Kuroko no Basuke (c) Tadatoshi Fujimaki
Kematian heroik itu sama sekali tidak ada bagusnya, karena toh, pada akhirnya kau mati juga. Izuki pernah membaca kalimat itu di salah satu buku filosofi tebal yang kertasnya sudah menguning di perpustakaan istana. Dia ingat dia hanya bisa mengangguk-angguk setuju ketika membaca kalimat sarkasme tersebut untuk kesekian kalinya. Lelaki manis itu memang bukan penggemar cerita kesatria yang mengumbar adegan heroik di setiap lembarnya.
"Kita membaca, kan, untuk mengambil manfaat dari bacaan yang kita baca," dia berdalih suatu hari ketika sang kakak, Pangeran Tsucida bertanya perihal ketidaksukaannya pada kisah heroik para kesatria. "Untuk apa membaca sesuatu yang tidak akan berguna untuk masa depanku," lanjutnya. Ketika Raja Hyuga pulang dari medan peperangan dan memamerkan kehebatannya dalam menumpas para musuh atau pemberontak pada ketiga anaknya pun, Izuki memilih menenggelamkan diri pada buku bacaan favoritnya. Buku humor yang selalu dibelikan Kagami disela-sela tugas patrolinya.
Ya, buku humor itu akan sangat bermanfaat untuk masa depannya.
Heart, kerajaannya, adalah kerajaan dengan estetika yang tinggi. Tidak seperti Spade yang unggul dalam militer, atau Club yang selalu menjadi nomor satu dalam hal teknologi, tidak juga seperti Diamond yang dikaruniai kekayaan yang melimpah dan ilmu sihir yang hebat. Keunggulan Heart ada pada kecintaanya pada keindahan dan seni.
Seniman tersebar di seluruh penjuru negeri, mulai dari pengrajin gerabah rumahan sampai aktor opera sabun atau pemain harpa yang ketenarannya sudah diakui sampai ke tiga kerajaan lain. Para seniman tersebut sangat diacuhkan oleh kerajaan. Lukisan-lukisan fenomenal dari berbagai masa tergantung di sepanjang koridor istana. Relung-relungnya pun diisi dengan berbagai pahatan dan ukiran rumit yang indah serta misterius karya pemahat paling tersohor pada masanya. Karya-karya terbaik dari seluruh seniman kerajaan dipajang di museum kerajaan yang luasnya hampir menyamai luas istana. Patung-patung mereka yang melegenda berdiri gagah di tengah hamparan rumput, semak, dan taman di halaman museum. Izuki selalu terkagum-kagum setiap kali memandang wajah-wajah dingin dari granit itu. Suatu saat wajahnya juga akan dipajang di tengah-tengah mereka. Sebagai pelawak nomor satu di Heart.
Benar sekali. Ketika dewasa nanti (yang tentunya tidak lama lagi mengingat usianya sekarang yang menginjak 22), Izuki ingin menjadi pelawak. Tidak seperti kakaknya, sang putra mahkota Heart, Pangeran Tsucida, yang nasibnya sudah ditentukan sejak lahir atau adiknya Pangeran Furihata yang mau-mau saja didikte sang ayah untuk dipersiapkan menjadi Ace selanjutnya menggantikan Kagami, Izuki bebas menentukan masa depannya. Ayah dan Ibunya tidak mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap dirinya mengingat tubuhnya yang ringkih. Dia hanya perlu bertingkah layaknya seorang pangeran yang manis dan cerdas sebagaimana harapan kerajaaan dan rakyatnya.
Izuki bebas, sebebas burung elang yang terbang di stadion tertutup.
Paling tidak, itulah yang terjadi sebelum tato itu muncul di tengkuknya dua minggu yang lalu. Tato penanda Ratu berbentuk wajik berwarna kuning cerah.
"Bagaimana ini bisa terjadi?" Ibunya, Ratu Riko, bertanya kebingungan ketika Kuroko, pelayang pribadinya sekaligus orang pertama yang menemukan tato keramat itu memperlihatkan temuan besarnya.
