Disclaimer: "Yu-Gi-Oh!" adalah properti milik Takahashi Kazuki. Saya tidak memiliki apa pun yang berhubungan dengan judul tersebut, beberapa karakter yang berasal dari sana cuma sekedar pinjaman untuk tujuan kreativitas semata tanpa bermaksud mengambil keuntungan dari kesuksesan serial aslinya.

Warnings: Semi AU, OOC, shonen ai hints.

Genres: Roman, drama, dan humor di sana-sini.

Pairing: Kaiba x Atemu.

Rating: PG-13

Summary: Sejak tiga tahun lalu Atemu sibuk mengurusi toko coklat yang ia dirikan, keberadaannya membuat Seto mulai gusar karena kehilangan saingan. Seto pun berniat mengembalikan Atemu ke jalan yang benar.

Author: Reiforizza Amathema.

-DARK AND SWEET-

Kaiba Seto side: Chocolate Liquor

Di wilayah Asia timur tepatnya kota Domino, Jepang, ada sebuah toko coklat yang sangat digemari. Dapat dikatakan, kehadiran toko tersebut bagaikan surga dunia bagi para pecinta coklat. Tiap tetes dan potongan yang diproduksi terjaga kualitasnya dengan supervisi cermat, mulai dari pemilihan bahan hingga pengemasan. Menjadikan coklat buatan toko ini begitu legit, harum, didukung dengan packaging yang indah sekaligus mumpuni.

Adalah Mutou Atemu, seorang pemuda peranakan Jepang-Mesir yang begitu piawai menarik semua potensi biji kokoa menjadi lebih dari sekedar panganan biasa. Usaha toko coklat ini sudah dia rintis sejak tiga tahun lalu, meskipun sempat beberapa kali mengalami defisit karena biaya produksi jauh melebihi profit. Namun kini, namanya sebagai salah satu pengolah coklat terbaik sudah terdengar ke seluruh penjuru Jepang. Sungguh seorang wirausahawan muda yang pandai.

Meskipun coklat buatannya terkenal dimana-mana dan grafik permintaan pasar terus naik, namun Atemu tidak pernah berniat membuka cabang. Hal ini dilakukan atas dasar manajerisasi dan penjagaan mutu. Dia masih duduk di bangku kuliah, tentu akan menjadi lebih sulit mengatur studi jika beban pekerjaannya ditambah dengan kepengurusan cabang. Banyak pihak yang menyayangkan sekaligus mendukung keputusannya itu.

Adalah Suiito, nama toko coklat milik Mutou Atemu, berlokasi di sebelah barat kota Domino yang mana coklat olahannya menjadi pujaan di mana-mana.

(XXXXXX)

Saat itu adalah hari kerja yang sibuk seperti biasa. Kaiba Seto,Chief Executive Officer dari perusahaan multinasional Kaiba Corporation baru saja keluar dari ruang rapat dewan. Dia melonggarkan simpul dasinya sedikit, rapat direksi barusan cukup melelahkan, membuat perutnya lapar pula. Diliriknya jam mahal yang melingkar di pergelangan tangan, pukul 12:34.

Bagai mengalami trance, tangan kanan Seto merogoh saku dalam jasnya perlahan. Sebuah telepon selular model flip berwarna putih muncul dari sana. Kedua bola matanya memandangi layar telepon tersebut, seolah sedang menantikan sesuatu.

"Kakak!" Suara panggilan dari Mokuba membuyarkan apapun pikiran yang melintas di benak Seto saat itu.

Sang kakak berbalik, bersiap menyapa adiknya. Namun Seto tidak jadi melakukan itu setelah melihat benda yang dibawa Mokuba. Sebuah coklat karamel batangan yang dibungkus kain sutera ungu dan berhiaskan pita perak berkilauan.

"Apa yang kau pegang itu Mokuba?"

"Ini coklat karamel, dilihat juga sudah jelas kan?" Ujar Mokuba.

"Iya aku tahu, tapi kenapa kau membawa benda itu di jam-jam makan siang? Memangnya kamu sudah makan?"

"He...he... belum sih." Mokuba buru-buru menambahkan begitu dilihatnya wajah saudaranya mulai mengeras, "tapi kalau tidak buru-buru dimakan kan sayang. Ini coklat buatan kak Atemu, rasanya tiada dua dan lebih nikmat daripada jagad raya!"

Mendengar nama Atemu dan coklat dikombinasikan dalam satu kalimat membuat darah dalam setiap pembuluh nadinya mendidih, wajah Seto semakin masam. "Dia yang mengantarkan barang itu kemari?"

Mokuba nyaris panik melihat ekspresi kakaknya. Kelabakan, dia mulai menjelaskan dengan pemilihan kata yang lebih hati-hati, agar Seto tak semakin gusar. "Itu... kak Atemu kan sibuk, apalagi sekarang menjelang perayaan Valentine. Jadi coklat ini dikirimkan dengan paket. Hebat ya? Dia masih sempat mengirimi coklat kepada semua kenalannya di saat-saat begini."

'Semua kenalannya dikirimi coklat?' pikir Seto, 'KENAPA CUMA AKU SAJA YANG TIDAK DIBERI?!!'

"Kak, ada apa?" Mokuba bertanya khawatir setelah Seto diam sambil memelototi coklat yang dibawanya itu cukup lama.

'Dasar Atemu sialan! Bocah pelit! Tiran! Tidak adil!' Rutuk Seto dalam hati.

Mokuba salah mengartikan sorot mata penuh dendam ala Kaiba Seto pada coklat di tangannya. "Kakak mau coklat ini? Kak Atemu mengirimkan satu—"

"Aku benci coklat," Seto menyela omongan adiknya dengan sadis.

"Eh, apa kak?" Takut salah dengar, Mokuba berusaha mengonfirmasi.

