Farewell Love
-Byun Baekhyun
-Park Chanyeol
-another EXO member
Genre: angst, romance, hurt.
I'm not own the cast, but I own the story. Imma newbie but please do not stole my story/fanfict/idea/etc(?).
NB: YAOI, BOY X BOY, OOC, sorry for all typo(s). True Story.
Kita bertemu, untuk berpisah.
Cinta baginya adalah kebahagiaan yang selalu membutakan mata, membuntukan jalan fikiran, membuat detak jantung yang selalu berdentum keran dan cepat, rona merah muda yang selalu menempel pada pipi. Ya, cinta adalah bahagia.
Ia bahkan tidak tahu apa alasannya mencintai orang yang jauh di luar sana. Ia belum pernah melihatnya secara nyata, hanya lewat foto yang ia yakini adalah dirinya. Suara yang tidak bisa sering di dengarnya. Bahkan, kebenarannya pun masih diragukan.
Cinta memang tidak butuh alasan, bukan?
Sesuatu di dalam hatinya menguatkan pernyataan bahwa ia memang benar-benar jatuh cinta pada seseorang yang berada di luar sana. Menguatkan dirinya bahwa pemuda di luar sana memang untuknya. Cinta yang mendarah daging, bahkan untuk bertengkar seharian penuh saja tidak sanggup.
Byun Baekhyun, merebahkan dirinya di kasur. Membalas pesan singkat yang menjadi prantara antara mereka. Selalu dikutuknya jarang yang terlalu luas membentang di antara mereka. Andaikan uang hanya tinggal keruk, ia pasti sudah menemui orang itu.
Orang itu. Park Chanyeol.
Chanyeol, sosok manusia yang bahkan wujudnya saja belum pernah di lihat secara nyata oleh Baekhyun telah menjatuhkan Baekhyun dalam perangkap cintanya. Menyekap si manis selamanya di dalam hatinya.
Walaupun hanya melalui pesan singkat dan sosial media, mereka telah berjalan selama enam bulan.
LDR tidak sepahit yang Baekhyun kira semenjak ia mengenal Chanyeol yang selalu mengisi harinya dengan mengirimkannya sebuah pesan singkat pada awal hari hingga hari berakhir.
Ya. Hingga hari berakhir.
"when you here beside of me
you always make me complete"
"SAENGIL CHUKA HAMNIDAA!" sorakan itu membahana ketika Baekhyun memutar video berdurasi sekitar tiga menit bersama enam temannya.
"Kalian ribut sekali, astaga .." komentarnya
"Hei, kami rela menanggung malu demi membuat video yang keren untukmu" sahut Oh Sehun dengan bibir penuh saus, mengunyah pelan kentang goreng yang tersedia di tengah-tengah mereka.
"Ya, adik kelas di sana pada ngeliatin. Untung saja imageku tidak rusak" sahut Luhan setuju.
"Terimakasih" Baekhyun tersenyum manis, "Huaaa.. aku tak sabar menunggu anak itu menelfonku"
"Chanyeol?" celetuk Chen, pemuda kecil dengan wajah polos namun usil dengan hadiah cubitan dari Baekhyun yang berdesis dan meletakan telunjuknya pada bibirnya.
"Ssssttt"
"Ah.. arraseo" Chen mengangguk tanpa dosa sementara Baekhyun hanya menggertak-an giginya sebal.
"Lihat wajahmu di sini, Jongin. Kau begitu gila"
"Aku bingung harus bicara apa. Kami melakukannya tanpa plan. Jadi ... begitulah" Jongin memamerkan giginya yang rapih, matanya menyipit dan Baekhyun hanya mendecak pelan mendengar alasan Jongin.
"Apalagi Kyung... kalian berdua sama gilanya" tawa Baekhyun.
Kyungsoo membulatkan matanya dengan dihadiahi tawa Baekhyun yang semakin kencang mendapati reaksi mata Kyungsoo seakan mengatakan 'aku gila? Maksudmu?'
"Well, Xiumin dimana?"
"Aku bertugas mengalihkan perhatianmu kemarin, bodoh"
Jantung yang bersenandung kecil ketika khayalannya berputar tentang apa yang akan pemuda di jauh sana katakana padanya. Momen yang sangat jarang di temui seorang Baekhyun untuk berbicara dengan sang kekasih yang sering grogi ketika berbicara dengannya. Entah apa alasannya, Chanyeol tetap merahasiakannya.
