AN : Hanya cerita aneh yang saya buat di sela stres kelompok teater saya. Harusnya saya lanjutin Within Your Eyes tapi kenapa mendadak saya mood bikin crack (walau bukan berarti bakal lucu orz), dan karena saya lebih susah nulis humor daripada angst, maka saya buru-buru nulis sebelum ilang.
Warning: Cerita aneh. CRACK. Alay. OOC. Diambil dari pengalaman nyata saat latihan teater.
Standard Disclaimer Applied
.
.
Saikyou Ichiban!
.
.
.
Di suatu sore yang sepi di SD Teikou, Aomine Daiki hendak pulang ke rumahnya ketika DZIING! sebuah anak panah melesat lebih cepat dari kilat dan menancap dengan cantik ke loker sepatunya. Itu adalah dua detik paling mengerikan dalam hidup seorang Aomine Daiki—kalau saja ia lebih mancung, pasti hidungnya kena. Untuk pertama kalinya ia bersyukur berhidung pesek.
Setelah tubuhnya berhenti kejang-kejang karena trauma, ia meraih surat yang terikat itu dengan tangan bergetar.
Di sana tertulis :
Dengan hormat,
sehubungan dengan akan diadakannya lomba drama, bagi para pihak yang menerima panggilan ini diharapkan datang ke:
Hari : Selasa, 17 September 201x
Waktu : 16.00 p.m s/d selesai.
Tempat : SD Teikou, ruang musik.
Dresscode : Rapi, tidak melanggar norma kepercayaan, kesusilaan, kesopanan, dan hukum.
Tidak menerima alasan ketidakhadiran maupun keterlambatan, walaupun boleh membawa buah tangan (?) Tidak menerima perwalian dan ahli kuasa. Harap datang sendiri dan tidak membawa orang tua, pacar, teman masa kecil, preman sewaan, persocon, pelayan dan anjing kesayangan.
Apabila blablabla wasweswos (kanjinya semakin mengerikan, jadi Aomine tidak membacanya pasal-pasalnya) . Pelanggaran pasal-pasal di atas akan dibawa ke pengadilan sebagai kasus wanprestasi.
p.s.: Daiki, apabila kau tidak datang, akan kulaporkan beserta bukti foto kalau kau yang mencoret-coret toilet dengan gambar tinja. Memangnya kau Crayon Shinchan, apa?
xxxooo *tanda tangan di atas materai*
Akashi Seijuuro
.
.
.
Akashi dan Aomine adalah teman sepermainan. Dibilang teman sepermainan pun, Aomine hanya bersama Akashi pada saat bermain basket setiap istirahat siang, atau ketika ia butuh gunting untuk pelajaran prakarya (Akashi adalah gembong gunting terpercaya). Selain itu mereka jarang bertemu, kecuali sekali-dua kali ketika berpapasan di koridor, atau berkali-kali di dalam wc.
Ia sendiri heran kenapa suratan takdir selalu mempertemukan mereka di wc.
Selain Akashi, teman sepermainan Aomine dalam bermain basket adalah Trio M(acan) alias Murasakibara, Midorima dan Momoi. Mereka semua berbeda kelas kecuali Momoi yang berbagi kelas dengan Aomine.
Murasakibara adalah kakak kelas mereka, tubuhnya besar dan tinggi. Ekspresinya selalu malas dan senang makan cemilan, bahkan ketika ia sedang buang air besar (Aomine pernah mendengarnya mengunyah di dalam bilik wc, BUKANNYA DIA MENGUPING). Terkadang ia terlihat menggendong Akashi kemana-mana, dan yang bersangkutan juga sering memanfaatkannya sebagai alat transportasi. Bukan karena mereka akrab, tapi karena Murasakibara dianggap sebagai kuda.
Sekali, Aomine pernah mengejek mereka berdua seperti mama dan anak koala. Sekali, Akashi pernah membuat Aomine pitak 500 yen di dua tempat. Sejak saat itu Aomine tidak berani menyebut kata 'koala' lagi.
