
.
Katanya hari ini ia libur dan ada waktu. Jadi, aku memintanya untuk datang ke sana ^-^
-Fuma
.
Siapa?
-Kento
.
Jangan pura-pura tidak tahu, ah!
-Fuma
,
Jangan bilang kalau maksudmu—
-Kento
.
Yup. Takahata Misaki-kun
-Fuma
.
Ai to yobenaide
Yume to shiranaide
Kimi wo mitsumeteta
Zutto, zutto, zutto, itsudemo
.
"Melihat fotonya lagi?"
Aku hampir melompat dari kursiku.
"Kau ini, tidak bosan-bosannya, ya," Fuma menarik kursi dan duduk di sebelahku. "Benar-benar tidak ada bosannya. Aku saja sudah berganti tiga kali—eh, mungkin empat."
Pletak!
"Aku tidak bercanda!"
"Aku juga serius!"
Fuma menarik nafas panjang. "Sudahlah, menyerah saja."
"Tidak. Suatu saat, suatu saat nanti, aku pasti akan bisa mengatakannya."
"Kalau kau tidak punya keberanian," Fuma menatapku, serius. "Sampai kapanpun, perasaanmu tak akan pernah tersampaikan. Tapi jangan berpikiran buruk, aku masih mendukungmu."
.
Nanimo iwanaide
Nanimo shiranaide
Nanimo kikanaide
Tooku kieta kimi wa hitori de
.
"Debut?"
Rasanya bagai mimpi.
"Tapi—bagaimana dengan yang lain?"
"Semua akan baik-baik saja," Fuma menepuk bahuku pelan. "Baik-baik saja. Untuk sekarang, seharusnya kita senang."
"Seharusnya," aku menatapnya. "Tapi—debut? Berlima? Tanpa Yugo dan Hokuto? Kau pikir ini Ya-Ya-Yah?"
"Sekalipun, sekalipun, kita debut sebagai B.," Fuma menatap ke luar jendela. "Apa kau tetap mau, membawa nama B. tanpanya?"
Tentu saja tidak, bodoh.
Aku diam, menarik nafas panjang. "Sudahlah. Jangan ungkit-ungkit dia lagi."
.
Too shy.. te wo nobashitara
To say.. kimi ga ita no ni
Mou kanashii hodo okubyou na boku datta
.
Rasanya dadaku seperti ditusuk. Kutatap ponselku dalam-dalam, berharap bahwa yang kulihat tidaklah nyata.
Kalau bumi terbelah sekarang, dengan senang hati aku akan melompat ke dalamnya.
Pesan yang kau tulis—entah apapun maksudnya—membuatku ingin menampar diriku sendiri. Apakah aku seburuk itu?
"Kau terlalu penuh dengan dirimu sendiri, tidak pernah mencoba untuk mendengarkan masalahku. Aku juga manusia."
Apa aku seburuk itu? Ponsel yang tadinya kugenggam erat-erat meluncur ke lantai. Bagimu, itu mungkin kata-kata biasa. Tapi bagiku—itu adalah pisau yang menusuk tepat di dadaku. Apa aku adalah beban bagimu?
Aku mengambil ponselku dan menutup mata.
Aku sudah janji akan mengurangi bebanmu. Tapi, bila aku adalah beban bagimu—
Aku membuka mataku, menentukan pilihanku.
Takahata Misaki
Delete Contact? Yes
Are you sure? Yes
Contact Deleted
There's no turning back.
.
Kotoba ni suru mae no (yeah)
Kimochi wo tsutaetara
Ima mo chigau katachi de
Kitto futari soba ni irareta
.
Ya, atau tidak. Cepat putuskan!
Kepalaku seperti mau pecah. Setelah kau bilang "Nanti, boleh, kan, aku mengirimu mail setiap hari?", rasanya aku seperti melayang, dan keyakinanku bahwa kau merasakan hal yang sama denganku meningkat.