"Aku benci coklat," ulang Seto, "benci sekali." Dia berbalik menuju ruang kantornya, niat semula untuk pergi makan siang batal, nafsu makannya sudah hilang. Pintu titanium kokoh berlogo Kaiba Corporation yang menuju ruangannya itu ia banting keras-keras.

Seram.

Mokuba cuma bisa mengedip heran melihat kelakuan kakaknya. Dia merogoh saku jaket, mengeluarkan satu lagi coklat kiriman yang dikemas jauh lebih mewah dan elegan daripada yang sedang ia makan. "Hm... dibuang sayang."

Mokuba tersenyum rakus.

(XXXXXX)

'Ini konyol!' Untuk kesekian kalinya, Kaiba Seto membatin demikian. Roda kemudi yang ada di hadapannya mungkin sebentar lagi akan patah karena dipukuli dan diremas sejak tadi. Hari ini bulan Febuari tanggal 14, tempat-tempat hiburan seperti bioskop, taman bermain, arena bowling, dan lain-lain semuanya penuh dengan pasangan. Sejak dua jam lalu, Seto memarkirkan mobil Ferrari Enzo-nya di depan sebuah toko yang tak kalah ramai dari tempat lain. Sudah tak terhitung pengunjung yang keluar-masuk toko tersebut, namanya adalah Suiito, toko coklat milik Atemu.

Entah apa yang ingin dilakukan oleh Seto dengan terus duduk di dalam mobil, memandangi Suiito, seolah rumah coklat itu akan meledak dan terbakar habis hanya dengan dipelototi dan dicaci maki. Sebetulnya tidak ada alasan bagi Seto untuk meluluhlantakkan tempat itu, toh kehadirannya sama sekali tidak berdampak negatif pada kelangsungan perusahaan Kaiba. Namun masalahnya, Seto adalah orang yang selalu memiliki alasan kuat dalam bertindak, jadi mengapa sekarang dirinya mencak-mencak sendirian bagai orang kehilangan haluan? Memang, akhir-akhir ini Kaiba Seto, pemuda ber-IQ 400 dan sanggup menjalankan perusahaan multinasional di usia belia berubah menjadi sangat aneh dan — teu puguh.

Tiba-tiba telepon selularnya berdering, Seto pun kembali merutuk. Siapa orang tidak tahu diri yang berani mengganggu kegiatan sumpah-serapahnya yang penting! Tanpa lebih dulu memeriksa caller ID pada layar, Seto langsung menerima panggilan.

"APA!" Sepatnya. "Cepat katakan urusanmu sebelum kututup!"

"Kasar sekali sih," suara yang ada di ujung sana berkata. "Berapa asupan kalsium yang kau konsumsi dalam sehari Kaiba?"

Sebelah alis Seto terangkat setelah menyadari siapa peneleponnya, dia pun memperbaiki nada suaranya sedikit. "Bukan urusanmu, bocah kikir. Mau apa kau menelepon segala? Kukira orang sukses sepertimu terlalu sibuk dikelilingi coklat sampai tak punya waktu bersosialisasi," Seto berujar sinis.

"Kau seperti sedang membicarakan dirimu sendiri."

"Apa kau bilang?!"

"Sudahlah, bagaimana kalau kau masuk saja? Memangnya tidak kepanasan di dalam mobil terus?"

Seto terkejut. 'Kenapa dia bisa tahu?' Pikirnya. Dengan suara yang datar dia berkata, "aku tidak tahu apa yang sedang kau bicarakan."

"Jangan pura-pura deh, aku tahu sejak dua jam lalu kau ada di seberang jalan. Dalam Ferrari hitam kan? Masuklah kemari, kalau kau terlalu lama di situ bisa dehidrasi, yah meskipun cuaca di luar dingin."

"Banyak yang punya Ferrari hitam di Jepang," Seto membela diri.

"Betul, tapi cuma ada satu Ferrari di seluruh dunia dengan gambar Blue-Eyes White Dragon di kap mobil dan berplat nomor K 41 BA."

Seto benar-benar mati kutu. Argumen yang sudah dia persiapkan sejurus lalu langsung tak berguna. Seto membenturkan dahinya ke roda kemudi, menyesali kebodohannya sendiri.

"Cepatlah masuk Kaiba, ada satu meja kosong. Aku tidak tahu berapa lama lagi meja itu bisa tetap kosong dengan pengunjung sebanyak ini."

"Siapa yang mau kesana!" Ketusnya.

"Jangan keras kepala begitu. Mampirlah dan nanti aku akan menghidangkan coklat panas untukmu. Oh... sudah ya, Yuugi memanggil."

"Oi! Tung—"

Putus. Seto memelototi dan meremas telepon selularnya kuat-kuat, seolah dia sedang mencekik leher si penelepon tadi. "Sialaaan! Kurang ajar! Beraninya bocah pendek itu meremehkanku!" Makinya.

Sedetik kemudian teleponnya berdering lagi, Seto buru-buru menekan tombol answer. "Dengar ya! Biar lewat tiga ribu tahun lagi pun, aku tidak akan masuk ke toko jelekmu dan minum coklat na'as buatanmu yang tidak enak!"

"Apaan sih kak? Ini aku, Mokuba," ujar suara di ujung sana.

"Mokuba?" Kekesalan Seto sedikit mereda setelah menyadari peneleponnya berbeda. "Ada apa?"

"Kakak ada di depan Suiito kan?"

Seto nyaris tersedak, kini Mokuba juga tahu dia berada di dekat toko terkutuk itu. Dia tidak merasa telah memberitahukan posisinya pada sang adik, kecuali kalau ternyata Mokuba sudah berada dalam toko sejak awal. "Apa yang membuatmu berpikir begitu?"