Midorima adalah bocah berkepala hijau dan berkacamata dengan bulu mata lentik di bawah, entah kelainan genetika apa yang membuatnya begitu, karena orang tua Midorima memiliki bulu mata normal. Ia adalah murid rajin yang cita-citanya menjadi dokter dan menyembuhkan banyak orang, seperti ribuan murid rajin idealis lainnya yang ada di Jepang. Jago main piano, jago shooting, dan jago membuat hangus masakan. Sampai-sampai Aomine berpikir kalau perban di jari-jari Midorima itu karena teriris pisau. Salah satu karakteristiknya yang lain adalah kepercayaannya pada ramalan. Ia rajin nonton Oha-Asa for Kids, rajin menyimak ramalan bintang, dan rajin menghapal primbon.
(Midorima dan Aomine juga sering bertemu di wc, sekedar intermezzo. Aomine sering pinjam sabun tangan aroma lemon yang selalu dibawa-bawa Midorima.)
Momoi adalah tetangga Aomine dan teman sejak bayi. Ia adalah gadis manis yang imut dan rajin menabung (Aomine langsung muntah memikirkannya). Seperti halnya Midorima, Momoi tidak bisa memasak. Namun bedanya apabila Midorima membuat hangus masakan, Momoi membuat hangus dapurnya. Sekali-kalinya Momoi memasak tanpa membakar rumah adalah sekotak nasi kepal bertentakel lengkap dengan sensor kotak-kotak dan genangan merah mencurigakan. Tentu saja nasi kepal yang bersangkutan telah dimusnahkan demi keselamatan umat manusia.
Ada seorang lagi sebenarnya, yaitu seorang anak TK nol kecil bernama Kuroko. Bocah itu kecil sekali namun pantatnya besar, sehingga kala ia berjalan Kuroko tampak keberatan pantat dan geol ke kanan-kiri. Wajahnya datar tanpa ekspresi dan ia tidak pernah nangis, sekalinya ia menangis dapat dipastikan bahwa itu air mata buaya. Momoi suka sekali padanya karena Kuroko satu-satunya yang berhasil memakan masakan Momoi tanpa sisa, bahkan memuji bahwa masakannya enak, walau pada malam harinya anak TK itu langsung kritis karena keracunan. Meski ia masih TK, Kuroko sering menyelinap ke SD Teikou untuk menonton tanding basket mereka.
Bisa dibilang, yang menyatukan mereka berenam cuma basket—dan toilet, tapi itu hal lain. Oleh karena itu, membaca kata 'drama' di surat itu sempat membuat alis Aomine naik satu.
.
.
.
Seperti halnya teman masa kecilnya, Momoi Satsuki juga mendapatkan surat yang serupa. Namun surat yang ia terima diletakkan dengan sopan di dalam loker sepatunya, tidak seperti Aomine yang dikirimkan dengan cara dipanah. Pasti karena Momoi itu perempuan. Ini diskriminasi pria!
Pada hari dan waktu yang ditentukan, mereka berdua tengah berjalan menuju ruang musik yang dimaksud. Sekolah sudah mulai sepi dan gagak sempat berkoak-koak. Sebenarnya Aomine malas luar biasa untuk datang, namun ini adalah undangan dari Yang Mulia Akashi, dan ia tidak mau dibuat pitak lagi.
"Kenapa lomba drama?" Momoi bertanya dengan alis naik satu, di tangannya terdapat surat yang hampir identik dengan milik Aomine.
"Entah." Bocah lelaki itu mengendikkan bahu tanda tak tahu. "Siapa yang tahu jalan pikiran Akashi."
Anggukan. Siapa yang tahu jalan pikiran mahluk kegelapan bernama Akashi Seijuuro.
"Setahuku, lomba drama itu selalu diwakili oleh klub drama. Kenapa jadi kita yang dipanggil?" Momoi tampak berpikir, bingung. Bagaimanapun, surat panggilan ini terlalu aneh. Ia tidak tahu bagaimana dengan Akashi (siapa tahu dia dari keluarga Kabuki atau aktor opera, apapun bisa terjadi), namun Aomine dan dirinya tidak punya pengalaman berakting sama sekali. Kenapa jadi mereka yang ditunjuk mewakili?
.
.
Tak lama kemudian, akhirnya mereka sampai ke ruang musik yang dimaksud. Aomine hampir membuka pintu ketika suara dari dalam membuatnya beku di udara.
"A-Ahhh, Akashicchi!"
Keduanya tak pernah mengenal suara itu, namun sangat nyata desahannya dari dalam ruangan musik. Baik Momoi maupun Aomine saling berpandangan, mulut Momoi menganga dan mata royal-blue Aomine terbelalak, lalu keduanya menempelkan telinga di daun pintu, ingin mendengar lebih jelas.
