comeback to My Life again, Please!

Aku menyukaimu seperti ini

Aku menyayangimu seperti ini

Tapi, maafkan aku

Dengan caraku mencintaimu

/3 /3 /3

Malam yang begitu dingin tidak membuat seorang namja untuk berhenti berlari. Padahal waktu telah menunjukan lewat dari tengah malam, yang normalnya orang-orang akan tidur dengan nyenyak. Tapi, berbeda dengan orang itu.

"ITU DIA. DI SANA! AYO CEPAT BERGERAK!" sebuah teriakan membuat namja itu reflek memutar kepalanya kebelakang. Matanya membelalak. Sekumpulan orang dengan baju serba hitam mulai berlari kearahnya. Dengan terpaksa ia harus berlari lagi, memaksakan kakinya untuk bergerak walaupun hasilnya tetap percuma. Kakinya tak bisa bergerak. Lumpuh.

'Di saat seperti ini kakiku tidak bisa di ajak kompromi? Oh, sial! Mereka semakin dekat. Ayolah, bergerak sedikit!'

BRUK! Suara itu begitu menarik perhatian. Namja itu terjatuh. Kakinya sakit untuk bergerak. Dengan terpaksa ia memakai tangan sebagai pengganti kaki. Ia mulai mencoba merangkak. Walaupun itu tetap menunjukan hasil yang sia-sia. "Akh! Appo!" teriak namja cantik itu kesakitan. Sungguh rasanya sangat sakit. Kaki namja itu di injak oleh salah satu dari sekawan orang berbaju hitam.

"Mau kemana manis?" tanya orang berbadan kekar yang menginjak namja cantik itu. sambil tersenyum angkuh, orang itu menambah kekuatannya yang membuat namja cantik itu meringis sakit. Tidak lama kemudian pandangannya mengabur, antara kelelahan dan rasa sakit di seluruh badan dan… hatinya. Sedetik kemudian ia tidak sadarkan diri.

"HAAH… HAAH… HAAH…" sebuah suara begitu terdengar di seluruh kamar berwarna putih tersebut. Seorang namja cantik bernama Xi Luhan itu terbangun dari tidurnya dengan bercucuran keringat. Sungguh, akhir-akhir ini ia terus memimpikan masa lalunya yang kelam. Ia mengacak rambutnya yang berwarna kekuningan untuk meredam stress.

Ada apa dengannya?

Pertaannyaan itu terus mengusik di kepalanya. Berputar-putar bagaikan angin puting beliung.

Apakah ini sebuah pertanda?

Pertanda apa?

Bertemu dengan namja yang sudah merusak hidupnya selama satu tahun ini?

TAK MUNGKIN!

Pertengkaran batin itu membuat Luhan bukannya menjadi baik, malah memperburuk suasana hatinya.

Tok! Tok! Tok!

Suara dari pintu kamarnya terdengar berbunyi nyaring. Dilihat jam wekernya yang sudah bersamanya bertahun-tahun. Pukul 6 pagi. Pantas saja sudah ada yang mengetuk pintu kamarnya. Dengan senyum yang mengembang Luhan berjalan menuju pintu kamarnya. Di buka pintu bercat coklat itu dengan raut wajah yang tidak berubah sama sekali.

"Oemma!" suara imut itu membuat Luhan menjadi gemas sendiri. Ia berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan malaikat kecil-nya ini. di acak pelan rambut balita yang selama empat tahun ini menjadi semangat hidupnya.

"Sudah kubilang, panggil aku 'Appa', Xi Jira!" protes Luhan ke arah Yoeja kecil Yang bernama Xi Jira itu. Kelihatannya Xi Jira begitu keberatan memanggil Luhan 'Appa'.

"Ani! Luhan oemma tellihat thepelti theolang yoeja dalipada theolang namja." Luhan hanya tersenyum menanggapi perkataan anaknya ini. sudah sangat biasa Jira mengatakannya 'cantik', hingga Jira memanggil dirinya 'Oemma'.

