Tuk,tuk.

Ia menghentakkan kakinya di dalam boneka armor-nya tak sabar. Setengah jam sudah berlalu, dan ia tak menemukan sosok berkepala kuning dimanapun. Oke, pada pertemuan resmi pertama mereka saja—remaja berisik itu sudah sukses menorehkan sebuah kesan buruk. Seorang Akasuna no Sasori sama sekali tidak menoleransi yang namanya jam karet.

"HOI! Apakah kau yang bernama Sasori?"

Samar-samar sebuah suara teriakan terdengar memecah keheningan hutan di dekat jembatan itu. Sasori menoleh ke kanan, kiri, bahkan ke arah aliran sungai di jembatan di bawahnya—namun tak menemukan apapun.

Pagi-pagi begini, mungkinkah ia berhalusinasi? Mungkin terlalu lama mengurusi dan mendandani penampilan boneka sepanjang malam membuat kewarasannya sedikit terganggu . Atau mungkin arwah Kazekage ketiga menyusup ke dalam kepalanya untuk menuntut balas?

"Di atas!"

Pekikan itu terdengar lagi, dan kali ini makin keras. Sasori menolehkan kepalanya ke arah yang disebutkan suara tadi dan menemukan seorang—

—seekor burung?

Seandainya ia adalah seorang anggota Akatsuki berambut perak yang sangat dikenalnya —dan bukan Akasuna no Sasori— maka pastilah ia sudah memaki sambil menyumpah-nyumpah dengan kata-kata tak senonoh sekarang. Tapi untunglah, harga dirinya yang tinggi sebagai seorang seniman mencegah dia melakukan hal itu.

Kembali lagi ke benda aneh yang tengah melayang di atas. Pemuda berambut merah itu memicingkan matanya dari balik topeng Hiruko, memerhatikan dengan waspada saat burung putih abnormal itu melayang rendah dan mendarat perlahan di seberang jembatan.

Sesosok anak laki-laki (hm?) dengan rambut sewarna nanas mencolok meluncur turun dari burung putih itu dengan bunyi 'bruk' pelan, dan membuat beberapa gerakan segel tangan—sehingga burung besar abnormal yang berwarna putih itu menghilang. Jubah Akatsuki sudah melekat di badannya. Postur tubuh pemuda itu tak terlalu tinggi —tapi tak bisa dibilang pendek juga, dengan rambut kuning mencolok yang membuatnya bisa langsung dikenali dengan mudah—bahkan di tengah kepungan shinobi yang mengeroyok sekalipun.

.

Laki-laki berambut merah itu mengernyitkan kening kesal dalam hati. Oke, sepertinya partner barunya ini adalah penganut idealisme jam karet level Jounin..


Amerta

Genre : Friendship/Humor

Rate : T

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Setting canon, OOC (mungkin), hints friendship antar kriminal yang agak aneh. Mungkin akan terselip sedikit humor tersirat.


I.

.

Kesan pertama yang didapat oleh Sasori pada pertemuan resmi pertama mereka adalah—shinobi muda zaman sekarang sepertinya memang berorientasi pada prinsip jam karet. Dan, pemuda di depannya itu, uhm..terlalu manis untuk kategori seorang shinobi pria.

Ia melangkah ke arah jembatan, dan menghampiri ninja lain yang sedari tadi berdiri tak sabaran disitu.

"Jadi, kau yang bernama Sasori, un?"

Satu kesan lagi; pemuda berambut kuning nyentrik ini juga berbicara dengan logat yang aneh.

'Bukan, aku adalah ninja tak dikenal yang kebetulan lewat sini,' pikir orang yang ditanya itu sarkastis dalam hati. Tapi ia tak menunjukkan kekesalannya yang menumpuk karena menunggu terlalu lama.

"Kau terlambat empat puluh lima menit."

