Rhyme A. Black

-

PresenT

-

Tanjoubi Omedettou Hime-sama

-

Dedicated for Hinata Hyuuga's birthday

-

Naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei

-

NaruHina The Greatest Pairing

-

I hope you enjoy it

-

WARNING : MISSTYPO,OOC,GAJE,ABAL, ANEH *MAYBE ROMANTIC?*

-

TAKE, 1… 2… 3… ACTION

-

-

Pagi hari di tengah-tengah kedamaian mansion Hyuuga, berhasil di kacaukan karena sebuah teriakan yang cukup menggetarkan telinga. Burung yang sedang berterbangan langsung kecebur di kubangan sapi, kaca ada sebagian yang retak, dan sempat terjadi getaran bumi selama beberapa detik yah, tak ada yang bisa memungkiri teriakan maha dahsyat itu pastilah dari seseorang yang sedang kelebihan tenaga.

"Hinata-sama!!! Cepat bangun! Anda hampir terlambat untuk ke sekolah!!!" seru seorang pemuda yang bila di tinjau dari penampilannya bisa di pastikan pasti adalah seorang butler. Penampilan dengan vest hitam, kemeja lengan panjang putih, celana hitam panjang, dan juga dasi kupu-kupu tampak sedang berusaha membangunkan gadis manis yang menggeliat di dalam selimut tebalnya yang hangat.

"Lima menit lagi Naruto-san~" gumam gadis itu yang bisa di pastikan adalah orang yang bernama Hinata-sama.

"Wuapaaa? Lima menit? Ya, lima menit lagi dan anda akan terlambat untuk pelajaran pertama anda di hari pertama anda di kelas 12. ayolah Hinata-sama, apa Kata Hiashi-sama nanti bila mengetahui anaknya menjadi malas seperti ini…!!!" balas butler pirang itu sambil menarik paksa tangan majikannya itu. Yang mengakibatkan sang pemilik tangan bangun dengan malasnya dan menahan godaan kasurnya yang begitu empuk. Setelah berkutat dengan keinginannya untuk kembali tidur, akhirnya gadis yang bernama Hinata itu beranjak menuju kamar mandi yang ada di bagian kamarnya. Dia merasa kasihan pada orang-orang yang terpaksa mendengarkan teriakan butlernya di pagi hari yang indah ini.

Begitulah kebiasaan Hinata dan Naruto butlernya bila di hari awal sekolah. Mansion Hyuuga yang biasanya tenang menjadi kacau tak terkendali begitu terdengar teriakan Naruto yang membagunkan nona besarnya, Hinata-sama.

Keluarga Hyuuga. Siapa sih yang tidak mengenal keluarga ini?—ya itu bila kau tinggal di pedalaman, kau tidak akan mengenalnya—. Hyuuga adalah keluarga terpandang di seluruh Jepang—di seluruh dunia—, pemilik perusahaan elektronik yang membuka cabang dimana-mana, salah satu pemegang saham terbesar di beberapa perusahaan kerja sama di Jepang.

Hiashi-sama, adalah kepala keluarga sekaligus direktur utama perusahaan . Karena saking banyaknya pekerjaan yang mesti di kerjakannya, dia sangat jarang berada di rumah dan terkadang hanya pulang ke rumahnya sebulan sekali. Sangat jarang Hiashi-sama bisa berkumpul dengan keluarganya, dia pikir dengan harta dan segala hal yang ia berikan kepada keluarganya itu semua sudah cukup. Padahal sebenarnya tidak, tidak ada harta benda yang cukup hanya untuk mengganti secuil kasih sayang….

Anggota keluarga Hyuuga yang lain adalah Neji Hyuuga, sepupu Hinata-sama, yang saat ini tengah menyelesaikan kuliahnya di Harvard university. Sedangkan Hanabi adik Hinata-sama, bersekolah di sekolah asrama ternama di jepang. Jadilah Hinata hanya satu-satunya keluarga Hyuuga yang masih bertahan di mansion itu, di temani puluhan pelayan di rumahnya.

