Bukan Kau, tapi Aku
BoBoiBoy © Animonsta Studios
.
Fanfic ini dibuat untuk mengikuti challenge Alexandra Ceng yaitu "Between Good and Evil". Kebetulan saya suka sekali dengan mitologi. Maunya dibuat dalam fandom kegemaran saya tapi saya lagi semangat berpartisipasi dalam fandom ini. Bahkan saya sampai mengoleksi kasetnya saking suka sama fandom ini.
.
Warning! Sho-ai fanfic, Indonesian language, please apologize if you got some mistake(s) on this story.
Enjoy!
.
.
[1/3] – Fang dan Iri Hati
Semua orang tahu jika orang jahat itu selalu berperangai buruk. Semua orang tahu jika orang yang baik adalah orang yang bisa bertutur kata lembut. Berarti seharusnya, orang baik dan buruk bisa dinilai dari penampilan luar bukan? Bahkan orang yang sering terkena penyakit pikun juga tahu akan hal itu.
Memang dinilai dari luar adalah awal manusia mengkritik pribadi yang dimiliki insan di depannya. Bukannya apa, ini memang sering sekali terjadi dalam praktek kehidupan saat bertatap secara empat mata.
Begitu lah seharusnya.
.
.
"BoBoiBoy, lagi-lagi kamu ketiduran dalam kelas."
Suara samar-samar nan berat membangunkan tidurku yang lima detik lalu masih dalam dunia alam bawah sadar. Mataku mengerjap-ngerjap memandang manusia yang tengah berdiri di samping meja belajarku, dan terlihat dia melipat tangannya tepat di depan dada. Kedua matanya tertekuk marah sangat terlihat jelas walau ia memakai kacamata berkaca biru bening sebagai penghalang aku menatap matanya langsung.
"Sebentar lagi, capek habis bangun pagi-pagi karena harus membantu Atuk," rewelku. Kembali aku memejam mataku karena rasa kantuk yang masih aku rasakan. Kedua tangan aku lipat di atas meja dan merebahkan kepalaku diantaranya sebagai alas bantal.
"Hhh, bagaimana bisa menjadi pahlawan jika saja dibangunkan malah malas?" tanyanya kini dengan nada angkuh.
"Ya kau kan ada Fang," balasku sambil cengegesan walau kedua mata masih terpejam, menyembunyikan iris almond dari insan yang ada di depanku kini.
Suara berat itu, siapa yang tidak bisa mengenalinya? Bukan berarti juga memang mudah mengenalnya sih, hanya saja karena dia sudah lama selalu ada disisiku ketika bertempur aku sampai hafal setiap pemilik pita suara rekan seperjuanganku sendiri.
Fang lah namanya. Dia adalah rekanku yang malah terlihat seperti asistenku jika saja kami satu kantor. Dia seakan-akan menggantikan posisi 'Ibu' dalam hidup pribadiku saat ia hadir di depanku. Mengontrol makanku, membangunkanku saat aku tertidur di jam yang tidak pas, dan memarahiku saat aku berbuat yang tidak senonoh—dalam arti dalam pandangannya ia tidak senang.
Padahal kami berdua ini rival. Dia hanya memanipulasi bayangan, sedangkan aku memanipulasi ketiga elemen—petir, tanah, dan angin. Dalam logika pasti kalian mengira aku lebih unggul kan? Tidak. Kalian salah. Dia dapat menghilangkan dan menjadikannya bentuk 'baru' sesuka hati dengan kemampuannya tersebut. Itu baru saat kekuatannya dibatasi dengan tiadanya cahaya yang menjadi ruang ia bebas membentuk bayangan—dimana kemudian mereka memiliki ruang dan hidup seperti bentuknya. Bagaimana bila saat ia diberikan kekuatan untuk dapat memanipulasi bayangan saat gelap?
"Seperti biasa pemalas," gerutunya. Aku sengaja tidak menjawab omelannya agar aku bisa berkonsentrasi untuk mengosongkan pikiran lelah juga meregangkan otot-otot yang pegal. Kalian tidak akan bisa bayangkan bagaimana pria berumur 12 tahun harus bekerja berat membantu orang yang satu-satunya sedarah denganmu di wilayah lingkungan hidupmu. Membantu orang itu rasanya begitu susah ditahan apaagi terhadap orang yang kamu sayangi
"Biar saja lah Fang. Biarkan dia tidur. Kembali ke tempat dudukmu," perintah sosok lain dengan suara berat yang menciri khas kan dia adalah laki-laki. Terdengar helaan nafas kecil merespon kalimat barusan.
Kalau tidak salah tadi itu suara...
