Drabbles of SasuHina © Eternal Dream Chowz
Disclaimer: Naruto © Masashi Kishimoto
|I don't own any chara in this fanfict. This is an unprofitable fan work. |
Pairing: Sasuke U. x Hinata H.
Genre dan Rate berubah setiap cerita.
Warning: Out of Character, Typo(s)
.
Sedang hobi buat drabble yang belakang ini dipost di LFoSH. Karena sudah lumayan banyak akhirnya disatukan buat dipost di Ffn.
.
1. Tangga
"Gunting, batu, kertas!"
Sasuke menyipitkan mata. Tadinya ia tengah berusaha untuk tidur di balik semak-semak di taman kota. Tapi, sejak 5 menit yang lalu, ada suara yang mengganggu. Suara yang sama dengan orang yang barusan memainkan janken.
Sebenarnya Sasuke tak begitu peduli. Namun ditilik kelamaan, ia jadi bergidik. Hanya ada satu suara, artinya hanya bermain sendiri. Sasuke meneguhkan diri kalau itu bukan hantu. Tidak ada hantu di siang bolong, mungkin ...?
Mengintip dengan etika tidak sopan, Sasuke mendapati anak yang seumuran dengannya sedang bermain di tangga. Sasuke ingin menertawakan cara main gadis berambut ungu itu.
Karena ia tak punya lawan main, kedua tangannya ia pakai bersamaan. Sejauh pengamatan Sasuke, jika tangan kiri menang, ia turun, jika tangan kanan menang, ia naik. Kapan ia sampai di puncak tangga? Aneh. Biasanya itu permainan untuk berdua.
Dan hei! Siapa orang dewasa yang masih memainkan permainan itu? Ya, mereka memang masih remaja tapi tetap saja!
Sasuke keluar dari persembunyian. Berlagak tidak mengetahui apa yang dilakukan si gadis tak dikenal. Ia berjalan menuju tangga.
Gadis itu mendongak. Menatap Sasuke sambil diam. Tangannya yang ia pakai untuk berlaga tadi kini berada di balik tubuhnya. Ia mengalihkan pandangan.
"Hei, kau berisik."
"E-etto ... gomen."
"Kau tidak punya teman main?"
Ragu-ragu, gadis itu tersenyum kikuk. "Mereka—sedang sibuk ..."
Pembohong. Sasuke tahu benar, gadis itu tak pandai berdusta.
"Mau kutemani?"
Entah refleks atau modus, kata-kata itu keluar dari mulut Sasuke. Gadis itu menatap tak yakin.
"T-tapi ..."
"Kalau kau terus bermain sendiri, kau tak akan menang."
Sang gadis menatap dengan mata berbinar. Sasuke tak yakin, tapi sudahlah ...
"B-baiklah."
"Aku Sasuke. Siapa namamu?"
"Hinata d-desu."
Sasuke tersenyum kecil. Menarik lengan Hinata ke tangga di perbatasan jalan. "Kita mulai dari sini, Hinata."
Entah yang dimulai hanya permainan atau yang lain akan menyusul. Di tangga mereka berjumpa, mendaki satu persatu, memulai sesuatu untuk masa depan. Sekarang, diawali dari permainan janken. Tidak buruk.
…
2. Ketuk
Selama ini, Hinata berusaha mengetuk pintu hati orang-orang.
Ayahnya, adiknya, sepupunya, teman-temannya, dan orang yang ia suka. Namun hanya tiga yang berhasil dari lima kategori yang ia usahakan.
Ayahnya terlalu kecewa dengan ketidaksempurnaan Hinata. Ia tidak lagi memandang Hinata dengan kilatan mata antusias. Yang kini Hinata dapatkan hanyalah tatapan datar yang sarat akan rasa tidak puas. Hinata gagal mengetuk pintu hati Hiashi.
Satu kegagalan membuat Hinata selalu berjuang keras. Termasuk mempertahankan orang yang ia sukai. Namun, sayang, ia terlalu takut untuk maju menyeimbangkan diri dengan teriknya mentari. Ia terlalu asyik bersembunyi di balik penghalang yang membuatnya tak tampak. Kali kedua Hinata gagal mengetuk hati.
Kali ini, Hinata hanya mampu terdiam. Menatap padang rumput yang menjadi latar kisah cinta yang tak pernah ia impikan atau bayangkan sekalipun.
Tidak juga dengan tokoh yang ada di hadapannya. Sejauh Hinata berpikir, Hinata tidak pernah mengetuk hati orang ini. Uchiha Sasuke. Lalu, kenapa dia datang dan menyatakan kalimat yang ia harapkan dari orang masa lalunya?
Hinata bingung. Selama ini dirinyalah yang berusaha agar orang lain mampu menerimanya. Apakah yang dikatakan Hanabi itu benar? Bahwa suatu saat akan ada yang mencoba mengetuk hatinya?
Hinata tersenyum tipis. Sungguh, tak terpikirkan bahwa Uchiha Sasuke yang mencoba tantangan itu.
"Hinata, apa jawabanmu?"
Terpanggil kembali ke alam sadar, Hinata menatap sepasang mata onyx yang menatap serius, malah dibalas dengan tingkah gelagapan.
"E-etto ..."
Hinata tidak mau menerima sang Uchiha sebagai pelarian, tak juga karena simpati. Namun Hinata tak tega menolak orang yang pertama kali mencoba mengetuk hatinya, meminta cinta dan pengakuan.
Kepala ditepuk pelan, Hinata menengadah.
"Tak perlu dijawab sekarang. Kita bisa saling mengenal dulu."
Hinata memandang takjub. Sasuke menarik tangannya menuju parkiran di ujung padang. Hinata memandang punggung tegap di depannya.