Salah satunya adalah Naruto Uzumaki, butler sekaligus wakil kepala pelayan di keluarga Hyuuga. Naruto Uzumaki, cukup sulit bila kau mau memungkiri bahwa dia itu cukup tampan. Sangat tampan malah, dengan rambut pirang jabriknya, mata biru langitnya, wajah orientalnya yang imut, dan juga senyumnya yang menawan tak ada yang bisa mengira bahwa ia hanyalah seorang butler keluarga Hyuuga. HANYA seorang butler keluarga Hyuuga???! Hell no, menjadi tukang bersih-bersih—lap-lap— pagarnya saja kau bisa di gaji sejuta!—ya itupun bisa di pahami karena gerbang keluarga Hyuuga itu tinggi, besar, dan panjangnya yang naudzu' billahi min dzalik'—.

Naruto Uzumaki, walaupun luarnya kau bisa melihat bahwa, yah penampakan luarnya dia itu agak bodoh, tolol, aneh, dan sifat-sifat mengerikan lainnya. Tapi, jangan pernah ragukan kecerdasannya. Dan bila dia sedang serius menghadapi sesuatu, dia bisa menjadi sangat WAH….tak bisa kau ungkapkan dengan Kata-Kata.

Saat ini umurnya dua puluh tahun, tetapi dia sudah menamatkan kuliah S2-nya. Jangan ditanya, karena secara turun temurun keluarga Uzumaki adalah butler khusus di keluarga Hyuuga, dan sering loncat-loncat kelas untuk segera menamatkan sekolahnya dan menjalankan tugas sebagai seorang butler. Mau sekolah setinggi apapun, apabila kau itu Uzumaki kau akan tetap menjadi seorang butler! Itu keputusan mutlak!. Naruto sudah menjadi butler khusus keluarga Hyuuga sejak umurnya 13 tahun. Bayangkan kau harus menamatkan sekolahmu secepat itu untuk melanjutkan garis keturunan keluargamu. Yah walaupun begitu, Naruto tetap senang bisa menjadi butler khusus untuk Hinata-sama. Umur merekapun tidak jauh berbeda, hanya berbeda tiga tahun saja. Di umur Hinata yang sebentar lagi akan menginjak delapan belas tahun, tanpa terasa, Naruto sudah bersama dengan Hinata-sama selama tujuh tahun. Dan dengan bersama selama itu dan umur yang tak terpaut jauh, tak dapat dipungkiri apabila ada suatu rasa yang tercipta.

Perasaan itu tanpa Naruto sadari datang begitu saja. Entah sejak mulai kapan ia merasakannya. Perasaan yang ingin melindungi dan tidak ingin membuat nona besarnya itu bersedih. Sebuah perasaan yang seharusnya tidak boleh lahir dari dalam hatinya, sebuah perasaan yang seharusnya ia tekan agar tak semakin merebak keluar. Perasaan terlarang yang seharusnya tidak ia rasakan, tapi semakin ia tekan perasaan itu semakin membuncah untuk meledak perasaan itu bernama…

Ia tahu. Ia sadar. Ia sangat tahu dan ia amat sangat sadar bahwa perasaannya itu tak akan kesampaian. Dia tahu bahwa dia dan Hinata itu berbeda jauh. Sangat berbeda. Dia dia hanyalah seorang butler yang melanjutkan pekerjaan yang diwariskan padanya dan Hinata adalah nona besarnya.

Heh, seorang butler jatuh cinta pada tuannya? Itu judul opera sabun ya? Sangat tidak mungkin hal itu terjadi, mengingat dia pasti akan ditendang keluar dari mansion Hyuuga, bila Hiashi-sama tahu akan perasaannya pada Hinata-sama. Jadi lebih baik ia pendam saja perasaan itu, dia lebih memilih untuk bisa tetap bersama dengan Hinata-sama . walaupun hanya sebagai butlernya. Dia sungguh pesimis bukan?

-

"Naruto-san, kapan Ottou-san akan pulang?" Tanya Hinata yang saat ini telah mengenakan seragam sailornya kepada Naruto yang saat itu sedang menyisiri rambutnya.

