BREAKOUT!

Naruto Belongsto Mashashi Kishimoto

Sakura POV

Pagi hari disini tidak terlalu dingin, mungkin karena ini bulan September, awal musim gugur. Tapi hal itu tidak berpengaruh banyak untukku. Aku telah terlatih sangat keras dibawah sinar matahari yang teriknya mungkin bisa membuat orang seperti Naruto akan pingsan. Haha.

Di sinilah aku berada, di taman kota Los Angeles, United States. Tempatnya bersih, rindang, dan banyak warga lokal yang berolahraga disini. Ada taman bermain untuk anak-anak juga. Lengkap pokoknya. Tempatnya juga tak terlalu jauh dari hotel tempatku menginap. Sepertinya tidak buruk juga tinggal disini.

Aku berlari kecil menyusuri track jogging yang sudah disediakan. Lagu Maroon 5 mengisi telingaku dengan bantuan headphone putih ini. Disepanjang sisi track jogging berjajar pohon-pohon yang -apalah itu namanya aku tidak tahu- cukup rindang. Membuatku semakin nyaman untuk berolahraga disini. Walaupun hari ini adalah hari libur untukku, bukan berarti aku cuma berleha-leha di kamar hotel dengan memakan kripik kentang kesukaanku. Aku harus tetap menjaga kebugaran tubuhku agar tetap fit di pertandingan pembukaan minggu depan.

Kuperhatikan jam tangan di tangan kananku. Ah! Jam 8 rupanya. Berarti sudah dua jam lebih aku disini. Saatnya kembali ke hotel! Lelah sudah menghinggapi tubuhku, khususnya kakiku ini. Apalagi ditambah dengan parkiran di taman ini yang jaraknya cukup jauh. Harus ada energi tambahan untuk berjalan lagi. Haah! Capeknya!

Itu mobilku, yang berwarna putih di seberang jalan sana. Jalanan sudah mulai agak ramai mobil yang berlalu lalang, wajar saja, ini kan hari Senin. Sepertinya hanya aku yang dapat libur di hari ini. Kutengok kanan dan kiri untuk menyebrang, sepertinya sudah aman. Ayo Sakura! Lari! Yosh!

TIIIIN TIIIIIIIIINN

BRUUK

Satu pelajaran hari ini kawan, jangan berlari saat menyeberang. Percayalah. Atau akan tertabrak mobil seperti aku saat ini. Bagaimana pertandinganku minggu depan? Pusing. Mengabur. Oh tidak! Aku merasakan cairan kental di kepalaku. Darah. Sepertinya aku akan pingsan. Poor me.

Sakura POV End

"Oh Tuhan!"

Seorang laki-laki muda turun dari mobil hitam mewah itu dengan wajah pucat pasi. Dengan setelan jas hitam yang pas ditubuhnya. Walaupun model rambutnya sangat tidak kekinian tetapi tidak merusak tampilannya, mungkin tertolong pakaiannya yang perlente. Dia menghampiri gadis berambut merah muda panjang yang ditabraknya tadi.

Tak berselang lama, dari pintu depan sebelah kiri turun juga wanita muda cantik dengan rambut coklat cepolnya. Pakaiannya serasi dengan laki-laki tadi, gaun hitam panjang dengan bagian lengan yang terbuka.

"Bodoh kau Lee! Lihat apa yang kau lakukan?" teriak gadis itu dengan mata nyaris copot.

"Aku tak tahu Tenten-chan. Duh. Bagaimana ini? Lihat Tenten-chan! Kepalanya berdarah. Kenapa dia tak mau bangun Tenten-chan? Apa dia mati? Bagaimana ini? Aku akan dipenjara seumur hidup. Huwaaaaaa!" cerocos Lee dengan mata berkaca-kaca, bukan sudah dipenuhi air mata.

Mengerikan bukan?

"Lee! Shut up! Tenanglah sebentar! Jangan berisik! Dengarkan aku baik-baik! Mengerti?"

Dengan wajah yang menyedihkan, Lee hanya mengangguk-angukan kepalanya seperti boneka di dashboard mobil.

"Baiklah dengarkan baik-baik. Ini kan sudah jam 8, sebentar lagi acara pemberkatan pernikahannya akan dimulai. Kau bawa gadis pink ini ke rumah sakit segera dengan taksi. Sedangkan aku akan mengantar si nenek sihir itu ke tempat Sarutobi-san. Dan lagi, setelah gadis ini sudah ditangani dokter, bayar tagihan rumah sakitnya, hubungi keluarganya, dan susul kami segera di tempat Sarutobi-san. Paham?"