"Ayolah, Ryouta, kemarin kau bisa, kan...?"
Lalu terdengar suara khas seorang Akashi Seijuuro yang sangat... tidak Akashi.
"T-Tapi.. Kemarin kan kita pakai lotion, jadi tidak terlalu—A-aah, sakiit! Kau terlalu keras..."
"Tahan, Ryouta—"
Psah! Merah naik ke wajah keduanya. Imajinasi berlebihan ini sampai membuat darah mengucur dari hidung Momoi. Pembicaraan ini terlalu berat untuk seorang gadis.
"A-aaa, Akashicchi—aku tidak tahan!"
"Sabar, Ryouta..Ugh..."
"Aaah!"
BRAK
"HENTIKAN SEKS SEBELUM MENIKAH—!"
Kedua orang di dalam ruangan itu menoleh.
Di dalam ruangan musik tersebut, terlihat seorang Akashi Seijuuro tengah duduk di bangku piano dengan satu kaki terjulur, dan seorang anak berambut pirang yang tak mereka kenal memijiti kaki tersebut. Kedua mata sewarna madu berkedip-kedip bingung melihat pintu yang didobrak terbuka.
Akashi tampak tidak senang. "Satsuki, Daiki, jangan main dobrak pintu."
Anak berambut pirang itu segera berdiri dan menoleh ke arah Akashi, tangannya mengibas di udara, tampangnya sebal. "Akashicchi! Kalau mau kupijit harusnya kau bawa lotion! Kakimu keras tahu! Tanganku sakit semua."
Momoi terhenyak karena kenyataan berbeda dengan impia—eh, maksudnya, bayangannya. "T-Tadi bukannya kalian sedang —?"
"Sedang apa?"
"S-sedang—" Momoi berdehem. "Tidak jadi. Maaf Akashi-kun, aku salah menilaimu."
.
.
Tak lama kemudian, mereka semua berkumpul. Aomine tidak heran melihat rambut ungu dan hijau di dalam ruangan musik itu, tapi yang membuatnya agak terkejut adalah kemunculan Kuroko. Hari sudah begitu sore, namun anak TK itu masih berkeliaran di mana-mana.
"Tetsu, apa ibumu tidak mencari-cari nantinya?"
Hening, lalu setetes air jatuh dari matanya. "...Ibu Kuwoko syudah meninggal..."
Hal ini membuat Aomine gelagapan. Ia menunduk, merasa bersalah. "A-Ah, maaf, Tetsu, aku tidak tahu—"
"Tapi bohong~"
Aomine nyaris melempar Kuroko keluar jendela.
.
.
"Sudah-sudah." Plok, Akashi menepuk tangan meminta perhatian, dan semuanya menoleh. "Sepertinya semua sudah berkumpul, ya. Kalau begitu kita mulai saja—"
Midorima mengangkat tangan.
"Ya, Shintarou?"
"Siapa dia?" Ia menunjuk anak berambut pirang tak dikenal yang tadi memijit Akashi. Anak itu memakai kaus kuning di dalam jaket merah, celana jeans yang sangat pendek nyaris hotpants, dan kaus kaki hitamnya di atas lutut seperti anak perempuan.
Tak ada angin tak ada hujan, anak itu segera memasang pose ala Sailor Moon dan berteriak lantang, "Salam kenal semuanya, aku Kise Ryouta! SHARARA GOES ON!"
Krik.
"Ryouta, kamu garing." Anak bernama Kise itu pun menurunkan tangannya sambil menggerutu.
"Ryouta itu sepupuku dan dia baru pindah tiga hari yang lalu." Akashi menjelaskan. "Dan dia memang akan pindah ke Teikou minggu depan."
Label 'KERABAT AKASHI SEIJUURO' langsung membuat sosok pirang itu bertambah kewibawaannya seratus tiga puluh persen.
.
.
"Lalu, ada apa dengan lomba drama?"
Ctik, Akashi menjentikkan jemarinya, dan dengan patuh (atau naluri pembantu) Ryouta memasang sebuah poster besar di papan tulis. Barisan huruf kuning berglitter di dasar pink itu berbunyi,
PIALA BERGULIR LOMBA DRAMA ANAK DAN REMAJA KE-14
REBUT HADIAH UTAMA JALAN-JALAN KE AMERIKA!
