FF ini adalah fanfic yang ku kirim untuk event fanfic di line@ finale episode beberapa bulan lalu. Jadi mohon maklum kalau merasa familiar. Happy reading~

Papa, I'm Coming!

Part (1/5)

Flip, flip. Sebuah majalah terus dibolak balik oleh pemiliknya.

"Mou, Dai-chan! Bersihkan lantainya dengan benar!" Gadis cantik bersurai merah muda panjang sepunggung kembali mengomel sambil menunjuk seorang pria berambut biru tua yang malah asyik membolak balikkan majalah dengan gadis cantik berbikini sebagai covernya. Yah, mengomel seperti sudah menjadi rutinitasnya sehari-hari. Terlebih kalau yang di hadapinya adalah orang-orang unik seperti mereka. Gadis cantik itu adalah Momoi Satsuki. Cantik, pintar, dan memiliki bentuk tubuh yang -sangat- bagus. Namun Tuhan sungguh adil dengan membuatnya jatuh hati pada pria yang tidak peka.

"Jangan ganggu aku Satsuki, ini adalah cara melepas lelah setelah latihan" Satu tangannya masih memegang kain pel, namun tidak bisa menyembunyikan wajah mesum yang terpampang di wajahnya. Pria mesum itu tidak lain dan tidak bukan adalah Aomine Daiki. Walau dengan otak mesum level akut miliknya, dia adalah Ace tim basket SMP Teiko.

"Midori-chin, kau punya gunting?" Kali ini seorang pria kelewat tinggi berambut ungu dengan nada suara malas sibuk mengacak-acak isi tasnya dengan satu tangan, sedang tangan lainnya memegang snack Maibo rasa jagung. Dia adalah Murasakibara Atsushi, pemain paling tinggi di tim basket SMP Teiko.

"Akan kuberikan kalau kau membantu membereskan semua bolanya, nanodayo" Pria rambut hijau ala mangkok itu berhenti sebentar dari aktivitasnya mengepel lantai sambil membenarkan posisi kacamatanya dengan jari tengahnya yang di perban. Pria dengan aksen khas ini adalah Midori-chin alias Midorima Shintaro, spesialis three point tim basket SMP Teiko, sekaligus orang yang sedang diajak bicara murasakibara.

"Heee~ itu terlalu merepotkan" Murasakibara menyerah untuk membuka snacknya dengan gunting, dan sibuk mencari benda tajam lain.

"Oi oi, lihatlah ini-ssu! Lebih cepat kalau kita melemparkan bolanya seperti in-"

Duagh!!

Bolanya memantul dengan bola lain yang sudah dalam keranjang dan berhasil menghentikan ocehan Pria surai kuning itu dengan telak. Pria dengan energi kelewat batas itu adalah Kise Ryouta. Tampan namun pemikirannya terlalu absurd untuk dimengerti. Biarpun begitu, daya hapalnya yang tinggi membuatnya bisa menguasai berbagai macam olahraga dan juga teknik-tekniknya dengan sempurna dalam sekali lihat.

"Tolong lakukan dengan benar, Kise-kun" nada kalem namun diam-diam menusuk itu milik salah satu pemain yang memiliki hawa keberadaan paling tipis diantara mereka semua, ditambah badannya yang tidak tinggi semakin membuatnya tidak menonjol diantara yang lain. Dia adalah Kuroko Tetsuya dengan rambut biru mudanya. Menjadi kombi duo biru yang baik dengan Aomine walau terkadang bagai anjing dan kucing.

"Bahkan Kuroko-cchi memarahiku T_T" Kise depresi. Bagaimana pun Kuroko adalah orang yang mendapat respect Kise --terlihat dari adanya tambahan "-cchi" di akhir nama panggilan Kuroko--, jadi wajar kalau dia sedikit depresi.