"Hn. Tolong ulangi lagi Tenten-chan. Hehe." senyum teramat bodoh terpampang di wajah Lee.

"Lee. Kau!"

PLETAK PLETAK PLETAK

"Ampun Tentan-chan. Jangan dipukul lagi. Aku mengerti. Hiks hiks." Lee menangis lagi.

Duh! Menyedihkan.

"Bagus! Cepat lakukan!"

Lee bergegas membopong Sakura ke dalam taksi yang tadi sudah dipesannya. Dan langsung ke rumah sakit terdekat dari lokasinya sekarang. Sedangkan Tenten kembali ke mobil hitam tadi dan masuk lewat pintu sebelah kanan, pengemudi.

"Kau lama sekali Tenten. Buang-buang waktu saja!"

Ternyata di dalam mobil hitam mewah tersebut, ada seorang wanita muda yang luar biasa cantik dengan rambut pirang panjang. Walaupun wajahnya sinis, judes, dan sepertinya terlihat menyebalkan, tetapi tidak menghilangkan aura dan pesona kecantikannya itu.

"Bukan begitu Ino. Kalau aku membiarkan gadis itu terkapar disana, kau akan terlibat masalah. Dan image -mu akan terlihat buruk di mata publik."

"Cih! Bodoh! Benar-benar menyusahkan! Dasar gadis ceroboh!" kalimat sarkastik keluar dari bibir tipis dengan lipstick merah itu lagi.

Benar-benar tidak seperti covernya.

"Sudahlah Ino. Berhentilah marah-marah. Kau menyebalkan."

"Diam kau Tenten! Fokuslah menyetir saja!"

Tenten hanya diam tak menanggapi kalimat kasar dari mulut artis sekaligus sahabatnya ini. Sepertinya Tenten sudah biasa dengan kata-kata kasar Ino, dan sakit hati sepertinya sudah tak lagi dirasakan Tenten.


THE WEDDING

Tepuk tangan memeriahkan gereja tempat pemberkatan pernikahan tepat setelah janji suci diucapkan dan diakhiri dengan ciuman oleh kedua mempelai di altar sana. Banyak sekali selebritis, pejabat, dan pengusaha yang menghadiri acara pernikahan tersebut. Maklum saja, keluarga Sarutobi adalah salah satu keluarga pengusaha Jepang yang menetap di Los Angeles. Usahanya cukup sukses khususnya dibidang hiburan dan pemilik salah satu stasiun tv yang programnya terbukti sukses dipasaran. Maka tidak heran diacara pernikahan anak bungsu Sarutobi Hiruzen, Sarutobi Asuma dan Kurenai dihadiri banyak sekali selebritis dari Jepang.

Ino POV

Suasana di sini cukup khidmat, tenang. Aku suka. Bagiku lebih baik membaca buku atau novel romantis di kamar daripada harus pesta-pesta seperti selebritis lainnya. Apalagi jika berhadapan dengan segerombolan wartawan ataupun mereka yang mengaku sebagai penggemarku. Bukannya aku jahat, hanya saja aku tak begitu suka dengan hal yang semacam itu. Aku tak begitu suka keramaian. Sesak. Tak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi? Inilah resiko dari profesiku sebagai seorang artis. Aku akan diburu dimanapun dan kapanpun, tak ada ruang untukku menjadi diriku sendiri. Setiap hari memakai topeng, berakting di depan banyak orang agar terlihat sempurna. Fuck off!

"Ino. Kau melamun lagi."

Tepukan di pundak kiriku membangunkanku dari lamunan. Shikamaru rupanya.

"Kenapa Shika? Kau mengganggu saja."

"Cih! Merepotkan."

Aku hanya memutar bola mataku, bosan melihat tingkah menyebalkan sahabat nanasku ini.

"Ino-chan, kamu mau keripik kentang punyaku? Ambil saja. Tak apa."

KRAUK KRAUK KRAUK

Ahh hilang sudah ketenangan yang sempat aku dambakan tadi. Si gendut di belakangku ini Akimichi Choiji, sama seperti Shikamaru, sahabat dari kecilku juga. Tapi jangan pernah menyebutnya gendut, atau dia akan mengamuk. Percayalah. Tidak percaya? Coba sendiri sana!

"Tidak Choiji. Kau makan saja. Kripik kentang akan membuatku gemuk."

"Benar kamu tak mau Ino? Baiklah. Aku habiskan saja."