Pemuda itu menoleh. Menyeringai melihat Hinata yang terdiam. "Tenang saja, kita pasti akan berakhir di pernikahan."
Hinata terbelalak. Kalimat macam apa itu? Hinata hanya bisa tersipu dan terkekeh pelan. Yah, rasanya pintu hatinya akan terbuka tak lama lagi. Terima kasih sudah mengetuknya, Sasuke.
…
3. Bekerja
Hinata meregangkan tangan. Letih menggerogoti seluruh tubuh.
Bekerja seharian di depan komputer memang melelahkan. Apa boleh buat, deadline nyaris mencekik. Hinata terpaksa lembur dan segera mengirim tulisannya pada editor.
Hinata menguap tertahan. Jam baru saja berdentang pada pukul dua dini hari. Hinata berjalan terhuyung, pintu kamar dibuka. Wanita berambut indigo itu menjatuhkan diri di atas ranjang.
Memejamkan mata. Hinata merasa tubuhnya dipeluk. Ah, Sasuke belum tidur rupanya. Suaminya bodoh benar menungguinya sampai selesai bekerja.
"Berhenti bekerja sampai selarut ini, Hinata."
Alis Hinata berkerut. "Tidak mau, Sasuke. Aku masih sanggup."
"Hinata ... aku masih sanggup membiayaimu."
Hinata lelah dan ingin tidur. Malas berdebat, Hinata membalas, "Aku akan berhenti kalau sudah punya anak."
Hinata tidak sadar, Sasuke menyeringai lebar.
"Kalau begitu ayo kita buat."
Hinata tersentak kaget. Niat tidur hilang seketika melihat wajah mesum Sasuke.
"H-HEI! JANGAN!"
Jangan tanya apa yang selanjutnya terjadi. Yang pasti, mereka terjaga semalaman.
…
4. Vampire
(terinspirasi dari UnTOUCHable)
Hinata mempersiapkan tasnya sebelum berangkat ke sekolah. Buku dan alat tulis, cek. Blazer dan muffler, cek. Bawang putih dan salib, cek.
Isi tas yang aneh? Kehidupan sekolah Hinata saja yang aneh. Jangan tanya sekarang, nanti juga ketahuan.
Hinata menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia berusaha mempersiapkan mental. Pintu berderit, melebarkan spasi dengan dunia luar. Hinata bergidik. Ada sensasi dingin menyapa tengkuk.
"Akhirnya keluar juga. Lelet."
Sepasang tangan mendekap leher Hinata. Napas hangat membuat Hinata meremang.
Nah, ini biang keroknya. Hinata memekik tertahan, isi tas yang semula disusun rapi kini diserakkan di lantai teras. Hinata merenggut bawang dan salib dan menjauhi tubuh si pemuda.
"E-enyahlah!"
Hinata memejamkan mata karena takut. Pemuda di depannya malah tertawa pelan, "Hinata, sudah kukatakan berapa kali kalau itu tak mempan?"
Hinata memang ketinggalan zaman. Lupa bahwa vampire modern hidup berdampingan dengan manusia. Terpengaruh film klasik dengan metode pengusiran tradisional, Hinata kalah telak karena tawa sarkastik Sasuke.
Sasuke mendekat, menarik Hinata dan mencium pipi tembam gadis itu.
"Terima kasih sarapannya."
Hinata kehilangan energi. Lagi-lagi lupa. Vampire modern hidup dengan menghisap energi manusia melalui sentuhan.
Nyaris ambruk, tubuh Hinata ditangkap sebelum menyentuh tanah. Sasuke menyeringai. "Apa aku berlebihan ya?"
Dasar, malah balik tanya.
…
5. Calon
Sasuke menggamit lengan Hinata, menyeretnya dari kerumunan manusia yang ada di tengah jalan. Sedang ada pesta di alun-alun, semua orang berbondong-bondong ke sana. Gadis itu tampak kesulitan menembus keramaian di tengah jalan.
Wajah Hinata agak panik, menerobos orang-orang sambil beberapa kali meminta maaf. Sasuke ingin tertawa. Ia tarik gadis itu dalam pelukannya dan berhenti berjalan. Mereka menepi di dekat tempat penyebrangan.
Hinata tertegun. "K-kenapa berhenti di sini? Nanti k-kita terlambat."
Sasuke memejamkan mata. "Tidak apa-apa."
"Sasuke, tidak sopan kalau kita terlambat. Mereka teman satu team-mu."
"Lebih tidak sopan kalau nanti kau sakit hati dan menangis di sana, Hinata."
Hinata membisu. Ucapan Sasuke benar-benar frontal. Hari ini ada pesta di alun-alun. Pesta pernikahan Hokage. Naruto dan Sakura.
Hinata tersenyum tipis, "Maaf, Sasuke."
Sasuke tersenyum miring.
"A-aku datang ke sana untuk mengatakan kalau aku sudah jatuh cinta padamu ... b-baka."
Sasuke terdiam. Hinata sudah melepaskan diri dan pergi membaur dengan pejalan kaki.
"A-aku duluan!"
Sasuke tertawa. Hinata itu benar-benar penuh dengan kejutan.
Sasuke segera menyusul, menarik lengan gadis yang sangat ia kenali dan mengklaim satu ciuman.
Hinata terbelalak.
"Sasuke!"
"Hn. Cepat, nanti terlambat."
Sasuke tak sabar untuk mengenalkan Hinata sebagai seorang calon Uchiha.
…
Nanti saya publish tiap sudah terkumpul 5 drabble. Btw hari ini saya publish massal. Nanti udah mau UN sih ya dan saya ga bakal on sementara.
Selamat menikmati! Thank you for reading!
See you in next drabbles!
Salam hangat—
Gina Atreya