"Ayo makan, eomma sudah buatkan makanan untuk kalian" Baekhyun beranjak dari duduknya, menuntun enam lainnya menuju ruang makan yang telah di tata sedemikian rupa dengan makanan-makanan besar berjajar nikmat di sepanjang meja makan.
Berbagai menu besar yang telah di tata rapi kemudian mulai terlihat sedikit berantakan dengan potongan-potongan tak rapi di setiap sisinya. Telah tercuil oleh mereka yang kelaparan.
"Baekhyun kita bahagia sekali hari ini" tawa Jongin yang sedari tadi mendapati Baekhyun terus tersenyum. Bahkan sesekali tertawa tanpa alasan.
Ia mengatai Kyungsoo dan Jongin gila padahal dirinya sendiri pun begitu.
Dan .. ya, dia sangat bahagia.
"Tentu"
"Ya .. Baekhyun selalu bahagia, benar?" tawa Luhan. Tawa yang sedikit mengganjal sebenarnya. Namun tidak ada satupun yang mendapati kesalahan arti dalam tawa Luhan. Tidak ada kecuali Sehun.
"Benar benar, hahaha"
"Hei, habiskan makananmu dulu sebelum tertawa. Nanti kau mati tersedak" ujar Xiumin.
Baekhyun memanyunkan bibirnya sedikit, kemudian lanjut menghabisi menu special di hari ulang tahunnya ini.
Hanya ada mereka ber tujuh. Rasanya kehangatan melingkupi mereka. Seakan sebuah lapisan menghangatkan mereka, menjauhkan mereka dari dingin yag ingin menelusup masuk.
Menjauhkan mereka dari dingin yang selalu berhasil menjatuhkan air mata seorang Byun Baekhyun.
"Ah! Tao!" Baekhyun berhenti sejenak ketika seseorang yang tidak jauh lebih pendek darinya tengah memasuki ruang makan dengan boneka panda yang sedang dipeluknya erat. Mata Tao menatapnya datar, kemudian pemuda dengan warna hitam di sekelilingnya –persis seperti mata boneka yang sedang di peluknya – menyunggingkan senyum hangat seraya mendekati Baekhyun.
"Saengil Chukae, Hyung" ucapnya
"Terimakasih" balas Baekhyun setelah Tao memberikan kado dengan bungkusan kecil untuknya.
Baekhyun mempersilahkan pemuda keturunan cina itu untuk duduk, bergabung dengan mereka untuk menyantap menu besar yang tidak akan habis untuk tujuh orang.
"Oh ya, Ia Tao yang dapat melihat .. ng ... anu"
"Oh.. dia yang dapat melihat hantu itu?" Sehun membuka mulutnya dan di sambut jeritan Kyungsoo yang tengah menutup kedua telinganya
"SEHUN-AH!" serunya. Sehun terkekeh geli kemudian mengatakan bahawa itu hanya lelucon.
Lelucon yang sebenarnya adalah nyata.
"Cepat habiskan porsi kalian, aku tidak sabar untuk menelfonnya" Baekhyun membersihkan mulutnya dengan kain berbentuk persegi dengan warna gelap, menyembunyikan senyum manis itu untuk sementara.
"Ah? Benarkan?" Luhan membulatkan matanya, "Bukankan Chanyeol adalah seorang indigo yang dapat menghadiri pestamu walau hanya berbentuk arwah?" ia mengerling nakal.
Baekhyun terdiam, "Ja-jangan! Dia sedang sakit, nanti tenaganya terkuras banyak, itu akan memperburuk keadaan"
"Ayolaahh.. biarkan dia datang ke sini" ucap Luhan
"Jangan!"
"Hei, kapan lagi ia dapat melihatmu sebahagia ini?" ucap Luhan
"Terserah pada kalian saja" Baekhyun menyerah jika harus adu mulut dengan Luhan. Ujung-ujungnya, ia pasti kalah. Luhan namja dengan wajah dan mulut perempuan, walaupun ia terlihat begitu pendiam, namun itu tidak menutupi fakta bahwa jika mereka berkumpul, Luhan adalah makhluk paling cerewet yang pernah ada.