"Hmm, entahlah. Dia sedang ada bisnis besar di Paris, jadi dia mungkin tidak akan pulang cepat untuk saat ini." Jawab Naruto, yang saat itu kini menyiapkan buku-buku Hinata setelah urusan sisir-menyisir itu selesai tentunya.

"A-apakah di hari ulang tahunku dia tidak akan pulang juga?" Tanya Hinata kembali dengan ekspresi sedih di matanya. Naruto yang menyadari hal itu dengan cepat menyangkalnya.

"Dia pasti datang, sekalipun itu Cuma sebentar saja. Toh tanggal dua puluh tujuh nanti itukan adalah hari yang istimewa buat keluarga Hyuuga."

"Ta-Tapi tetap sajakan. Bagaimana kalau dia tidak ingat?" Tanya Hinata yang

Sepertinya dia tujukan hanya untuk dirinya sendiri.

"Hiashi-sama pasti datang nona. Sesibuk apapun dia. Nah sekarang sebaiknya anda turun ke ruang makan, Shizune telah menyiapkan sarapan enak untuk pagi yang cerah saat ini. Mari…" tawar Naruto sambil membukakan pintu untuk Hinata, Hinata sedikit tersenyum kepadanya. Hinata merasa senang, karena dalam keadaan apapun, Naruto selalu ada untuknya. Bukan hanya sebagai seorang butler, tetapi juga seorang kakak dan sahabat.

Hinata turun dengan anggun menuju ruang makan, di belakangnya Naruto yang sedang memasang kacamata yang tidak berframenya mengekor sambil membolak-balikkan jurnal di tangannya. Sepertinya itu adalah catatan harian mengenai apa yang akan Hinata lakukan hari ini.

"Les piano sepertinya hari ini libur nona, jadi anda punya banyak waktu luang sepulang sekolah nanti. Hah, entah apalagi yang dilakukan pianis mesum itu. Pasti pergi ke onsen untuk mengintip para wanita." Kata Naruto sambil menutup jurnalnya dan melepaskan kacamatanya*what???*

"A-aapa? Apa yang dilakukan Jiraiya-sama di onsen?" Tanya Hinata kaget.

"Seperti yang kubilang tadi nona. Mengintip para wanita, itu salah satu kebiasaannya selain pergi ke bar-bar dengan alasan 'mau mencari inspirasi untuk novel terbarunya'. Anda tahukan apa itu." Jawab Naruto panjang kali lebar sama dengan luas. Hinata yang mendengarnya hanya tersenyum-senyum geli. Naruto yang melihat pemandangan 'ada malaikat tersenyum' itu langsung mengalihkan pandangannya pada lukisan karya Jean Francois Millet yang terletak di dinding dekat tangga, tak dapat di sembunyikannya rasa malu yang menjalarinya saat melihat Hinata tersenyum.

"Selamat pagi Hinata-sama. Semoga pagi hari ini anda awali dengan senyuman." Sapa seseorang kakek tua yang sudah ubanan, memakai pakaian yang sama dengan Naruto, tak lain ialah sebagai kepala tertinggi pelayan di mansion Hyuuga ini.

"Selamat pagi juga Danzou-san." Jawab Hinata. Kemudian Dandou-san pun mendorongkan kursi yang terletak di sisian meja makan sehingga Hinata bisa duduk dengan tenang. Danzou-san pun segera menyiapkan sarapan pagi mereka, yaitu baguette hangat yang diolesi Nutella dan beurre dilapisi selai stroberry dan juga segelas teh darjeeling. Hinata pun menyantap sarapannya dengan lahap. Sementara itu Danzou-san dan Naruto memulai percakapan mereka.

"Bagaimana dia pagi ini?" Tanya Danzou-san sambil berbisik, takut ada pelayan lain atau Hinata sendiri yang mendengar.

"Seperti biasanya, masih menanyakan Hiashi-sama. Apakah Hiashi-sama tidak akan pulang minggu ini?" Tanya Naruto sambil berbisik juga tentunya.

