Yaayy , fanfic pertamaku yang kucintaaaa ;; A ;;

Maaf kalo ada kecacatan , masih baru dan masih jauh dari 'sempurna' ._.

Semua warning dan lain2nya ada dibawah setelah abstraksi (?) dibawah ini, happy reading!

'The Days When There is not Eternity'

"Inilah tentang hari yang tak pernah kuingat… Tentang sebuah kebahagiaan yang menghilang, disana kita berbagi , tersenyum dan tertawa bersama. Bahkan , menangisi langit yang tak bersalah"

Masih ingatkah engkau dengan bintang yang kau tunjuk , bintang yang paling terang itu?. Bintang yang sangat cocok dengan kepribadianmu yang selalu berkilauan seperti banyaknya bintang – bintang yang jumlahnya berlimpah ruah. Sayangnya aku tidak terlalu bersinar layaknya dirimu itu. Melainkan, aku adalah rembulan yang tidak terlalu berseri sepertimu. Seandainya saja aku bisa mengelokkan waktuku. Aku bodoh, aku benar – benar tolol tidak bisa melindungi dengan segenap tenaga yang aku miliki. Aku membiarkanmu menangis , meratap , berlinang air mata.. kau hanya kuletakkan di pundakku yang membenam. Bahkan ketika kau menangispun , aku juga ikut menangisimu. Mungkin kedengaran gila bagi sebagian orang, tapi itulah suara hatiku.. perasaanku tidak berubah padamu. Tapi mungkin tuhan berkata lain, tuhan membelokkan garis kehidupan itu. Mungkin karena aku yang pengecut tidak bisa mengatakan yang sesungguhnya..

Karena semuanya terlambat.

"percayakah engkau dengan dunia penuh keanehan ini? Semua tidak ada yang hidup sendiri. Aku selalu disini , menjadi pendamping hidupmu. Menjadi air matamu yang paling berharga. Akulah mimpimu yang tak pernah kamu temukan. Jangan layangkan genggaman ini, genggaman ini senantiasa untukmu. Bahkan hingga engkau tidak menghembuskan nafasmu yang tenteram itu"

Akulah jiwa bertubuh besi yang tidak bisa kau hancurkan dengan ujung pangkal kelingkingmu. Bahkan banteng yang melumatkan tubuhku ini tidak akan tunduk begitu saja. Tataplah kedua mata ini, aku tidak pernah berbohong tentang perasaan. Akulah anak laki – laki yang selalu berjuang tanpa pamrih, gila berkerja. Tidak perduli betapa bodohnya aku yang selalu mengejar gadis sepertimu, tidak perduli betapa sakitnya mencintaimu itu. Tetap, gapailah tanganku kita raih cahaya benderang yang menyinari masa depan kita dari awal kita menapak jejak permukaan bumi ini. Aku tidak akan membiarkan angin masa depan menertawakanmu , dan cahaya masa lalu yang mengucilkanmu. Duri yang menembus tubuhku jauh lebih layak untukku. Aku tidak akan membiarkanmu menangis lagi, aku akan membuatmu menjadi manusia yang paling terkuat di alam semesta ini, manusia yang tak terkalahkan dalam sepanjang sejarah manusia! Tapi aku sadar.. tidak ada istilah 'air' yang hidup dengan 'api'. Seperti 'cinta' yang hidup dengan 'kebohongan' … untuk apa aku mencintai seseorang yang aku cintai..

Jika ia mencintai orang lain?

Kuroko No Basuke © Fujimaki Tadatoshi

All Chara pure from Tadatoshi

OC (Minami) & Story From me

Enjoy Reading! Don't like Don't Read!

Warning : Akashi x OC x Kuroko (seems agak OOC yeah)

Genre : Drama , Angst (gagal /3), Romance etc.

Bruk!. Pandangan seorang wanita berambut kuning cerah itu meleset dan berhasil menabrak seseorang berwajah papan bersurai Baby Blue itu. Seketika wanita itu terperangah melihat lelaki yang tidak jauh tinggi tubuhnya itu. "Su,Sumimasen!" serunya sambil berusaha berdiri dengan kedua kakinya "Daijobu , desuka?" lelaki bertubuh kurus itu berusaha membantu perempuan itu berdiri , jelas saja ia sulit untuk berdiri. Ia menggunakan High heels yang panjangnya lebih dari 5 cm. "Daijobu , desu" jawabnya sambil menggenggam tangan lembut lelaki itu. Tubuh ramping berbaju mewah , itulah tanggapan seorang Kuroko tentang wanita itu. Wanita itu sebenarnya bertubuh pendek namun karena ia menggunakan sepatunya itu , setidaknya ia hanya sampai di bahunya Kuroko. Para lelaki berkostum hitam perpaduan putih bertulis 'Seirin' memandang wanita itu terperangah karena asli kecantikannya dengan rambut yang diukir memanjang bergelombang tebal di belakang. Sangat cantik dengan bingkai wajah yang melancip , kulit putih porselen dengan poni yang rapih. "kau… bukan, menabrak seorang bidadari .. Kuroko?" heran Kouki yang tidak bisa berkedip melihat wanita dengan pesonanya itu. "A?, ano.. sekali lagi , aku mau minta maaf! Aku permisi dulu!" seketika ia pergi meninggalkan sekumpulan para lelaki yang terus memandangnya itu.

