Ini Fanfiction pertama ku. sorry kalo gaje :)
Ceritanya, Perang Hogwarts udah gak ada. Professor Snape juga udah gak ada. tapi dia punya 3 orang anak. Timothy, Edmund dan Abigail.
Kalo mau lebih jelas lagi. baca ajaa yaa :)
I Love You, Miss Snape !
Part 1
" Hermione ! "
Teriak Ron dari ujung lorong. Hermione melihat Ron, dan langsung melangkahkan kakinya dengan cepat. Ron mencoba menyamai langkah Hermione, dan menarik lengan Hermione.
" Ada apa dengan mu? "
" Ada apa dengan ku? Perlu ku putar waktu lagi saat kau mencium Lavender Brown dihadapan ku, Ron ? "
Ucap Hermione yang matanya berkaca-kaca.
" Aku dibawah Mistletoe tadi. "
" Dan kau sangat menikmatinya, bukan? "
Hermione langsung pergi meninggalkan Ron.
" Aku tidak mengkhianati mu, Mione. "
Ucap Ron pelan. Dan tertunduk lemas. Harry, sahabatnya langsung menghampirinya.
" Ada apa dengan Hermione, Ron? "
" Dia melihat ku berciuman dengan Lavender. Tapi sungguh, aku dibawah Mistletoe tadi. "
" Pantas saja dia marah besar. Lavender mantan pacar mu yang menjadi daftar hitam Hermione."
" Aku tahu itu Harry. "
Kedatangan Harry jelas sama sekali tidak membantu. Ron masih memikirkan Hermione. Sampai sampai ia tidak melihat orang didepannya dan menabraknya hingga buku yang dibawa orang itu terjatuh.
" Maaf maaf. Aku tidak sengaja. "
Ujar Ron sambil terus mengulang kata maaf ke orang tersebut. Dengan menahan amarah, lelaki yang di tabrak Ron mengambil bukunya yang berserakan. Ia pun berdiri. Tinggi yang semampai, wajah yang tampan, terus memperhatikan Ron dengan penuh amarah.
" Tak bisa kah kau sedikit hati-hati, Weasley !"
Ucap lelaki itu dan pergi meninggalkan Ron.
" Siapa dia? "
Tanya Ron. Harry hanya mengangkat bahunya.
Ron dan Harry sampai di Aula besar. Kedatangan mereka sudah ditunggu Ginny, yang tak lain adalah pacar Harry dan adik Ron.
" Hey. Kau tahu? Anak-anak Professor Snape bersekolah di Hogwarts."
Ucap Ginny. Ron dan Harry mengerutkan dahinya.
Difikiran mereka, yang dimaksud 'anak-anak Snape' yaitu anak kecil berumur 8 tahun yang memiliki rambut yang sangat hitam dan senyum sinisnya. Ron dan Harry sudah tertawa saat memikirkan bentuk dari anak-anak Snape.
" Itu mereka. "
Tunjuk Ginny ke depan pintu Aula.
Berdirilah tiga orang Snape di depan pintu aula. Dua orang laki-laki yang memiliki postur tubuh kekar dan tinggi. Dan ditengahnya berdiri seorang gadis cantik yang sedang memegang buku di tangannya. Lelaki yang tadi tertabrak oleh Ron, ternyata seorang Snape. Hmm. Pantas saja.
Timothy Clayton Snape, anak pertama Snape yang benar-benar memiliki keturunan Snape. Sombong, arogan, dengan rambut hitamnya. Sangat ketat dalam menjaga kedua adiknya, karena dia merasa bertanggung jawab akan kedua adiknya itu.
Edmund Addison Snape, anak kedua Snape yang satu ini memiliki wajah dan senyum sinis seperti ayahnya, tetapi memiliki sifat lembut seperti ibunya. Namun, ketakutan kepada sang kakak, membuat Edmund sedikit arogan dan sombong.
Abigail Blythe Snape, anak ketiga Snape dan anak perempuan satu-satunya. Membuat Abigail mendapat perhatian yang sangat ketat dari kakak-kakaknya. Gadis cantik yang memiliki rambut hitam panjang, mata berwarna coklat dan senyum manisnya. Jelas, Abigail sangat mirip seperti ibunya.
Mereka berjalan menuju depan Aula untuk menemui Kepala sekolah Hogwart yang baru, Minerva McGonnagal. Professpor McGonnagal menyambut ketiga anak Snape dengan penuh senyum.
" Ahh. Mr dan Miss Snape. Selamat datang di Hogwarts. "
Ucap Professor McGonnagal seraya menjabat tangan Snape. Ketiga anak Snape hanya melemparkan senyuman pada kepala sekolah Hogwarts.