"Entahlah. Semalam aku menghubungi beliau, dan dia mengatakan dia masih sangat sibuk saat ini. Belum sempat aku menanyakan mengenai kepulangannya, telepon sudah terputus. Dasar orang kaya." Balas Danzou-san sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Danzou-san, Naruto-san anda sudah sarapan?" Tanya Hinata memotong pembicaraan mereka. Dengan gelagapan meeka berdua menjawab.

"A-a-a-aaa, sudah Hinata-sama. Iya sudah, hehehe…" jawab Danzou-san dan Naruto kompak sambil tersenyum karena tidak menyangka Hinata akan menyela pembicaraan mereka.

"Ohhh, sudah" jawab Hinata yang di sambut angukkan semangat dari Naruto dan bungkukan hormat dari Danzou-san. Kemudian Hinata kembali melanjutkan sarapannya yang tadi sempat tertunda. Kini waktu telah menunjukkan pukuln 06.55 dan Hinata telah hampir menyelesaikan sarapannya.

"Hinata-sama, sudah waktunya anda berangkat. Mari." Panggil Naruto mengingatkan. Hinata yang ternyata sudah menghabiskan sarapannya, setelah membersihkan bibirnya dia langsung bangkit dan berjalan menuju limosen mewah yang sudah menunggunya. Naruto membukakan pintu untuk nona muda itu, dan Hinata segera masuk karena sudah tidak ada waktu untuk berlama-lama lagi.

"Semoga sekolah anda menyenangkan Hinata-sama." Kata Naruto sambil tersenyum, sebelum limosen itu melaju kencang.

-

-

Suasana Konoha Elite School sangatlah ramai saat itu, tapi tidak di kelas XII-1 yang suasananya agak sepi. Sekalipun ada suara itu hanyalah suara beberapa siswa perempuan yang sibuk bergosip ria trend busana terbaru rancangan desainer terkenal milik mereka. Sementara siswa-siswa lainnya ada yang membaca buku, mengetik di laptop, dan apalah itu yang jelas selama tidak keluar dari tata aturan bersikap yang baik ala bangsawan. Yah, memang kelas XII-1 hanya di peruntukkan untuk para keturunan bangsawan atau sejenisnya, yang jelas hanya orang-orang yang berkocek tebal yang bisa masuk kekelas yang terbilang istimewa ini.

Pintu kelas menjeblak terbuka, tampak seorang gadis cantik memasuki ruangan itu, dia segera berjalan menuju tempat duduknya. Dia enggan bergabung dengan kumpulan orang-orang yang berasal dari abad ke-17 itu. Apakah ini masih abad pertengahan? Masih saling berkolega berdasarkan kekayaan dan kekuasaan? Mungkin kita membutuhkan perang dunia ketiga untuk menyadarkan orang-orang yang seperti it—

"Oi Hinata!" Seru seseorang memanggil nama gadis itu yang membuat gadis itu menghentikan aktivitas melamunnya. Hinata menoleh kepada pemuda yang memanggilnya itu. Seorang pemuda dengan rambut coklat dan tato segitiga merah mencolok dipipinya, sementara itu ada sorang gadis berambut merah yang bergelayut manja di lengan kanannya.

"A-ada apa Kiba-kun?" Tanya Hinata berusaha menahan emosi yang membuncah didalam hatinya melihat adegan mesra di hadapannya.

"Ada yang mau aku bicarakan padamu. Tunggu aku di taman belakang sekolah sebentar saat jam terakhir selesai." Seusai berkata seperti itu, tanpa menunggu Hinata menjawabnya dia sudah berbalik pergi sambil mengelus-elus kepala wanita yang kalau tidak salah bernama Karin itu.

Hinata hanya menunduk sedih, dia sudah menjalin hubungan diam-diam bersama Kiba selama tiga minggu. Hubungannya itu sepertinya tidak akan bertahan lama mengingat kelakuan Kiba yang mudah bosan dengan sesuatu. Dia sudah tahu akan apa yang dihadapinya saat ini, resiko yang diambilnya dengan menjadi pacar seorang anak popoler dan playboy macam Kiba. Sudah tak terhitung lagi berapa puluh wanita yang jatuh ke pelukan cowok penyuka anjing Hinata pun juga telah menjadi salah satu koleksi Kiba, menyedihkan bukan?. Cinta ternyata memang bisa membuat manusia menjadi buta. Hinata sudah tahu resiko yang diambilnya saat menerima pernyataan cinta Kiba, tapi malah mengabaikannya dan tetap berpacaran dengannya.

