PERFECT HOLIDAY
Harry Potter milik JK Rowling. Tapi fanfic ini asli buatan saya. No copy paste, no plagiarism.
Warning : femHarry, typhos, EYD kurang terpasang dengan sempurna, OC bermunculan, OOC, terlalu banyak dialog, cerita terlalu ringan, membosankan, mudah ditebak, dll.
Gadis berambut hitam legam sebahu itu masih bergumam tidak jelas. Menyeret koper warna hitamnya sambil sesekali menilik secarik perkamen yang ada di genggaman tangan kanannya.
"Aku akan menghajar 'Mione kalau sampai salah memberikan alamat," kembali gadis itu menggerutu, namun ia tetap saja melangkah menapaki jalanan kecil yang menyekat lahan pertanian cukup luas di sekitarnya. Tanaman gandum dan buah bit terlihat menaungi hampir seluruh lahan yang mengelilingi sebuah rumah tua berdinding batu dengan daun pintu berbahan kayu oak berumur puluhan, bahkan bisa jadi ratusan tahun, entahlah, gadis itu sedang malas untuk bermain tebak-tebakan saat ini.
Langkahnya semakin cepat saat menaiki beberapa tangga batu. Hingga akhirnya daun pintu sudah berada tepat di hadapannya. Detik berikutnya, ketukan logam yang menggantung di depan hidungnya ia raih dan mengetukkannya secara konstan, berharap siapapun orang yang menghuni di dalamnya akan sudi membukakan pintu itu untuknya. Bagaimanapun gadis itu sudah sangat tidak tahan dengan cuaca panas yang sedang berada pada puncaknya. Memang sudah seharusnya mengingat ini adalah pertengahan musim panas.
Sebuah hentakan keras saat pintu kayu itu terbuka. Manampakkan wanita tua yang terlihat berbinar melihat seorang tamu tengah berdiri menunggu di muka rumahnya. Segera wanita yang kemungkinan berusia kepala enam itu mempersilakan tamunya masuk. Sang gadis yang sudah kelewat lelah segera mengiyakan dan mengekor pemilik rumah menapaki lantai batu sederhana yang membalut alas rumah itu.
"Miss Harriet Potter?" tanya sang tuan rumah sambil menyuguhkan segelas limun jahe dingin kepada gadis itu, semacam welcome drink mungkin.
"Panggil saya Harry saja, dan anda … Madam Smith?" gadis itu bertanya balik sambil membenarkan letak kaca mata berframe bulatnya yang sedikit melorot.
Sang wanita tua mengangguk dan mempersilakan tamunya untuk minum. Harry lupa akan basa basi dan langsung menyambar limunnya tanpa banyak kata. Rasa dingin dan segar langsung menggelontor tenggorokannya.
"Bisakah anda mengantarkanku ke kamar?" tanya Harry setelah limun jahe di gelasnya licin tandas.
Wanita tua itu mengangguk sambil tersenyum, "biar kubawakan kopernya," pintanya. Namun Harry menggeleng, menolak tawaran itu mentah-mentah.
"Anda tidak perlu membawakannya," Harry tersenyum ramah.
"Tapi … "
"Bisakah saya segera ke kamar, Madam? Saya benar-benar sudah lelah dan ingin beristirahat sebentar," sambung Harry menginterupsi penolakan Madam Smith.
"Wah, tamuku benar-benar pengertian. Aku beruntung," ucap wanita tua itu dengan binar mata jenaka.
Harry dan Madam Smith berjalan beriringan menuju ke tangga yang akan membawa mereka menuju lantai dua.
"Aku pilihkan kamar dengan pemandangan langsung menuju ke taman bunga di belakang rumah, favorit 'Mione jika sedang berlibur kemari," ucap Madam Smith riang saat mereka menapaki tangga lebar yang juga terbuat dari batu.
"Ah, selera 'Mione memang bagus, Madam!" timpal Harry sambil sedikit menghentakkan kopernya saat melewati tangga yang membelok.
"Oh iya, nanti sore akan datang lagi seorang tamu. Sayangnya dia seorang pemuda. Tapi mungkin usianya seumuran denganmu. Kuharap kalian bisa berteman," tambah wanita tua itu saat mereka sudah sampai di lantai dua.