Bagaimana bisa? Izuki juga sangat ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut. Empat Kerajaan (Spade, Heart, Club, dan Diamond) mempunyai cara pewarisan kekuasaan serupa. Jabatan raja menjadi hak keluarga istana. Pemilihan ratu dan jack, atau hulubalang kerajaan, merupakan wewenang dari kekuatan magis yang menaungi keempat kerajaan, ditandai dengan munculnya tato lambang kerajaan yang direpresentasikan. Di tengkuk untuk ratu dan punggung tangan kanan untuk jack.
Lalu, bagaimana bisa Izuki yang notabenenya laki-laki memperoleh tato ratu? Tidak ada yang aneh, tiga kerajaan lain selain Heart mempunyai ratu laki-laki. Jabatan ratu hanyalah jabatan administratif. Ratu tidak harus benar-benar menikah dengan raja. Untuk mendapat keturunan, raja diperbolehkan menikahi orang lain untuk dijadikan selir. Yang sangat disayangkan adalah aturan tersebut tidak berlaku bagi ratu. Ratu hanyalah untuk sang Raja, tidak peduli apapun jenis kelamin mereka.
Yang aneh adalah tato itu sendiri, lebih tepatnya tato berbentuk wajik kuning itu. Tato lambang Kerajaan Diamond.
Memang, sebulan yang lalu datang kabar tentang wafatnya raja Diamond, Raja Kasamatsu, disusul dengan mundurnya Ratu Nakamura dan naiknya Putra Mahkota Moriyama. Tato ratu dan jack yang dinanti akan segera muncul sesaat setelah prosesi penobatan raja selesai. Tapi tato itu seharusnya muncul di salah satu tubuh rakyat kerajaan Diamond, bukan di tengkuk pangeran kedua Heart yang ringkih dan sakit-sakitan.
Entah darimana kerajaan Diamond tahu perihal tato di tubuhnya itu (kemungkinan besar dari Ibunya yang terlihat sangat berseri-seri ketika mendapati tato tersebut di tubuh putra tercintanya), yang pasti minggu lalu rombongan kerajaan Diamond datang untuk memastikan keaslian tato tersebut sekaligus melamar Izuki. Seminggu adalah waktu yang disepakati untuk melakukan persiapan. Persiapan fisik dan mental untuk Izuki, persiapan penobatan dan pernikahan untuk Diamond. Setelah seminggu, Izuki akan diboyong ke Diamond. Dan tenggat waktu seminggu itu berakhir lusa.
Apakah Izuki akan menerimanya begitu saja? Diboyong ke Diamond, menjadi budak di kerajaan lain, mengabdi seumur hidup pada pria mesum yang langsung masuk dalam daftar hitam Izuki bahkan hanya dari pertemuan pertama mereka yang singkat, dengan mengorbankan impiannya menjadi pelawak nomor satu dan hidup bahagia selamanya bersama orang terkasih seperti yang selalu terjadi pada akhir setiap cerita dongeng?
Tidak!
Tentu saja jawabannya tidak.
Karena itulah Izuki kabur. Karena itulah dia harus beringsut ke luar istana di penghujung malam yang dingin dan gelap, masuk ke dalam hutan, menyeruak di antara sulur-sulur tumbuhan rambat dan semak lebat, terpeleset berkali-kali di tanah berlumut, dan terperosok ke jurang yang awalnya dikiranya lubang kelinci. Karena itulah dia harus menggantungkan hidupnya pada sebatang kayu lapuk yang mengakar dengan enggan di dinding jurang ketika di atas matahari tengah mengerahkan seluruh dayanya untuk menghangatkan bumi. Klise memang, tapi itulah kenyataannya. Inilah akhir dari lembaran ceritanya yang bersih dari adegan heroik. Tanda titik pastinya akan muncul ketika tangan mungilnya sudah tak kuasa menahan berat tubuhnya yang tidak seberapa atau saat akar tak lagi akur dengan tanah.
Hah. Paling tidak kesannya tentang kematian heroik berubah. Akhirnya dia bisa sejalan pikiran dengan adiknya. Lebih baik mati di medan peperangan, pedang tergenggam di tangan kanan, kekang kuda di tangan kiri, dengan tiga atau empat anak panah bersarang di tubuhnya daripada mati dalam sunyi di dasar jurang ketika kabur dari pernikahan. Toh, pada akhirnya dia mati juga.
Kecuali, tentu saja, kematian itu tidak pernah datang.