-

-

Waktu menunjukkan pukul 13.45, waktu yang paling di tunggu-tunggu oleh anak SMA sepantaran Hinata. Tapi justru waktu pulanglah yang ia takutkan, takut apakah ia akan terluka.

Hinata menyusuri koridor sekolahnya yang panjang. Sesekali ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi sepertinya itu tidak berpengaruh banyak, karena setelah sampai di taman sekolah dan melihat wajah Kiba yang menyeringai aneh, dia mulai merasa gugup dan takut.

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Sahut Kiba tanpa basa-basi lagi.

"A-apa Ki-Kiba-kun?" Tanya Hinata sambil menunduk.

"Gue pengen putus dari lo." Jawab Kiba santai, dan itu membuat Hinata yang sedari tadi menunduk mengangkat pandangannya.

"A-a-aapa?"

"Lo tuli ya. Gue tuh pengen putus dari lo." Hardik Kiba tepat di depan wajah Hinata.

"Ke-ke-kenapa?" Tanya Hinata yang kini matanya sudah berkaca-kaca, menggigit bibir bawahnya agar dia tak perlu mengeluarkan isakan yang dapat membuat Kiba merasa senang karena bisa mempermainkanya.

"Karena lo tuh ngebosenin tau ngak. Lagi pula gue juga sudah punya cewek yang lebih menarik dari lo, yang tentunya gak gebosenin." Balas Kiba sengit, tak sadarkah ia bahwa perkataannya itu begitu menusuk bagi gadis manis yang ada di hadapannya itu.

"Ki-Ki-Kiba-kun…" Kini air mata Hinata sudah tak dapat di bendung lagi, langsung tumpah begitu mendengar Kiba yang berkata begitu menyayat hatinya. Apakah ia selalu di takdirkan untuk kecewa? Setelah ayahnya yang kini tidak meperhatikannya, malah cintanya juga yang harus pupus di tangan seorang playboy macam Kiba. Apakah dia sebegitu bodohnya?

"Apa?! Mau nangis lo? Nangis aja. Dasar cewek ce—"

PLAKKK!

Perkataan Kiba terputus karena di rasakannya panas menjalari pipinya. Sebuah tamparan yang cukup keras di dapatkannya dari cewek yang telah di sakitinya itu. Dia melongo dengan bodohnya, tak menyangka akan mendapatkan tamparan telak dipipinya. Di usapnya pipinya yang memerah itu sambil menatap Hinata yang kini telah mengeluarkan aura kemarahan. Tak disangkanya tangan pemain piano bisa keras juga.

"Rasakan itu!" maki Hinata sebelum berlari meninggalkan Kiba, yang kemudian

Mengeluarkan sumpah serapah karena baru ada wanita yang memperlakukannya seperti itu.

Hinata berlari kencang sambil terisak, kemudian menghapus air matanya karena dia telah sampai di tempat parkir, tempat supirnya menunggu. Dia takut bila supirnya itu melihatnya, bisa-bisa dia mengadu lagi pada Danzou-san atau Naruto.

"Silahkan masuk Hinata-sa—, anda habis menangis nona? Apa ada yang menyakiti anda?" Tanya Supirnya kaget, karena melihat mata Hinata sembab dan merah.

"Bu-bukan apa-apa kok Kotetsu-san." Jawab Hinata berbohong, namun Kotetsu tidak sebodoh itu untuk menebak, dia adalah salah satu dari segelintir orang yang mengetahui hubungan nona besarnya itu dan Kiba.

"Apakah Inuzuka-san menyakiti anda nona? Baiklah biar aku saja yang menghajarnya!" Kata Kotetsu sengit sambil mengepalkan tinjunya.

"Ti-Tidak perlu Kotetsu-san!," Seru Hinata mencegah Kotetsu melewatinya "Anda tidak perlu melakukan hal itu. Nanti bisa berujung masalah nantinya."