KRAUK KRAUK KRAUK

Kuedarkan pandanganku kepenjuru ruangan ini. Ternyata banyak sekali selebritis dan pejabat disini. Ada aktor sekaligus pengusaha muda Uchiha Sasuke dan kekasihnya, Karin. Aku pernah satu kali beradu akting dengannya. Sasuke profesional, tenang dan tak banyak bicara. Aku suka. Lalu ada juga Namikaze 'Idiot' Naruto dan tunangannya, Hyuuga Hinata. Percayalah, kadar idiot Naruto itu sama dengan Lee. Tetapi aku heran, kenapa Naruto yang seperti itu bisa mengalahkan Sasuke saat Piala Oscar tahun lalu sebagai Aktor Pemeran Utama Terbaik. Menggelikan bukan?

Ah! Dimana Lee sekarang? Kenapa dia belum kembali juga? Apa dia kesulitan mengurus gadis yang ditabraknya tadi pagi? Cih. Dasar bodoh! Tak pecus.

Lalu bagaimana keadaan gadis itu? Apa dia baik-baik saja? Jangan-jangan dia telah mati makanya Lee tak segera datang. Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku terseret juga dan masuk penjara? Lee itukan asistenku, pasti aku akan terseret juga. Merepotkan! Baiklah nanti akan kuhubungi Hatake Kakashi, biar dia yang mengurus segala masalah ini.

Ino POV End

Ini bukan seperti pesta pernikahan biasa, tetapi mungkin lebih mirip acara penghargaan seperti di tv. Bagaimana tidak? Selebritis dimana-mana. Jika kalian diundang di acara pernikahan ini pasti kalian tak akan tak kenal dengan para tamunya.

Yamanaka Ino. Salah satu artis terkenal dan peraih penghargaan Oscar tahun lalu sebagai Artis Pemeran Utama Terbaik. Mengalahkan beberapa nomine artis lainnya. Ino salah satu yang terbaik dibidangnya. Banyak film yang dibintanginya melejit di pasaran dan menjadi Box Office diberbagai negara. Salah satu film terbaiknya adalah ketika bermain satu frame dengan aktor muda berbakat Uchiha Sasuke. Tak mengherankan bukan jika film action romantis mereka berdua menempati posisi teratas Box Office hampir lima bulan lamanya.

Entah kata apa yang mampu menggambarkan Ino sekarang. Dengan dress putih pendek yang mengikuti lekuk tubuhnya terlihat pas dan sempurna. Kakinya yang jenjang terlihat sempuna dengan berhiaskan high heels cantik berwarna nude. Sederhana, tapi terlihat indah dan mengagumkan. Rambut pirang panjang menambah nilai plus tersendiri bagi Ino. Dan mata aqumarine biru yang tenang membuat siapapun orang yang melihatnya akan hanyut dan tenggelam olehnya. Tak heran jika saat ini, Ino yang tampil luar biasa menjadi pusat perhatian banyak pengusaha muda yang datang ke acara pernikahan ini, mungkin berniat menjadikan Ino sebagai istrinya. Entahlah. Mungkin.

"Maaf. Ino-chan, Tenten-chan aku baru datang." Lee akhirnya datang juga dengan nafas terengah-engah.

"Kau lama sekali Lee. Bagaimana? Semua beres kan? Ini minum dulu."

Tenten yang berada disebelah Ino merasa iba dengan rekan sekerjanya ini. Bagaimana tidak? Penampilan Lee sudah agak tak rapi, tak seperti tadi. Matanya sembab karena menangis. Ditambah nafasnya yang terengah-engah. Siapapun yang melihatnya akan iba. Siapapun, kecuali Ino mungkin.

"Beres Tenten-chan. Tadi dia sudah ditangani dokter. Kata dokter dia akan baik-baik saja. Sudah kubayar lunas juga tagihan rumah sakitnya. Dan aku juga sudah menghubungi keluarganya mungkin."

"Mungkin?"

Ino yang tadi hanya diam saja ikut menimpali obrolan ini. Setidakpedulinya Ino tetapi dia masih punya otak bahwa masalah ini kedepannya akan menyulitkannya jika tidak cepat diselesaikan.

"Um yaah. Sebenarnya aku tak menghubungi keluarga gadis itu. Bagaimana tidak? Ponselnya di password. Tetapi untungnya saat di rumah sakit ada panggilan masuk di ponsel gadis itu. Aku angkat saja dan bilang kalau pemilik ponsel ini di rumah sakit."

"Lalu?"