"Saya tidak masalah dan bisa berteman dengan siapa saja," Harry berucap bangga.
"Syukurlah kalau begitu. Nah Harry, ini kamarmu," Madam Smith membukakan pintu kamar yang berjarak beberapa meter dari anak tangga. Pemandangan yang menyenangkan langsung menyambut Harry.
Kamar itu tidak terlalu luas dengan perabot yang minim. Hanya ada satu ranjang single, sebuah lemari kayu tua, sebuah kipas angin besar terpaku di atap, dan sebuah nakas di samping ranjang lengkap dengan vas berisi bunga lavender segar.
Namun yang membuat Harry takjub adalah jendela kaca lebar yang mendominasi hampir seluruh dinding dengan pemadangan kebun bunga asri berwarna-warni, sangat memanjakan matanya yang sudah terlalu penat dengan tumpukan perkamen maupun kasus tidak menyenangkan yang harus ia tangani selama ini.
"Ini luar biasa, Madam," Harry langsung meninggalkan kopernya begitu saja dan menghambur ke jendela. Kamar itu sendiri mempunyai pencahayaan yang sangat baik, terkesan terang dan sejuk.
Harry membuka pintu kayu yang menjadi pembatas kamar dengan balkon. Gadis itu membentangkan tangan dan menghirup udara segar khas pedesaan yang begitu menenangkan.
"Perfect holiday!" gumam gadis itu gembira. Rasa lelahnyapun sudah sedikit berkurang lantaran matanya termanjakan dengan baik.
"Kau suka, Harry?" tanya Madam Smith. Harry menoleh dan mengangguk mantap sebagai jawaban.
"Kalau begitu silakan menikmati kamarmu. Aku harus memasak menu makan siang. Kalau ada yang kau butuhkan, jangan sungkan memanggilku,"
"Baiklah, Madam," ucap Harry sambil kembali menikmati pemandangan indah itu.
DM X HP
Sore datang begitu cepat. Harry hanya sempat beristirahat sejenak setelah perjalanan yang sedikit melelahkan dari kantornya langsung menuju ke daerah pertanian yang masih cukup asri. Tempat itu sendiri merupakan rekomendasi Hermione yang memang sering berlibur bersama keluarganya yang muggle murni.
Makan siang lezat masakan Madam Smith dan jalan-jalan sebentar di kebun bunga menjadi aktivitas yang Harry lakukan selanjutnya. Setelah puas dengan semuanya, ia kembali ke rumah tempatnya menginap.
Ngomong-ngomong tentang pemilik penginapan itu, Madam Smith, ia adalah satu-satunya penghuni rumah pertanian tua yang cukup luas lengkap dengan areal pertanian berhektar-hektar. Tentu saja ia tidak bekerja sendiri. Ia memiliki beberapa pegawai yang membantunya mengurus lahan dan hewan ternak. Keluarganya sendiri hanyalah dua orang putera yang saat ini sudah menikah dan tinggal di kota sebagai pegawai pemerintahan dan pebisnis kuliner. Suami Madam Smith sudah meninggal beberapa tahun yang lalu karena penyakit jantung koroner.
Jadi boleh disimpulkan, kalau dari segi keuangan, wanita tua itu sama sekali tidak memiliki masalah. Yang menjadi problem adalah ia merasa sangat kesepian saat harus tinggal sendiri di rumah luas itu. Pernah dia mengajak salah satu pegawainya untuk tinggal bersama di rumahnya, namun mereka menolak. Sehingga untuk mengusir sepi, maka ia menyewakan rumah itu pada turis-turis yang ingin berwisata menikmati nuansa pedesaan. Ia sendiri tidak mematok harga mahal untuk bisa tinggal di kediamannya.
Itu juga yang membuat Harry memutuskan untuk berlibur di sana. Libur? Ya benar. Harriet Joana Potter, sang pahlawan dunia sihir, the girl who lives, auror paling bersinar dan berprestasi saat ini. Bagaimanapun juga merupakan manusia biasa yang butuh relaksasi di tengah kepadatan jadwal kerjanya, apalagi setelah ia mendapatkan kenaikan pangkat beberapa bulan yang lalu. Nyaris tidak ada hari libur dalam kalendernya. Hampir setiap hari ia harus turun menangani kasus-kasus tingkat tinggi yang tidak mampu diselesaikan oleh para bawahannya. Juga memeriksa keabsahan dokumen dan memberikan tanda tangan pengesahan. Hingga pada akhirnya ia nyaris gila dan nekat mengajukan cuti seminggu penuh kepada atasannya. Sebenarnya cutinya tidak mendapat ijin semudah yang dibayangkan, namun karena Harry mengancam akan mengundurkan diri jika permohonan cutinya tidak dikabulkan, akhirnya ia mendapatkan ijin juga.