Pesan itu sebenarnya sudah kuketik di ponselku, tinggal menekan satu tombol saja: send. Masalahnya tinggal apa aku berani untuk melakukannya, atau tidak. Aku menggigit bibir, dan akhirnya membulatkan niatku. Now or never.
Balasan darimu datang dengan cepat.
Aku kembali menggigit bibir. Bagaimana? Apa yang akan kau jawab? Jantungku seperti jungkir balik saat aku membayangkan jawabanmu, namun ternyata semua bayanganku harus musnah melihat jawabannya yang—tentu saja—di luar perkiraanku.
.
Daisuki
-Kento
.
Arigatou ^^
-Misaki
.
Ai to yobenaide
Yume to shiranaide
Kimi wo mitsumeteta
Zutto, zutto, zutto, doushite?
.
"Tenang sajalah," kau tertawa. "Kita hanya pisah jalan, bukannya pisah dunia. Kita ini hanya dipisahkan oleh tembok ini." Kau tertawa lagi dan menepuk-nepuk tembok jimusho.
"Tapi—"
"Ken," kau memotong. "Aku akan kangen padamu."
Jantung, berhenti sekarang juga tidak apa-apa, kok.
"A-aku juga," aku mencoba bersikap normal, meskipun seluruh tubuhku rasanya menegang. Mungkin ini yang terakhir kalinya. Mungkin ini terakhir kalinya aku bisa mengobrol lepas denganmu.
"Terima kasih untuk selama ini, ya," kau tersenyum.
"Kau akan pulang sekarang?" tanyaku, agak tidak rela. Tapi kau mengangguk
Jangan pulang dulu, kumohon! "B-baiklah, hati-hati di jalan pulangmu."
Kau mengangguk. Saat kau membalikkan badanmu, hendak berjalan pergi, kau menengok ke belakang dan kembali tersenyum. "Nanti, boleh, kan, aku mengirimu mail setiap hari?"
Kepalaku terangkat, dan aku mengangguk kuat-kuat. Jantuuunggg! Kau ini tidak lagi marathon!
Kau tersenyum lega dan akhirnya kembali membalikkan badanmu, berjalan menuju pintu keluar.
Dorongan dalam diriku untuk segera berlari dan mengatakan perasaanku padamu begitu besar, namun kakiku serasa membeku. Aku ingin meneriakkan perasaanku padanya, namun semuanya tersangkut di tenggorokanku.
Aku hanya bisa menatapmu yang berjalan menjauh.
Suatu saat nanti, aku pasti akan bisa mengatakannya. Ya, suatu saat nanti...
.
Koe mo kakenaide
Uso mo tsukanaide
Boku wo matanaide
Tooku kieta kimi wa hitori de
.
"Haruskah?" aku menunduk, tak berani mengangkat kepalaku mendengar kepergianmu dari jimusho.
Aku mendengar suara tawamu yang lembut, dan aku mengangkat kepalaku.
"Jangan tertawa, aku serius."
"Aku juga serius," kau tersenyum. "Ini keputusan yang kubuat dalam waktu yang tidak singkat."
Lalu, kau masih bisa tersenyum?
"Lalu bagaimana dengan kami?"
"Kau bisa debut, kau bisa bersinar, kau bisa jadi bintang tanpaku."
"Tapi—"
"Aku tidak ke mana-mana," kau meletakkan tanganmu di dadaku, membuat jantungku serasa ingin berhenti saking cepatnya berdetak. "Aku ada di sini, kan?"
.
Uh.. like it or not, forever...
Like it or not, forever...
Like it or not
.
"Aaaaaargh!" Fuma berguling di lantai. "Keeeeen!"
"Apa?"
"Sini, sini!"
"Ap—UWAA!"
"Kalian ini," kau berdiri di depan pintu, menatap kami dengan seolah kami adalah alien. "Kalian kan bukan anak kecil lagi! Fuma, berdiri! Kento, ngapain kau di situ?"
Menahan rasa malu, kami segera berdiri.
"Kalian ini bagaimana, sih! Entah apa yang terjadi kalau aku tidak ada!"