"apa hanya karena dadanya besar kalian terus memperhatikannya?" usik Riko, wanita berambut coklat tua berkalung pluit di lehernya. "tidak hanya itu!, dia.. benar – benar.. argh, sulit untuk di deskripsikan!" jawab Tsuchi. "tidak hanya itu.. kau bilang?" gumamnya.

"Minami , desu.. aku yakin itu dia" komentar Kuroko tiba – tiba. "KAU JUGA MENGENALNYA!?" teriak semuanya serempak. Tidak semua, hanya Kagami yang tidak terlalu tertarik dengan topik semacam ini.

.

.

.

.

.

Skip Time

At Maji Burger.

"jadi.. dia dulu adalah alumni sekolah Teiko bersamamu?" Tanya balik Riko sambil membuka plastik kertas yang membungkusi burger pesanannya. "Hai, desu" ucapnya singkat. "apakah ia mengenal semua pemain Kiseki No Sedai?" Tanya Izuki yang juga ikut penasaran dengan wanita itu. "tidak terlalu dekat juga.. tapi, mengingatnya aku jadi teringat sesuatu.." iapun mulai mengambil nafas terdalamnya untuk mulai bercerita.

Kuroko P.O.V

Saat itu , aku masuk ke sekolah Teiko karena kawasan itu dekat dengan rumahku. Jadi nenekku menetapkanku untuk bersekolah disana. Saat aku pertama kali duduk di kelas satu, disanalah aku duduk sebangku dengannya di ujung kelas. Anehnya , hawa keberadaanku yang tidak terasa bagi siapapun namun ia bisa merasakannya. Dia sadar jika aku sudah berada di sampingnya. Hanya saja ia malu memulai pembicaraan.

"Namaku.. Minami Touka.. salam kenal" jawabnya malu – malu sambil terus memegang erat buku novel kesayangannya itu. Tidak terlalu banyak percakapan yang aku lontarkan jika aku bersamanya. Hanya saja, pertama kali suatu kejadian… kejadian yang terlalu indah untuk diingat.

Kejadian itu saat aku sudah putus asa untuk ikut tim basket Teiko, aku terpuruk karena sampai saat itu juga aku tidak bisa bermain basket seperti orang – orang, terutama sehebat Aomine - kun. Tapi selain Aomine – kun yang menyemangatiku , dia adalah orang pertama yang membuatku sedikit membuka hati.

"Kuroko – kun!, kau tidak boleh putus asa seperti ini. Kita memang tidak sehebat orang – orang yang ada di sekitar kita, tapi aku percaya. Semua manusia tidak ada yang sempurna, tapi ada manusia yang terhebat!" itulah yang kuingat saat itu. Cinta pertamaku yang tak kulupakan selama ini. Parasnya sederhana , tapi hatinya seperti besi yang susah dihancurkan.

Ia menggunakan kacamata yang besar. Wajahnya penuh dengan jerawat dimana – mana. Tubuhnya paling pendek di kelas, bahkan ia jauh lebih pendek dari pada aku. Tapi , dibalik kacamatanya yang besar itu sesungguhnya ia yang seperti kalian lihat sekarang. Tapi bukan itu yang aku pandang darinya, tapi jauh dari itu. Aku sangat senang dengan ketegarannya sebagai wanita yang berdiri tegap untuk mencapai impiannya. Untuk menjadi seorang novelis. Walaupun ia banyak didesak orang karena sangat payah dalam segala hal , ia sebenarnya sangat hebat.

Kuroko P.O.V Off

"ci, cinta pertama kamu bilang?" Tanya Kagami 'kurang' yakin. "hai , desu" jawabnya datar. "sulit di percaya kalau kau bisa jatuh cinta , Kuroko…" komentar Izuki. "kau tega sekali Izuki – kun.."

"A?! Kurokocchi! Kau ternyata disini!" seseorang bertubuh tinggi dengan anting di telinganya. "Kise – kun.." sapa Kuroko. "aku juga disini Tetsu – kun!" lambai Momoi dengan riang sambil datang dan seperti biasa memeluknya. "Oi! Satsuki! Jangan melakukan hal aneh – aneh di tempat umum!" tegur pria berkulit Tan yang menghampirinya. "kalian.. kenapa ada disini semua?" bingung Kagami dengan Sweatdropnya. "kami .. ada urusan sebentar dengan Kurokocchi, boleh kami meminjamnya sebentar?" Aomine yang diam – diam menyeret Kuroko keluar dari restoran itu menjadi heboh , bagaikan 'penyandraan yang terjadi dalam seumur hidup Maji Burger' "O, oi! Apa – apaan kalian ini?" teriak Kagami. "sampai nanti Kagamicchi!" jawabnya sambil tersenyum tidak 'serius' kepadanya.

"kalian .. apa yang terjadi?" tanya Kuroko kebingungan. "hari ini kita mengundangmu untuk pergi makan – makan dirumah Akashicchi! , kamu tahu artinya kan kalau ia mengajak kita kerumahnya?" riang Kise dengan bangganya. "me..memangnya kenapa .. Kise – kun?" semuanyapun menepuk jidatnya yang paling dalam. "artinya adalah… kita diundang ke pesta mahalan!"