"GURU PAPA ZOLA?!" aku terperanjat kaget dan serasa badanku begitu kesemutan setelah bangun tiba-tiba—layaknya disetrum secara langsung—menyadari siapa pemilik suara yang menyahuti Fang barusan.
"Eh dah bangun? Tidur saja lagi, BoBoiBoy," izin pria berbadan besar nan kekar dengan memakai topeng merah yang menutupi matanya tersebut. Kalian takkan percaya jika guru matematika kelas kami ini adalah orang yang memang benar-benar terlahir dari permainan. Salahkan musuh bebuyutanku, Adu Du, sang alien kotak yang senang sekali merebut coklat buatan kakekku untuk mendapat kekuatan besar, ketika memasukkan aku dan satu kawanku ke dalam video game saat aku dan Gopal bermain game 'Papa Zola 5'. Cerita kenapa ada alien di tempatku? Sangat panjang.
"Tidak guru. Itu tidak so—hoamm..." aku menguap lebar, padahal masih belum melanjutkan kata terakhir. Pria berkumis yang merupakan guru matematika kami sekali lagi menyuruhku untuk istirahat. "Tidur saja lah BoBoiBoy."
"Tumben guru Papa malah menyuruh BoBoiBoy tidur, biasanya malah membangunkan dia dengan kasar," tanya pria berbadan besar lain namun umurnya seperantaraanku. Kulit nuansa hitam memang merupakan ciri rekan serba tahu gosipku satu ini, Gopal.
"Kau tidak tahu apa-apa anak murid," sahut Papa Zola marah. Orang yang dimarahinya malah histeris terkagum-kagum.
"Yah, kalau guru Papa membolehkan," aku kembali memejam mataku. Belum sempat kedua katup atas bawah mata saling bertemu untuk menutup, terdengar hantaman keras memukul mejaku. Segera aku kembali duduk tegap mengejang.
"Tapi hari ini, ada ulangan dadakan Matematika. Masukkan semua buku kalian dan keluarkan alat tulis kalian dalam waktu 5 menit!" titah guru Papa Zola terdengar bengis. Kami semua berteriak kaget.
"TIDAAAAAAAAKKKKKK!"
...
"Guru Papa Zola jahat! Huhu!" Gopal menangis sepanjang perjalanan berbarengan denganku setelah bel pulang sekolah berbunyi. Kami bertiga—aku, Gopal, dan Fang—melintasi trotoar jalan dimana kendaraan berknapot berlalu lalang di tengah jalan.
Kami bertiga kebetulan membentuk geng karena hanya kami berjenis kelamin laki-laki dari lima orang dalam regu—aku, Gopal, Yaya, Ying, juga Fang. Dan kalian sudah tahu pasti kan jika laki-laki senang sekali berkumpul bersama kawan serekan dan satu jenis kelamin dengannya?
"Hayo lah, hanya ulangan dadakan saja Gopal," desis Fang kembali bernada serba memojokkan khasnya. Aku langsung menatap Fang. "Apa? Kenapa menatapku begitu?"
"Orang yang pintar dalam akademik matematika mana mungkin mengerti," timpalku. Aku menyabarkan Gopal dengan mengelus belakang punggungnya yang lebar.
"Salah sendiri. Makanya belajar dong." Lagi-lagi Fang menyahut dengan nada seenaknya, tidak mau peduli dengan orang yang bukan dalam posisinya sebagai anak rajin dan pintar. Aku jadi semakin kesal dengan tingkah angkuhnya juga lontaran kata bengisnya.
"Ayo Gopal, kita minum Tok Aba Special Hot Chocolate sambil makan donat wortel di kedai kakekku aja yuk? Aku traktir," tawarku. Gopal yang tadinya menangis tersedu-sedu langsung mengangkat wajahnya dengan ceria.
"Eh hei bagaimana denganku?" tanya Fang.
"Orang dingin tidak usah lah," aku menarik tangan Gopal dengan langkah terburu-buru ingin meninggalkan Fang sendirian. Bukan seperti pikiranku bahwa ia akan ikut berlari, ia malah berhenti—enggan melanjutkan langkahnya.
'Ah paling dia kesal saja,' batinku berusaha menenangkan aku.
...
"Kakek!" aku berseru dengan sudah mempersiapkan ekspresi ceria seyakin mungkin.
"Oh sudah pulang cucu kakek!" serunya tak kalah senang. "Bagaimana sekolahmu? Baik?"