"Ayo Jira mandi dulu, Appa akan membuat makanan kesukaan Jira," ajak Luhan ke arah Jira. Yoeja kecil itu terlihat senang sekali. Ia mengangguk dengan bersemangat dan berlari menuju kamar mandi. Luhan menggeleng pelan melihat kelakuan balita berumur tiga tahun itu. Ia melangkah menuju dapur menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya, dan tentunya untuk Xi Jira.

"Hai Xi Luhan!" sapa Byun Baekhyun, sahabatnya di kantor tempatnya bekerja. Luhan mengembangkan senyumnya melihat Baekhyun. Ia melambaikan tangannya dan berlari menuju sahabatnya itu.

"Hai Bacon! Kau hari ini terlihat sangat senang, ada apa denganmu?"

"Aku memang seperti ini Xi Luhan. Apa yang berbeda dariku?" Baekhyun memeriksa pakaian yang sedang dikenakannya. Tidak ada yang berubah sama sekali.

"Sudahlah, lebih baik kita masuk. Aku tidak sabar untuk bertemu dengan X-Bi-ku," ajak Luhan yang sepertinya tidak ingin melanjutkan perbincangannya dengan orang sepolos Baekhyun. Kedua orang itu melangkah bersama menuju ruangan mereka masing-masing.

Sesampai di ruangannya, Luhan langsung ngibrit menuju mejanya. "X-Bi-ku." Ucapnya dengan nada sok dramatis. X-Bi itu maksudnya adalah komputer yang setiap hari selalu di pakainya. Saking sayangnya, Luhan sampai menamai komputer itu dengan nama X-Bi. Entah kenapa? -_-.

"Xi Luhan, anda di panggil Direktur utama di ruangannya. Segera!" panggilan itu membuat Luhan mendesah kesal. Hei, ia belum menyalakan 'X-Bi'-nya.

Dengan kesal ia melangkah menuju ruangan yang tertulis 'Direktur Utama'. Pertama, ia mengetuk pintu berwarna abu-abu itu. terdengar suara berat menyuruhnya masuk. Dengan perlahan, Luhan membuka pintu ruangan yang selalu berhawa dingin itu. dengan sifat hormat, Luhan membungkukan badannya.

"Duduklah Xi Luhan," ajak tuan Kim. Pria paruh baya itu memperlihatkan wajah dinginnya yang sudah menjadi ciri khas seorang Direktur Utama. Luhan menuruti perintah lelaki paruh baya itu. Ia duduk di depan Tuan Kim yang sedang menatapnya intens.

"Begini Xi Luhan…," tuan Kim mulai membuka suara. "Aku mengundangmu dengan suatu alasan yang sangat penting." Orang tua itu menghela nafas dengan berat. "Sebenarnya, aku ingin memutasikanmu ke Seoul."

"Apa?" jerit Luhan. Dengan segera ia menutup mulutnya dengan tangan dan segera meminta maaf. Sungguh, ia kaget sekali dengan pemberitahuan mendadak ini. ke Seoul adalah mimpi buruknya. Sudah empat tahun ia meninggalkan kota yang membuatnya selalu menderita. Bahkan mendengar namanya saja membuat Luhan mengingatkan masa lalunya yang ingin dilupakan.

"Sebenarnya ini memang mendadak sekali bagimu. Dan kuharap kau harus bersiap-siap hari ini, karena besok kau akan berangkat. Tentang uang untuk pesawat akan ditanggung oleh perusahaan."

"Tunggu, sajangnim! Masa secepat itu saya akan ke Seoul? Ini terlalu mendadak," protes Luhan. Bukannya ia tidak sopan dengan atasan, tapi ia menuntut sebuah penjelasan.