"kalian lama sekali , nanodayo" sambut Midorima kepada mereka berempat. "Aka-chin.. tidak ada snack?" sela Murasakibara yang nampaknya bimbang karena sudah menghabiskan snack terakhirnya "Tidak" jawab laki – laki yang sering di panggil 'setan merah' itu sambil terus memandangi Shoginya.

"apa tidak apa – apa aku berbaju jersey seperti ini untuk datang kemari?" gumam Kuroko yang masih bingung dengan keadaan. "tenang Tetsu – kun! , kau menggunakan apapun tetap keren!" sela Momoi sambil menggandeng erat tangan Kuroko , sementara Kuroko hanya berwajah datar seperti biasanya.

"ngomong – ngomong.. ada gerangan apa.. kita diundang disini?" Tanya Kuroko yang sepertinya masih gagal paham dengan suasana ruangan tersebut "sebenarnya.. aku juga tidak tahu apa yang ingin disampaikan Akashicchi tapi lebih baik.. kita lihat saja apa yang terjadi ssu" jawab Kise sambil menggaruk – garukkan kepalanya "Sialan kau Kise! Kalau tahu begini lebih baik aku tidur saja!".

"tidak terlalu penting" sela Akashi. "aku hanya merasa bersalah menyembunyikan segalanya di depan kalian" jelas si maniak gunting itu. "Segalanya?" ujar semuanya serempak. "ah, mulai nanti–"

"Sou.. sepertinya semuanya sudah berkumpul kemari?" tiba – tiba datanglah seorang wanita berdress putih dengan rambut berwarna kuning lemon , menggunakan bando berhias pita merah di kepalanya. Ia membawa nampan dengan 7 cangkir diatasnya, dan juga teko yang bercorak bunga Sakura di atas nampan itu.

"Mi.. Minami – san.. apa yang kau lakukan disini?" Kuroko sudah jelas pasti sangat kaget dengan kehadiran wanita itu. "a? Kuroko – kun!, kita bertemu lagi.. maaf , tadi aku tidak menegurmu sebentar saat di jalanan.. habisnya aku terlalu terburu – buru!" ia meletakkan berberapa cangkir dan mengisinya perlahan – lahan. "jadi selama ini , kalian tidak tahu apa – apa tentang keberadaanku disini?" ketika ia selesai meletakkan semuanya , ia berdiri di samping tempat duduk Akashi beranjak.

Sementara laki – laki itu hanya sibuk memainkan Shoginya. "asalkan kalian tahu,… sebenarnya aku dan Seijuro – kun secepatnya akan bertunangan" senyumnya.

Terkejut.

Semuanyapun kebingungan dan sangat tak menyangka kalau semua hal ini bisa terjadi. "o..oi? kau tidak bercanda, kan?" Tanya Murasakibara ragu – ragu. "kalian.. sudah bertunangan dengan umur .. saat seperti ini? Su,sugoi.." komentar Momoi yang sangat ahli dalam bidang percintaan.

"kurasa jika kedudukan seperti mereka bisa bertunangan.. aku mewajarinya saja nanodayo" desak lelaki berambut hijau sambil memperbaiki kacamatanya.

"tu,tunggu dulu? Jadi selama kalian di smp Teiko.. kalian sudah.. berpacaran ssu-ka?" tambah Kise yang semakin membuat ruangan itu menjadi ribut.

"ti..tidak juga.. kami baru berpacaran sekitar.. 6 bulan yang lalu.. hehe" balasnya hangat.

"Minami." Terdengarlah panggilan seram calon tunangannya itu. "ha..hai?"

"kau tidak perlu mengumbar terlalu banyak, tidak penting" peringatan pertamanyapun terlontar. "..baiklah, sumimasen" ternyata perempuan itu lebih memilih untuk mengalah.

"ini bukanlah persoalan yang tidak penting… Akashi –kun" potong lelaki bersurai Baby Blue itu. "Ku..Kuroko – kun.."

"menurutku kita semua pantas tahu hubungan kalian berdua agar kita jauh lebih hati – hati.. siapa tahu juga, kita bisa membantu.. prosesinya,.." jawab Kuroko dengan nada yang terdengar 'Pahit'. Tidak ada satupun yang tahu bahwa sesungguhnya Kuroko sudah mengejar – ngejar untuk mendapatkan hati gadis itu. Namun , hanya saja semuanya terlambat begitu saja seperti lesus yang lewat dengan gesitnya.

"Kuroko – kun.. terima kasih atas segala penyemangatnya, tapi percayalah pada kami , prosesinya pasti berjalan lancar dan baik – baik saja" simpulnya. Hati Kuroko sudah jelas , terasa sesaknya. Antara bahagia atau 'masih' tidak rela itu masih belum jelas apa maksudnya. Namun apa gunanya juga ia merebut hati gadis itu jika gadis itu lebih mencintai lelaki yang kaptennya sendiri pikirnya? Kuroko sudah sangat mengerti , bahwa ia sangat jauh perbandingannya dengan Akashi.

"Begitukah? , kalau begitu.. semoga prosesinya berjalan dengan lancar.. a? ngomong – ngomong , aku harus ke toilet dulu.." Kuroko pun bergegas pergi dari tempat itu. Ia tidak sanggup lagi menahan air matanya, ia terlalu malu memperlihatkan air matanya di depan orang – orang seperjuangannya.