"Maa maa (sudah sudah), ayo segera selesaikan, ini sudah mulai gelap" kali ini sang kapten angkat bicara. Akashi Seijuuro dengan rambut merahnya dan tinggi tidak terlalu jauh dari Kuroko. Kemahirannya mengolah bola basket memang sudah diakui oleh pemain lainnya, tidak heran walaupun masih kelas 1 --seumuran dengan yang lainnya--, tapi dia sudah mendapat jabatan kapten tim.

Yah, itu hanya prolog untuk kisah sebenarnya.

*

Klik.

Pintu dikunci.

Momoi memasukkan kuncinya ke tas yang terselempang di tubuhnya, lalu segera berlari kecil menghampiri kerumunan warna warni yang sudah menunggunya di depan gerbang sekolah.

"Aaa~ Aku masih belum bisa membuka Maibo ku" Murasakibara membuka percakapan sambil berjalan pulang bersama yang lainnya. Masih meributkan Maibonya yang sulit dibuka.

"Berikan padaku. Aku akan mencoba membukanya-ssu" Kise mengambil Maibo rasa jagung itu dari tangan Murasakibara lalu mencoba membukanya dengan tangan.

"Uukkkhh--" urat-urat kecil mulai bermunculan di dahi Kise. Warna wajahnya yang putih mendadak merah saking kuatnya dia menarik bungkusan itu. Mendadak semua berhenti berjalan dan fokus pada apa yang dilakukan Kise.

Kuroko menatap iba pada Maibo itu, lalu bersembunyi di balik badan Aomine, tidak tahan membayangkan nasib Maibo yang ditelanjangkan paksa oleh Kise. Akashi memilih tidak menatap Maibo itu dan berdiri di belakang Midorima, bukan karena iba seperti Kuroko. Hanya saja, Akashi sudah bisa menebak nasib si Maibo. Tidak lama kemudian, lalu-

Sraakk!!!

Dalam gerakan slow motion, Maibo itu keluar dari bungkusnya, melompat dengan indah lalu berputar tiga kali, sebelum akhirnya terjun bebas ke tanah.

Seketika semua terdiam. Semua menatap Maibo yang terkapar lemah di tanah sambil memproses kejadian yang baru saja mereka lihat. Kecuali Akashi yang mulai memasang earphonenya. Dia sudah dapat menerawang masa depan yang sedikit chaos itu.

"KIII-SEE-CHIIN" hawa membunuh tiba-tiba terkuar dari tubuh Murasakibara. Kise mendadak pucat pasi. Bahkan ia tidak berani milirik Murasakibara. Yang lain hanya diam, 'Bukan urusanku, itu memang salah Kise' pikir mereka, lalu kembali melanjutkan perjalanan pulang.

Aturan sih begitu. Tapi jiwa ke-kapten-an Akashi memintanya untuk meleraikan mereka. Atau lebih tepatnya menyelamatkan Kise.

"Tenanglah Atsushi, Ryouta akan membelikan sekotak Maibo untukmu" Akashi milirik Kise, memberikan kode agar Kise mengikuti alurnya.

"Benarkah?" Murasakibara menatap Kise masih dengan tatapan membunuh.

Kise menangkap kode itu dan mengangguk cepat. "Ayo ke mini market sekarang juga" tersenyum kikuk lalu menarik Murasakibara ke mini market.

Kini gantian mereka ditinggalkan Kise dan Murasakibara. Alhasil, mereka memilih menunggu di depan mini market dan menunggu Kise menyelesaikan urusannya dengan Murasakibara.

Momoi duduk di pagar pembatas jalan, menunduk, memainkan rambutnya karna bosan. Laki-laki yang lain sibuk membahas mana yang lebih baik antara dunk dan three point, membuat sebuah keributan kecil di depan mini market yang untungnya tidak membuat mereka di usir.