"Bukan begitu Xi Luhan!" tuan Kim mencoba menenangkan Luhan yang sudah protes duluan. "Disana mereka perlu menambah karyawan. Aku memilihmu karena kau sangat profesional dan hebat dalam fotografi. Jadi itu alasanku memilihmu untuk dimutasikan ke Seoul. Bersiap-siaplah, karena kau harus pulang sekarang untuk mempersiapkan segalanya agar besok bisa berjalan dengan lancar. jam tujuh pagi kau akan berangkat," jelas Tuan Kim. Dan yang di lakukan Luhan hanya melongo tidak jelas.

Seorang namja berkulit putih nyaris pucat itu sedang mengamati berkas-berkas yang ada di tangannya. Pandangannya begitu dingin dan terkesan kejam. Tapi di balik semua itu, ia adalah namja tampan yang masih muda.

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," dengan nada yang begitu dingin ia memperintahkan orang itu untuk masuk. Terlihat di sana seorang namja jangkung memasuki ruangan luas itu.

"Ck, kau masih berkutat dengan berkas-berkas itu Oh Sehoon. Tidak bisakah kau bersantai sedikit barang sehari. Kau itu manusia biasa yang juga membutuhkan istirahat, jangan terlalu memaksakan dirimu Sehunie." Sehun – namja dingin itu terlihat tidak peduli dengan ceramahan gratis pada pagi hari dari sekretarisnya, Park Chanyeol. Yang ia lakukan ini adalah sebuah pelarian dari masalah yang sedang di hadapinya.

Chanyeol yang merasa tidak dianggap, hanya mendengus kesal. Ia duduk di depan Sehun dengan menatapnya tajam. Sehun yang di tatap seperti itu merasa sangat risih. "Wae hyung?"

"Masih belum mengerti maksudku?" Chanyeol mendengus kesal. "Sudah lama kau tidak bersenang-senang. Bagaimana malam ini kita pergi ke Club malam yang biasa kita datangi?" usul Chanyeol bersemangat.

Sehun menggeleng. "Masih banyak yang inginku kerjakan malam ini. Jika kau ingin pergi saja sendiri, aku sedang tidak mood!" tegas Sehun, dengan segera ia beralih kearah kertas-kertas yang sedang ia pegang.

Chanyeol menggeleng pelan melihat atasannya begitu acuh tak acuh. Biasanya jika mendapat tawaran seperti itu Sehun akan mengiyakannya dengan mata menyala-nyala*lebay bgt sih loe Hun!*plak!*, ekspresi begitu antusias dirinya. Tapi apa yang di dapat Chanyeol hari ini? Sehun masih saja mengacuhkannya seperti hari-hari sebelumnya. Ya, sepertinya seorang Park Chanyeol yang dijuluki happy virus ini akan menyerah untuk membuat Oh Sehun – namja dingin itu tersenyum ataupun tertawa.

"Tidak tahukah kau?

Bahwa kau adalah segala-galanya bagiku."

Bandara Incheon terlihat sangat ramai dari hari biasanya. Banyak orang yang sedang keluar masuk Bandara kebanggaan orang Korea Selatan itu. Tidak terkecuali dengan namja Cina bernama Xi Luhan dan anaknya, Xi Jira.

Kedua orang itu baru keluar dari lapangan terbang Pesawat dengan wajah kelelahan. Luhan melirik ke arah orang-orang yang berkumpul menunggu manusia-manusia yang baru saja turun dari kegiatan terbang mereka.

"Itu dia!" ucapnya pelan. Ia menarik Jira yang sedang terkagum-kagum dengan luasnya bandara Incheon itu. tujuannya adalah bertemu dengan orang yang mengangkat sebuah papan kecil yang bertuliskan 'Xi Luhan.'

"Hai! Apakah anda orang yang di suruh oleh perusahaan untuk menjemputku?" tanya Luhan ke arah namja berpipi bulat yang tadi mengangkat papan namanya.