Kakekku, yang biasa aku panggil 'kakek Aba' adalah orang yang memang murah senyum. Mungkin karena dia hanya tinggal sendiri di pulau ini, ia jadi sangat ramahan terutama pada keluarganya sendiri. Namun terkadang sisi galaknya juga pernah keluar walau sangat jarang.
"Baik kakek. Err boleh minta coklat panas kakek?" tanyaku melas.
"Tentu lah. Ochobot."
"Oke bos," sahut suara lain yaitu suara robot bulat kuning dengan kedua mata biru seperti teropong. Ia melayang dengan kedua sisi penutup bahu tangannya mengepak-ngepak layaknya sayap burung. Kedua tangannya yang panjang ia manipulasikan seperti tangan manusia untuk membantu kakekku menjaga kedai dengan menjadi pembuat susu coklat setiap pesanan pengunjung. Sudah nasibnya membantu kedai ini karena ia mendapat suplai energi hidup dari coklat milik kakekku.
"Oh ya Gopal, aku dengar ayahmu mencarimu tadi," ujar kakekku kepada kawan sekelasku ini.
"Mencari aku? Tumbenan banget."
"Entahlah. Katanya ingin minta bantuan segera mungkin. Eh bukan, ada keluargamu yang berkunjung di rumah kalian," kata kakek. Gopal langsung membesarkan matanya dengan lekukan bbir ke atas tanda senang.
"Iya kah? Oh BoBoiBoy, lain kali saja traktirannya ya! Sampai nanti!" Gopal berlari sangat laju menjauhi kedai. Aku hanya tertawa cengegesan sambil berujar, "Terbaik!"
"Oh jadi cucu kakek mau traktir orang ya?" gerutu kakekku saat Ochobot meletakkan secangkir coklat panas di depanku. "Dia itu sudah banyak hutang."
"Tak apa kan kakek? Sekali-kali berbuat kebaikan. Dia sedang bersedih karena tiba-tiba ulangan matematika dadakan," kataku jujur.
"Itulah BoBoiBoy. Selalu berbuat baik sampai gampang diperalat orang makanya mereka mau menjadi kawan baikmu."
"Eh?"
Pemuda berkacamata gagang nila dengan kini memakai jaket yang senada warnanya, duduk di sebelahku dengan hanya menatap lurus Ochobot. "Special hot chocolate satu."
"Eh Fang? Sejak kapan kau kemari?" tanyaku. "Biasa lah, menggunakan kekuatan bayang untuk sampai kesini secara instan," jawabnya cuek.
"Ish, cucu kakek memang suka berbuat baik lah. Itu baru cucu kakek," sahut kakekku dengan masih berwajah ceria. Fang menghela nafas kecil dan Ochobot tahu-tahu sudah menaruh cangkir pesanan Fang di atas meja depannya.
"Iya kek. Tapi BoBoiBoy ini kelewat polos," ucap Fang lagi.
"Apa salah aku? Berbuat baik kan wajar?" aku ikutan nimbrung.
"Iya. Berbuat baik sampai-sampai ketika lupa ingatan membela Adu Du dan membuat semua kawanmu sekarat," celetuk Ochobot yang masih menekuni pekerjaannya dengan kini mencuci cangkir-cangkir kotor.
"Engh itu hanya bagian ralat dari aku," balasku.
"Sampai kapan kamu mau diperalat orang?" sambung Fang kemudian setelah berkata ia menyeruput coklat panasnya tenang.
"Tak apa kan?" Fang mengangguk kecil dan meletakkan cangkir yang diseruputnya tadi kini hanya sisa noda yang tertempel di tepi cangkir. "Serah deh," katanya cuek dan ia kembali berdiri dan berbalik tanpa mengucapkan sepatah kata pun untuk pergi dari hadapan kami. Aku hanya menatap ia datar tanpa ingin juga memperingatkan tingkah tidak sopannya yang telah ia biasa tunjukkan pada khalayak umum.
"Ochobot, jaga kedai kakek ya? Aku ke rumah sebentar," kata kakekku. Sang robot hanya menyahut, "Siap bos!"
"... Jadi ini kah harusnya tugasku?" kataku kecil memecah kesunyian kedai setelah mereka berdua—Fang dan kakek—meninggalkan kedai juga kami.
"Masih mengingat percakapan kita sesudah kejadian 'itu'?" tanya Ochobot sepertinya mengerti apa maksudku. Aku mengangguk kecil dengan kepala menunduk. "Ayolah, sebagai satu-satunya cucu kakek harusnya tidak boleh traktir orang du—"
"Bukan itu!" bantahku. "Tentang Fang, Ochobot."
"Tentang kekuatan bayang yang sampai membuat pribadinya ikut goyah itu?" sekali lagi aku mengangguk.