Daftar Hadiah :
Juara satu : Tamasya ke Amerika Serikat untuk tim pemenang
Juara dua : Payung cantik
Juara tiga : Sabun colek
Kenapa hadiah juara pertama sangat jomplang dengan juara kedua dan ketiga, hanya jurinya yang tahu.
"Oh, jadi ini?" Midorima mengangguk-ngangguk dengan tangan memegang dagu, meneliti poster bernada persuasif itu. "Ini lomba untuk umum, bukan lomba drama antar sekolah."
"Benar."
"Hadiahnya jalan-jalan ke Amerika."
"Benar."
"Lombanya tiga bulan lagi."
"Benar."
Midorima berbalik dan berjalan menuju pintu keluar. "Aku tidak ikut."
"Aku juga." ucap Aomine, juga berjalan menuju pintu keluar.
"Shintarou, diary Hello Kitty."
"..."
"Daiki, gambar tinja di toilet."
"..."
"Kalau tidak mau kusebarkan beserta bukti foto, ikuti perintahku." Akashi kalem.
.
.
Dengan wajah terpaksa (dan mereka memang terpaksa!), Aomine dan Midorima tidak jadi meninggalkan ruangan itu. Akashi Seijuuro memang manusia hina, memakai kelemahan orang untuk membuat takluk.
"Tapi, Akashi-kun," Momoi angkat bicara, mukanya tampak khawatir, "aku dan Dai-chan belum pernah berakting sebelumnya."
"Aku juga."
"Aku juga."
"'Kuwoko 'ga."
Semua sweatdropped. Mereka semua tak lebih dari kumpulan pemula nekat yang desperate ingin pergi ke Amerika.
"Justru karena itu kita berkumpul sekarang." Akashi duduk melipat kaki, gayanya cool dengan poni berkibar tertiup angin (padahal jendelanya ditutup, entah itu angin dari mana). "Aku yang akan melatih kalian sampai waktunya lomba."
"Aka-chin punya pengalaman berakting?" Murasakibara berbinar-binar karena kagum.
"Tidak."
Semuanya jatuh dengan tidak elit.
"Kalau kau tidak bisa berakting bagaimana bisa kau melatih kami, bodoh!" Midorima membetulkan kacamatanya yang merosot gara-gara jatuh tadi.
"Aku tidak punya pengalaman berakting, tapi aku bisa berakting."
"Mana ada orang bisa tapi tidak punya pengalaman!'
"Ada, contohnya aku, dan aku selalu benar."
.
.
"Pertama-tama, aku ingin melihat sampai mana kemampuan kalian." Mendadak suasana menjadi sunyi. Semuanya saling berpandangan, mendesah. Mendadak sekali! "Dimulai dari Daiki."
Aomine bertampang ogah-ogahan, namun maju ke depan juga setelah disodorkan ujung gunting yang tajam.
"Sekarang, coba kau berakting ibu-ibu hamil usia 32 tahun yang mau melahirkan."
"APA?"
"Lakukan." Gunting itu pun mencekris di udara dengan gestur berbahaya. Aomine tertegun, lalu ia menarik nafas panjang dan mulai berakting—atau lebih tepatnya berusaha berakting. Pengalamannya dalam bidang teater sama banyaknya dengan anak bayi, alias nol besar. Satu-satunya akting yang pernah ia lakukan adalah pura-pura sakit perut agar bisa bolos sekolah. Itupun tidak berhasil meyakinkan siapapun.
"O-oke, mulai."
.
.
(-take!-)
.
Aomine :"Ugh, uuugh~"
(Aomine mengaduh dengan suara disengau-sengaukan sambil memegangi perutnya yang sengaja digendutkan, keringat bercucuran di dahi.)
Aomine : "Awh, awh—" *
(Mendadak ia terjatuh dramatis ke lantai dan ngesot minta tolong, sambil tetap memegangi perutnya.)
Aomine : "Tolong—tolong—anak saya mau lahir! AWWWWWWWH! AWH AWH AWH! "
.
(-cut!-)
.
.
Kise, Momoi, dan Kuroko semuanya gugur bertumbangan karena menahan tawa. Bahkan Murasakibara pun sempat tersedak snacknya sendiri. Tubuh Midorima terkapar kejang di lantai, bukan karena sakaratul maut tapi karena berusaha keras agar tidak terbahak.