Kotetsu pun menghentikan niatnya begitu mendengar alasan nona muda Hyuuga itu. Betul memang, bila ia menghajar Kiba pastilah akan ada masalah baru yang muncul. Selain bisa berbuntut ke kantor polisi, bisa jadi Hiashi-sama mengetahui hubungan yang di lakukan oleh anaknya itu. Dan itu pertanda siap-siap saja kau mesti menerima ledakan kemarahan Hiashi-sama.

"Baiklah kalau begitu Hinata-sama. Tapi bila ia menggangu anda lagi, aku pastikan seluruh penghuni mansion akan murka padanya!" Seru Kotetsu sambil menggepalkan tangannya di depan wajahnya dengan penuh keyakinan. Mau tidak mau hianta menjadi tersenyum, karena dia tahu di sela perkataan Kotetsu tadi, ada candaan terselip di dalamnya.

-

-

Begitu sampai di mansion Hyuuga, Hinata tidak langsung masuk ke kediamannya melainkan berlari menuju taman luas yang ada di belakang mansionnya, yang bisa di lihat bukan hanya taman tetapi melainkan merupakan lapangan golf. Kotetsu yang tadinya hendak membukakan pintu menjadi kaget, karena wajahnya hampir saja terkena pintu yang tiba-tiba menjeblak terbuka oleh Hinata. Kotetsu hanya mengelengkan kepalanya saja melihat kelakuan Hinata yang sedang patah hati itu. Kemudian mengambil tas Hinata yang tertinggal dan membawanya masuk menuju mansion.

Sementara itu di taman belakang keluarga Hyuuga, dapat di saksikan bahwa ada seorang gadis yang sedang terisak-isak tengah berlari menuju sebuah pohon besar nan rimbun yang tumbuh di tepian taman itu. Yang lalu kemudian gadis itu berusaha memanjat pohon itu, yang tentunya berhasil dan langsung menumpahkan seluruh air matanya di sana. Menangis karena kebodohannya, dia berani terisak karena di pikirnya tidak akan ada yang dapat menemukannya di sini, kecuali seseorang…

Dia kembali mengingat bagaimana senangnya dia begitu ada seorang cowok yang mendekatinya, di tambah lagi cowok itu begitu populer..., dia kembali mengingat bagaiman dia memohon-mohon pada Danzou-san dan Naruto untuk mengijinkannya pergi nonton bersama cowok itu…, kembali mengingat bagaimana senang ia saat cowok itu menyatakan cinta padanya yang telah berhasil membuatnya lupa akan segalanya dan menerima pernyataan cowok itu tanpa berpikir dua kali lagi…, dia mengingat bagaimana dirinya saat memohon pada orang-orang rumah agar tak ada yang mengatakan hubungannya pada Hiashi-sama ayahnya…, dan dia pun mengingat bagaimana wajah Kiba saat berhasil ia berikan tamparan panas di pipinya…

Dia kembali menangis, menangsi bisa membuatnya kembali tenang…

-

-

"DIA ADA DIMANA SEKARANG, HAH?" Tanya—teriak Naruto pada kotetsu sambil menggoncang-goncangkan bahu kotetsu yang sepertinya sudah kelihatan pengen muntah itu.

"Sa-saya tidak tahu Naruto-san. Saat mobil berhenti dia tadi langsung berlari—."

"Berlari? Berlari katamu? Memangnya dia kenapa?" Tanya Naruto masih tetap menggoncang-goncang bahu laki-laki paruh baya itu.

"Naruto-san, sudahlah. Tenangalah dulu. Tidakkah kau lihat, Kotetsu-san sudah hampir muntah." Kata Danzou-san akhirnya sambil menjauhkan tangan Naruto dari bahu Kotetsu. Kasihan dia melihat supir keluarga Hyuuga di perlakukan seperti itu oleh butler muda ini.