" Baiklah. Kalian akan menghadapi Topi Seleksi sekarang. "
Timothy, menjadi yang pertama menghadapi Topi Seleksi.
" Tak bisa dipungkiri. Kau benar benar Snape sejati. Slytherin ! "
Gemeruh dari siswa Slytherin pun meledak saat Timothy dinobatkan sebagai Slytherin. Selanjutnya, Edmund.
" Ahhhh. Edmund Addison Snape. Membingungkan. Memiliki sifat dari kedua orang tua mu. Tetapi ... Tetap ... Kau ... SLYTHERIN ! "
Meja Slytherin memuncak lagi saat anak kedua Snape masuk Slytherin. Dan yang terakhir, Abigail.
" Ahh. Abigail. Kau benar benar memiliki darah dari Mrs. Johnson. Gryfindor ! "
Kali ini meja Gryfindor yang bersorak. Mendapatkan seorang Snape? Sungguh keajaiban.
Dari meja Slytherin, Tim dan Edmund keheranan, sang adik masuk asrama berbeda dengan mereka.
Abigail disambut ramah dengan Ginny. Tidak lupa Abigail berjabat tangan dengan Ron, Harry, Seamus, Dean, Hermione dan beberapa anak Gryfindor lainnya.
Tanpa basa-basi. Makan malam pun sudah terhidangkan. Seluruh isi Hogwarts sudah melahap makan malam mereka. Sampai Ginny membuka pembicaraan.
" Jadi, kau pindahan dari Beauxbatons? "
Tanya Ginny yang hanya dijawab dengan anggukan Abigail.
"Dan kakak mu dari Dumstrang? "
Hanya angggukan lagi yang dilontarkan Abigail.
" Jadi. Kenapa kalian pindah ke Hogwarts?"
" Ayah ku sudah berpesan kepada ibu ku sebelum kematiannya. "
Ginny hanya menganggukan kepalanya t anda ia mengerti.
" Kelihatannya kakakmu tak menyukai kalau kau masuk Gryfindor? "
" Yaa. Dia sangat ingin aku masuk ke Slytherin, sama sepertinya. Tapi apa daya, aku memiliki keturunan ibu ku, yang mengharuskan ku masuk ke asrama Gryfindor. "
" Yaaa. Sangat terlihat dari pancaran matanya. "
Mereka pun melanjutkan makan malamnya.
Hingga pukul 22.30, Abigail masih berada di Aula Besar karena asyik berbincang dengan Professor McGonnagal.
" Professor, rasanya aku ingin kembali ke Asrama. Sekarang sudah malam. "
Ucap Abigail memohon untuk meninggalkan Aula Besar.
" Ahh. Baiklah Miss Snape. Nikmati malam pertamamu di Hogwarts. "
Akhiri Professor McGonnagal dan meninggalkan Abigail dengan setumpuk buku-bukunya.
Abigail menghela nafas. Bagaimana dia bisa membawa buku sebanyak ini dengan kedua tangannya? Ia pun mencobanya, namun gagal. Buku-bukunya terjatuh. Sekali lagi ia menghela nafas dan merapihkan bukunya yang berserakan. Namun, ada tangan yang membantu. Malfoy lah yang membantu.
" Butuh bantuan, Princess? "
Ucap Draco dengan senyum terbaiknya. Abigail hanya membalas dengan senyum. Draco dan Abigail pun mengangkat bukunya dan berjalan menuju Menara Gryfindor.
" Tampaknya kau asyik sekali berbicara dengan kepala sekolah. Hingga aku harus menunggumu dari makan malam usai tadi. "
" Kau menunggu ku ?"
" Yaaa... "
" Untuk apa? "
Draco menghentikan langkahnya ditengah lorong. Abigail pun ikut terhenti.
" Aku merindukan mu, Abb. "
Draco menatap langsung mata coklat Abigail. Abigail tersenyum dan mengelus lembut pipi Draco.
" Aku juga merindukanmu, Drakie. "
Drako melemparkan senyum manis pada Abigail. Tak sadar, sulur-sulur Mistletoe sudah ada diatas kepala mereka dan terus turun dan sekarang tepat diatasnya. Mereka berdua mendongak keatas, dan kembali bertatap. Mata mereka berdua kini sudah saling tatap. Tatapan penuh cinta. Draco mengelus pipi Abigail dan langsung mengecup bibirnya dengan lembut. Abigail pun membalas ciuman Draco dengan memeluknya erat, buku yang mereka pegang kini terjatuh. Mereka terbawa suasana. Draco terus menciumi Abigail begitupun sebaliknya, hingga akhirnya. Seseorang mengagetkan mereka dan melepas ciuman mereka.
