Disclaimer : Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya

Warning : OOC. Typo. Boy's Love. AU. SpaMano. Slight other pairings (AsaKiku. RussPruss. NethereNesia. GerIta). Adult!Romano. Teen!Spain. OC!MaleNesia [Adi Wijaya].

Writer's note : This is the first time I wrote multi chapters story and I would like to dedicate this story to My Dear Friend, Silan Haye. Sorry Silan, it took a long time X'(
Makasih untuk judulnya Silan =)


Capítulo 01

Confesión


"Hah?"

Lovino Vargas, seorang guru Akuntansi di Hetalia Gakuen, tercengang mendengar perkataan salah seorang anak muridnya yang kini duduk di sampingnya. Mereka berdua berada dalam ruang kerja Lovino. Remaja berpakaian seragam yang kini menatapnya dengan senyum senang bahagia itu menghampiri Lovino saat selepas berakhirnya jam sekolah tadi. Dia ingin bertanya tentang bagian pelajaran yang tidak dimengertinya ketika kelas tadi, maka Lovino pun sebagai seorang guru harus menemani muridnya itu. Tapi sekarang, justru ia membicarakan hal yang tak pernah disangka Lovino akan mendengarnya dari seorang murid di sekolah khusus cowok ini. Lovino bisa merasakan kacamata yang dipakainya merosot semakin mendekati ujung batang hidungnya.

"Apa yang kau bilang tadi, Carriedo?"

Dia bertanya untuk meyakinkan kalau pendengarannya masih berfungsi dengan baik. Atau mungkin berharap dia telah salah mendengar tadi? Remaja Spanyol yang memiliki rambut coklat berantakan itu tidak mengubah posisi bibirnya yang masih tersenyum. Wajahnya cukup tenang untuk ukuran seseorang yang baru saja mengutarakan hal mengejutkan barusan. Mereka berdua bertukar pandang dalam diam. Lovino merasa tercekat karena kebisuan yang tercipta. Ia telah merasa ada yang aneh dengan suasana sekolah ini. Pikiran Lovino melayang pada beberapa kejadian yang dilihatnya hari ini.

Ketika Lovino sedang memilih-milih buku untuk refrensi dalam kelasnya siang nanti di perpustakaan sekolah, ia mendengar suara orang bercakap-cakap. Lovino merasa heran. Sekarang adalah jam pelajaran ke empat. Meski beberapa menit lagi memang memasuki jam istirahat, tapi tak pernah ada kelas yang bubar duluan. Percakapan yang dilakukan suara-suara itu terdengar pelan. Tidak diucapkan dengan keras. Mengira bahwa pemilik suara-suara itu adalah murid-murid, Lovino berjalan ke sumber suara yang terletak di ujung bagian belakang rak-rak buku. Setelah mendekati sumber suara tersebut, Lovino melihat dua orang duduk berhadapan di meja diskusi belakang. Di atas meja itu terdapat buku-buku yang terbuka, Lovino tidak bisa melihat buku apa itu.

Lovino menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik rak buku dekat meja diskusi itu. Ia berada cukup dekat hingga ia mengenali dua orang yang tengah duduk itu. Salah satunya memang murid yang ia kenal. Ia tidak terlalu mengingat nama panjang murid itu tapi ia tahu julukan yang disandangnya. Si Rambut Tulip. Murid dari Belanda. Tubuhnya tumbuh begitu perkasa. Bahkan melebihi tinggi Lovino yang telah berumur 25 tahun. Dan remaja Belanda tersebut menggenggam kedua tangan orang yang didepannya. Ia adalah guru bahasa di sekolah itu dari Asia Tenggara. Adi Wijaya.

Sebenarnya tidak terlalu mengherankan jika seorang guru dan murid belajar di perpustakaan seperti ini. Terlebih lagi murid dari Belanda yang baru saja pindah. Tentu dia perlu menyesuaikan bahasa yang akan digunakannya. Tapi, yang paling mengagetkan Lovino adalah genggaman tangan mereka. Lovino sendiri bisa melihat dengan jelas apa maksud dari tatapan remaja Belanda itu terhadap lelaki muda yang duduk di hadapannya. Walaupun tanpa menggunakan bahasa untuk mengungkapkannya, isi hati remaja itu tertulis jelas di tatapan matanya. Membuat Lovino merinding sendiri karena menyaksikan hal itu. Sayangnya, Si Target tak cepat tanggap apa maksud dari Si Rambut Tulip.