"Bagaimana mau tenang Danzou-san. Kata Kotetsu-san tadi, Hinata tiba-tiba berlari dari mobil dan mungkin dia telah menangis ala telenovela entah di suatu tempat," Ucap Naruto sambil mendengus, tak dapat di pungkiri bahwa ada rasa khawatir di dalam setiap Kata yang terucap darinya "Memangnya apa yang terjadi dengannya Kotetsu-san?" Tanya Naruto akhirnya.

"Saya sendiri tidak tahu Naruto-san. Ma-maaf, saya mau kebelakang sebentar." Pamit Kotetsu yang telah berlari menuju kamar mandi terdekat karena sesuatu dari dalam mulutnya mendesak untuk keluar. Jyah, mantap gila goncangan yang Naruto buat, mampu membuat orang muntah.

"Saya permisi dulu Danzou-san, saya mau mencari gadis yang entah dimana tengah mengangis ala telenovela*?* itu." Naruto juga ikutan pamit hendak mencari Hinata.

"Ya, carilah gadis yang tengah menagis ala telenovela itu, dan tenangkanlah dirinya." Balas Danzou-san. Dan setelahnya Naruto telah berlari kecil menuju taman belakang mansion Hyuuga.

'Pasti menangis di tempat itu lagi' pikir Naruto sambil berjalan membelah taman luas itu, berjalan cepat menuju sebuah pohon besar yang tumbuh di tepinya. Naruto sudah tidak sabar untuk mengetahui, apa yang sebenarnya terjadi dengan nona besar itu.

Di dengarnya isakan kecil saat ia tiba di bawah pohon itu, di tengadahkan kepala pirangnya. Dan dapatlah terlihat Hinata tengah menangis tersedu-sedu. Naruto tahu betul apa yang akan dilakukan oleh Hinata apabila dia tengah bersedih. Baik itu menyangkut soal ayahnya, teman-temannya dan juga cintanya…. Ini untuk pertama kalinya Hinata menumpahkan rasa sedihnya akibat cintanya disini. Tanpa ada yang memberitahunya mengenai karena apa Hinata itu menangis, dia sudah tahu karena baru dua hari yang lalu Hinata curhat padanya mengenai hubungannya saat ini. Rumit…

"Hi…Hinata…sama…?" Panggil Naruto denga suara sepelan mungkin.

"A..ah, eh-eeeh?"Hinata menghentikan isakannya dan menoleh ke bawah. Tiba-tiba saja ia langsung kehilangan keseimbangan, dan…
BRUKKK..

Sakit…

Hinata terjatuh dari pohon dan dengan sukses berhasil mendarat di atas tubuh Naruto yang juga terdorong ke belakang dengan badan yang sukses terjatuh di rerumputan hijau yang basah. Perlu waktu beberapa menit sampai mereka menyadari bagaimana posisi mereka. Masing-masing masih sibuk dengan pikiran mereka.

"yatuhanakujatuhdan "pikir Hinata yang tiba-tiba saja tanpa diketahuinya otaknya menjadi hilang kendali*?*

"" pikir Naruto sambil tersenyum-senyum gaje.

Tidakkah mereka memikirkan bagaimana posisi mereka saat ini?bisa berbahaya jika ada yang melihat mereka saat ini. Tapi tampaknya mereka berdua tidak memikirkan bahaya itu, mereka malah terlihat nyaman dengan posisi seperti itu.

Hinata dapat merasakan dada Naruto yang begitu hangat, dan dapat didengarnya jantung butlernya yang berdetak saling memburu. Tanpa ia sadari ia jadi tersenyum-senyum sendiri. Sementara itu, Naruto telah menopang tubuhnya dengan sikutnya—ingat Hinata masih berada di atas tubuhnya— tanpa ada rasa untuk mengubah posisi memalukan mereka itu, Naruto bertanya.