Mokuba berdecak bangga. "Memangnya siapa yang sudah mengajariku teknik melacak orang lewat GPRS telepon genggam?"

Lagi-lagi Seto mengutuk, namun kali ini ditujukan pada kemahirannya sendiri.

"Eeh... kalau kakak sedang ada di sana, belikan aku coklat madu ya."

"Tidak," Seto menolak mentah-mentah. "Kemarin kamu sudah memakan coklat kiriman Atemu. Masih belum puas juga?"

"Yah, jangan pelit begitu dong kak..."

'Pelit? Aku dikatai pelit? Atemu seratus kali lipat lebih pelit dariku!'

"... lagipula, mana mungkin ada orang bisa puas sama coklat selegit itu."

"Huh, jangan terlalu memuja coklat. Itu makanan jahat, pemicu diabetes, gigi berlubang, dan obesitas! Sudah banyak korban bergelimpangan, keracunan timbal, kinerja otak menurun, ketagihan, sampai dikremasi. Sebaiknya kamu berhenti memakannya sebelum efek itu muncul."

"Ih, kok ngomongnya kayak dendam sama orang? Lagi bertengkar sama kak Atemu ya?" Selidik Mokuba.

Kontan Seto pun membantah. "Siapa! Kami tidak bertengkar, aku cuma kesal padanya."

"Itu sama saja," ujar Mokuba kalem. "Dari kata-kata tadi, sepertinya dia mengundang kakak ke tokonya. Temui saja dan mengobrol sebentar. Sudah lama tidak berbicara padanya kan?"

Benar juga, sudah berbulan-bulan berlalu sejak terakhir kali dia adu debat dengan Atemu. Yah, percakapan mereka memang selalu diisi perang kata-kata yang tidak penting, tapi biasanya itu adalah pelepas stres yang sangat manjur bagi Seto. Lalu, sudah terlalu lama pula waktu berselang saat dirinya bertanding dengan Atemu dalam duel M & W. Deck miliknya yang bersemayam tiga Blue-Eyes White Dragon kini terlupakan dalam brankas di kamarnya. 'Semua ini kesalahan Atemu yang terlalu sibuk mengurusi coklat dan toko lusuhnya itu,' geram Seto.

"Baiklah Mokuba, aku akan ke sana. Tapi jangan harap aku akan membelikanmu makanan jahat yang dijual dalam tokonya." Sebelum Mokuba sempat protes, Seto langsung menutup sambungan telepon. Setelah merapatkan mantel dan memasang pengaman pada roda kemudi, dia pun keluar dari mobil menuju udara malam bulan Febuari yang dingin.

(XXXXXX)

"Irasshaimase." Sebuah suara menyambut kedatangannya setelah Seto membuka pintu dan memasuki Suiito, namun itu bukanlah suara yang ingin ia dengar. Yuugi, saudara kembar Mutou Atemu berjalan menghampirinya. "Akhirnya kau datang juga, Kaiba-kun. Ayo lewat sini, meja yang disiapkan Aniki masih belum terisi."

Seto hanya mengangguk samar. Dia mengikuti Yuugi menuju meja bundar yang ada di sudut ruangan. Ini baru pertama kalinya Seto mampir ke toko milik Atemu, dan dia terpaksa mengakui bahwa toko ini jauh dari kata sempit, jelek, dan lusuh. Meskipun luasnya lebih kecil dari pada ruangan kantor Seto di Kaiba Corporation, namun desain interiornya membuat siapapun merasa betah berlama-lama duduk di sana. Dindingnya dilapisi cat cokelat tua yang hangat dan ada sedikit paduan kuning pucat di beberapa bagiannya, terpajang pula sejumlah foto coklat yang diambil dengan teknik fotografi makro. Sofa yang saat ini diduduki Seto pun sangat nyaman dan bersih.

"Ini coklat panasmu, Kaiba-kun." Studi yang tengah dilakukan Seto terbuyarkan oleh Yuugi, dia sedang meletakkan mug keramik cantik di atas mejanya. "Aniki sendiri yang menyiapkannya, semoga kamu suka."

Seto kembali mengangguk samar, Yuugi pun beranjak dari situ untuk melayani pengunjung yang lain. Seto memandangi mug berukiran indah berisi coklat di depannya. Bukankah dari pembicaraan telepon tadi Atemu bilang dia sendiri yang akan menghidangkan coklat itu, kenapa malah Yuugi yang mengantarkannya? Memang betul Yuugi berkata bahwa Atemu yang menyiapkan, tapi itu membuat Seto tidak puas. Dan entah mengapa dia merasa dipermainkan.

'Cih, siapa yang mau minum benda ini? Mungkin sudah dicampur-campur sesuatu.' Pikir Seto curiga. 'Lagipula apa yang sedang dikerjakan si bocah kurang ajar itu, aku sudah ada disini tapi dia tidak muncul.'

Kedua bola mata Seto menelusuri ruangan tersebut, agak sulit menemukan tubuh kecil orang yang dicarinya diantara belantara pengunjung. Namun tak lama kemudian, akhirnya dia menemukan Atemu sedang berada dibalik konter kaca, sibuk melayani para pembeli yang mengantri panjang. Ada jejak rasa lelah di sekitar raut wajahnya, sepertinya karena kurang istirahat. Namun kedua bola mata merahnya bersinar-sinar. Jelas sekali bahwa dia sangat menikmati pekerjaan ini.

'Memangnya kerja di toko coklat bisa lebih menyenangkan daripada duel?' Seto membatin gusar. 'Sebagai rival, aku harus mengembalikan dia ke jalan yang benar.'