Awalnya Harry ingin liburan ke The Burrow atau Shell Cottage saja, murah meriah dan banyak temannya. Namun Hermione mempunyai ide yang lebih menarik saat ia memberikan secarik alamat dan mempromosikan wisata pedesaan seorang diri kepada Harry. Bukan pedesaan sihir yang Hermione maksud, tapi justru pedesaan muggle yang benar-benar belum pernah Harry kunjungi sebelumnya. Pada akhirnya Harry setuju, sehingga di sinilah ia sekarang.
Harry kembali menemukan Madam Smith tengah menyajikan aneka kudapan lezat dan sepoci teh mengepul panas di atas meja makan. Gadis manis itu tidak sabar untuk segera bergabung dengan wanita tua yang sudah mempersilakannya duduk sejak ia membuka pintu ruang tengah yang terlihat sangat nyaman.
"Bagaimana Harry, kau menikmati kebun bunganya?" tanya Madam Smith membuka pembicaraan.
Harry mengangguk semangat sambil menggigit kue cokelat buatan tangan yang kini tersaji di hadapannya. Kue yang special karena rasanya yang ternyata tidak terlalu manis, namun justru menonjolkan cita rasa cokelat asli yang sedikit pahit, dan yeah, Harry tak mungkin punya nyali untuk menolaknya.
"Aku bertemu salah seorang pegawai anda yang tengah memberi makan ternak di kandang dekat lumbung. Dia sangat ramah dan mengijinkanku membantunya mengurus beberapa ekor sapi," cerocos Harry senang.
"Oh, Rick anak yang rajin. Dia selalu datang paling pagi untuk mencarikan pakan ternak. Ia juga pulang paling sore karena harus membersihkan kandang-kandang dan mengumpulkan kotorannya untuk membuat pupuk,"
"Ada berapa banyak lagi pegawai anda, Madam?" tanya Harry sangat ingin tahu.
"Total ada sepuluh orang, dengan bidang pekerjaan yang berbeda-beda," terang Madam Smith sambil menyeruput teh hangatnya.
TOK TOK TOK
Suara pengetuk kayu menggaung nyaring, tanda bahwa tamu kedua yang ditunggu Madam Smith sudah tiba.
"Itu pasti tamuku yang lain. Kutinggal sebentar, Dear!" ucap Madam Smith, Harry hanya menjawab dengan anggukan ringan.
Wanita tua itu segera menaruh cangkir tehnya dan berjalan cepat menuju ke arah pintu yang jaraknya sedikit jauh dari ruang tengah. Harry sendiri tidak terlalu menghiraukan kehadiran homematenya selama beberapa hari ke depan karena masih disibukkan dengan hidangan minum teh yang menurut Harry sangat jarang bisa ia temui selain di daerah pedesaan.
"Aku sedikit tersesat, Madam," suara berat tamu itu terdengar tidak asing di telinga Harry. Harry menggeleng, berharap itu hanya halusinasi, efek terlalu banyak beban pekerjaan yang sudah dialaminya beberapa waktu ini. Atau mungkin hanya orang yang mempunyai tone suara mirip dengan seseorang yang dikenalnya di masa lalu.
"Silakan masuk, Mister Draco Malfoy," ucap Madam Smith mempersilakan tamunya.
"Panggil Draco saja,"
Tapi jika tentang nama, tak mungkin jika orang itu bukan orang yang sama dengan yang sedang Harry prediksi.
Seperti adegan slow motion, Harry perlahan menolehkan kepalanya saat dilihatnya pemuda berambut pirang platina itu tengah berjalan dengan anggun menuju ke tempatnya berada.
Manik hijau bertemu manik abu-abu. Keduanya laksana terhipnotis, terdiam tanpa kata, mungkin terlalu shock dengan pertemuan tak disangka ini.