"Memang dia kelihatan peduli denganku. Dia selalu mengurus hidupku sesudah kami berdua bertemu sejak saat 'itu'. Hanya..."
"Hanya kamu BoBoiBoy, yang dapat menjaganya. Takdirmu dapat membuatnya bertahan hidup, juga menjaga dunia," sahut Ochobot. "Sebagai pemegang takdir 'Kindness' atau artinya 'Kebaikan', yang mampu melawan dosa terberatnya 'Envy' dengan arti 'Iri hati'. Ingat, Leviathan terlahir dari dosanya yang muncul akibat kehadiran kamu di depan Fang."
Oh ya tentu saja aku menceritakan semua perihal kejadian ketika aku syok mendapati Fang menggunakan kekuatan yang bahkan Ochobot saja tidak tahu ia mendapatkannya bagaimana. Saat dimana dia berusaha membunuhku karena rasa kebenciannya yang begitu besar.
"Kalian hanya manis di awal, lalu kalian akan menerkamku kemudian!"
Entah mengapa aku turut sedih karena itu berarti ia sempat tidak mempercayai persahabatan kami ketika bersama-sama merawat juga menjaga tanaman yang ditemukan Fang enam bulan yang lalu. Dia bahkan mengucapkannya dengan nada menjerit meski dengan pita suara besar juga mencekam. Suara iblis yang telah mengambil pita suaranya sementara dan mengganti dengan miliknya.
"Tidak adakah cara untuk melenyapkan kekuatan mengerikannya itu?"
"Dia mempunyai kekuatan yang identik dengan pribadinya. Semua juga—termasuk Gopal, Ying, dan Yaya, bahkan kamu. Aku saja memberinya kekuatan naga bayang setelah 1 bulan habis kejadian itu bukan?"
"Mengapa dia tidak menggunakan kekuatannya untuk melawan Ejo Jo saat itu? Malah naga bayang."
"... Hatinya yang akan terkikis, BoBoiBoy. Dia bisa menjadi iblis 'hidup' dimana ketika menjelma menjadi Leviathan, dia hanya berdiri di ujung jurang keputusasaan dengan hati menghitam—tergerogoti. Menghabisi seluruh umat sesamanya tanpa ada lagi sisi hatinya sebagai 'manusia'. Itu sangat mengerikan, kau tahu?"
"Lalu? Bukannya itu tak terlalu parah kan?"
"Itu adalah kekuatan yang seharusnya bukan manusia yang menanggungnya. Ketika itu, dia hanya bisa menangis sambil meratapi takdirnya. Memutuskan harapnya agar sisi manusianya kembali dan enggan lagi merasakan betapa bahagianya menjadi makhluk hidup yang sempurna di bumi."
Entah mengapa aku mendengarnya seperti ada bagian dari ayat kitab suci islam, al-qur'an.
"Kalimatku keren kan? Baru diajarin kakek bagaimana mengaji dan menghafal artinya," sambung Ochobot dengan nyengir. Aku mangap saking terkejutnya ternyata firasatku benar nyata. "Malah teringat isi arti kitab suci. Hehe."
Aku menghela nafas pelan dan suatu pertanyaan selintas ada dalam benak pikiran.
"Ochobot."
"Ada apa?"
"Waktu kita mengadakan pesta karena aku menang dalam pertandingan futsal melawan Fang, kenapa dia bisa mengeluarkan kekuatan bayangnya? Katanya jika malam tidak bisa?"
"Dia itu bisa mengeluarkan kekuatannya saat ada media membuat gelap terlihat, yaitu cahaya. Kebetulan saat itu kan bulan purnama, jadi tentu dia bisa mengeluarkan kekuatan tersebut selayaknya sewaktu dia mengaktifkan kuasa pertamanya."
"Tapi dia menjawab tidak tahu."
"Sekarang dia pasti tahu apalagi sejak pertemuan kita dengan Adu Du untuk mengambil penawar pistol emosi y."
"...," aku hanya mengangguk kecil dalam keheningan.
-Bersambung-
A/N: Iya. Ini sekuel dari cerita BoBoiBoy: Gardening. Dikarenakan banyak yang minta cerita itu dilanjutkan, dan sekalian mengikuti challenge. Siapakah pairingnya? Kalian bisa tebak pertama, namun kedua takkan kalian bayangkan haha. Maka ini akan diselesaikan terlebih dahulu lalu menyelesaikan fanfic lainnya yang belum kelar.
Semoga bisa selesai dibuat sampai sebelum deadline ditentukan. Saya takut dengan 'the power of kepepet'.