"William," panggil pria berkulit kecoklatan berwajah manis serta rambut hitam pendek. Mata hitamnya menatap tenang murid di depannya. Mereka masih bergenggaman tangan atau lebih tepatnya William masih menggenggam tangan lelaki Asia Tenggara itu. Dia merasa jantungnya bergemuruh dan darahnya berlomba menuju wajahnya. William tersenyum, "Pak Adi."

Adi Wijaya balas menggenggam tangan William dan meremasnya. Pipi William memerah. Senang. Tak lama, Adi bertanya dengan nada khawatir, "Kau kedinginan? Apa kita matikan AC-nya?"

Segera setelah mendengar itu Lovino berlari keluar perpustakaan dengan diam-diam. Dia berlari ke belakang sekolah lalu terbahak sampai puas di sana.

"Señor Vargas…"

Akan tetapi, bukan di perpustakaan saja ia melihat keanehan yang terjadi di sekolah ini. Di saat Lovino hendak menaiki tangga untuk menuju ruang kelas yang harus diajarnya setelah bel istirahat berakhir, ia mendengar suara jatuh seseorang di tangga bawah belakangnya. Penasaran sekaligus khawatir, Lovino membalikkan badan dan melihat ke tangga bawah. Menyelidiki siapa yang terjatuh dari tangga. Dilihatnya seseorang memang nyaris terjatuh dari tangga, tapi ada yang melindunginya sebelum mendarat sempurna di lantai. Yang nyaris terjatuh itu adalah guru budi pekerti dari negara matahari terbit. Jepang. Sahabat adik Lovino. Kiku Honda.

Sementara orang yang berhasil menghambat pendaratan kasar Kiku itu adalah murid paling terkenal di sekolah ini. Ketua OSIS yang disiplin, angkuh, juga bertanggungjawab. Murid kebanggan sekolah ini. Arthur Kirkland. Ia melindungi gurunya dengan menjadikan tubuhnya sendiri sebagai tempat pendaratan Kiku yang terjatuh. Posisi mereka membuat Lovino tercengang. Kiku yang berada di atas tubuh Arthur, dipeluk erat oleh remaja Inggris itu. Tak lama keduanya duduk dan saling mencemaskan satu sama lain. Basa-basi itu segera luntur begitu mata mereka berdua bertemu. Tak ada kata-kata. Tapi, Lovino tahu mereka berbeda dari dua orang yang dilihatnya di perpustakaan sebelum jam istirahat. Maka Lovino melanjutkan perjalanan ke kelasnya. Menyimpan kecurigaan dalam hatinya.

"Seperti yang barusan kukatakan."

Lovino tidak lagi heran. Ia kini sudah ketakutan untuk mendengarkan kelanjutan kalimat murid di hadapannya ini. Tenggorokannya serasa sudah kering. Membuatnya berulang kali meneguk air ludahnya sendiri untuk membasahi tenggorokannya. Keringat dinginnya mulai mengucur. Jantungnya berdebar keras menanti kelanjutan kata-kata itu.

Kejadian paling mengerikan yang dialaminya hari ini lengkap saat istirahat siang sebelum kelas berakhir sore nanti. Lovino yang merasa agak tidak enak badan karena melihat hal-hal mengejutkan di perpustakaan maupun di tangga tadi, ingin beristirahat sebentar di ruang kesehatan sekolah. Karena ini sekolah khusus laki-laki, tentu saja guru kesehatan juga laki-laki. Lovino tidak terlalu dekat dengan guru kesehatan dari Rusia itu. Ivan Braginski. Dia merasa ada yang aneh dengan 'kolega'nya satu itu. Selalu tersenyum, tapi terasa ada tekanan menyesakkan yang tak bisa dijelaskan dari senyumannya. Namun, kini merasa cukup pusing untuk takut. Dia pun membuka pintu ruang kesehatan.

Pemandang yang tak pernah disangkanya akan dilihat setelah kecurigaannya dengan dua kejadian sebelumnya itu tampil tanpa ia minta atau harap. Dia melihat Ivan di atas ranjang yang digunakan mereka yang merasa tak enak badan untuk beristirahat. Jelas Ivan menggunakannya bukan untuk istirahat karena ia tidak sendirian di atas ranjang tersebut. Ada seseorang yang terbaring di atas ranjang dengan Ivan berada tepat di atas tubuhnya.