"Lama tak jumpa, Potter! Tidak kusangka kita akan bertemu lagi di sini," seringai Draco yang sangat lekat di wajahnya semenjak masih kanak-kanak, dan Harry hapal betul dengan hal itu.
"Ini tidak mungkin," desis Harry lambat-lambat. Gadis itu lalu kembali terduduk dengan lemas. Mendadak selera makannya hilang seketika.
"Wah…wah…kalian sudah saling kenal rupanya, " Madam Smith berucap riang, tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagianya melihat kedua tamunya yang saling menyapa.
"Yeah, teman lama," jawab Draco. Pemuda itu masih berdiri sambil menyeringai menatap Harry penuh minat.
"Baguslah, aku lega," sambung Madam Smith.
"Oiya, bisakah aku menaruh barang-barangku di kamar?" Draco berucap serius kali ini.
"Mari aku antarkan!"
Draco dan Madam Smith berlalu, meninggalkan Harry yang masih tidak bisa membuka suara. Ia merasa takut bahwa liburan yang sudah ia gadang-gadang berbulan-bulan akan sia-sia karena kehadiran seorang Draco Malfoy di sekitarnya.
"Aku harus bertindak sebelum semuanya terlambat," gadis itu buru-buru menghabiskan makanan dan minumannya, kemudian langsung berjalan menyusul Draco dan Madam Smith menuju lantai dua.
DM X HP
Kamar Draco tepat berada di samping kamar Harry. Benar-benar kebetulan yang sangat menyebalkan bagi Harry. Gadis itu mondar-mandir di lorong depan kamar mereka, menunggu pria itu menyelesaikan keperluannya di dalam sana.
Tak begitu lama akhirnya yang ditunggu Harry muncul juga. Draco Malfoy, teman sekolah, sekaligus musuh bebuyutannya itu keluar dari kamarnya dengan setelan casual, kaos oblong berwarna hitam dan celana jeans berwarna senada yang terlihat sangat pas membungkus kaki jenjangnya. Rambut pirangnya terlihat masih cukup basah, meskipun sudah disisir sedemikian rapi. Jangan lupakan aroma musk yang menguar dari tubuhnya. Mau tak mau Harry tak kuasa menolak pesona pria itu. Selama beberapa detik ia hanya berdiri tanpa dapat berkata-kata.
"Kau nampaknya suka sekali memandangiku, Potter. Apa aku begitu mempesona, hmm?" tanya Draco, menyeringai puas saat mendapati Harry yang masih tak mampu menutupi rasa kagumnya terhadap tampilan fisik pria yang dulu ia rasa kelewat menyebalkan.
Harry menggelengkan kepala untuk mengembalikan kewarasannya yang mungkin sudah sedikit berkurang jika berhadapan dengan Draco Malfoy.
"Kau sedang mengigau, Malfoy? Apa kau pikir seleraku serendah itu," Harry membuang muka, tak ingin jika ekspresi wajahnya yang sudah berkhianat itu semakin terbaca oleh Draco.
"Sebaiknya kau tarik ucapanmu sebelum kau menyesal dan memohon kepadaku untuk mau membawamu berkencan," sambung Draco dengan seringai menawan di wajah pucatnya.
"Dalam mimpimu, Malfoy," kekehan Draco pada akhirnya membuat Harry terlampau kesal hingga memutuskan untuk berjalan masuk ke kamarnya dan membanting pintunya keras-keras.
Kali ini Draco tertawa terbahak, sepertinya pemuda itu terlalu menikmati momen pertengkarannya dengan Harry. Harry sendiri sebenarnya sudah sedikit lupa dengan tradisi itu, apalagi setelah perang dunia sihir yang ia pikir sudah merubah sifat dan sikap Draco menjadi lebih dewasa. Tahun-tahun awal setelah perang mereka nyaris tidak pernah berinteraksi, paling hanya saling mengangguk saat bertemu.
