-- Andante Excelsior --
Chapter Zero: Prologue
--Sine Nomine--
Nama anak itu sebenarnya adalah Raito. Nama yang cukup unik, bahkan untuk orang Jepang sekalipun. Namun, di kota itu ia dipanggil dengan nama Light akibat dari derivasi namanya ke bahasa Inggris. Nama yang teregradasi, dari kata yang berarti bulan ke kata simpel yang bermakna cahaya. Ia adalah seorang anak yatim piatu yang dibuang begitu saja di depan pintu sebuah panti asuhan kecil di pinggir kota London. Desas-desus yang ada mengatakan bahwa ia ditinggal mati oleh kedua orang tuanya dan tak ada seorangpun yang mau merawatnya. Semua orang beranggapan bahwa Raito hanyalah anak tak berguna yang keberadaannya tidak diharapkan oleh siapapun.
Light dibesarkan di panti asuhan kecil di sudut kota tersebut sampai ia berumur sembilan tahun. Di tempat itu ia mengenal dengan jelas kata diskriminasi baik secara mental maupun fisik. Perlakuan yang diterimanya hanya karena ia adalah orang Asia tidak dapat dibilang menyenangkan, tetapi dapat diperingan oleh sikap sebagian orang yang baik padanya, walau tentunya walau tidak dapat menutupi kenangan yang tidak seberapa menyenangkan di sana. Orang-orang yang berbaik hati itupun mendekatinya entah karena memang mereka tulus berbaik hati padanya, karena ketampanannya yang cukup memikat hati, atau karena kepintarannya yang cukup menonjol di antara anak-anak lainnya.
Light memang sangat pintar untuk ukuran anak seusianya. Ia memiliki semangat belajar yang tinggi. Beruntung panti asuhan kecil itu memiliki perpustakaan yang cukup memadai untuk memuaskan rasa hausnya akan ilmu pengetahuan. Pada saat usianya enam tahun ia sudah menguasai lima bahasa selain bahasa inggris. Bahasa Latin yang merupakan pelajaran mendasar bagi kaum terpelajar Inggris, bahasa Jerman yang menurutnya mudah dipelajari, bahasa Prancis yang semakin diminati, bahasa Cina yang sudah mulai mengglobal, dan bahasa Jepang, bahasa yang seharusnya dipelajarinya sejak lahir.
Pada usianya yang kedelapan kepintaran Light dapat disejajarkan dengan para mahasiswa Universitas Oxford, kalau tidak lebih. Pada saat itu sudah sewajarnya ada jarak yang timbul akibat perbedaan kemampuan berpikir antara ia dan anak-anak sebayanya di panti asuhan itu yang mendorongnya untuk menjauh, namun social skill yang dimilikinya telah berhasil disempurnakan dengan baik, sehingga jarak itu seolah tidak pernah ada.
Sampai suatu hari, seseorang bernama Quilish Whammy mendatangi panti asuhan kecil itu dan mengundang Light untuk ikut bersamanya ke Whammy House. Anak-anak yang lain merasa iri, cemburu dan marah pada Light. Whammy House adalah impian bagi setiap anak di tempat itu. Bagi mereka Whammy House adalah tempat di mana masa depan mereka akan terjamin dan segala keinginan mereka akan terpenuhi. Mereka yang tidak dapat melihat jarak yang semakin terlupakan itu dan menganggap Light sebanding dengan mereka, sehingga mereka tak dapat menerima bahwa Light yang seharusnya tidak dapat masuk hitungan karena statusnya sebagai orang Asia di panti asuhan Inggris telah terpilih sebagai salah satu siswa Whammy House yang terkenal itu.
Akibat protes-protes yang bermunculan, akhirnya diselenggarakan sebuah tes kemampuan dan bakat akademik masal yang diikuti oleh seluruh anak-anak di semua panti asuhan London. Dan hasil yang ada telah mengejutkan semua orang, tak terkecuali pihak Whammy House sendiri. Raito telah menyelesaikan tes itu dengan nilai yang sangat tinggi. Semua anak yang ikut tes tersebut dikalahkannya dengan telak. Bahkan nilai tesnya melebihi nilai tes pemegang peringkat satu di Whammy House saat itu.
Pada akhirnya, Light menginjakkan kakinya di Whammy House di penghujung bulan Februari pada saat ia menginjak usia sembilan tahun. Ia diterima dengan tangan terbuka di Whammy House dengan status sebagai peringkat pertama sekaligus orang yang paling dekat dengan kursi calon pengganti L saat itu, menggeser seseorang dengan alias B yang dikatakan sebanding dengan L itu sendiri.
Bagi Light yang telah berusia sembilan tahun itu, belum ada pemandangan yang lebih indah daripada pemandangan Whammy House di tengah salju bulan Februari. Kesan hangat terpancar jelas dari dalam gedung tua tempat para dari jenius seluruh dunia yang senasib dengannya berkumpul, membuat Raito tersadar bahwa ia memiliki tempat di dunia ini.
Pada saat menginjakkan kakinya di Whammy House Light menyadari dalam hatinya bahwa perjalanan hidupnya baru dimulai.
'This is just the prologue… The prologue of my destiny…'
Akhirnya saia memutuskan untuk menulis ulang cerita ini. Saia ga berencana merombak dari awal sampai akhir kok, cuma menyesuaikan penulisan aja. Dan mencoba mengurangi ke-Stu-an Raito dari awal… yang pastinya tidak berhasil... :P