Sosok berambut kuning yang bernama Deidara itu menggerutu sesaat. "Kuanggap itu sebagai kata penyambutan untukku, un," gumamnya sarkastis dengan nada pelan. Tapi telinga tajam sang pemuda berambut merah tentu saja menangkapnya—walau ia tak merespon apa-apa.

"Hei, kau belum menjawab pertanyaanku, un. Jadi, kau yang bernama Sasori?" kata Deidara sedikit tak sabar.

Hening sesaat, sebelum terdengar gumaman serak dari dalam boneka armor itu.

"Ya."

Deidara menaikkan alis, sebelum mengangguk dengan puas. Iris biru gelapnya mengamati sosok didepannya dengan seksama, dari atas ke bawah. Dari bawah ke atas. Hingga akhirnya kedua mata biru itu berhenti pada wajah yang terpasang pada boneka armor itu.

"Hm…" Ia menggumam seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi tak jadi.

Perilakunya barusan membuat Sasori jengah. Satu hal yang pasti dari seorang Akasuna no Sasori—ia tak suka terlalu menarik perhatian, apalagi sampai dipandangi dengan teliti seperti itu—seakan-akan dirinya adalah sebuah artefak koleksi baru yang dipajang pada sebuah museum.

"Hm.. Tak kusangka kalau orang yang akan jadi partner-ku secara permanen ternyata setua ini, un."

.

Sasori menahan keinginan untuk melempar kunai berlumur bisa kalajengking gurun ke arah pemuda di depannya itu.


II.

.

"Sasori no..Danna?" panggil sang pemuda berambut pirang itu memecah keheningan. Sang partner yang lebih tua menoleh.

"Apa?"

"Umm.." Deidara menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Kita belum melakukan perkenalan sama sekali, un, sejak kita bertemu tiga hari yang lalu."

Sasori mempercepat jalannya. "Sudah," katanya tanpa menoleh.

"Kapan, un?" balas sang partner keheranan.

"Tiga hari yang lalu," jawab rekannya yang lebih tua itu singkat.

"Itu bukan perkenalan namanya, un," gerutu Deidara sembari memutar-mutar bola matanya. Sasori mengernyitkan kening di dalam Hiruko-nya.

"Menurutku itu adalah sebuah perkenalan."

Deidara mendecakkan lidahnya. "Bagiku tidak, un."

Laki-laki berambut merah itu menaikkan alisnya. "Oh ya?" Sudah, kok. Kau Deidara, dan aku Sasori. Bagiku itu sudah cukup," gumamnya datar.

.

.

—Deidara menahan keinginan untuk menggaruk-garuk rambutnya dengan frustasi sekarang.


III.

.

"Pesan satu kamar dengan dua futon."

Setelah menerima kunci dan membayar, dua missing-nin itu segera bergegas ke kamar yang dituju. Sesampai disana, mereka membersihkan badan masing-masing yang kotor terkena debu sehabis pemuda berambut pirang mengganti kaos yang dipakainya dengan yang baru. Ia melirik ke arah sang partner, dan mendapati bahwa lelaki bungkuk itu tak bergeming sama sekali dari tempatnya di dekat pintu.

"Hei," panggilnya ragu. "Kau tidak ganti baju, un?"

"Tidak perlu," balasnya datar. Deidara mengernyitkan kening.

'Dasar tua bangka yang jorok..,' komentarnya dalam hati. Shinobi berambut pirang itu termasuk orang yang menyukai kebersihan—sebab kebersihan adalah salah satu aspek seni. 'Bayangkan saja, aku mesti sekamar dengannya..'


.

.

Bersambung..

.

Notes: Dialog di bagian pertama diambil dari kutipan fanfiksi "Di Balik Euforia".

Semoga cerita ini tidak terlalu OOC, ya. Bagi yang ingin me-request dialog untuk dimasukkan ke dalam salah satu drabble, silakan beritahu di review.

.

Terima kasih sudah membaca. Komentar, jika berkenan? :)