"Ah, iya. Kau Xi Luhan-kan?" Luhan mengangguk. "Perkenalkan nama saya Kim Min Seok. Salam kenal," namja bernama Kim Min Seok itu memperkenalkan dirinya dengan sopan sambil menjabat tangan Luhan. "Aku akan mengantarkan anda ke apartemen yang akan anda tempati. Mari lewat sini."

Luhan mengikuti Min Seok sambil terus mengeratkan pegangannya kepada Jira dan koper yang berada di tangan kanannya. Rupanya ketiganya menuju parkiran mobil yang berada di situ.

Luhan dan Jira diantar menuju apartemen yang akan mereka ditempati. Min Seok mengantar keduanya hingga di depan pintu. "Ini kamar anda. Dan ini password-nya," namja itu memberikan sebuah kertas kepada Luhan. "Saya pergi dulu. Besok anda mulai bekerja. Annyeong!"

Ia menatap kepergian Kim Min Seok dengan pandangan aneh. Pandangannya beralih ke pintu apartemen baru yang akan di tempatinya selama di Seoul. "Ini terlalu mewah," gumamnya pelan. Segera ia menekankan tombol-tombol angka yang berada di sebelah pintu bercat putih itu.

TIIT!

Sebuah bunyi yang menandakan pintu bisa dibuka terdengar. Dengan segera Luhan membuka pintu itu. Ia sempat terkagum dengan interior yang begitu cantik. Luhan melepaskan pegangannya dari koper dan Jira yang sedang asyik dengan rubik kesayangannya – hadiah ulang tahun dari Luhan.

"Jira, kemarilah!" panggil Luhan dari kamar yang berada di apartemen mewah itu. dengan langkah malas, Jira mendekati Luhan yang sedang takjub. "Bagus tidak kamarnya?" tanya Luhan meminta pendapat dari Jira. Bocah itu hanya menatap dengan malas kamar yang akan di tempati.

"Mathih baguth mata milik Luhan oema!" jerit yoeja kecil itu. Luhan hanya menghela nafas. Jira memang selalu bangga mempunyai orang tua yang cantik seperti Luhan. Ia selalu berandai-andai jika saja ia secantik Luhan.

"Lebih baik kita beres-beres. Kajja!" ajak Luhan. Namja asli China itu segera mengambil koper miliknya dan tas ransel yang di letakan di depan pintu. Bawaannya memang tidak terlalu banyak. Rumahnya yang berada di Goyang sudah di pakai Baekhyun. Perabotan dan funiture yang dirumah tidak di bawanya sekalian. Di pikirnya mungkin ia bisa membeli yang baru lagi di Seoul nanti.

Hanya setengah jam ia mengatur baju-baju miliknya dan Jira. Di lihat arlojinya. Masih ada waktu untuk membeli barang-barang kebutuhan. Di ajaknya sekalian Jira untuk pergi ke supermarket. Mungkin sekalian jalan-jalan karena sudah lama tidak ke Seoul.

"Aku hanya bisa melihatmu dari jauh.

Tapi kenapa kau terlihat tambah cantik?"

Sehun terlihat begitu bosan berada seharian di kantor. Ia keluar dari kantor menuju kedai Bubble tea, tempat langganannya. Sebenarnya ia betul-betul tak berniat untuk keluar kantor, hanya saja rasa bosan sedang menguasainya.

Sesampainya di kedai tersebut, Sehun segera masuk dan duduk di salah satu meja yang berada di sudut kedai itu. tempat yang sedang didudukinya betul-betul strategis. Ia bisa melihat ke segala arah. Namja tampan itu memesan bubble tea rasachocolate kesukaannya.

KRING!

Bunyi yang berasal dari pintu utama kedai tersebut berbunyi, menandakan sedang ada orang yang membuka pntu tersebut. Bunyi tersebut tidak membuat Sehun penasaran atau apapun. Ia hanya terus menyedot bubble tea miliknya.

Seorang namja cantik bersama gadis kecilnya menuju meja panjang yang biasanya dipakai untuk memesan makanan maupun minuman. (ngertikan maksud saya?).