Tapi ternyata semuanya berubah setengah tahun yang lalu. Saat keduanya bertemu pada sebuah konferensi yang dilenggarakan kementrian. Harry mewakili para auror dan Draco mewakili healer, keduanya sempat berdebat karena sebuah topik yang tidak dapat disatukan dalam pandangan auror dan healer. Perdebatan itu rupanya tidak serta merta terselesaikan dalam konferensi formal, karena setelah selesai acara, saat mereka bertemu di lobi gedung, perdebatan itu masih berlanjut dan berakhir dengan adu ejekan seperti saat awal mereka bersekolah di Hogwarts tanpa rasa malu sedikitpun, hanya bedanya tidak ada adu mantra di sana.
DMX HP
Fish and chips buatan Madam Smith menjadi menu makan malam yang lezat bagi Harry maupun Draco. Wanita bertubuh cukup tambun itu memang tak diragukan lagi kemampuan memasaknya. Apapun yang ia olah akan berubah menjadi hidangan super lezat yang rasanya tidak kalah dengan hasil olahan restoran.
"Nampaknya kalian sangat menyukai masakanku," senyum lebar Madam Smith saat melihat kedua tamunya benar-benar makan dengan lahap dan menyisakan piring-piring di atas meja yang licin tandas.
"Ikan segar memang mempunyai tekstur dan rasa yang lebih lezat saat dimasak Madam, lagipula tangan dingin anda memang sangat pintar mengolah segala sesuatu menjadi hidangan mewah berkualias," puji atau entah basa-basi Draco membuat Harry merasa mual tiba-tiba. Sementara Madam Smith hanya menanggapinya dengan tawa renyah dan lebar.
"Aku mempunyai langganan, seorang nelayan yang memang selalu menjual hasil tangkapan segarnya di daerah ini. Namanya Dominic, ia mempunyai toko ikan beberapa kilometer dari sini. Biasanya seminggu sekali aku meminta Martin, untuk membelikannya. Kalau kalian mau, aku bisa saja meminta Martin untuk mengajak kalian serta," ucap Madam Smith di tengah tawa renyahnya.
"Tentu, aku sangat tertarik, Madam. Selain itu aku juga ingin belajar memasak kepada Anda selama liburan ini," ucap Harry antusias, sementara Draco memandang Harry sambil mencibirkan bibirnya.
"Kupikir gadis sepertimu hanya bisa memasak ikan arang hitam," ejek Draco yang dan kemudian tertawa mengejek. Harry mendelik galak, Madam Smith tertawa semakin keras.
"Sudah lama rumahku tidak seramai ini. Aku benar-benar senang kalian berlibur di sini," ucap wanita itu saat tertawanya sudah mereda.
"Sebenarnya saya juga sangat menikmati liburan ini, Madam. Tapi orang berisik itu sungguh mengganggu!" sahut Harry sambil menggerakan dagunya ke arah Draco, kali ini ganti Draco yang mendelik ke arahnya.
DM X HP
Malam itu Harry memutuskan untuk menikmati udara malam di balkon kamar hingga ia mengantuk. Mengamati deretan rasi bintang dari tempat yang masih minim polusi cahaya, rasanya begitu menyenangkan. Terlebih udara di tempat itu juga begitu nyaman untuk dihirup. Benar-benar kombinasi luar biasa yang bisa membuatnya begitu rileks.
Semuanya begitu tenang, hingga pemuda berambut pirang tetangga kamarnya muncul dengan seringai menyebalkan yang membuat Harry merasa begitu terganggu.
"Menikmati malammu sendirian, Potter?" buka pemuda itu, masih menyeringai sambil turut bersandar di pagar pembatas balkon.
Harry pura-pura tidak mendengar. Ia tetap fokus memandang pekatnya langit malam dan gemerlap bintang indah di atas sana.
"Aku senang kita kebetulan berlibur di tempat yang sama dan pada waktu yang sama," sambung Draco sambil masih menyeringai.
"Yeah, selamat Mr Malfoy! Kau sangat beruntung," Harry berucap kesal sambil mendeathglare Draco.
"Tentu saja, Potter. Sebuah keberuntungan besar," gurauan menyebalkan. Harry semakin kesal.
"Apa yang sedang kau lihat?" Draco kali ini berbicara serius.
"Bukan urusanmu!"
"Aku serius, Potter. Dan ngomong-ngomong, penampilanmu sekarang lumayan juga," sambung pemuda itu.
Harry berusaha mencerna maksud ucapan Draco, dan setelah ia memahami, tanpa sadar wajahnya merona.