Masalahnya, seseorang yang berasa di bawah Ivan itu dalam kondisi setengah telanjang dengan pose yang sering terlihat dalam video-video film orang dewasa. Ivan tampak seperti binatang buas yang tengah memangsa buruannya. Tangan kiri Ivan menahan kedua tangan 'buruan'nya yang terikat tali pinggang dan ditekan ke dinding. Kedua mata 'buruan' itu diikat dengan dasi seragam sekolah sementara kemejanya nampaknya tak lagi memiliki kancing. Menampilkan keseksian penuh dada bidang menggoda yang tengah disapu oleh lidah Ivan. Ketika Ivan memasukkan tangan kanannya ke celana dalam 'buruan'nya yang memiliki rambut perak pendek itu, ia menyadari kehadiran Lovino.

Ivan tersenyum penuh arti, "Vargas…"

Lovino merasa malu sendiri. Ia segera menutup pintu ruang kesehatan sambil berkata cepat, "Maaf mengganggu!"

"Aku menyukaimu, Señor Vargas…"

Remaja Spanyol itu akhirnya mengatakan sekali lagi perkataan yang diucapkan tadi sebelum Lovino bertanya. Kini Lovino memegang kepalanya yang terasa sangat berat sekarang. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi dunia ini. Dalam satu hari ini begitu banyak hal mengejutkan yang terjadi bahkan sebelum ia mendengar murid Spanyol-nya berkata seperti ini sekarang. Belum lagi adiknya sendiri yang pernah dilihatnya bercumbu mesra dengan salah satu murid anggota klub seni yang dibina adiknya.

"Jangan bercanda, Bocah!" Lovino berdiri kesal dari kursinya untuk menjaga jarak dengan muridnya itu. "Kau tidak tahu arti kata-katamu itu!"

"Aku tahu."

"Tidak! Kau tidak tahu!"

"Aku menyukaimu."

"Jangan berbohong!" Lovino meraih kerah kemeja muridnya dan mendekatkan wajah mereka. Wajah Lovino sendiri sudah begitu merah karena kesal. Jika dibandingkan dengan wajah muridnya yang tampak cukup tenang. Tidak cemas. Tapi, juga tidak senang. Dari mata muridnya itu, Lovino tahu muridnya itu hanya berkata-kata. Tidak ada rasa apapun di sana. "Kau pikir kau bisa membodohiku? Bocah Kurang Ajar!"

Sang murid tertawa. Lovino melepaskan cengkaramannya. Lalu, ia berkata setelah selesai tertawa,"Ternyata kau benar-benar seorang guru."

"Huh!" Lovino melipat tangannya di depan dada. "Hentikan leluconmu, Carriedo!"

"Maaf, maaf, Señor," remaja Spanyol itu tersenyum singkuh atas permintaan maafnya. Lovino bernafas lega. Setidaknya, muridnya yang satu ini tidak mengikuti jejak teman-temannya yang lain. Ia duduk kembali di samping muridnya. Ia mengingatkan,"Jangan mempermainkan orang dewasa, bocah!"

Murid itu terdiam, memandangi gurunya. Menyadari dipandangi, Lovino bertanya, "Kenapa?"

"Apa kau pernah jatuh cinta?"

Wajah Lovino memerah, "A-apa?"

Murid Spanyol itu bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Kenapa kau menanyakan hal yang kau sudah tahu?" Lovino mengelak menjawab dengan balik bertanya. Remaja Spanyol itu menghela nafas, "Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya padamu, Señor."

"Hah?" Lovino tercengang memandangnya. Ia menyelidiki mata hijau yang kini tampak kesepian itu. Tak terdeteksi olehnya kebohongan seperti yang ditemukannya tadi. "Ka-kau…"

"Aku penasaran bagaimana rasanya."

Terbukti sudah dugaan Lovino. Muridnya satu ini nampaknya belum pernah jatuh cinta. Tapi, apa yang bisa diajarkan Lovino tentang itu? Ia sendiri belum pernah. Dengan jujur ia menjawab,"A-aku tidak tahu!"

Remaja Spanyol itu sedikit kaget dan curiga. Ia mendekatkan wajahnya dan gurunya. Ditatapnya mata auburn gurunya. Senyum jahil menghiasi wajahnya,"Señor juga belum pernah jatuh cinta?"

Tak ada jawaban lebih meyakinkan selain terbungkamnya mulut Lovino dan merah wajahnya. Belum sempat ia mengendalikan diri, muridnya berkata lagi, "Señor, karena kita sama-sama belum merasakannya, bagaimana kalau kita saling jatuh cinta?"

.

TBC

.

.

.

Thank you so much for reading! Please review if you don't mind ^^

Hope you guys enjoy it! If not, then please kindly give me critics or suggestions. I will be glad to take any words from you. Thank you.

.

Tambahan :
hetalover : ManoSpa lain kali aja ya. Ini SpaMano ^^v