"Ok, aku akan memintanya ke sini" ucap Luhan dengan cengiran lebar, "Tao, jika ada seorang laki-laki datang, katakana pada kami, oke?"
"Eung?" Tao menatap Luhan, "Baru saja ada yang datang"
Luhan membulatkan matanya. Dilemma antara harus senang karena Chanyeol datang atau takut karena ada arwah yang menemani makan siang mereka.
"Di samping kakak ..." Tao menunjuk Sehun, tepatnya sebelah kanan Sehun.
"Laki-laki?" tanya Sehun
"Bukan, perempuan" Tao menjawab dengan wajah datar, seakan ia membenahi bahwa itu warna merah, bukan warna biru. Seakan membenahi sesuatu yang begitu simple. Padahal kenyataannya, ia sedang membenahi gender hantu.
"MWO?!"
Pemuda berkulit vampire itu lompat dari tempatnya, mencari tempat seaman mungkin. Begitu pula dengan yang lainnya. tidak lain bersembunyi di bawah meja, memeluk teman yang paling dekat. Bahkan Baekhyun ikut memeluk Kyungsoo yang berada di sebelahnya.
"Bodoh. Laki-laki bukan perempuan" Baekhyun berdesis takut.
Rumahnya terasa kurang aman semenjak beberapa detik lalu ia menyadari banyak arwah yang berkeliaran di sekelilingnya.
"Please, look at me, look at me, look at me
I can feel you, like this, feel you, feel you
But u can't"
Berdiam diri di rumah sakit adalah pilihan yang tidak ingin ia lihat ketika menjawab pertanyaan dari dokter berkumis tebal tersebut. Tidak ada pilihan lain selain tidur di ruangan berbau obat-obatan dengan dinding yang berselimut sucinya putih.
Lay duduk di kursinya. Menatap pemuda yang kini sedang menidurkan tubuhnya.
"Mau kemana?"
"Ke pesta"
Lay mengangguk. Membiarkan pemuda itu menuju pesta yang di maksud.
Pemuda bersurai coklat tua itu melayang. Pergi menembus awan dan menelusuri rumah-rumah yang terlihat bak miniatur di bawah sana.
Kemudian dengan cepat ia mendapati rumah seorang Byun Baekhyun.
Tubuhnya di turunkan tepat di ruang makan yang sepertinya baru saja di tinggalkan. Piring bekas makan yang belum sempat di ambil oleh para pelayan yang selalu membungkuk pada atasannya.
Derap langkah mendengung di telinganya. Langkah-langkah ribut yang menuju kamar Baekhyun. Membuka kemungkinan bahwa langkah Baekhyun ada di antara kaki-kaki yang berpijak ribut di rumah mewah dengan dua lantai dan luas yang lebih luas dari gedung rumah sakit.
Matanya menyipit sebelah, mengintip ke dalam kamar. Baekhyun ada di sana.
Langkahnya sedikit gemetar ketika mencoba menerobos pintu. Tambah gemetar ketika sadar bahwa teman-teman Baekhyun turut hadir memenuhi kamar Baekhyun.
Jantungnya seakan mencelos. Si manis yang sering di lihatnya terlihat begitu bahagia. Sangat bahagia.
Ia duduk di dekat meja belajar Baekhyun, tempat yang biasa di jadikannya tempat nongkrong ketika merindukan pemuda bernama lengkap Byun Baekhyun tersebut.
Rasanya ingin sekali menyentuhnya kemudian Baekhyun menyadari perlakuannya yang sesekali menaruh telapak tangan di bahunya.
Ia ingin sekali Baekhyun tahu bahwa sebenarnya setiap malam ia menyempatkan diri untuk mengecup dahi pemuda itu pelan.
Ia ingin mata Baekhyun yang begitu indah menatap langkahnya, menyambut kehadirannya dengan sebuah pelukan hangat.
Namun itu hanya terjadi jika ia pergi dengan raganya dan membuatnya harus menguras dompet lebih dalam. Maka ia memutuskan untuk hanya duduk memandangi Baekhyun yang tersenyum begitu manis. Tertawa dengan segenap keceriaan yang selalu di pancarkannya walau hanya melewati pesan singkat.