Seto bangkit dari sofa yang didudukinya, coklat panas yang telah mendingin di atas meja kini terlupakan. Dia melenggang menghampiri Atemu, dengan begitu saja melewati kerumunan orang-orang yang tengah mengantri. Otomatis beberapa orang di situ protes dan menyemprotnya dengan sejuta hujatan. Sejurus kemudian, Kaiba melotot dan membuat orang-orang tersebut diam.

Atemu yang baru saja menyadari insiden itu mendelik galak ke arah Seto. "Oi, Kaiba! Apa yang kamu lakukan? Berhentilah meneror para pelangganku!"

Kegusaran yang dirasakan Seto naik beberapa level. 'Huh, jadi orang-orang rendahan ini jauh lebih penting baginya? Dasar pendek, akan kubalas kau!'

"Aku ke sini mau membayar coklat dalam mug yang ditaruh di mejaku tadi!" Bentaknya sambil melemparkan uang seratus ribu Yen ke arah Atemu. Kemudian pemuda tersebut menangkap uang terbang itu dengan wajah bosan, lalu melemparkannya kembali ke arah Seto.

"Ini bukan kasir, bego. Meja kasirnya sebelah sana. Tuh, ada tulisannya kan? K-A-S-I-R." Atemu menjelaskan seolah dia sedang berbicara pada anak autis, sambil menunjuk ke arah Sugoroku yang tengah memberikan uang kembalian pada seorang pembeli. "Lagipula coklat tadi itu gratis, aku traktir."

"Aku tak sudi ditraktir orang sepertimu!" Seto melempar uangnya lagi.

"Percayalah, aku tidak akan membuat kesalahan sama untuk kedua kalinya." Atemu balas melempar.

"Bocah kikir!"

"CEO bego."

"Pendek!"

"Teroris."

Dan terjadilah pertandingan uang tangkis sengit antara Seto versus Atemu. Semua mata yang ada disitu memandang takjub, terkagum-kagum pada serve, speed, loop, dan smash yang dilancarkan keduanya.

"Coklatmu tidak enak!"

"Mukamu juga!"

Seto tidak balas melempar, uang seratus ribu Yen malang itu dibiarkan menyapu pipi kirinya, lalu jatuh terkulai di lantai kehilangan daya. Kata-kata Atemu barusan membuat derajat kegusarannya mencapai titik maksimum. Seto sudah habis kesabaran.

Dia menyambar kerah kemeja Atemu, lalu menarik tubuh kecilnya naik ke atas konter dan menyeretnya turun menuju tempat Seto berdiri. CEO muda itu melakukannya dengan mudah. Entah karena dia yang terlalu kuat atau Atemu yang terlalu ringan. Yang jelas, Seto benar-benar bengis, sadis, dan tiada ampun lagi.

Atemu syok dan sama sekali tidak mengerti apa yang baru saja terjadi. Dia bahkan sampai tidak sempat protes ataupun meminta pertolongan, saat Seto menyeretnya keluar toko dan menjejalkannya hingga masuk ke dalam mobil.

Ketika deru mesin Ferrari milik Seto sudah tak terdengar lagi, semua orang dalam toko baru sadar bahwa pemilik Suiito telah diculik.

"Apa yang kau lakukan, Kaiba? Putar balik mobilnya, tokoku sedang banyak pengunjung!"

Seto menginjak pedal gas dengan brutal, membuat Atemu terhempas mundur ke jok yang didudukinya. Pemuda itu buru-buru memasang sabuk keselamatan, diliriknya speedometer yang sudah menunjukan angka 90 km/jam. Kalau mereka sampai tidak mengalami kecelakaan, itu merupakan mukjizat.

"Hei, kamu tuli ya? Putar balik mobilnya!" Sebuah tikungan tajam. "Whoaa! Ini di tengah kota, pelankan kecepatanmu sebelum kita berdua terbunuh!"

Seto menyeringai. Sebelum sampai Duel Dome, dia akan lebih dulu memamerkan keahlian mengemudinya yang menyaingi teroris Grand Theft Auto dan membuat Atemu mati ketakutan.

(XXXXXX)

Setengah jam sudah berlalu, Seto terus melarikan mobilnya di jalan raya kota Domino. Manuver-manuver maut berhasil dilaluinya dengan mulus, meskipun hampir menghantam beberapa kendaraan dan nyaris menggilas sejumlah pejalan kaki. Ego besar Seto juga semakin termanjakan, sebab sejak tadi seorang penumpang yang duduk di sebelahnya sudah tidak mengeluarkan suara lagi.

Sekarang Ferrari Enzo yang dikemudikannya tengah melaju di sekitar pelabuhan. Lingkungannya yang sepi memudahkan Seto untuk menaikkan kecepatan, tidak ada truk pengangkut barang, forklift, petugas dermaga, atau penumpang yang berlalu-lalang seperti pada siang hari. Speedometer-nya sudah menunjukkan angka 210 km/jam.

Dengan wajah penuh kemenangan, Seto melirik untuk melihat ekspresi rivalnya. Namun itu bukanlah pemandangan yang ia harapkan. Dia sudah menerka Atemu akan berwajah pucat pasi, kedua mata terbelalak, dan bulir-bulir keringat dingin terus mengalir dari pelipisnya. Namun ternyata tidak! Atemu malah tidur dengan nyaman di atas jok Ferrari kesayangannya, mendengkur lirih seperti kucing. Pemuda itu memang terkenal tidak takut terhadap apapun.

'Sialan!' Umpat Seto.

Rencana balas dendam untuk membuat Atemu ketakutan dengan gaya menyetirnya yang gila-gilaan telah gagal secara tragis. Seto menghentikan laju mobil, lalu memandangi Atemu dengan tatapan tidak percaya. Belum pernah sebelumnya ada orang bisa tertidur pulas dalam kendaraan yang ia kemudikan, kebanyakan dari mereka menggigil, memekik, menjerit, dan menangis. Kalaupun ada yang tak sadarkan diri itu karena pingsan, bukan ketiduran!