Aku tersenyum lebar dan menarik tangannya. "Kalau begitu, jangan tinggalkan kami~"
Wajahmu melembut dan kau tersenyum. "Tidak akan."
.
I love you, I need you, I want you, ima mo
I miss you, kokoro
I love you, sono mama
.
"Otsukare!" kau berteriak senang, membuatku mau tidak mau tersenyum juga. "Tiga bulan yang berat, ne~?"
Benar, tiga bulan yang kita habiskan untuk memfilmkan Scrap Teacher akhirnya habis juga. Setengah tidak rela, setengah lega karena peran kami yang agak 'tidak enak' akhirnya berakhir juga.
"Ne, Kento," kau menatapku dan tersenyum. "Aktingmu bagus."
Jantungku melakukan backflip berulang kali.
"K-kau juga."
"Masa, sih?" kau menggelengkan kepalamu. "Tidak, kok. Lagipula, kau cocok sekali memakai seragam itu."
Entah kapan aku bisa menyampaikannya—aku menyukaimu.
.
Nanimo iwanaide
Nanimo shiranaide
Nanimo kikanaide
Tooku kieta kimi wa hitori de
.
"Takahata Misaki," kau mengenalkan dirimu sendiri padaku dan Fuma.
"Kikuchi Fuma," Fuma membalas duluan. "Dia Nakajima Kento."
Aku mengangguk, mengiyakan Fuma.
Kau menatap kami dan tertawa pelan. "Sepertinya kita bisa akrab, ya?"
Melihat wajahmu yang melembut, sesuatu seakan memukul hatiku.
Benar-benar seorang malaikat..
.
Uh.. like it or not, forever...
Like it or not, forever...
Like it or not
.
Ritual yang biasa dilakukan ketika seorang Junior baru masuk, tentu saja adalah dibagi ke dalam grup-grup kecil. Aku menengok ke kanan dan ke kiri.
Hanya Fuma yang aku kenal..
"Ne, Fuma, semoga kita satu grup."
"Harus!" kata Fuma cepat. "Aku tidak kenal dengan yang lain!"
"Kau ini, tinggal kenalan saja, mudah, kan?"
"Aaah, bicara sih mudah. Coba lakukan sana—"
"Nakajima Kento, Kikuchi Fuma?" seorang kru tiba-tiba menarik bahu kami, menjauh dari lorong yang ramai—bahkan sebelum kami sempat berkata apa-apa.
Ia menarik seorang anak lain yang sebaya dengan kami, dan menghadapkannya pada kami.
"Kalian.. B., dengan orang ini," ia menepuk punggung anak tadi. Anak itu masih menunduk. "Berkenalanlah," kata kru tersebut.
Dan saat anak itu mengangkat wajahnya, jantungku serasa berhenti.
Malaikat...
.
I love you, I need you, I want you, sayonara
.
Aku berjalan dari taman tersebut. Berapa tahun yang sudah kita habiskan?
Rasanya aku ingin menangis.
Berapa kali aku berpikir "suatu saat nanti, suatu saat nanti, aku pasti akan bisa mengatakannya?"?
Untuk apa terus menyiksa diri?
Aku membalikkan punggungku, sekali lagi berharap bahwa aku bisa menemukanmu.
Aku menghela nafas. No turning back.
"Aku mencintaimu," bisikku pelan. "Aku rindu padamu, kau menginginkanmu..."
Aku berjalan lebih cepat, tidak memedulikan hujan yang mulai turun.
"Sayonara, Misaki..."
.
Niku: "APA INIIIII? KENAPA JADINYA GINIII?"
Chiko: "Kan based on true story, dan kita ngalaminnya gitu. Ya begitu deh~ Dan sedikit buat yang bingung, yang terakhir itu maksudnya balik ke waktu awal."
Niku: "Ergh.. Ragu ah, apa reader bakal ngerti alur mundur-nya kita -_-"
Chiko: "Ehh.. mungkin.. entah deh -_-"
Niku: "Dan buat yang udah baca, arigatou ne ^^"
Chiko: "Dan jangan lupa review~"