"Tao ... apakah ia sudah datang?" Luhan–pemuda yang ia ketahui sebagai sahabat Baekhyun dan orang yang selalu membantunya menyelesaikan masalah jika ia dan Baekhyun bertengkar–bertanya pada pemuda bermata panda.
Sebenarnya, ia sudah tidak sanggup lebih lama lagi berdiam diri. Tenaganya hanya tersisa sedikit. Niatnya hanya untuk melihat Baekhyun tertawa.
Namun sepertinya ia tidak bisa pergi begitu saja ketika mata tajam Tao mengarah padanya. Melihatnya walau mata panda itu tidak terbuka sepenuhnya. Berbeda dengan dirinya dengan kedua mata yang membulat sempurna membalas tatapan Tao
"Ya"
"Di mana?"
"Dia duduk di meja belajarmu, Baek"
Diam. Kemudian teriakan menggelegar memenuhi ruangan.
Chanyeol benci keributan. Ia takut jika harus berbicara dengan Baekhyun yang begitu heboh, itulah salah satu mengapa ia tidak pernah menelfon Baekhyun. Namun sedikit demi sedikit, kebenciannya akan hal itu pudar seiring Baekhyun yang terus menunjukan sikap heboh dan ributnya di pesan singkat.
Ia menatap Tao nanar. Menahan segenap rasa phobianya, menahan amarahnya pada Tao yang membuat Baekhyun berteriak takut akan kehadirannya.
"Ja-jangan teriak. Dia melotot"
Semua diam. Namun tetap saja jantungnya berdetak kian cepat.
Ia memutuskan kembali.
Mari ingat ketika Baekhyun tersenyum gembira karena hari ini adalah ulang tahunnya.
"we have to stay together and forever
and i'm here missing you
always thinking of you,
because tonight
i wish you were here
i will keep you forever
and i will never let you go..."
Luhan berdiri kemudian menyisi ke pintu kamar Baekhyun, begitu pula dengan Chen dan Xiumin sementara Jongin tetap di tempatnya dan Baekhyun merasakan kakinya tergencet sesuatu yang lumayan berat ketika jeritannya berhenti.
Matanya mengarah ke kakinya yang tertindih Sehun dan Sehun yang dipeluk Kyungsoo erat.
Tawa mereka meledak menatap Sehun yang tidak dapat melepaskan diri dari Kyungsoo sementara pemuda mungil itu terus mengelurkan sebuah isakan tanda ia benar-benar takut akan hal yang berbau mistis
"YAKK! Berhenti bicara tentang hantu sialan itu!" seru Kyungsoo mengamuk, di sambut oleh tawa teman-temannya yang mati-matian menahan kegelian dalam perutnya dan rasa ingin buang air kecil karena tingkah Kyungsoo yang benar-benar kekanak-kanakan.
"Oke oke ... cukup" Baekhyun terus tertawa walau bibirnya mengucapkan kata 'cukup' untuk menghentikan Xiumin yang bahkan kini tengah berguling menahan tawanya.
"Bagaimana orangnya?"
"Berponi ... menggunakan baju hitam .. well, tidak terlalu jelas. Hanya samar-samar" ucap Tao seraya menyeruput susu kotaknya.
"Kau benar-benar tidak terganggu melihat mereka berseliweran di depanmu?" tanya Sehun
"Tidak .. aku sudah biasa"
"Kau harus tanggung jawab Tao" Kyungsoo berdesis, "Aku takut memasuki kamar kecil. Sialan"
"Sudahlah, Kyung ... Tao hanya bercanda" Sehun menepuk bahu si mungil di sampingnya, "Kepalamu tidak terbentur tembok, kan?"
"Tidak"
"Baguslah"
"Aku .. kurang yakin jika itu dia" Baekhyun berujar
"Itu benar-benar Chanyeol, Baek" Luhan menyodorkan handphonenya, "Ia bilang kau berada di tengah. Kau memang di tengah-tengah antara Sehun dan Tao"
Baekhyun menenggak salivanya. Terkadang memiki kemampuan seperti Tao benar-benar menguntungkan jika memiliki pacar seorang indigo seperti Chanyeol
"Chanyeol memang berponi, kan?" Chen kembali mengambil posisi tidurnya yang sempat terganggu.
Baekhyun mengangguk. Menarik nafasnya dalam.
