Puppy Love
Disclaimer: Masashi Kishimoto ^^
Summary: "Kalau untuk membuatmu tersenyum, aku tidak masalah."
Enjoy!
.
.
.
Orang bilang, butuh bertahun-tahun untuk ayahnya menyadari kalau ibunya memendam rasa. Sudah bukan rahasia lagi kalau sang ayah memang makhluk paling tidak peka di dunia dan ibunya adalah wanita paling pemalu yang langsung akan pingsan saat bertemu sang ayah dulu. Tapi apakah hal ini memang diwariskan turun temurun? Karena Himawari Uzumaki, tengah merana dalam perasaan aneh yang tiba-tiba menderanya.
Bermula dari tawaran si bocah Yamanaka untuk mengajarinya taijutsu yang langsung diiyakan oleh Himawari, semua berubah begitu cepat. Kepribadian Inojin yang kalem dan menyenangkan sangat membuat Himawari nyaman berada disisinya, apalagi ia merasa enggan untuk mengucapkan selamat tinggal ketika matahari telah terbenam, dan mereka sudah sampai di depan kediaman Uzumaki.
"Berlatih yang keras, Himawari-san." Tangan yang pucat itu mengacak-acak rambut indigonya yang sudah mulai memanjang ke punggungnya.
"Arigatou gozaimashita." Ia membungkuk saat Inojin mulai menjauh, tidak sedikitpun melepaskan pandangannya bahkan saat bayangan laki-laki itu sudah pudar sepenuhnya dibawah sinar matahari terbenam.
Berguling kesana kemari takkan membantu banyak, Himawari tahu itu. Gadis berumur empat belas tahun itu hanya menggeliat dan akhirnya terjatuh karena tingkahnya yang terlalu banyak di atas kasur. Mengapa, diantara sekian orang, ia harus merasakannya kepada Inojin?
Himawari pernah berkata pada dirinya, ia menginginkan seseorang yang mirip dengan ayahnya. Tetapi Inojin bukanlah seorang yang tidak bisa diatur, justru sebaliknya. Inojin begitu tenang dan tidak banyak tingkah. Benar-benar pribadi yang seperti air, begitu menghanyutkan.
Tunggu, ada satu hal yang begitu mirip.
Mereka sama-sama tidak peka.
"Ittai..." Himawari meringis saat ia jatuh dari ranjangnya, meratapi pantatnya yang kini terasa sakit karena kerasnya lantai marmer.
Latihan tetap berjalan seperti biasa, kecuali Himawari yang sering merasakan debaran aneh di dadanya, seolah mendesak keluar dan memaksanya untuk mengatakan semuanya. Namun ia harus tetap bersikap profesional, karena perasaan tidak boleh dicampur adukkan dengan latihan mereka.
"Bagus sekali Himawari-san. Baru satu bulan, tapi kau sudah bisa mengendalikan chakramu dengan baik dan menyerang lawan dengan akurat menggunakan jyuuken-mu. Kulihat kemampuan kaiten-mu juga sudah berkembang." Inojin menyerahkan kunai Himawari yang tadi digunakan untuk menyerangnya.
"Arigatou gozaimashita, Inojin-san. Maaf jika aku sering merepotkanmu." Himawari membungkuk hormat, dan dibalas tepukan lembut di kepalanya.
"Mau kutunjukkan sesuatu?" tawar Inojin saat ia mulai mengambil alat-alat gambar dari tas ransel yang selalu ia bawa. Buku sketsa dan kuas diambilnya, dan yang lain dimasukkan kembali. "Lihat aku."
Pemuda berambut pirang itu lalu mulai menggambar sesuatu dengan kuasnya, dalam kecepatan kilat ia sudah selesai mengerjakannya. Kemudian, ia membuat segel tertentu dan terlihatlah beberapa anak anjing yang keluar dari kertasnya, membuat Himawari tersenyum takjub. "Kau tidak seharusnya memboroskan chakramu, Inojin-san!"
"Kalau untuk membuatmu tersenyum, aku tidak masalah." Ujar Inojin sambil menunjukkan senyuman khasnya, dan dengan otomatis mengubah warna pipi Himawari yang semula pucat menjadi merah.
Pemuda berambut pirang itu menggaet tangan Himawari, iris aquanya memandang iris sapphire milik si gadis dengan penuh arti. "Kimi no koto ga, daisuki da." Bisiknya lembut.
Himawari ternganga, sesaat sebelum akhirnya dunianya menjadi terbalik dan ia jatuh dalam kegelapan.
Yah, memang beberapa hal ada yang diwariskan turun-temurun.
The End.