"dari sini kau bisa kearah lorong di sebelah sana lalu belok kiri, Kuroko – kun" arahnya. "arigatou gozaimasu" balasnya.

.

.

Skip Time.

"Dai-chan.. apakah.. kau tidak berfikir aneh dengan tingkah laku Tetsu – kun tadi?" bisik Momoi sambil menikmati bola – bola daging dengan spaghetti bersaus tomat yang tentunya berharga mahal. "awpanywa ywang waneh? (apanya yang aneh?)" bahasnya sambil mengunyah steak daging yang masih panas diambil di atas hot plate.

"wakaranai.. tapi aku merasa,.. perasaan Tetsu – kun sangat tertekan ketika ia berbicara barusan.." Momoi mengira – ngira dan mencoba untuk menebak. "hmm.. tapi aku kurang yakin juga sih.." wanita berdada besar itu kembali melanjutkan sesi makan – makannya. "dasar tak punya pendirian" ledek lelaki berambut Navy Blue itu. "Dai – chan! Berhentilah meledekku!" tangkis Momoi. "bukankah .. saat kelas satu SMP waktu itu, mereka sangat dekat ya? Tapi kenapa pada ujungnya ia bersama dengan Akashi sampai bertunangan?" tambah Aomine yang semakin membuat Momoi sedikit 'panas' mendengarnya , mungkin semacam 'panas' cemburu?. "dekat? Apa maksudmu?" balas Momoi tajam.

"o..oi! Satsuki.. aku berbicara kebenaran.. memang benarkan? Tapi semenjak kenaikan kelas 2 SMP , mereka sudah jarang bersama – sama lagi" Momoi kemudian hanya memanggut – manggut mengerti. "sepertinya ada terjalin masalah yang mendalam diantara mereka bertiga.., apa yah kira – kira?"

"Minna, aku harus pergi duluan.. " pamit Kuroko tiba - tiba yang mendatangi Momoi dan Aomine. "eh? Tetsu –kun?! Sejak kapan kau tiba- tiba ada disini?!" suntuk Momoi yang membatalkan sesuap spaghettinya. "aku baru saja ada disini, Momoi – san.." singkatnya. Kemudian Momoi menghela nafas lega. "ada apa kau begitu cepat pulang , Tetsu?" Aomine kemudian angkat bicara menanyai lelaki berwajah papan itu. "iya, aku ditelpon oleh pelatihku untuk latihan hingga malam hari.. sampai bertemu lagi Momoi –san , Aomine – kun. Ittekimasu.." kemudian ia menunduk ucapan selamat tinggal untuk mereka berdua.

Tentunya , Kuroko hanya berbohong soal latihan sampai malam. Karena ia sadar, ia tidak cocok untuk duduk di kursi mahal kediaman Akashi. Karena semakin lama ia duduk disana, itu hanya membuat kepalanya memanas. "Itterrashai.." Kuroko pun bergegas pergi meninggalkan mereka berdua.

"lihat , Dai – chan.. dia aneh kan?" bisik Momoi. "hah? tidak juga.. mungkin itu hanya perasaanmu saja , Satsuki.." pandangnya remeh. "Mou,Dai – chan! Kau ini sama sekali tidak peka terhadap perasaan orang.."

.

.

"Kuroko – kun!" panggil Minami dari kejauhan dan berlari kecil kearah lelaki berwajah datar itu. Rambutnya tertiup angin kencang di sekitar kediaman Akashi itu, tentu saja. Luas taman rumahnya lebih besar daripada besar hotel bintang 3. "Minami – san.." panggilnya dengan raut wajah yang, sedikit melesu?. "kau.. benar – benar ingin pulang?" Tanya Minami kepada anak itu. "hai.. aku sudah bilang aku akan pulangkan?" Kuroko justru membalik pertanyaan Minami, sepertinya mood Kuroko sedang memburuk. "hidungmu… kenapa memerah? Kuroko – kun sakit?" Minami memperhatikan hidungnya yang memerah itu. Sementara Kuroko hanya menggelengkan kepalanya. "tidak.. aku hanya pilek karena kedinginan biasa"

Bohong, padahal ia selesai menangis saat di dalam kamar mandi barusan.

"benarkah… kau , bertunangan dengan Akashi – kun?" tanyanya tiba – tiba. Minami tersentak kaget dengan pertanyaan pria itu. "maaf , aku tidak ada menyampaikan kabar apa – apa… dan sepertinya , Akashi – kun benar – benar menutup mulutnya tentang ini.." jelasnya sambil meremas bawahan dress putih selututnya itu, terlihat manis saat ia gunakan. "tindakan Akashi – kun sudah benar kok" tambahnya kemudian. Mata Minami membulat sempurna mendengar pernyataan itu. "jika ia mengatakannya saat aku padat dalam kegiatan perlombaan basket, aku bisa tidak fokus dalam bermain basket karena hanya memikirkan Minami – san" tidak tahu lagi apa yang harus Minami katakan, yang jelas ia sangat tahu suasana hati Kuroko yang sangat menyesakkan ini. Tidak, tidak hanya Kuroko yang merasakan sesakkan itu. Sebenarnya..

Minami juga merasakan kesesakkan di sudut pandang yang lain.