"Jira, kau mau minum apa?" tanya namja cantik itu. Suara yang begitu familiar menyeruak ke telinga Sehun. Namja itu menoleh ke asal suara. Ia begitu terkejut dengan penampakan yang terbilang sangat indah.

Xi Luhan! Apakah itu Xi Luhan?

"Aku ingin bubble tea latha coklat Oemma!" seru anak kecil itu. sehun terus memperhatikan keduanya. Terlihat Luhan sedang memesan ke arah waitters. Sehun mengerutkan dahinya. Ia terlihat sangat bingung. Siapa anak kecil yang bernama namja yang membuatnya merasakan rasa cinta tanpa nafsu sama sekali.

Keduanya keluar dari kedai itu dengan memegang cup bubble tea berbeda rasa. Luhan memilih bubble tea rasa taro dan Jira memilih rasa coklat. Melihat orang yang dulu dan hingga sekarang masih dicintainya mulai bergegas mengikuti. Ia meletakan uangnya di meja tersebut.

Sungguh, rasa bosan yang dari tadi melandanya menguap seketika melihat orang yang sangat special untuknya itu ada di Seoul. Setelah empat tahun lamanya tidak terlihat. Lihatlah sekarang. Namja bermarga Oh itu, ia seperti orang gila terus tersenyum. Senyum yang sangat lebar yang jarang dikeluarkannya. Bisa dikatakan senyum itu adalah untuk pertama kalinya dikeluarkan Oh Sehoon yang belakangan ini sangat kaku dan dingin.

"Jira, hati-hati tumpah." Suara Luhan walaupun samar masih bisa terdengar di telinga Sehun. Ia menatap namja itu lekat-lekat. Luhan tengah tersenyum sambil mengacak-acak rambut yoeja kecil itu.

Shit! Dia makin terlihat tambah cantik.

Dari tadi Sehun terus mengamati namja cantik itu dari kejauhan. Bahkan ia tidak menyadari kalau ada anak kecil yang berada di sampingnya. Dan tanpa Sehun sadari sebuah taksi berhenti di depan Luhan. Dan sekejap namja asli keturunan China itu masuk kedalam taksi berwarna putih itu dan melesat pergi meninggalkan Sehun yang hanya melongo dan merutuki dirinya.

Luhan terus berjalan bolak-balik mirip setrika. Malam ini ia betul-betul bingung. Pikirannya betul-betul blank. Namja itu terus menggerutu tidak jelas dan mengacak-acak rambutnya, frustasi.

Ini tentang Jira. Anak angkatnya itu. Ia bingung, Jira akan dititipkan pada siapa. Dulu saat di Kota Goyang, ia sering menitipi Jira kepada Keluarga Kwon, tetangga sebelah rumahnya yang belum mempunyai anak. Tapi kabar gembiranya, nyonya Kwon sudah hamil tua sekarang.

Di Seoul ia tidak punya banyak teman. Bukan karena Luhan orang yang tidak pandai bergaul, hanya saja sekarang sudah putus kontak. Dan mana mungkin ia akan menitipkan kepada mantan suaminya. Eh, tunggu dulu! Mantan suami? Bahkan hingga sekarang belum ada bukti perceraian diantara keduanya. Jadi tidak bisa dikatakan mantan suami, bukan?

"Do Kyung Soo!" satu nama itu digumamkannya. Senyum merekah seketika. Ia segera mengambil smartphone-nya dan mencari nama kontak 'Do Kyung Soo'.

'ketemu!' jeritnya dalam hati. Dengan segera ia menekan tombol call untuk menghubungi doengseng kesayangannya itu. Kyungsoo adalah hoobae Luhan di perkuliahan. Keduanya dekat karena orang tua Luhan menitipkan Luhan kepada keluarga Do. Hingga sekarang mereka masih berhubungan.

"Yeoboseyo!" ucap Luhan memberi salam.

"Eh, hyung! Ada apa menelfon?" tanya orang diseberang sana.