Sang sutradara hanya melihat akting Aomine dengan tampang prihatin. "Daiki, itu bukan suara ibu-ibu hamil, tapi om-om diare."
.
.
Akashi pening melihat kegagalan akting Aomine.
"Selanjutnya, Shintarou dan Atsushi!"
Bocah berkepala hijau itu maju ke depan kelas dengan tampang sama enggan, apalagi menurut ramalan Oha-Asa for Kids pagi ini, peruntungan Cancer cukup buruk. Mengeratkan pegangannya pada ban renang bermotif polkadot yang menjadi lucky item hari ini, ia membetulkan kacamata, bersiap diri untuk yang terburuk. Murasakibara sendiri maju dengan muka lempeng, mulut masih mengunyah snack, entah cuek entah berani.
"Shintarou, berakting sebagai cewek SMA tsundere 16 tahun yang sedang bertengkar dengan pacarnya, yaitu Atsushi. Di akhir cerita, kalian harus berbaikan dengan mesra."
"Apa-apaan itu!" Midorima protes menerima adegan klise komik shoujo di Nakayoshi.
"Lakukan." Ckris.
"Ugh."
Setelah berputar-putar di tempatnya selama beberapa saat sambil meyakinkan dirinya dalam hati – aku cewek tsundere aku cewek tsundere dan Murasakibara pacarku Murasakibara pacarku, Midorima pun mulai berakting. Murasakibara berdiri di sampingnya, sudah berhenti makan.
.
.
-(take!)-
.
(Mereka berdua saling berhadapan, Midorima tampak terluka melihat 'kekasih' di hadapannya, sedangkan Murasakibara hanya berdiri dengan cool.
Aomine memandang sekeliling, "Kenapa mendadak ada sakura gugur di dalam ruangan?")
Midorima : "AKU BENCI SAMA KAMU!"
(PLAK! Midorima menampar Murasakibara. Penonton menahan napas.)
Murasakibara : "Sayang, dengarkan aku dulu."
Midorima : "Aku nggak mau mendengarkan penjelasan kamu! Aku sudah lelah sama kamu! LELAH!"
(Midorima menatap Murasakibara dengan wajah marah namun mata berkaca-kaca.
Penonton berbisik-bisik, "Midorima menghayati banget."
"Dia kan memang tsundere alami. Soalnya dia pakai baju kuning." Agak tidak nyambung, memang.)
Murasakibara : "Kenapa kamu marah-marah, Sayang? Aku nggak ngerti."
Midorima : "Soalnya kamu makan terus! Pilih mana, aku atau makanan?"
Murasakibara : "Aku sangat suka makanan."
Midorima : ."...KITA PUTUS AJA!"
(Midorima pun berbalik dan hendak pergi sambil berurai air mata bohongan, namun 'pacar'nya menahan tangannya. Soundtrack drama romantis pun diputar dari speaker radio kelas. Kenapa momennya bisa pas, tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.)
Midorima : "Lepaskan aku!"
Murasakibara: "Aku sangat suka makanan." (Murasakibara menatap dengan ganteng.) "Tapi aku lebih suka Mido-chin." (Ia menarik Midorima ke pelukannya dan mencium dahinya.
CHU!
Midorima terhenyak.
Penonton terhenyak.)
.
-(cut!)-
.
.
"KYAAA KALIAN SO SWEET!" Semua bertepuk tangan melihat akting gemilang dua sejoli itu, namun Kise dan Momoi yang paling heboh. Sembuh dari shocknya, Midorima langsung mencari air zam-zam untuk mensterilkan dahinya dari bekas mulut Murasakibara, sedangkan yang bersangkutan telah melanjutkan makannya tanpa beban. Murasakibara memang berbakat jadi aktor profesional, mencium dahi seorang Midorima tidak membuatnya gentar.
Akashi sendiri tampak lebih puas dibanding dengan akting om-om diare Aomine.
"Baiklah, selanjutnya, Satsuki!"
"E-EH?" Anak itu panik sesaat, lalu maju ke depan, jemari mengait di ujung dress warna pink. Entah apa yang akan ia dapat, kalau mau jujur ini pertama kalinya ia melakukan akting. Pengalamannya di dunia akting sebelas-dua belas dengan Aomine, alias nihil.
"Satsuki, berakting sebagai bujangan galau 26 tahun yang cintanya ditolak pujaan hati."
"A-apa? Bagaimana caranya?" Ia makin panik.