Tiba-tiba indera penciuman Seto menangkap aroma asing dalam mobilnya. Sebelum ini dia sama sekali tidak menyadari karena terlalu fokus menyetir. Aroma yang samar namun ia mengenalinya, wangi coklat dan susu.

Seto menyipitkan kedua matanya ke arah Atemu, curiga. Dari mana lagi aroma itu berasal kalau bukan darinya. Setiap hari dan selama berjam-jam Atemu selalu dikelilingi coklat, wajarlah kalau baunya menempel. Seto melihat Atemu lebih dari sesaat, membuat dia memelajari penampilan rivalnya.

Atemu mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah tua dan celana berbahan jins warna hitam, tapi yang paling menarik adalah celemek berwarna cokelat gelap yang melingkar di pinggangnya. Seto teringat bahwa Yuugi dan Sugoroku juga memakai celemek serupa, namun tidak sedikit pun penampilan mereka menyamai orang di sebelahnya ini.

'Apa yang baru saja kupikirkan?!' Seto kembali merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia bisa berpikir bahwa Atemu itu menarik? Konyol!

'Dia cuma bocah pendek yang pelit, sok sibuk, dan menyebalkan! Semua kenalannya diberi coklat setiap tahun, sementara aku tidak!'

TUNGGU DULU! .Seto tertegun, tidak percaya dengan apa yang baru saja melintas di otaknya. Dia kesal pada Atemu hanya karena tidak mendapat kiriman coklat? Yang benar saja! Memangnya dia anak kecil?

Seto salah tingkah dan perasaannya jadi semakin tidak karuan, apalagi hanya dia sendiri yang mengalami. Sementara Atemu enak-enakan tidur di kursi Ferrari miliknya yang empuk, seolah mobil ini adalah hotel gratis. Atemu juga harus merasakan kegusarannya, kalau bisa lebih menderita lagi.

Seto menekan klakson mobil, dan suara keras itu langsung membuat Atemu tersentak bangun. Dia sedikit puas saat rivalnya menoleh kanan-kiri kebingungan.

"Dimana ini?" Tanya Atemu lirih. Setelah sisa-sisa kantuknya hilang dan otaknya mulai berjalan lagi, dia menyadari bahwa dirinya tengah berada di pelabuhan Domino. Mau apa Seto membawanya kemari? Melihat matahari terbenam yang sudah berlalu sejak sore? Naik kapal pengangkut barang yang telah berlayar semuanya? Atau berenang di teluk Domino sampai terjangkit pneumonia?

Atemu melirik Seto dengan sorot mata bosan. "Apa yang mau kamu lakukan dengan membawaku ke pelabuhan sepi begini?"

Seto sungguh ingin menjawabnya dengan dua kata: Ayo berduel!. Namun itu justru malah bisa memberi Atemu kesempatan untuk mulai mengolok-olok dirinya. Mereka sama-sama tidak membawa duel disk apalagi deck masing-masing. Dalam Duel Dome memang mudah saja bertanding M & W tanpa kedua benda tersebut. Karena itulah, menantangnya selama berada di dermaga sungguh tak tepat. Seto membuat kesalahan membangunkan Atemu di tempat itu.

Sejurus kemudian, Seto menyunggingkan senyum setan. Sebuah rencana bulus mulai tersusun dalam kepalanya. Dan ide ini seratus persen akan membuat Atemu tak berkutik!

"Oi, jangan diam saja. Kau sudah seenaknya membuatku meninggalkan toko, sekarang jelaskan kenapa aku ada di tempat tak jelas begini!" Atemu mendesak lagi.

Seto memandangi Atemu dengan sorot mata yang aneh dan tak terjelaskan. Membuat pemuda itu keheranan sekaligus merasa tak nyaman. "Kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Kau sungguh ingin tahu kenapa aku membawamu kemari?" Seto malah balas bertanya, membuat Atemu bertambah kesal.

"Tentu saja," ujar Atemu. Kedua tangannya terlipat di depan dada, dia mulai tidak sabar dengan sikap Seto yang menyebalkan.

"Kau kubawa kemari karena..." Seto berhenti sesaat, menciptakan efek yang semakin mencurigakan.

"Karena apa?" Cecar Atemu.

"Karena aku bermaksud memerkosamu," ujar Seto kalem seolah ia sedang menerangkan pengetahuan umum.

"APA!!!" Wajah Atemu yang memerah hingga menyaingi warna bola matanya membuat Seto sangat puas. Rupanya begini cara membuat rivalnya gugup dan salah tingkah, dia akan gunakan metode ini sesering mungkin. Dalam hati Seto terkekeh, 'aku sudah memegang kelemahanmu, Mutou Atemu.'

"Langkahi dulu mayatku!" Pemuda pemilik Suiito itu buru-buru berkata. "Kita selesaikan ini dengan duel!"

Terjebak! Justru itulah kalimat yang ditunggu Seto sejak tadi. "Memangnya kau membawa deck-mu? Lalu duel disk-nya?"

"Kita ke Duel Dome!"

Seto pun menyeringai. Lepaslah dia dari kewajiban menjelaskan kepada Atemu alasan mengapa dirinya diculik. Dari sini, Seto sudah dapat langsung menyalakan kembali mesin mobilnya dan menuju arena duel. Namun dia sudah terlanjur besar kepala, dan baru merasa puas setelah memperoleh kemenangan mutlak. Maka Seto melanjutkan, "lupakan Duel Dome, bagaimana kalau ke hotel saja?"

Sekujur tubuh Atemu bergetar menahan marah. Tidak ada gunanya ia berbicara lebih jauh lagi pada Seto, tekanan darahnya bisa semakin naik. Dia bergegas melepas sabuk pengaman, lalu menarik handle pintu mobil agar dapat pergi dari situ. Namun betapa terkejutnya dia saat pintunya tak terbuka, terkunci total.