"Apa dia tampan?" Baekhyun menolehkan pandangannya pada Tao yang menyimpan tawanya
"Lumayan .. menurutku aku lebih tampan"
Baekhyun mendelik sinis, Tao selalu tidak ingin mengakui ketampanan orang lain.
"Tapi ... mengapa Chanyeol melotot?" Baekhyun menatap Tao, mendapatkan sepasang pundak yang bergerak ke atas tanda Tao tidak tahu.
"Mungkin ..." Sehun membuka mulutnya, mengundang seluruh mata menatapnya, "Kau pernah bilang ia takut keributan, kan? Nah, mungkin ia takut karena kita teriak, maka ia pergi begitu saja setelah itu"
"Huaaa... Sehun, otakmu sudah di ganti, ya?" Jongin menepuk tangannya, mendapat tatapan sinis Sehun yang seakan menghunus raganya perlahan.
"Well, mari telfon. Aku tidak sabar menunggu sore datang" Baekhyun beranjak dari kasurnya, mengambil handphone keluaran terbaru miliknya kemudian kembali duduk di sisi ranjang, seakan siap berdongeng untuk mereka yang kini tiduran di kasur Baekhyun.
Baiklah. Apa yang di dapat seorang Byun Baekhyun setelah tiga kali panggilannya tersambung? Sebuah penolakan mentah-mentah dari Chanyeol yang menutup telfonnya.
Baekhyun memakai paket gratis telfon bukan untuk mendengar suara operator. Ia bahkan muak setiap kali operator yang menjawab panggilannya.
Di lemparnya handphone merah tersebut tak jauh dari sampingnya, ia tak mungkin menghancurkan handphone itu begitu saja walaupun ia memiliki uang setinggi gunung bahkan menembus langit ketujuh, memori yang begitu manis tidak akan terbayarkan dengan setumpuk uang.
Ia memanyunkan bibirnya, kesal sekali mendengar operator mengatakan bahwa Chanyeol tidak ingin bicara dengannya.
Di tolak oleh Park Chanyeol adalah hal yang paling menyakitkan seumur hidupnya.
Kesunyian melengang di udara. Hingga lapisan sunyi tersebut pecah begitu saja dengan suara ringtone Jongin yang benar-benar merusak suasana.
"Apa? ... a-aku tidak bisa, masih ada ... ayolah, lain kali saja, oke? Aku ada pesta ... hah? ... oke, baiklah"
Wajahnya kian masam ketika matanya bertabrakan dengan pandangan Baekhyun yang menyambut tolehan kepalanya.
"Sepertinya aku harus pulang. Aku berjanji dengan seseorang yang tidak dapat dijanjikan"
"Nanti dulu, pestanya belum selesai" cegat Luhan
"Aku .. aku tidak enak jika membatalkan janji dengan orang ini .." Jongin berkata dengan berat hati, "Aku pulang, ya?"
"Gak seru" Sehun menyahut tanpa di minta, "Ayolah, kapan lagi kita kumpul-kumpul seperti ini selain di sekolah?"
"Maaf Baek ... aku harus pulang" Jongin tidak memperdulikan ketidak setujuan Sehun. Yang ia butuhkan adalah kata iya dari Byun Baekhyun yang kini sepertinya tengah kehilangan lima puluh persen moodnya.
"Terserah"
"Jangan maraaah" ucapnya, "Oke?"
"Terserah padamu" Baekhyun berucap dingin
"Ya sudah" Jongin menjatuhkan pandangannya pada Kyungsoo, "Ayo Kyung"
"Kyung juga?" Luhan menjerit tertahan, menjaga nada bertanyanya agar tetap terlihat sopan.
"Ayahku memintaku pulang" ia menunjukan handphonenya, berisi pesan singkat yang tidak seorangpun dapat membacanya dengan jarak yang lumayan jauh dan font berukuran mini, "Berhubung Jongin searah denganku dan aku tidak tahu jalan pulang, jadi aku bersama Jongin. Ng.. Happy Bornday, Baek. Terimakasih untuk makan siangnya"
"Ayo Chen, kau pulang denganku kan?" Chen mengangguk, kemudian mengikuti langka Jongin.
Baekhyun menanggapi ketiga tamunya sopan, memberikan senyum terpaksa untuk menjawab segala kekecewaan yang menutup hatinya.