Ckris.
"O-oke!" Momoi pun menepuk-nepuk kedua pipinya, dalam hati merapal, aku pria bujang aku pria bujang. "Mulai!"
.
.
-(take!)-
.
(Di depan kelas, Momoi berakting mabuk di atas lantai)
Momoi : "BLEARGH!"
(Sendawa naga yang luar biasa asli, bahkan sampai ke bau-baunya. Akashi mengangguk-angguk setuju. Totalitas memang mutlak diperlukan. Yang lainnya menutup hidung karena baunya menyebar ke segala penjuru. Muka boleh manis, tapi sendawanya seperti kentut naga.)
Momoi: "Ditolak lagi, ditolak lagi. Bleargh! Dasar cewek sok," (Ia berakting pura-pura minum.) "mentang-mentang cantik, kaya, bodi biola, lulusan Todai pula. Sedangkan aku cuma bawahan rendahan, bujangan, dan kulitku dakian."
(Kuroko menyeletuk, "Kulitnya dakian belalti milip Aomine-kun dong"
Aomine menjitak anak TK itu, "Aku memang hitam, tapi aku punya harga diri! Tiap hari aku mandi!"
Di depan, Momoi berdiri dengan tangan terentang ke langit, eskpresinya nelangsa. Sebuah lampu sorot yang entah ada dari mana itu menyinari sosoknya.)
Momoi : "KAPAN AKU KAWIN, TUHAN? BERI AKU KEPASTIAN!"
.
-(cut!)-
.
.
"Lumayan, Satsuki." Akashi tersenyum simpul. "Aku suka sendawamu. Errr, ekspresif."
Momoi hanya berhe-he-he.
"Sekarang, Tetsuya." Anak kecil yang masih TK itu maju ke depan dengan langkah bebek bergoyang-goyang, tap-tap-tap-tap, pantatnya yang memakai celana kodok geol kesana-kemari. Momoi dan Kise langsung ber-kyaaaa di belakang karena merasa Kuroko adalah mahluk terlucu di dunia. Mereka sibuk mengabadikan sosok lucunya dengan handphone masing-masing dari berbagai sudut, namun segera berhenti ketika mendengar ckris yang mematikan.
"Tetsu juga? Tapi dia kan masih kecil?" Aomine bertanya-tanya, takjub. Bahkan anak TK itu belum bisa berbicara dengan benar, alih-alih berakting.
"Kuwoko Tetchuya, Chiap!" ia mengangkat tangan. Momoi mati di tempat. Kise mati di tempat. Hanya dengan satu gerakan saja, sudah dua orang tewas terbunuh kelucuannya.
"Oke, Tetsuya." Akashi tidak sengaja ikut tersenyum melihat anak TK itu. "Berakting jadi anak tiri yang tersiksa dan disuruh menjual buah semangka, namun buahnya tidak laku-laku karena ini masih musim gugur."
Semua sweatdrop. Perannya makin lama makin absurd.
.
.
-(take!)-
.
Kuroko : "Buwah-buwah buwahhhh."
(Kuroko berjongkok di lantai, pura-pura menjajakan dagangan seperti pedagang di toko buah. plok-plok, ia bertepuk tangan memanggil pelanggan dengan tatapan nanar.)
Kuroko : "Buwahhhhh semangkaaa...Mwanis dan segalll... Buwaaaah..."
Kuroko : "Buwahnya satuuuu... Sayang anak, sayang anak..."
(Akashi menoleh. "Satsuki, masuk ke panggung."
"Eh?"
"Masuk jadi pelanggan dan jangan membeli, oke?"
Momoi pun masuk, berpura-pura berjalan di depannya.)
Kuroko : "Buwahnya nona cantik?"
Momoi : "Berapaan, bang?"
Kuroko: "Mulah, cuma piip yen."
Momoi : Waduh, itu mah seharga uang kos saya!"
Kuroko : "Nona tidak mau bewi?"
(Kuroko berwajah datar, namun matanya bulat berkaca-kaca, membuat Momoi hampir terenyuh. Kyuuuung! )
Momoi : "T-Tapi masih mahal, bang! Akhir bulan, nih!"
Kuroko: "K-kalau tidak laku... Kuwoko bica dipukul..."
(Anak kecil itu menatap Momoi dengan air mata menggenang, dan yang ada di hadapannya bukanlah Kuroko Tetsuya, melainkan seekor anjing kecil yang terbuang.