"Lalu apa lagi Ino-chan? Aku pergi dan menemui kalian disini. Aku terlalu takut menemui keluarganya. Bagaimana kalau keluarganya menuntutku di pengadilan? Hiks hiks."

Lee mulai lagi. Crying mode on. Kekhawatiran yang tadi sempat dirasakan Ino perlahan menghilang. Walaupun tipis, hal itu tetap bisa terbaca dari sorot mata birunya kan? Ditambah dengan hembusan nafas kelegaan.

"Ahh! Berhentilah menangis Lee. Kau menjijikan saat sedang menangis." Tenten merasa risih sendiri dengan rekan kerjannya ini.

"Tenten-chan jahaat. Huwaaaaaaa"

Lupakan Lee dan tangisannya yang terdengar menjijikan sekaligus memilukan itu.

"Yang penting gadis itu selamat. Biar keluarganya yang menghubungi rumah sakit atau ponselnya yang kau titipkan di ..." belum sempat mennyelesaikan kalimatnya, Lee mengintrupsi kalimat panjang Ino barusan.

"Tidak Ino-chan. Ini ponselnya masih kubawa. Siapa tahu ada panggilan masuk dari keluarganya. Kan kasihan jika keluarganya harus berputar-putar kebingungan mencari gadis itu dirawat. Lebih baik ponselnya aku bawa saja bukan?"

Sontak Ino dan Tenten melotot tak percaya dengan apa yang dikatakan Lee barusan. Kelegaan Ino yang sempat datang tiba-tiba sirna sudah. Ino melenggang pergi meninggalkan dua asisten pribadinya sambil berdecak 'Cih'. Sedangkan Tenten mengambil gelas wine yang ada di tangan Lee sambil bergumam 'kau idiot'' dan melangkah pergi menyusul Ino, meninggalkan Lee sendiri bersama kebodohannya.

1. 2. 3.

"Ya Tuhan! Aku akan dipenjara! Ino-chan! Tenten-chan! Hwaaaa!"


LA HOSPITAL

"Dokter, bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?"

"Oh secara keseluruhan baik-baik saja Pak. Hanya saja luka kecil dipelipis kanannya dan tangan kanannya patah."

"Alright, thank you very much doc."

"You're welcome, Sir. Saya permisi dulu."

Ruangan yang luas dengan tempat tidur berjajar rapi yang hanya dipisahkan tirai hijau. Dinding bercatkan warna putih bersih. Tempat tidur dan perlengkapan lainnya juga berwarna putih bersih. Bau menyengat karbol dapat tercium di berbagai sudut ruangan ini. Dan banyak dokter dan perawat berlalu lalang. Khas instalasi gawat darurat di rumah sakit.

Disalah satu tempat tidur nampak seorang gadis berambut pink panjang. Kepalanya diperban dan tangan kanannya seperti di gips, patah tulang rupanya. Dari papan yang ada di tempat tidurnya bertuliskan Ms. Haruno Sakura/19.

Sakura POV

Dimana aku? Kenapa aku disini? Putih, berbayang. Ahh aku baru ingat tadi aku kan ditabrak mobil. Apa mungkin aku sudah di surga? Tidak! Jangan dulu Tuhan! Saya belum jadi dokter. Saya tak mau mati dulu Tuhan!

"Sakura?"

Siapa? Suara siapa itu? Apakah itu suara Tuhan? Sepertinya tidak. Mana mungkin Tuhan bersuara seperti aki-aki mesum. Mungkin itu malaikat pencabut nyawanya. Yaa. Mungkin.

"Kumohon Sakura. Bangunlah! Kau membuatku takut."

Bayang dimataku hilanglah sudah. Sekarang nampak seorang pria tua berambut putih yang tak asing bagiku.

"Jiraya-san? Kenapa kau disini?"

"Bodoh. Aku mengkhawatirkanmu Sakura."

Pusing. Pelipisku juga sakit. Kugerakan tangan kananku. Awww! Sakit sekali. Hampir aku berteriak karena merasakan sensasi sakit luar biasa.

"Jangan bergerak dulu Sakura. Tangan kananmu patah. Sebentar. Kupanggilkan dokter dulu."

Dokter memeriksaku dengan teliti. Menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kondisi badan yang kurasakan saat ini. Satu hal yang pasti, sepertinya aku akan dirawat di sini sampai beberapa hari kedepan. Jiraya-san yang memintanya, katanya biar aku sembuh maksimal. Padahal aku baik-baik saja, hanya luka-luka ringan. Dan soal patah tulang tangan, aku sudah pernah mengalaminya beberapa kali. Paling akan sembuh total dalam satu minggu kedepan. Tapi terserah sajalah. Mungkin ini wujud tanggung jawabnya sebagai managerku diklub tenis.