"Kuroko – kun.. maafkan aku" kepalan tangan wanita itu semakin keras, kepalanya semakin menunduk. "kau tidak perlu minta maaf Minami – san, tidak ada yang salah" balasnya. Minamipun lepas dari pandangan rumput hijau yang menjadi saksi percakapan mereka, memandang warna biru langit mata orang yang 'sebenarnya' jauh lebih ia cintai apa adanya.

Ya , wanita itu jauh lebih mencintai Kuroko di banding calon tunangannya. Mereka adalah pasangan yang sudah saling mencintai, sayangnya tak saling memiliki. Hati wanita itu semakin risau memandang lelaki yang ada di depannya mengeluarkan cairan bening yang menari indah di rona pipinya yang memerah. "Ku.. Kuroko – kun!" Minami yang tidak tega dan terbawa suasana pun juga ikut berkaca – kaca melihat pemandangan itu. Tangannya rasanya sudah menggeletar ingin memeluknya, namun ia tidak bisa berbuat apa – apa karena begitu banyak pengawal keluarga Akashi yang berjaga diluar dekat dengan kediaman itu. "…. Aku.. mencintaimu , Kuroko – kun"

.

.

"Hmm.. apa lebih baik aku bertanya pada Minami yah? Apa tidak apa – apa jika aku bertanya seperti ini? Aah , mou! Ini membuatku penasaran!" Momoi berusaha mengurangi rasa kekepoannya yang begitu tumbuh dan panen di pikirannya saat ini, ia benar – benar bingung dan ingin tahu. Kemudian , Momoi punya ide cemerlang agar kekepoannya segera berhenti. "Yosh! Aku tahu caranya! Kenapa aku baru menyadarinya sekarang sih!" Momoi kemudian hanya mengacak – ngacakkan rambutnya. Aomine memandang Momoi keheranan. "aku tidak salah menilaimu gila.." komentarnya. "eh?" tidak sadar diperhatikan Aomine , Momoi hanya membuang muka malu. "bisa kah sehari saja kau tidak meledekku?"

.

.

Hari sudah menjelang malam, Aomine yang sudah tidak tahan dengan jam tidur yang terlewatkan. Momoi mulai ingin berpamit, padahal ia ingin mencari kesempatan berbicara dengan Minami tentang Kuroko – kun."Aku harus ada kesempatan berdua bersama Minami agar aku segera tahu tentang segala hal yang terjadi antara Kuroko dan dirinya.. tapi bagaimana bisa, Aomine sudah merengek minta pulang.. sudah itu menemukannya saja sangat sulit.. lagian tempat ini luas sekali" cerutu Momoi dalam hati. "Ah, itu dia!.. tapi, sepertinya dia lagi sibuk berbicara dengan anak – anak lain.. yah, mau bagaimana lagi.. hmm, ah! Lebih baik aku minta nomor teleponnya saja , siapa tahu suatu hari aku bisa mengajaknya janjian disuatu tempat? Yosh, aku akan menghampirinya" Momoi pun bergegas mendatangi wanita yang asik mengobrol dengan Kise, Murasakibara, Midorima juga calon tunangannya Akashi. "Minami – chan~!" sapa Momoi. "Momoi – san…" balas Minami yang memotong pembicaraan mereka. "Ano , ne.. Aku dan Aomine – kun harus pulang dahulu… sepertinya anak itu sudah kekenyangan dan tidak betah ada disini.." jelasnya sambil menggaruk – garukkan pipinya yang mulus itu. "hm, Soukka.. kalau begitu berhati – hatilah di jalan.. sampaikan salamku pada Aomine – san juga ya!" balasnya sambil tersenyum simpul. "Uhn!, .. ah, iya!" huntung saja ia tidak lupa dengan rencananya dari tadi. "aku boleh meminta nomor teleponmu? Siapa tahu kalau misalnya kita ada perlu bisa dihubungi? Jika Minami – chan tidak keberatan sih.." pintanya sambil mengambil ponsel Flipnya itu.

"ah, boleh.. ini nomornya" ia memberikan kartu pengenalnya kepada Momoi, wajar saja anak sepertinya memiliki kartu pengenal pikir Momoi. "Arigatou!" jawabnya sambil mengambil kartu itu dan langsung menyimpan nomornya di ponsel itu. "kalau begitu, aku duluan ya.. Ja, ne!" lambainya kemudian. "Jaa" wanita itu kemudian balik melambai. "Hidoii! kau hanya melambai kepada Minamicchi , Momoicchi?" cerutu lelaki berparas model itu. Momoi hanya membalasnya dengan tawa kecil "ah, hai hai.. aku duluan Ki – chan, Mukkun , Midorin , Akashi – kun!" wanita bersurai merah muda itupun keluar dari rumah yang layaknya istana itu.

"keramaian dengan kehadiran para Kiseki no Sedai ini benar – benar memberi kesan memori tersendiri yah.." kata Minami sambil tersenyum simpul mengingat masa lalunya. "Yah , begitulah.. aku juga sudah lama tidak merasakan kehangatan seperti ini ssu" jawab lelaki berambut kuning itu. "hmph, hari sudah terlalu malam Akashi, lebih baik bubarkan saja pesengkokolan orang – orang disini nanodayo" saran Midorima memperbaiki posisi kacamatanya.