"Besok pagi apa kau ikut berkebun?" tanya Draco.
"Kita lihat saja, Malfoy. Ah, berbicara denganmu, kenapa tiba-tiba aku lelah. Aku pergi tidur dulu," Harry berjalan kembali menuju kamarnya, sementara Draco hanya mengerutkan dahinya, menelan kekecewaan.
DM X HP
Madam Smith sudah membangunkan Draco dan Harry di pagi buta. Wanita itu meminta keduanya untuk membantu menyiapkan bekal makan siang untuk mereka nikmati di kebun nanti. Kebun yang dimaksud Madam Smith sendiri adalah kebun buah-buahan yang letaknya ada di dekat sungai, dan hari ini adalah jadwal memanen buah peach. Kata Madam Smith, pemandangan di sana cukup menarik, tapi mungkin akan sedikit melelahkan.
Jam 7 mobil yang dikendarai Martin terparkir di halaman. Martin adalah seorang pemuda seusia Draco. Ia merupakan salah satu pegawai Madam Smith, berperawakan tegap, berkulit sedikit kecoklatan dan senang berkelakar. Hanya butuh waktu sebentar untuk mengakrabkannya dengan Harry. Harry sendiri merasa seperti bertemu dengan sahabat lama, karena nyatanya tingkah Martin lumayan mirip dengan biang onar asrama, si kembar Weasley. Hal yang bertolak belakang dengan Draco, di mana pemuda itu tidak menyukai Martin sama sekali.
Madam Smith mengundang Martin untuk sarapan bersama di kebun bunga. Menikmati telur rebus, roti mentega yang baru keluar dari panggangan, serta secangkir earl grey tea hangat, ditambah pemandangan kebun bunga yang begitu cantik, sungguh perpaduan yang sangat menyenangkan.
DM X HP
Harry langsung menyukai daerah perkebunan itu begitu mereka sampai di sana. Petak-petak perkebunan yang berjajar rapi dan sungai kecil yang lewat di tengahnya. Sungguh tak ada kata selain menakjubkan.
"Aku punya yang lebih menakjubkan di manorku, jika kau mau tahu," ucap Draco sembari mensejajarkan diri dengan Harry.
"Oh, aku takjub sekali, Master Malfoy!" jawab Harry penuh penekanan.
"Aku serius, Potter. Mother gemar sekali berkebun. Ia menanam berbagai bunga dan buah-buahan segar. Kami juga punya beberapa peri rumah yang sangat ahli merawat tanaman, kapan-kapan akan kuajak kau untuk membuktikannya," Harry mengerutkan kening sambil memandang Draco tak mengerti. Sementara pemuda itu terlihat salah tingkah, mungkin ia merasa mengucapkan kalimat yang tidak seharusnya.
"Apa maksudmu, kau mengundangku ke manormu?" Harry memandang heran.
"Lupakan. Anggap aku tidak mengucapkan sesuatu apapun," Draco mengibaskan tangan di depan wajahnya kemudian berlalu dan berjalan menghampiri seorang pegawai Madam Smith lain yang sedari tadi sudah menunggu kedatangan mereka di kebun.
Dari pagi sampai menjelang makan siang, Harry selalu menempel pada Martin. Ia membantu mengumpulkan buah peach yang sudah terpetik sambil terus mengobrol dengan pemuda itu. Mereka membicarakan banyak hal, dari beberapa tempat makan yang populer di sekitar tempat itu, anjing milik Martin yang besarnya hampir seukuran kambing dewasa, Martin yang ternyata sudah menikah dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah, serta undangan Martin untuk bertamu di rumahnya jika Harry punya waktu luang. Dan hal itu sukses membuat seseorang lain di sana memandang dengan sorot tidak suka. Orang itu adalah Draco Malfoy. Anehnya, Harry sama sekali tidak menyadari hal itu, ia tetap saja asyik mengobrol dengan Martin. Untungnya Martin justru lebih peka, matanya secara sengaja mengamati ekspresi wajah Draco saat melihat Harry yang mengakrabkan diri dengannya. Pemuda itu menyeringai karena berhasil mengantongi satu fakta penting dan ia akan mencari tahu apakah pendapatnya itu memang benar adanya.