Luhan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. "Emm, Bisakah aku meminta bantuanmu?" tanya Luhan ragu-ragu.

"Oh, minta bantuan apa hyung?" tanya orang diseberang sana.

"Ya, hanya masalah sepele. Bisakah kau kemari besok?"

"Eh, gila kau hyung! Masa kau menyuruhku ke Goyang besok. Maaf ya sepertinya tidak bisa," tolak Kyungsoo mentah-mentah. Luhan menepuk dahinya, menyadari kebodohan yang dibuatnya.

"Bu-bukan di Goyang Kyungie, aku berada di Seoul sekarang. Nanti ku kirimkan alamat tempat tinggalku sekarang," jelas Luhan. "Dan tidak usah bertanya perluku apa kepadamu. Pokoknya datang pukul tujuh tepat, awas kalau terlambat!" ancam Luhan. Langsung saja ia mematikan ponselnya.

Kyungsoo mengerucutkan bibirnya. Padahal ia baru saja mengeluarkan beberapa pertanyaan kepada Luhan. Dan sungguh ia sangat kesal karena Luhan mematikan telepon secara sepihak. Apa bantuan hyungnya itu yang bisa dikatakan mendadak!

"Jira, makannya pelan-pelan!"

"Ne oemma."

"Yak, Xi Jira! Panggil aku appa!"

Keributan kecil itu begitu mendominasi di ruang makan apartement baru Xi Luhan. Bahkan keduanya tidak menyadari jika ada orang yang dari tadi menunggu di depan pintu.

"Luhan hyung! Kau ada di dalam? HEI! APAKAH DI DALAM ADA ORANG? JIKA ADA TOLONG JAWAB AKU!" teriak seseorang di balik pintu itu sambil menggedor-gedorkan pintu itu dengan keras, hal itu membuat Luhan tersentak. Ah, dia melupakan orang yang akan di temuinya pagi ini.

Di tengoknya jam dinding yang berada di ruang tamu. Apartement itu didesain tidak ada penyekat antara dapur dan ruang tamu. Jam baru saja menunjukan pukul 06.45. Lima belas menit lebih cepat dari perjajian. Dengan langkah cepat ia berjalan menuju pintu. Membukakan orang yang sudah tidak sabar.

"Hai, Do Kyung Soo!" salam Luhan setelah membuka pintu sambil nyengir. Terlihat di depannya seorang namja manis bermata bulat sedang mengerucutkan bibirnya kesal. Seakan lupa dengan sopan santun, Kyungsoo masuk ke dalam apartement milik Luhan sebelum 'pemiliknya' memberi izin. "Yak, Do Kyung Soo! Dasar tidak sopan." Dumel Luhan kesal.

Kyungsoo langsung duduk di sofa berwarna white soft itu. "Ada apa hyung?" tanya Kyungsoo langsung pada pokok permasalahannya. Dia tak ingin berlama-lama. Hari ini ia betul-betul sibuk dengan banyak pekerjaan. Jadi itu alasannya kemari sebelum pukul tujuh.

"Oemma! Aku ingin…" ucapan gadis kecil itu terputus seketika melihat namja yang sangat asing baginya ada di sofa ruang tamu rumahnya. "Nugu?" tanya Jira polos sambil menunjuk Kyungsoo yang sedang bingung.

"Siapa anak kecil itu hyung?" bisik Kyungsoo kearah Luhan yang sedang menghembuskan nafasnya. Bingung mau menjawab apa.

"Dia… anakku!" aku Luhan pelan.

"MWO! Wah, daebak. Sehun harus tahu ini," ucap Kyungsoo bersemangat. Luhan langsung melotot mendengar namja manis ini menyebutkan nama Sehun. Dengan satu jitakan mengenai kepala Kyungsoo. "Yak, APPO HYUNG!" jerit Kyungsoo.