Tim dan Edmund berdiri tepat di depan Abigail dan Draco.
" Sudah malam, Abb. Apa yang kau lakukan malam-malam? "
Tanya Tim menatap Abigail dengan tajam.
" Umm. Aku.. Tadi berbincang dengan kepala sekolah. Lalu ... Aku kesulitan membawa buku ku, dann ... "
" Dan Mr. Malfoy membantu mu? "
Lanjut Tim. Abigail tertunduk. Tim menghadap Draco, menatapnya tajam. Draco pun ikut tertunduk.
" Ed, bantu adik mu untuk kembali ke asramanya. "
Perintah Tim pada adik keduanya itu. Edmund langsung mengambil buku yang berserakan. Lalu menarik Abigail untuk pergi dari lorong. Abigail masih menatapi Draco yang masih mematung di hadapan Tim.
" Terima kasih telah membantu Abigail. "
Ucap Tim.
" Ya. Sama-sama. "
Draco pun berjalan meninggalkan Tim.
" Dan Malfoy ... "
Ucapan Tim mebuat langkah Draco terhenti.
" Jauhi Abby. "
Draco aneh dengan kata Tim.
" Maksud mu? "
Draco kurang faham dengan kata Tim yang tadi diucap.
" Yaa. Jauhi Abby. Jangan dekat dengannya. Aku tak mau adik ku sakit hati karena kau. Seperti wanita Hogwarts lainnya yang telah kau buat menangis. "
" Aku tidak mengerti maksudmu Tim. "
" Umm. Aku tahu kau siapa. Kau Cassanova di Hogwarts, yang telah membuat banyak perempuan Hogwarts menangis karena telah disakiti oleh mu. Tentu saja aku tidak mau itu terjadi dengan adik ku."
" Tapi aku ... "
" Husst... "
Tim memotong pembicaraan Draco.
" Jauhi adik ku. "
Akhiri Tim dan meninggalkan Draco yang masih terdiam memikirkan kata kata Tim.
DI ASRAMA KETUA MURID
Draco duduk memandangi perapian yang berkobar. Pandangannya kosong. Ia masih memikirkan omongan Tim tadi. Tim, kakak sulung Abby, tidak menyetujui hubungannya dengan Abby.
Draco menghela nafas dan mengusah wajahnya dengan kedua telapak tangan. Lalu, datang Hermione yang baru keluar dari kamar ketua murid dengan mata yang sembab. Draco pun heran.
" Ada apa dengan kau, Mione ?"
Tanya Draco. Hermione masih terdiam. Draco pun kembali menatapi perapian.
" Kau juga. Sepertinya kau banyak fikiran. "
" Ahhh. Tidak juga. "
Tepis Draco.
" Tidak seperti biasa. Biasanya kau sudah tertidur dari tadi. "
" Aku... Aku... Tadi membantu Mr. Snape di asrama. "
Hermione mengerutkan dahinya.
" Dan kau... Habis menangis? "
Tanya Draco. Hermione terdiam.
" Pasti si Weasley. "
Hermione menahan tangis. Draco memandanginya. Akhirnya, tangis Hermione pun meledak. Dan spontan memeluk Draco.
" Ron mencium Lavender Brown tadi. Huaaaa ... "
Tangis Hermione makin pecah. Draco merasa tidak enak dengan pelukan Hermione. Tapi ia merasa kasihan dengannya. Akhirnya, Hermione melepaskan pelukannya.
" Hikss. Kau tahu, bagaimana sakitnya? "
Draco mencoba menenangkan Hermione. Ia memberikan sapu tangan dari sakunya.
" Ini. Gunakan ini. "
Hermione pun mengambil sapu tangan ditangan Draco dan mengusapkan pada matanya.
" Sudahlah. Jangan menangis terus. Besok pagi kita ada ujian Arithmancy. Kau tak ingin ketinggalan ujian itu bukan. "
Ucap Draco. Hermione berfikir. Dan bangkit dari duduknya.
" Benar, aku harus tidur sekarang. Selamat malam Draco. "
Hermione meninggalkan Draco yang masih duduk di depan perapian. Ia kembali memikirkan masalah yang tadi.
Demi Jenggot Merlin. Ujian apa lagi ini. Setelah harus merahasiakan hubungannya selama 2 tahun terakhir, sekarang hubungan mereka tidak direstui sang kakak karena kesan 'Cassanova' masih sangat melekat pada Draco.
Ahhhhhh ...
Tunggu aja ya kelanjutannya:)