KYUUUUUUUUNG
Lupa perannya, Momoi pun mendekap Kuroko.)
Momoi : "AKU BELI SEMUA! SEGALANYA UNTUKMU, TETSU-KUN!"
.
-(cut!)-
.
.
"Satsuki, jangan bawa hasrat pribadi ke atas panggung."
.
.
Setelah itu, muncullah giliran Kise. Anak berambut pirang itu maju dengan percaya diri, padahal hatinya deg-degan tidak karuan. Apalagi ia tidak terlalu kenal dengan anak-anak di ruangan ini. Kecuali Akashi, yang memang sepupunya. Itupun mereka tidak terlalu dekat.
"Baik, Ryouta." Akashi tampak berpikir. "Aku minta kau jadi preman sekolah usia tujuh belas tahun dengan postur kekar ala Ryu dari Fist of North Star, jurus andalahnnya saat bertarung Naga Terbang Tak Memekik."
"HAH?"
"Oh ya, sekalian. " Akashi menoleh ke arah Aomine yang heboh beradu Pokemon dengan Midorima. "Daiki, masuk menjadi lawan Ryouta dalam suatu klimaks pertarungan. Kau jadi teman seperguruannya di dojo dengan jurus andalan Harimau Menodai Mawar."
"Jurus apaan itu!"
"Akashicchi jangan absurd, dong."
Seperti yang diduga, keputusan itu menuai protes dari pihak terkait.
"Peranku kan sudah selesai tadi! Masa aku dua kali!"
"Aku nggak mau main sama anak kotor dakian kaya dia!"
Hati perawan seorang Aomine Daiki sangat terhina dibilang kotor dan dakian. Apa-apaan anak ini, baru pertama kali bertemu saja sudah mencari masalah dengannya. Memangnya dia salah apa? Memangnya kulitnya salah apa? "Apa!? Kau sendiri banci, pakai kaus kaki tinggi kaya cewek!"
"Lebih baik banci daripada dakinya berkerak seluruh badan kaya kamu!"
"Ini bukan daki, tapi hitam seksi! Putih shinzuimu itu juga pasti panu yang menyebar!"
"BERANINYA!"
"EITS, NANTANG?"
CKRIS! Gunting membelah udara dalam satu sentakan tajam, dan pertengkaran itu pun terhenti.
.
.
-(take!)-
.
(Kise dan Aomine saling berhadapan, mendadak ruang kelas itu berganti menjadi padang rumput lengkap dengan pegunungan di latarnya, persis adegan film silat.)
Kise: "Aomine Daiki."
(Kise berkata dengan suara dipaksakan macho, tapi karena pada dasarnya ia bersuara tinggi maka ia tetap terdengar seperti mbak-mbak.)
Aomine : "Kise Ryouta."
(Aomine tersenyum licik. Aktingnya terlihat lebih bagus dari yang tadi karena pada dasarnya ia bakat penjahat.)
Kise: "Sekarang saatnya kita menuntaskan masalah ini. " (Kise memasang kuda-kuda, namun tidak jelas apakah itu jurus karate, taikwondo, atau jujitsu.) "Perguruan Teikou adalah milikku!"
Aomine: "Che, sesukamu saja, Kise." (ia turut memasang kuda-kuda, yang entah dari aliran apakah itu.)
Kise: "JURUS NAGA TERBANG TAK MEMEKIK!"
Aomine : "JURUS HARIMAU MENODAI MAWAR!"
Kise : "HEAA!"
Aomine : "CIAAAT!"
.
-(cut!)-
.
.
"Ryouta, Daiki, aku minta kalian bertarung, bukan tawuran." Akashi memijit pelipis, lelah melihat ruangan itu kacau balau dengan kertas-kertas berhamburan di lantai, meja terbalik dan kursi piano menancap di atas atap. Bagaimana caranya kursi itu menancap, hanya Tuhan yang tahu.
Dalam hati ia mulai berpikir, apakah semuanya dapat berjalan dengan baik. Sedangkan lomba itu tinggal tiga bulan lagi.
.
.
.
to be continued
.
AN : Ngomong-ngomong kejadian di atas itu kejadian nyata, dulu saya dapat prompt 'Ibu-ibu usia 57 tahun mau menikah lagi sama lekong muda' dan 'PSK yang berebutan pelanggan' orz