"kau benar juga, besok kalian juga sekolah seperti biasa juga.., lebih baik kalian kembali kerumah masing – masing" perintah Akashi. "nyam.. tapi aku masih ingin makan Aka-chin~ nyam nyam" sela lelaki bertubuh besar nan tinggi menjulang itu. "Murasakibara" panggilan nama dengan nada bariton itu kembali terdengar, siapa yang berani apabila sudah terdengar nada seperti itu? Seperti panggilan tanda – tanda ajal menjemput. "baiklah~ aku pulang~" diikuti dengan yang lainnya semuanyapun juga ikut pulang. "Akashi – kun , aku akan membantumu memberesi semuanya yang disini.." tawar wanita itu langsung mengangkat piring – piring kotor itu ke dapur "kau tak perlu melakukannya , apa gunanya maid disini jika kau yang membersihkannya?" teriaknya agar suaranya sampai ke dapur. "mereka yang mencuci piringnya kan" suara Minami terdengar kecil dari dapur. Akashi kemudian hanya menghela nafasnya.

.

.

.

Minami memang anak yang tidak sungkan membantu orang lain , apalagi dalam bersih – bersih. Ini juga karena ia saat SMP sering ditegur oleh Akashi untuk tampil rapi dan jaga kebersihan. Makanya hingga sekarang ia jadi terbiasa membersihkan yang bahkan bukan miliknya sekalipun. Perempuan itu meletakkan nampan – nampan , wadah untuk meletakkan lauk yang ukurannya bukan main besarnya. "nona Touka, jangan memaksakan diri.. kami bisa mengerjakannya sendiri kok. Anda harus istirahat dan pulang sebelum dicari Tuan Touka" nasehat seorang Maid yang sudah tua sedang mencuci semua piring – piring itu. "jangan khawatir bi, aku sudah biasa dengan pekerjaan seperti ini.." senyumnya. "pantasan saja Akashi – sama sangat ingin sekali mempunyai jodoh seperti anda" kagum bibi itu. "ah, tidak juga bi.." jawabnya sambil tersipu malu. "aku kembali dulu ya bi, semuanya wadahnya sudah habis diluar, semangat ya mencucinya!" seru Minami setelah itu. Bibi itu tersenyum cerah kepada anak gadis berparas cantik itu. "ya,.. terima kasih banyak"

Minami kemudian melihat dirinya di depan kaca , melihat – lihat takut ada noda setelah ia membawa wadah – wadah tersebut. Beruntungnya tidak ada noda sedikitpun yang ingin mengganggu bajunya itu. Sedikit merapihkan posisi rambutnya setelah itu kemudian mencoba tersenyum di cermin itu. Tanpa ia sadari , seseorang mendatanginya dari belakang. Tentunya Akashi.

"tidak perlu bercermin kau sudah cukup menawan" puji Akashi yang melingkarkan tangannya di perut Minami didepan kaca. Minami sudah biasa merasakan sensasi pelukan Akashi, terlihat di mata orang – orang Akashi terlihat cuek dengan calon tunangannya itu. Sebenarnya diam – diam mereka sering berbagi rasa kasih sayang bersama. Minami membalas lingkaran tangan diperutnya itu dengan sentuhan mendalam di kedua tangannya itu, sambil merilekskan tubuhnya menyender dalam pelukan Akashi. "lalu apa gunanya cermin jika aku tidak bercermin?" Tanya Minami sambil tertawa kecil dan menatap wajahnya di depan cermin itu. "mungkin untuk melihat jerawat yang berkembang biak di pipimu" seringai Akashi sambil memegang pipinya yang mulus itu. Seketika Minami merengut ketika ia meledeknya seperti itu.

"itu sama sekali tidak lucu Akashi – kun, kau ini tidak punya selera humor yang menggigit" komentarnya sambil menggembungkan wajahnya. "aku bukan pelawak , wajar saja jika aku tidak bisa melucu" tangkisnya sambil berbisik pelan di telinga wanita pujaannya itu. "terserahlah.. sudah , tidur sana.. kau pasti kelelahan.. sebelum tidur jangan bermain Shogi!" komentarnya sambil mencubit pipi lelaki itu. "aku masih mau disini.." bantahnya. Jika Akashi membantah, siapa yang bisa menangkis bantahannya? Seperti itulah pikir Minami kira - kira. "jadi apa yang Akashi – kun inginkan?" Tanya Minami lembut.

"temani aku sampai tertidur" perintahnya. Minamipun memanggut kecil dan mereka berdua berpindah tempat dan berada di dalam kamar dengan kasur king bednya. Akashi yang sudah berganti pakaian dengan baju tidurnyapun merebahkan tubuhnya di atas kasur itu ditemani wanita pujaannya itu duduk manis di sampingnya. Minamipun mengelus kepala lelaki itu dengan lembut , mata Dwiwarna itu tiada henti menatap dalam – dalam wanita itu. "sepertinya aku tidak salah menjadikanmu pasangan hidupku" keheninganpun memecahkan suasana di dalam kamar sekitar jam 8 malam itu. "penyakit berlebihanmu kambuh lagi , Akashi – kun" ia terus mengelus kepala lelaki itu dengan lemah, siapa yang tidak betah jika orang yang selama ini kita impikan bisa kita rasakan seperti yang dirasakan pria bernama Akashi Seijuuro itu? "siapa yang berlebihan , aku berkata apa adanya" bantahnya lagi. "baiklah.. baiklah, kamu menang Akashi – kun" jawab Minami sok menyerah, mungkin ini yang membuat Akashi semakin cinta dengannya ; mengalah.