Ini ulang tahunnya, seharusnya ia bahagia.
"Well, coba telfon lagi" Luhan menutup pintu ketika ia rasa Jongin, Chen dan Kyungsoo sudah benar-benar jauh dari kamar Baekhyun.
Pemuda manis itu mengangguk lemas, di panggilnya lagi nomor dengan nama kontak Chanyeol serta emot icon cinta di belakangnya. Kemudian menunggu beberapa saat. Baekhyun dapat menebak jika operator akan kembali menjawab panggilannya.
Namun dugaannya salah.
"Di angkat!" seru Baekhyun. Sorakan demi sorakan meramaikan ruangan.
Dan untuk kesekian kalinya Chanyeol menutup panggilan.
"Oh Tuhanku, apa yang salah dari pacarmu itu?!" geram Sehun, "Sambungkan lagi. Aku penasaran dengan suara mahal yang tidak rela di dengarkan pacarmu itu untukmu"
"Ok, diam"
Tanpa di suruhpun, Baekhyun telah menyambungkan panggilannya.
Di angkat lagi.
Kemudian sebuah suara memenuhi ruangan.
"Halo?"
"Halo? Baekhyun? Ini Lay" Baekhyun mendengus mendengar suara milik Lay yang menjawab panggilannya.
"Mana Chanyeol?"
"Dia tidak mau mengangkat panggilanmu karena sebelumnya kalian teriak. Well, dia memang rada lebay" terdengar nada kesal dari cara bicara Lay
"Biarkan aku bicara dengannya"
"Oh ... Baekhyun-ah .. lihat pacarmu yang menggeleng tanpa henti"
Ingin sekali rasanya menghantui si pemuda pelit suara di ujung sana kemudian membuatnya teriak agar suaranya yang mahal itu dapat di dengan Baekhyun. Di rampasnya handphone Baekhyun oleh Sehun, kesal karena pemuda itu tidak ingin bicara dengan orang yang benar-benar menanti suaranya.
"Lay? Bisa nyalakan speakernya?"
"Aku sedang menyalakannya"
"Baiklah, Baekhyun. Apa yang ingin kau katakana padanya?" Sehun menatap Baekhyun yang menggeleng. Ia memukul jidatnya sendiri. Merasa tolol membantu Baekhyun yang bahkan sebenarnya tidak berniat mengatakan apa-apa.
"Baik. Baekhyun bilang bahwa ia ingin mendengar suara Chanyeol"
"BO-"
"Chanyeol-ah. Katakan 'A' saja"
Baekhyun bisa merasakan kekesalan Lay yang memaksa si bisu untuk berbicara namun tak kunjung membuka mulutnya.
"Dia tidak mau. Lihatlah Baek, dia terus menggeleng"
"Terserah padamu Chanyeol" ucap Baekhyun putus asa, "Yang penting nanti malam kau harus menelfonku. Janji adalah hutan"
"Yak! Yeol! Bicara atau ku bocorkan semua!"
Sepertinya Lay tidak mendengar ucapan Baekhyun, pemuda itu masih fokus meminta Chanyeol untuk membuka mulutnya.
Sehun terhenyak ketika Lay berusaha memancing Chanyeol dengan sesuatu yang fatal menurutnya. Bukan hanya Sehun yang membeku, Luhan juga melakukan hal yang sama. Kecuali Xiumin yang tetap terdiam di tempatnya, tak mengerti apa-apa.
"Bocorkan apa?"
"Ng ... tanya saja pada .. Luhan"
Mata Baekhyun menatap Luhan sementara Luhan terus berdiam diri di tempatnya. Ia ingin bicara namun tidak bisa. Ia ingin bergerak merampas bahkan membanting handphone Baekhyun namun tak sanggup.
"Lay! Jangan bocorkan!" suara Luhan menggema. Baekhyun diam di kasurnya dengan kebingungan yang memeluk erat otaknya.
"Katakan padaku"
"LAY!"
"Katakan padaku, Lay"
"Lay, jangan bocorkan semuanya" Sehun ikut angkat bicara. Baekhyun menatapnya sinis, memojokan dirinya kemudian mematikan speaker.
Berbicara tentang apa yang tidak boleh Lay katakana padanya di hari ulang tahunnya.