"Dasar doengseng tidak tahu diri kau! Untuk apa melaporkan Jira ke namja kurang ajar itu. kubunuh kau jika berani mengatakan kalau aku di Seoul kepada Sehun!" Luhan sekarang panas kepalanya.

"oh, jadi namanya Jira," seru Kyungsoo tanpa peduli kemarahan Luhan. Kyungsoo mendekati Jira yang sedang bingung setengah mati melihat dua orang namja dewasa sedang beradu argumentasi. Dengan sedikit mengelus pucuk kepala Jira, Kyungsoo sudah menyukai tatapan polos anak kecil umur tiga tahun ini.

"Nuguya?" tanya Jira mengulang pertanyaan yang masih belum ditanggapi.

Kyungsoo sedikit tersenyum. Sifat keibuannya mulai nampak. "Namaku Kyungsoo. Waah… kau terlihat cantik seperti oemmamu, ya!" puji Kyungsoo. Anak kecil itu hanya tersenyum polos menanggapi pujian Kyungsoo. Ia sangat senang saat dikatakan sama cantiknya dengan Luhan 'oemma'.

"Hei, Do Kyungsoo aku namja!" protes Luhan tidak terima.

"Gomawo Kyungie," ucap Jira sambil membungkukan badan kecilnya. Kyungsoo terlihat senang dengan panggilan 'Kyungie'. Terdengar sangat akrab. Luhan menghela nafas leganya.

"Kyung, tolong jaga Jira selama aku bekerja, ya!" pinta Luhan. Tanpa menoleh kearah Luhan, Kyungsoo mengangguk. Dia mungkin menyukai Xi Jira, bahkan melupakan pekerjaan yang sedang menggentayanginya.

Dengan langkah pasti, Kyungsoo mengajak Jira menuju parkiran mobilnya. Luhan menengok punggung keduanya dengan perasaan campur aduk. Seperti biasa, dia bukanlah orang yang tega'an. Tapi untuk kali ini dia bisa lega karena ia menitipkan Jira kepada Kyungsoo yang mempunyai sifat keibuan.

Dengan kosentrasi penuh, Kyungsoo menyetir mobilnya sambil sesekali melirik Xi Jira yang terus mengutak-atik rubiknya. Wajahnya yang masih sangat polos terliat kebingungan karena dari tadi rubiknya tidak selesai-selesai. Tidak seperti Luhan yang hanya memerlukan beberapa detik untuk menyeselaikan rubik itu.

Drrt… Drrt…

Ponsel Kyungsoo berbunyi, menandakan ada yang sedang menghubunginya. Tanpa mengalihkan perhatiannya, Kyungsoo mengambil ponselnya. Ditekan tombol 'angkat' tanpa mengetahui siapa yang sedang menelfon. "Yeoboseyo."

"DO KYUNGSOO, KAU DIMANA?" suara arogan itu begitu memekakan telinga namja bermata bulat itu. Ia menjauhkan ponselnya dari telinga. Bisa-bisa tuli dirinya.

"Eh, tuan muda Kim! I-iya. Saya tidak lupa. Sedang dalam perjalanan. Tolong tunggu saya sebentar lagi," pinta Kyungsoo melas. Oh, dia membenci atasannya yang satu ini. walaupun terbilang masih muda-setahun lebih muda darinya, tapi orang yang baru saja menelfon dirinya itu sangat pemarah. Tidak bisa mentolerir(bener gak tulisannya?) sedikitpun kesalahan.

Ia melirik Jira kembali. Gara-gara yoeja kecil yang sangat menarik perhatiannya itu, ia melupakan pekerjaannya. Mungkin ia akan menitipkan Jira kepada orang tuanya. Dengan segera ia melesat ke rumahnya untuk menitip Jira.

"Ne, Imo. Baiklah aku akan berkunjung kesana. Mianhae, karena aku jadi jarang berkunjung." Suara namja tampan itu begitu mendominasi ruang kerjanya. Oh Sehun, namja yang sangat dikenal dengan kepribadiannya yang tertutup, dingin, dan pendiam itu berubah karena mendapatkan telepon dari bibinya.