"yang kukatakan memang selalu benar , dan aku selalu menang" slogan khasnya pun terucap dari kedua bibir lelaki bersurai merah itu. Minami hanya tertawa kecil melihat tingkah laku Akashi itu, selama ini Minami hanya memperlakukannya seperti anak – anak yang akan meraih mimpinya. "Minami" panggilnya setelah itu, dengan nada khas baritonnya. "kenapa?"

"kau masih mencintaiku'kan?" tanyanya dengan tatapan kosong. Minami sentak terkejut dengan pertanyaan aneh yang di lantarkan sang Emperor itu. "kau ini sedang bicara apa Akashi – kun?, kita ini sebentar lagi bertunangan.." cerutunya, Minami jadi menyangka kalau Akashi hanya memandang sebelah mata acara pertunangan itu. "tidak.. aku hanya takut kehilanganmu.." dalam jedanya , ia menarik nafas terpanjangnya "lagi.." lanjutnya sambil mencoba memejamkan matanya. "tolong jangan kemana – mana lagi" pintanya kemudian. Sementara Minami hanya terdiam seribu kata disana, sepertinya Akashi mulai mengkhawatirkan sesuatu. Pikirnya , pasti mengenai Kuroko. "jangan khawatir… aku , pasti selalu ada di sampingmu, tidurlah.." jawabnya sambil mengelus rambutnya pelan. Mulai bergegas untuk beranjak dari tempat tidurnya itu. "tunggu" sela laki – laki itu namun masih memejamkan matanya.

"aku tidak boleh beranjak dulu?" Minami selalu menuruti apapun yang Akashi mau, mau itu wajar ataupun tidak. karena memang begitulah aturan 'main'nya. "tidak ada ucapan sampai jumpa atau semacamnya?" Akashi yang masih membatu di atas kasur itu entah kenapa berkelakuan seperti anak – anak yang banyak maunya. Itulah mengapa Minami memang selalu menganggapnya seperti anak – anak. Minami hanya tersenyum simpul mendengar 'protes' itu. Seketika Minami mendatangi laki – laki itu diatas kasur dan memberi sentuhan bibirnya ke pipi laki – laki itu dengan pelan. "oyasumi.." senyumnya kemudian.

.

.

.

Di dalam mobil yang senyap itu , Minami kemudian mencoba untuk mengecek ponselnya yang ia letakkan di tas kulitnya dari tadi, ternyata ada pesan masuk disana. "A? Momoi – san!" serunya, iapun bergegas menyimpan nomornya itu.

From : Momoi

Aku ingin sekali mengobrol lebih panjang di rumahnya Akashi – kun barusan , sayangnya gara – gara si hitam mesum dakian itu memaksa untuk ditemani pulang , jadi aku buru – buru deh! -_- , kapan – kapan ketemuan yuk! ^0^

Momoi Satsuki

Minami kemudian hanya tersenyum tipis melihat pesan masuk itu, nampaknya ia bisa menebak hal yang akan di bicarakannya esok hari.

.

.

.

Kali ini , pagi hari orang – orang sudah sibuk lalu lalang menjalani alur kehidupan masing – masing. Ada yang akan berangkat sekolah dengan angkutan umum seperti kereta, ada juga yang menggunakan sepeda dan masih banyak lagi. Seperti Minami saat ini, ia justru terlihat berjalan kaki dari rumahnya ke sekolah, ya rumahnya tidak jauh dari SMA Rakuzan. Dari dulu , orang tuanya memang senantiasa membelikan apapun untuk putrinya itu, dari rumah,uang,pakaian, biaya dan masih banyak lagi. Semenjak ia SMP , ia tidak pernah tinggal dengan kedua orang tuanya. Dia benar – benar di bebaskan seperti burung liar yang dilepas begitu saja. Orang tuanya asli tinggal di Tokyo, bahkan berpindah – pindah sampai ke Negara – Negara eropa. Keluarga Touka pekerjaannya kurang lebih seperti ayahnya Akashi, maka tidak heran kalau orang tua mereka berdua di tunangkan juga. Minami juga sama sekali tidak keberatan jika ia ditinggal sangat lama dengan orang tuanya, karena ia mengerti betapa sibuknya berada di posisi seperti mereka. Paling – palingpun mereka ditemukan 3 tahun sekali saja. Namun itu juga tidak membuat Minami keberatan , walaupun rasa kerinduan jelas terasa.

"haah.. angin musim semi bertiup hangat~" wanita bersurai kuning sehangat mentari itu terhembus bersama dengan angin yang membawa daun hijau yang menghantamnya.