"Chanyeol akan melakukan oprasi besok, kemungkinan hidupnya hanya 20%..."
"LAY!" Luhan menjerit frustasi, mengandung permohonan untuk Lay menutup mulutnya. Bahkan kini air mata mulai meleleh membasahi pipi tembam Luhan.
"Lanjutkan"
Speaker lagi-lagi di matikan setelah sebelumnya di nyalakan untuk beberapa saat. Mereka berbicara berdua, tidak ada yang berniat untuk mengganggu. Sementara Luhan meraih handphonenya, menelfon sopirnya untuk segera menjemputnya di kediaman tuan muda Baekhyun.
Baekhyun menatap kedua sahabatnya dengan tatapan yang Sehun kurang mengerti. Pemuda itu hanya dapat diam, sementaar Xiumin yang berada di sampingnya terhenyak kaget dengan kenyataan yang baru saja terungkap.
Chanyeol memiliki kemungkinan sangat sedikit untuk bernafas dua hari lagi.
"Aku menunggu jemputanku di luar" Luhan keluar dari kamar Baekhyun setelah meninggalkan tatapannya yang menyiratkan kata maaf diikuti oleh Sehun dan Xiumin.
Baekhyun membuntuti tamunya, bahkan menyalip Sehun dan Luhan kemudian menempatkan diri di samping Luhan.
Semilir angin menyambut mereka ketika kaki mereka telah berpijak pada teras rumah Baekhyun, menunggu jemputan Luhan seraya mengambil potongan-potongan kue yang terhidang di antara mereka.
"Baek, maaf" Sehun mengulurkan tangannya, merasa bersalah karena merahasiakan hal yang baru saja terbongkar. Tidak seharusnya ia merahasiakan hal itu pada Baekhyun, pacar Chanyeol. Seharusnya ia mengatakannya lebih dulu secara sembunyi-sembunyi. Namun di sisi lain, ia ingin Baekhyun tertawa tanpa beban di hari ulang tahunnya, seperti yang beberapa jam lalu terjadi.
Baekhyun membalas uluran tangan Sehun, "Gwaenchana"
"Kami tidak bermaksud merahasiakannya padamu. Pacarmu sendiri yang meminta kami mengatakannya besok" ucap Sehun, Baekhyun tersenyum. Bukan senyum yang bahagia, terlihat jauh dari kata bahagia.
"Tidak apa-apa, aku mengerti"
"Aku tidak ingin ada kesalah pahaman antara kita"
Baekhyun tidak membalas, relung hatinya menahan persediaan air mata yang akan keluar.
"Aku lelah menyimpan semuanya sejak tiga bulan lalu dan berakhir sia-sia begini" Luhan mendesis tak suka, "Dasar Lay"
"Sudahlah.." Baekhyun menenangkan Luhan yang terus saja mencaci maki Luhan maupun Chanyeol. Merasa bahwa semua perbuatannya yang memeras batin dan fikiran hanyalah sia-sia belaka.
"Jangan menangis sampai pukul dua belas lewat nanti malam, oke? Kau tidak boleh menangis pada tanggan 10. Janji?"
"Janji"
Tepat perjanjian itu selesai, mobil hitam memencet belnya. Luhan melambaikan tangannya, kemudian menghilang dibalik mobil hitam tersebut. Sementara Xiumin segera menyalakan mobilnya, membawa dirinya dan Sehun pulang.
Baekhyun terdiam. Sebisa mungkin ia membuat dirinya tertawa.
Walau tidak bisa di pungkiri, kedua kakinya melemas demi menahan air matanya. Demi janjinya dengan Luhan, ia tidak akan menangis di hari ulang tahunnya.
Review?
Maaf kalau ada salah-salah kata atau ada kata yang kurang pas, maaf kalau ceritanya rada absurd, maaf beribu maaf. Ini ceritanya bukan langsung menimpaku, melainkan sahabatku, hoho. Jadi mohon maaf jika feelnya kurang dapet. Mungkin akan akau bagi jadi dua part agar tidak terlalu panjang.
Yang kemarin review ff pertamaku, makasi banyaakk aku heboh sendiri gara-gara ada yang review /lol-_-
Maklum aja author ndeso gini. Ok, thanks sudah baca!