DM X HP
Tidak ada yang lebih nikmat selain makan siang dengan ditemani kicauan burung dan gemericik air sungai sebagai music latar. Sandwich tebal berisi daging ayam panggang dan sayuran segar menjadi menu utama mereka siang ini. Ada beberapa buah-buahan sebagai makanan penutup, dan limun jahe dingin sebagai penyegar di tengah terik yang cukup menyengat.
"Kalau kalian berdua lelah, sebaiknya kalian pulang," Madam Smith berucap lembut kepada Harry dan Draco yang tengah menyesap limun jahe sebelum kembali menghabiskan sandwich yang masih tersisa beberapa gigitan.
"Aku senang di sini, Madam. Aku akan membantu sebisaku sampai semuanya selesai," jawab Harry.
"Aku juga," sahut Draco singkat.
"Wah-wah … kompak sekali," goda Martin sambil menyeringai. Dan menghasilkan pelototan dari Harry maupun Draco.
"Kau liat Sean, mereka berdua benar-benar cocok," kali ini Martin memaksa Sean, temannya sesama pegawai Madam Smith untuk memberikan dukungan pada ucapannya. Sean mengangguk kikuk. Yeah, kedua pegawai Madam Smith itu memang punya sifat yang saling berkebalikan. Martin yang mudah bergaul dan senang berkelakar, sementara Sean pendiam dan tidak terlalu senang ikut campur urusan orang lain.
"Sudahlah, Martin. Kau jangan membuat tamu-tamuku merasa tidak nyaman," ucap Madam Smith menengahi sambil berpura-pura bersikap galak kepada pegawainya itu. Martin hanya menyeringai sambil kembali menggigit sandwich miliknya.
"Ngomong-ngomong, apakah kalian tertarik untuk pergi ke danau? Di sana kalian bisa berenang dan mungkin memancing juga. Aku sering mendapat ikan yang sebesar ini," cerocos Martin sambil memberi isyarat dengan tangannya, menggambarkan betapa besar hasil tangkapan ikannya.
"Berapa jauh dari sini?" tanya Harry nampak tertarik.
"Satu jam kalau kita berjalan kaki, dan kusarankan kalian berjalan kaki ke sana, itu akan terasa seperti petualangan yang keren," lanjut Marti lagi.
"Aku tidak tertarik," ucap Draco ketus.
"Hey, Master, kau harus sering berolahraga supaya tubuhmu lebih berisi, lagipula kau ini apa mau menghabiskan liburanmu hanya di rumah Madam? Itu tidak seru sama sekali!"
"Bukan urusanmu, Mister Martin!" Draco kali ini benar-benar kesal. Ia beranjak kemudian berjalan menuju tepi kebun yang berbatasan langsung dengan hutan.
"Martin, kali ini kau keterlaluan," Madam Smith mengintimidasi pegawainya itu.
"Aku tidak bermaksud apa-apa Madam, Aku hanya ingin dia mengeksplorasi pemandangan di sini, mumpung dia liburan juga kan?" bela Martin.
"Sudahlah Madam, memang dasarnya orang itu mudah tersinggung," ucap Harry sedikit acuh, namun ekor matanya terlihat mengawasi keberadaan Draco yang terlihat berjalan semakin menjauh.
"Sebaiknya kau susul Draco, Harry! Bujuk dia untuk bergabung kembali ke sini, dan kau Martin, kuharap sebuah permintaan maaf segera kau berikan!"
TBC
Akhirnya sebagian besar dari fanfic untuk challenge dari Bawang Bombay yaitu fanfic yang memuat kata berkebun, cokelat, dan ikan sudah bisa saya publish, sisanya secepatnya akan saya selesaikan (rencana twoshot). Sorry banget ini Bams, super ngaret saya publish fanficnya, padahal kamu udah publish dari kemaren-kemaren, langsung oneshot panjang lagi. Semoga fanfic ringan ini ga terlalu ngecewain ya.
Mungkin ada yang merasa sedikit aneh dengan fanfic saya kali ini? Eum, kali ini, saya sedikit terinspirasi salah satu buku seriesnya Enid Blyton. Semoga bisa diterima.
By the way, untuk reader yang sudah terlanjur membaca, tidak ada salahnya untk mengetikkan beberapa kata sebagai review. Hehehe ...
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Terima kasih.