"Ne, Hinata-sama. Ada hal apa sampai anda menangis seperti ini?" Tanya Naruto sambil menatap kepala indigo Hinata yang sedetik kemudian langsung terbenam di dada bidang Naruto, menumpahkan segala kesedihan dan kekesalannya saat itu juga. Dan akhirnya tanpa Kata-katapun, Naruto bisa memahami, masalah kali ini bukanlah karena ia kangen pada ibunya yang telah lama meninggal atau karena Hiashi-sama yang tidak memperhatikannya. Tetapi melainkan karena cinta…

Lama ia menangis, Naruto saja sampai kereptan untuk mendiamkan wanita yang sedang patah hati itu. Mungkin karena kelelahan menangis, Hinata akhirnya tertidur…dalam pelukan Naruto…

"Dia tertidur…manisnya—tidak, tidak! Apa yang kau pikirkan Naruto?! Dia itu tuanmu." Pikir Naruto begitu sudah tidak mendengar suara tangis Hinata lagi. Maka dengan hati-hati di gendongnya Hinata, kemudian setelah berhasil berdiri dengan sempurna dia berjalan menuju mansion Hyuuga. Bila dilihat dari jauh, mereka seperti sepasang pengantin baru saja…

-

-

Naruto sedikit kerepotan untuk membuka pintu kamar Hinata. Setelah sekian lama berkutat dengan pintu kamar dan kuncinya yang gila itu akhirnya Naruto berhasil membukanya juga. Tampaklah pemandangan kamar lavender yang sudah tidak asing lagi baginya itu. Segera ia membaringkan Hinata di ranjangnya yang berukuran queen size, takutnya nanti Hinata malah terbangun. Dengan pelan, dan sangat hati-hati dia akhirnya berhasil menaruh tubuh mungil dan rapuh itu di kasur empuk nan hangat itu. Di selimuti tubuh gadis cantil itu, dan kemudian terduduk di tepi ranjang memandangi wajah yang tertidur itu, dielusnya rambut gadis itu. 'halus' pikirnya, dengan segala waktu yang ia punya saat itu di kaguminya setiap inci makhluk arsitektur ciptaan tuhan itu, yang begitu kuat, anggun, dan rapuh di saat yang sama.

"Andaikan… kau tahu perasaanku padamu Hime-sama… aku tak akan membuatmu menangis… akan selalu melindungimu… menjadi tempat sandaranmu… akan membuatmu tersenyum…" Ucap Naruto, dan sesaat kemudian mengecup kening Hinata. "Selamat tidur… mimpi yang indah…"

Dan kemudian pemuda yang tengah merasakan kegalauan hati itu beranjak, mematikan lampu kamar sang Hime-sama, dan menutup pintu yang berukirkan ukiran-ukiran rumit namun indah itu…

BLAM…

-

THE END*di keprukz, digilas, ditabok readers*

TO BE CONTINUED

Maksudnya…

-

AUTHOR'S SIDE

NYAHAHAHAHA*ditimpukz, katawa gaje bangat*. Rhyme balik lagi dengan pairing NaruHina. Ini khusus ku buat untuk ultahnya Hinata, dan Insya Allah lanjutannya akan update tanggal 27 desember, doain supaya selesai tepat waktu ya~

Nah balik ke fict yang dia atas. Gimana ceritanya? Anehkah? Gajekah? Alaykah? Atau…mengerikan? Yayaya, silahkan jawab lewat review.

Saia sendiri tidak tahu pesti mengapa ide ini datang ke saia begitu saja. Di saat lagi bengong kayak sapi ompong langsung datang ide tentang fict ini melayang-layang di atas kepala saia. Untung ide ini berhasil saia tangkap, kalau tidak bisa hilang dia *???*.

Saia yang waktu itu bayangin, gimana yah bila Naruto itu jadi butlernya keluarga Hyuuga? Mana ada scene Naruto pake kacamata lagi… gyaaa, tak kuasa aku memikirkannya*???*

Dari pada saia ngomongnya makin gaje bin ngawur, mending senpai, readers, dan reviewers review fict saia. Tumpahkan*emang air?* segala apa yang anda pikirkan setelah anda semua membaca fict gaje ini. Yah…uyah…iyah…? Supaya saya menjadi semangat buat ngelanjutin fict saia yang lain… wokeh…?

Satu review dari minna-san semua akan menumbuhkan seribu semangat menulis untuk saia…

Narsiezz dikit gak papa yahpz… :

NaruHina, The Greatest Pairing…

REVIEW!!!