"Percuma. Itu hanya bisa dibuka lewat controller dari pintu pengemudi," ujar Seto dengan tenang. "Tak usah buru-buru pergi, sekarang bagaimana kalau kita melakukan hal-hal yang menyenangkan?"

Satu-satunya hal menyenangkan yang ingin dilakukan Atemu saat ini adalah menggampar Kaiba Seto kanan-kiri. Rivalnya mendadak jadi sinting. Sudah terbukti dari keengganannya berduel, padahal kali ini Atemu yang memberi tantangan. Beberapa pukulan mungkin akan membuatnya waras kembali.

Tanpa banyak bicara lagi, Atemu melayangkan tinjunya ke arah Seto. Namun pemuda bertubuh tinggi itu lebih cepat, tangan kanan Atemu ditangkap. "Kau suka berkelahi dulu sebelum mulai main rupanya."

"Sebaiknya kau berhenti bicara sembarangan sebelum kucabut lidahmu dan menjejalkannya ke tenggorokanmu," geram Atemu. "Percayalah, itu tidak menyehatkan."

Seto lengah, dia tidak menyangka kesempatan itu digunakan Atemu untuk meraih door controller dengan tangan kirinya yang bebas. Otomatis dia mencegah, dan Atemu sendiri tak mau kalah. Dimulailah pergulatan dua pria ini dalam kendaraan, yang satu berusaha membuka kunci pintu sedangkan yang satu lagi mempertahankan. Shockbreaker Ferrari Enzo milik Seto mulai bergerak naik-turun, dilihat dari luar mobil itu tampak sangat mencurigakan.

Tak lama kemudian pergulatan tersebut dimenangkan oleh Atemu. Tubuhnya yang kecil membuatnya mudah berkelit sehingga dia berhasil menekan tombol unlock&open meski dengan susah payah. Namun yang terbuka justru pintu pengemudi, Seto yang tengah bersandar di situ langsung hilang keseimbangan. Secara refleks, tangannya mencari pegangan dan kebetulan Atemu paling dekat. Celakanya, pemuda bertubuh mungil itu belum siap. Dia pun jatuh bersama Seto menuju aspal dermaga yang keras.

Seto meringis menahan nyeri di bagian pinggang, belum lagi tubuh Atemu sampai ikut menimpanya. Eh? Menimpa? Itu berarti...

Dengan wajah yang merona, keduanya lekas bangkit dan berdiri jauh-jauh dari satu sama lain. Rasanya merinding. Kemudian untuk kedua kalinya Seto menatap Atemu dengan sorot mata yang aneh.

"A-apa? Kau mau berkelahi? Ayo sini, akan kulayani!"

"Aku tidak mau melakukan itu pada orang yang sedang memakai celemek."

"Ini kan gara-gara kau juga. Waktu di toko tadi aku memang lengah, tapi kali ini aku akan menghajarmu sampai babak belur!"

"Memangnya kau bisa melakukannya dengan badanmu yang pendek itu. Jangkauan pukulanmu saja di bawah rata-rata."

Tadi itu sebuah penghinaan, tapi Atemu sungguh lega mendengarnya. Kaiba Seto sudah kembali normal, terima kasih Tuhan!

"Kau meremehkanku?" Balas Atemu lagi.

"Kalau iya memang kenapa? Dasar bocah kikir!"

"Kenapa kau selalu menyebutku begitu? Aku bukan bocah dan aku tidak kikir!"

"Masa bodoh, kau itu rivalku dan aku berhak melakukan apapun padamu," kecam Seto galak. Namun kalimat yang barusan terlontar itu terkesan salah dan ganjil, lebih cocok disampaikan kepada kekasih atau suami kepada istri. Wajah keduanya mulai memerah lagi.

Dari banyak pilihan respon yang bisa dilakukan Atemu, pemuda itu memilih untuk pura-pura tak mendengar dan kabur. Dia pun berbalik menuju pintu keluar dermaga untuk mencari jalan pulang, tapi sikapnya malah seperti orang linglung.

Seto yang menyadari Atemu akan pergi membuat emosinya kembali naik. Dia tak suka diacuhkan. "Hei, aku belum selesai berurusan denganmu! Mau pergi kemana kau!"

Atemu masih tetap berjalan menjauh sambil memberikan jawaban singkat, "pulang."

Seto makin emosi mendengar itu, dia pun mengejar rivalnya. Entah apa yang ia pikirkan hingga bertindak demikian, tapi tampaknya dia memang sedang tak berpikir apa-apa. CEO muda Kaiba Corporation yang terkenal serba perhitungan dan ahli perencanaan itu tiba-tiba jadi pemuda biasa yang impulsif.

Atemu menoleh ke belakang begitu mendengar ada suara langkah kaki lain yang mendekatinya, Seto tengah menyusul dengan langkah lebar-lebar. Sejak pertama kali bertemu dan menjadi saingan, Atemu sudah terbiasa menghadapinya dalam berbagai situasi dan kondisi. Tapi kali ini dia sungguh merasa ngeri, orang yang tengah bersamanya kini bukan Kaiba Seto yang ia kenal. Atemu pun berlari secepat yang dia bisa.

Secara refleks, Seto juga ikut berlari mengejar. Atemu sendiri makin memacu kecepatan karenanya, dia berlari seperti orang kesetanan. Sungguh pemandangan yang aneh, dua duelist elit yang terkenal sedang berkejar-kejaran seru di tengah pelabuhan Domino.

"Atemu! Berhentilah sekarang juga!"

"Wuaaa tidak! Pergi sana Kaiba! Jangan menggangguku terus!"