Tak beberapa lama, muncul sosok perempuan berambut cokelat pendek dan seorang pemuda berwajah imut berambut merah. Sosok yang sangat femiliar bagiku. Mereka lengkap dengan membawa beberapa tas besar, keperluanku saat di rumah sakit mungkin.

"Sakura-chan? Apa kamu baik-baik saja? Aku mengkhawatirkanmu."

"Shizune-san aku baik-baik saja. Hanya saja ini, kamu bisa melihatnya sendiri kan?" kusodorkan tangan kananku yang digips.

"Ya Tuhan Sakura-chan! Apa itu sakit? Maafkan aku. Andai saja ... hiks hiks."

"Ahh sudahlah Shizune-san! Aku baik-baik saja. Tak perlu minta maaf. Kumohon jangan menangis, itu membuatku semakin pusing Shizune-san. Lihat kepalaku mulai berat!"

Aku benar-benar tidak berakting agar Shizune-san tidak menangis lagi, tetapi aku memang benar-benar pusing. Efek kepalaku terbentur bagian depan mobil hitam tadi atau efek obat yang diberikan dokter, aku tak paham.

"Istirahatlah dulu Sakura. Jangan pikirkan soal pertandingan. Biar kami yang mengurusnya."

Ahh! Sasori. Dari tadi aku tak memikirkan soal pertandingan, malah kau mengingatkannya. Bagaimana dengan pertandinganku minggu depan? Payaah! Membuatku semakin pusing saja! Sial!

"Oh ya Jiraya-san, apa Anda sudah bertemu dengan penabrak Sakura-chan?" Sasori kembali angkat bicara.

"Soal itu, tadi aku sempat bertanya kepada dokter dan perawat. Katanya pria yang membawa Sakura-chan sudah pergi dari tadi. Tetapi segala biaya perawatannya sudah ditanggung."

"Tetapi tidak bisa begitu, dimana etika baik pria itu? Seenaknya saja! Sudah menabrak, tidak minta maaf. Walaupun sudah bayar tagihan rumah sakit bukan berarti tanggung jawabnya lepas kan? Kita laporkan saja Jiraya-san." sambung Shizune-san berapi-api.

"Sudahlah Shizune-san. Aku tak mau berurusan dengan polisi. Lagipula dia sudah membayar seluruh tagihan rumah sakit juga kan?" kataku menyambung pendapat penuh emosional Shizune-san tadi.

"Sudahlah. Untuk masalah itu biar nanti kita diskusikan saja dengan Hyuuga-san."

Ahh! Inilah yang kusukai dari Sasori, bukan suka yang seperti itu. Hanya saja aku suka sifatnya yang kalem, tenang dan bijaksana. Walaupun kadang hal itu membuatku jengah juga. Sebagai atlet tenis seperti aku, penampilannya tak kalah keren dengan artis-artis ditelivisi. Malah menurutku wajah-wajah imut seperti Sasori memang lebih pantas jadi aktor ketimbang jadi atlet tenis. Ahh! Apa lebih baik Sasori kukenalkan saja ke Naruto? Agar dia jadi aktor seperti Naruto. Haha. Sudahlah! Mataku semakin berat karena pusing ini, lebih baik aku tidur saja. Biar segala urusan di selesaikan mereka saja.

Sakura POV End


NARU'S CAFE

Ditempat lain Ino, Tenten, dan Lee sedang berkumpul di salah satu cafe kopi langganan mereka. Wajah mereka terlihat kusut dan telihat seperti punya beban yang amat teramat besar. Lee menyenderkan kepalanya dimeja, Tentan menopang dagu, dan Ino tetap cantik dengan bersender dikursi. Pakaian mewah yang tadi dipakai mereka saat dipernikahan Asuma-san kehilangan pesonanya, minus Ino. Bagaimanapun keadaannya, bisa dipastikan Ino akan terlihat tetap luar biasa.

"Apa kita akan dipenjara? Hiks Hiks."

Rupanya Lee menyembunyikan matanya yang sembab karena menangis terlalu lama.

Menanggapi pertanyaan Lee, respon Tenten hanya mendengus dan menyenderkan kepalanya ke meja, sama seperti Lee. Dan Ino hanya menengguk minuman yang sudah dari tadi dipesannya. Sepertinya Ino sudah mulai pusing.

TBC