Dengan cepat ia melangkah keluar dari ruangan pengap itu. di tengah jalan ia bertemu dengan Chanyeol. "Hei, mau kemana kau Hun?" tanya Chanyeol kebingungan melihat atasannya baru keluar dari ruang kerjanya.

"Aku ingin pergi kerumah Do Imo. Tadi ia menyuruhku kesana. Hanya sekedar berkunjung," jawab Sehun. Sebelum ia membalikan badannya, sehun memberi amanat kepada Chanyeol selagi ia pergi. "Tolong urus semua pekerjaanku hari ini. kemungkinan paling lambat aku ke kantor jam makan siang. Sudah dulu, ya hyung!"

"Hey!" panggilan Chanyeol tidak sama sekali digubris oleh Sehun yang terus melangkah menuju parkiran.

Ada apa dengan anak itu? bahkan ia mengucapkan lebih dari empat kata.

Setelah melihat kelakuan Sehun yang diluar kebiasaan, Chanyeol sok tidak peduli.

Setelah sampai kerumah bibi kesayangannya, Sehun terlihat ragu untuk mengetuk pintu. Karena disinilah untuk pertama kalinya ia jatuh cinta pada sosok orang yang empat tahun lebih tua darinya, tapi bahkan terlihat lebih muda darinya.

Tanpa disadari pintu terbuka sendiri dan menampakan seorang yoeja kecil. Hal itu membuat Sehun terkejut. Yoeja kecil itu juga terlihat terkejut.

"Jira, kau kemana?" suara yoeja paruh baya menyadarkan kedua anak manusia itu.

"Jila dithini Halmonie," sahut Jira. Suara langkah yang sepertinya tergesa makin lama makin dekat.

"Jira kau ini…" perkataan nyonya Do terhenti karena melihat Sehun di pintu rumahnya. "Oh Sehun, kau sudah datang. Cepat sekali!" antusias nyonya Do melihat kedatangan Sehun. Sehun tersenyum tipis.

Jira melihat nyonya Do dan Sehun bergantian. "Halmonie, nugu?" tanya Jira kebingungan. Sehun menatap heran kepada Jira.

Nyonya Do hanya tersenyum. "Dia Oh Sehun. Keponakan halmonie," jelas nyonya Do kepada Jira. Jira hanya menanggapi dengan mengangguk imut.

"Nuguya… imo?" tanya Sehun ragu-ragu.

"Dia anak Xi Luhan."

"Eh!"

Luhan mendudukan dirinya di sofa ruang tamu. Pekerjaan untuk hari pertama sangat melelahkan. Diliriknya jam yang tergantung manis. Pukul 7 malam. Mungkin sekarang ia bisa menghubungi Kyungsoo untuk mengantar Jira pulang kerumah. Rasa rindunya kepada Jira betul-betul tak tertahankan. Sifat anaknya itu yang manis dan terkesan polos membuat Luhan makin menyayangi sosok malaikat kecil penjaga dan penyemangat hidupnya.

TOK! TOK! TOK!

Bunyi ketukan pintu membuat Luhan tidak jadi menekan tombol 'panggil' pada kontak Kyungsoo. Ia berjalan sangat malas menuju pintu. Kemungkinan itu adalah Jira dan Kyungsoo, itu menurut Luhan. Memang kebetulan yang bagus bukan? Tanpa perlu menghabis-habiskan pulsanya, namja itu datang.

Luhan langsung membukakan pintu. "Oemma!" suara khas Jira begitu memekakan ditelinga Luhan. Ia menyunggingkan senyum, padahal pintu masih di bukanya tidak terlalu lebar. Dengan segera ia membukakan pintu lebar-lebar, dan dilihatnya Jira tidak bersama Kyungsoo. Melainkan dengan orang yang membuatnya muak tentang hidup.

Oh Sehun!

TBC