"Minami" panggil seseorang dengan tatapan dwiwarna itu. Seperti biasa , inilah keseharian mereka. "Ohayou…" sapa wanita itu sambil berlari kecil ke arah calon tunangannya itu mereka pasangan 'cukup' terkenal di sekolah dan banyak di kagumi orang. "Ohayou" balasnya singkat."hari ini .. rapat OSIS kan?" tanyanya sambil memperbaiki posisi dasi laki – laki itu yang sedikit miring. "Ah,.. sebentar lagi aku akan membahas acara perpisahan di sekolah kita" jawabnya. "tak terasanya.. sudah sedewasa ini" ucapnya sambil tersenyum kecil. "ya, .. tidak lama lagi.. kita bertunangankan?" Tanya dengan tatapan yang sulit untuk dijelaskan, lagi – lagi membisulah kedua bibir tipis Minami itu. Ia masih ingat dengan kejadian demi kejadian yang telah ia lewati bersama Kuroko, bayangannya masih sulit untuk dilupakan. "iya… pasti" jawabnya sambil tersenyum 'pahit'. Wanita itu memang rela berada di samping Akashi, karena ia merasa Akashi jauh lebih banyak berkorban untuknya. Ialah laki – laki yang menutupinya dan menjadikannya seperti ini. Selama ini ialah yang membuat Minami semakin berubah , berubah dan berubah.

"Minami" panggilnya lagi dengan suara khas yang membunuh itu. "a.. a? hai?" Minami tak sadar kalau ia berada di lamunan yang begitu dalam saat memikirkan Kuroko. "masuklah , bel sudah berbunyi" lelaki itu menunggu wanita itu , Minami kemudian berlari kecil dan memulai kegiatannya di sekolah itu.

.

.

.

Skip time.

Hati perempuan itu melega sedikit , bagaimana yang tidak senang mendengar alunan bel pulangan jika sudah berbunyi? semua orang pasti menyukainya. Sesuai dengan janjinya, ia kali ini tidak pulang kerumah, melainkan menuruti janjinya. Ya , bersenang – senang dengan Momoi Satsuki.

.

.

"Momoi – san~!" panggilnya di sebuah gerbang utama pusat perbelanjaan itu. "aa, Minami – chan~!" mereka pun berlari satu sama lain, dan berpelukan layaknya sahabat karib yang begitu dekat. "bisakah kau menemaniku untuk berbelanja keperluan basket sebentar?" tanyanya setelah itu. "tentu saja! , lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan Momoi – chan" senyumnya riang.

Disana merekapun berbelanja berbagai keperluan , dari kaos kaki, sekotak air mineral untuk minum mereka, bahkan handuk kecilpun tidak lupa ia belikan sehingga bawaan begitu banyak dan memberatkan. Namun Minami tidak sungkan untuk membawakan barang – barangnya itu. Ia sangat suka membantu orang – orang terdekat. Selain itu mereka juga ada shopping baju bersama, mereka menanyai satu sama lain, baju yang mana yang terbaik untuk digunakan dan yang cocok dengan lekukan tubuhnya. "yang kuning itu membuat dadamu kelihat sangat besar , Momoi – san.. apa tidak apa - apa?" Tanya Minami ragu. "ah , benar juga. Kalau aku berpenampilan seperti ini bisa – bisa aku di ganggu habis – habisan oleh Aomine – kun" sadarnya. "memangnya dia pernah menganggumu seperti itu?" jawab Minami yang mengerutkan alisnya serius. "tidak juga sih , hanya saja aku punya firasat seperti itu" iapun hanya tertawa 'inosen' sambil menggarukan rambut belakang merah mudanya. Dan Minami pun menghela nafas lega. Jika benar itu terjadi , Minami memiliki rencana untuk menjauh lelaki berkulit layaknya kopi itu.

Sampai akhirnya pun, mereka beristirahat di sebuah café yang menyediakan berberapa minuman dan makanan kecil "Moccacino satu ya, kamu?" sambil melihat ke daftar menu yang diberikan "green tea saja" simpulnya. Kemudian waiters itu mencatat dan mengulang orderannya dan membungkuk di depannya.

"sa.., jadi .. apa yang ingin kau bicarakan?" Tanya Minami spontan. Momoi kemudian spontan mendengarnya. "um.. etto..sebenarnya tidak terlalu penting.. tapi.. ini cukup penting bagiku.. ano–"

"tentang Kuroko – kun, deshou?" tebaknya sambil bertopang dagu. "ee.. ya.. kau juga.. tahukan.." Momoi memain – mainkan jarinya dan menunduk malu. "semua sudah kutebak dari awal Momoi – chan.." ujarnya sambil memberikan tawa di akhir kalimatnya. "yah.. aku dan Kuroko – kun memang sangat dekat dari SMP, kami satu kelas saat kelas 1 SMP.. dan semenjak itu, banyak hal yang terjadi diantara kita berdua.." ceritanya panjang lebar. Minami kemudian menarik nafasnya panjang.

"semuanya itu berawal dari lukisan langit yang cerah tanpa awan yang melindungi saat itu.."

.

.

.

TO BE CONTINUED

.

Akhirnya~ cerita perdana kesampean di publish juga (:3

Etto, maaf kalo ada kesalahan dalam EYD , peribahasa dan blabla dan maaf kalo ada berberapa humor yang krispi banget (:3

Mohon review dan berbagai bantuannya yang sangat di perlukan, karena masih baru .. terkadang masih polos ngerjain beginian (?)

Dan kayaknya bakal lama update nih, suka mandeg :"(( . habis pulang sekolah, niat2in kerjain, dan gak ada ide .. begitu terus tiap hari /?. Makanya doain saya ya /plak

Keep stay tuned~