Seto terus mengejar dengan kecepatan penuh, Atemu sendiri tidak bertambah lambat. Meski tubuhnya kecil, namun dia sangat lincah dan gesit. Bahkan Seto yang memiliki tungkai panjang pun sampai kewalahan. Selama beberapa menit, mereka terus berkejaran hingga mencapai sisi dermaga. Suara ombak terdengar makin deras, angin laut yang dingin mulai menusuk kulit. Atemu yang tidak memakai jaket atau mantel jadi menggigil kedinginan.

Akhirnya dengan susah payah, Seto berhasil memendekkan jarak. Dia menarik kemeja rivalnya dari belakang hingga membuatnya berhenti. Atemu kontan meronta. "Lepaskan!"

"Tidak!" Serunya. Sudah susah payah Seto mengejar sampai terengah-engah begitu, mana mungkin dia langsung membebaskannya. Dari kemeja belakang, Seto memindahkan genggamannya ke lengan Atemu, membuat pemuda itu membalikkan badan. "Urusan kita masih belum selesai!"

"Aku tak peduli, bereskan saja nanti. Aku mau kembali mengurus toko." Atemu terus menyentak dan meronta, tapi cengkraman Seto justru semakin kuat.

"Kau lebih memilih toko jelekmu dibandingkan berduel?" geram Seto.

"Tadi kau bilang tak mau berduel."

"Aku cuma mempermainkanmu. Sekarang ayo ikut, kita ke Duel Dome!" Seto menarik lengan Atemu menuju Ferrari-nya yang terparkir jauh sekali.

"Tidak mau!" Karena diperlakukan kasar begitu, Atemu terang-terang menolak.

"Kau terus saja mengurusi toko coklat buruk itu, memangnya kau sempat mengerjakan hal lainnya? Kau masih ingat kapan terakhir berduel?"

"Lihat siapa yang bicara," sergah Atemu. "Pertanyaan itu juga pantas ditujukan untukmu. Apa kau sempat mengerjakan hal lain selain duduk di bangku CEO Kaibacorp? Coba katakan, pernahkah kau memberikan sesuatu pada sahabatmu di hari Valentine?"

"Jangan sok berbicara moral," ujar Seto dingin. "Bukankah kau sendiri sengaja melupakan seseorang waktu mengirimkan semua coklat-coklat itu?"

Atemu tertegun, heran dengan perkataan orang di yang ada dihadapannya. Namun sejurus kemudian, dia mulai sadar maksud ucapan tadi. Raut wajahnya memang datar dan sulit dibaca, namun kedua bola mata Seto telah menuturkan segalanya.

"Kau tidak menerima kirimanku? Aku terus melakukannya selama tiga tahun terakhir, setiap tanggal tiga belas." Seto mengerutkan dahinya, ia memandang Atemu dengan skeptis. Pemuda bertubuh mungil itu melanjutkan, "coklat untukmu selalu kukirimkan bersama milik Mokuba, jumlahnya selalu ada dua."

Seto melepaskan lengan Atemu, dia mundur beberapa langkah lalu berbalik membelakanginya. Tombol-tombol sebuah ponsel putih ia tekan beberapa kali. Dia akan menghubungi seseorang untuk melakukan konfirmasi. Setelah teleponnya tersambung, suara yang ada di ujung sana menjawab, "Halo kak, ada apa?"

"Mokuba," jawab Seto. "Aku akan bertanya sesuatu. Coklat paket kemarin ada berapa buah?"

"Ada dua, memangnya kenapa?"

"Kamu tidak sadar, kalau yang satu lagi itu ditujukan kepadaku?"

"Bukankah kakak benci coklat? Daripada terbuang percuma akhirnya kumakan saja," tutur Mokuba. "Waktu kak Atemu mulai mengirim sejak tiga tahun lalu, memang selalu ada dua buah kok. Tapi tanpa sadar semua coklatnya selalu kumakan, habis enak sekali."

'Menyebalkan,' pikir Seto.

Mokuba melanjutkan, "tahun ini lain, dua coklat yang dulunya dibungkus serupa sekarang berbeda. Aku merasa tidak enak memakan bagian kakak terus, jadi kemarin mau kuberikan. Tapi berhubung kakak bilang benci coklat, ya sudah kuhabiskan lagi."

Mokuba menjelaskan dengan santai, sementara Seto semakin kesal mendengarnya hingga lagi-lagi dia mematikan sambungan telepon. Entah mengapa Seto jadi ingin mengikat adik kesayangannya dengan tali lalu menggantungnya di kandelier ruang tengah milik Kaiba mansion.

"Oi, Kaiba." Suara Atemu, secara refleks Seto pun berbalik.

Atemu melemparkan sebuah benda bulat yang dibungkus kertas alumunium, Seto menangkapnya. "Itu masih percobaan, jadi mungkin rasanya tidak terlalu enak."

"Memangnya kau anggap aku ini taster?" Ujarnya jengkel.

"Kalau kamu tidak mau memakannya buang saja. Lewat jam dua belas malam ini, coklat di tokoku pasti habis. Jadi aku tidak bisa memberikan apa-apa besok. Sudah ya, aku harus pulang. Duel-nya lain waktu saja," Atemu pamit. "Happy Valentine."

Seto tertegun dan membiarkan Atemu pergi. Kemudian pandangannya beralih pada coklat pemberian itu. Dengan hati-hati, pembungkus alumuniumnya ia buka. Meskipun penerangan di pelabuhan tidak seberapa, namun Seto dapat menangkap warna coklat tersebut yang lebih pekat daripada dark chocolate, tercium pula aroma arak Jepang dari sana. Penasaran, Seto pun mencicipinya.

Lidahnya disambut dengan coklat pahit yang bercampur rasa apel, aroma arak yang ia cium sebelumnya sama sekali tak terasa. Walaupun tekstur coklat tersebut sangat lembut dan memanjakan mulut, namun campurannya masih belum tepat serta kurang sesuai kriteria pasar.

Coklat yang tidak sempurna. Namun entah mengapa, kegusaran yang cukup lama berkecamuk dalam hatinya kini telah sirna.

(XXXXXX)

Keesokan harinya di lantai paling atas gedung Kaiba Corporation, seorang anak laki-laki berambut hitam tengah berlarian menuju kantor presiden utama.

"Kakak!"

Kaiba Seto yang tengah menandatangani beberapa dokumen dan draft desain menghentikan kegiatannya. "Ada apa Mokuba?"

"Barusan kak Atemu kemari—"

"Ada urusan apa? Dia mau berduel? Kenapa tidak diantar kemari?" Belum selesai adiknya bicara, Seto sudah bertanya panjang lebar.

"Eh, bukan..." sanggah Mokuba, "dia mampir sebentar untuk menitipkan sesuatu di front office. Kebetulan aku sedang ada di dekat situ, dia bilang tidak bisa tinggal lama-lama karena harus ke dokter."

Dahi Seto berkerut mendengarnya. "Keluarganya ada yang sakit?"

"Justru yang sakit itu kak Atemu sendiri, tampaknya terkena flu dan demam. Dia bilang harus segera berobat, orang yang selalu bekerja di dapur dan punya toko makanan sepertinya tidak boleh sampai sakit lama-lama," tutur Mokuba.

Seto jadi sedikit merasa bersalah, Atemu jatuh sakit karena jalan-jalan di malam hari tanpa jaket. Belum lagi dia kurang istirahat, wajarlah staminanya menurun. Kemarin malam Seto sudah seenaknya menculik dan tidak mengantarkannya pulang.

Renungan sesaat itu dibuyarkan oleh Mokuba, dia mengeluarkan sebuah amplop putih dari sakunya. "Kak Atemu menitipkan ini untuk kakak."

Seto menerima amplop tersebut, tak ada tulisan apapun di bagian luarnya. Dia pun mengeluarkan sebuah cutter dari laci meja. Setelah ujungnya terpotong, Seto melihat isi amplop itu.

Selembar uang seratus ribu Yen disertai sebuah surat pendek:

Hei Kaiba, uangmu tertinggal di tokoku. Aku kan sudah bilang kalau coklat panas itu gratis, jadi untuk sekali ini berhentilah jadi CEO bego yang keras kepala. Coklatnya juga tidak kamu minum kan? Dasar, menghamburkan biji kokoa saja. Kalau kau datang lagi nanti, akan kubuat kau meminum sisa coklat itu sampai habis.

Mutou Atemu

Tanpa sadar, dua sudut bibir Seto tertarik naik ke atas.

"Apa isinya?" Mokuba sangat penasaran begitu melihat ekspresi langka di wajah saudara kandungnya. "Kak Atemu akan mengirimkan coklat lagi?"

Mendengar itu, Seto teringat kembali niatnya semalam untuk menggantung Mokuba di kandelier. "Bukan urusanmu, lagipula kau tidak boleh memakan coklat selama sebulan karena sudah menghabiskan coklat Valentine bagianku tanpa izin."

Mokuba memucat. "Ma-mana bisa aku bertahan selama itu?!"

Seto menyeringai jahil. "Pikirkan sendiri sana."

Sementara itu di ruang tunggu sebuah rumah sakit umum, seorang pemuda mungil berbola mata merah terus bersin-bersin.

- Owarnai -

(XXXXXX)

Rei's Note:

1. seandainya dalam fanfic ini saya teh membuat si Kaiba dan Atemu jadi aneh, tidak keren, ngaco, siga budak leutik, jeung teu puguh. Saya sendiri pun heran, kenapa si Kaiba jadi rada bego dan super liar begini. Salah minum obat jiga na mah.

2. juga kalo sampe ada yang ngerasa tertipu sama genre fic-nya, dan membuat tiap-tiap prideshipper depresi plus kecewa berat. Romannya ga manis, dramanya cuma saling hujat, dan humornya garing. Da saya mah bukan spesialis drama, apalagi romens. Makanya part ini judulnya "Chocolate Liquor". Karena coklat yang baru disuling dan rasanya masih nggak karuan disebut demikian. Chocolate Liquor bisa dibilang masih mentah serta perlu dicampur ini-itu agar layak dijual ke pasaran. (Ini-itunya adalah gula, susu, vanila, dll)

3. sakali deui kalo feel dari suasana Valentine-nya kurang, saya bukan termasuk orang yang merayakannya. Lagian event Valentine itu sendiri cuma jadi sokongan buat menceritakan betapa sibuk dan suksesnya rumah coklat Atemu.

4. heran dan kaget sama speed mengemudinya si Kaiba. Sebab, mobil legendaris Ferrari Enzo kecepatannya mencapai 362 km/jam, dengan power 660 HP yang didukung mesin V 12 6,0 liter (kok jadi ngomongin mobil?). Yah, meskipun saya belum pernah merasakan seperti apa rasanya speed 210 apalagi 362, tapi saya tahu gimana rasanya ada dalam mobil berkecepatan 120 km/jam. Itu udah bikin jantung copot!

5. cuma ingin ngasih tau kalau ada sebuah studi yang bilang kalo melelehkan coklat dalam mulut akan memperbanyak aktivitas dalam otak dan mempercepat detak jantung hingga jauh lebih intens dan 4 kali lebih lama dibandingkan melakukan ciuman panas. Ha-ha-ha... sekarang saya nggak pernah memandang coklat dari sudut yang sama lagi. XD

Reiforizza

Tsuzuku desu!! Check Rio's side please!!! XD