"Umm-"

Momoi mengangkat wajahnya, menatap ke sumber suara. Seorang gadis kecil dengan rambut merah muda yang di kuncir dua menatapnya dengan intens sambil memegang tangan kiri Momoi yang bersandar pada pagar pembatas jalan. Selama beberapa detik tidak ada suara yang mereka hasilkan, hanya mata mereka yang saling bertukar pandang dalam waktu yang cukup lama. Masing-masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Sampai suara bel dari pintu mini market yang terbuka menyadarkan mereka.

Kise keluar dari mini market sambil menangisi dompetnya yang terkuras habis, sedangkan Murasakibara menenteng dua bungkusan besar di tangan kanan dan kirinya.

"Mama!" Suara gadis kecil membuat enam pemuda warna warni menoleh ke sumber suara, dan mendapati seorang gadis kecil yang menatap Momoi dengan senang.

"Ehh?" Momoi shock dan tidak bisa berkata apa-apa.

"Mamaaa!!" Lebih ekstrim, kini gadis kecil itu memeluk Momoi dengan susah payah karena tubuhnya yang pendek.

"Eehhhh?! Apa maksudmu?!" Momoi panik. Orang-orang yang lewat mulai melirik mereka.

"Oi gakki (bocah), mana mamamu?" Aomine berjalan mendekati gadis kecil itu lalu berjongkok di sampingnya.

Tanpa ragu dia langsung menunjuk Momoi. Yang lainnya menjadi tertarik dengan percakapan mereka dan mulai mendekat.

"Bukan bukan. Maksudku mama kandungmu, bukan dia. Astaga, apa kau mengigau?" Aomine ikut-ikutan menunjuk ke arah Momoi yang masih linglung.

Gadis kecil itu mempoutkan bibirnya sebal lalu menghentak-hentakkan kakinya ke tanah beberapa kali sebelum akhirnya menendang tulang kering Aomine. Membuat yang ditendang guling-guling di tanah memegang tulang keringnya sambil menahan jeritannya. Yang lain hanya menatap kasian pada Aomine.

"Ini mama!" Lagi, gadis itu menunjuk Momoi.

"Umm, begini. Sepertinya-"

"Sepertinya kita harus pindah tempat" Midorima memotong omongan Momoi. Mendadak semua terdiam, dan menyadari mereka sudah menarik perhatian orang-orang yang lewat. Dengan kalem dan perlahan, mereka meninggalkan mini market dan mencari tempat yang lebih sepi namun tidak terlalu jauh dari tempat tadi. Terpilih lah taman dekat situ sebagai tempat pemberhentian mereka selanjutnya.

*

"De (lalu), sampai dimana tadi-ssu?" Kise garuk-garuk rambut belakangnya yang sebenarnya tidak gatal. Hanya belum mengerti apa yang terjadi saat dia baru saja menangisi berpindahnya beberapa lembar uang miliknya ke mesin kasir mini market tadi.

"Mungkin dia lapar lalu berhalusinasi. Tapi aku tidak akan memberikan Maiboku" Murasakibara memeluk dua kantong belanjaan hasil malak dari Kise, menyembunyikannya dari pandangan gadis kecil itu.

Lagi, gadis itu mempoutkan bibirnya sebal. Menatap Murasakibara dengan mata kecilnya yang diseram-seramkan, membuat jiwa pedo Aomine sedikit bergejolak. Ah tidak, Aomine bukan pedo. Dia langsung menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan bayang-bayang setan pedo yang hampir merasukinya.

"Mama Satsuki!!" Tanpa segan gadis itu menggenggam tangan Momoi. Yang lain shock. Momoi juga shock. Author ikutan shock.

"Aku tidak tau Momo-chin sudah punya anak" sambil mengunyah Maibo, Murasakibara mengatakannya dengan nada tidak tertarik.

"Tentu saja belum!" Kesal Momoi, ikut-ikutan mempoutkan bibirnya kesal.

"Tapi.. kalau dilihat-lihat kalian memang mirip. Lebih tepatnya, dia seperti Satsuki mini version" Aomine menatap Satsuki, lalu gadis kecil, balik ke Satsuki, lalu gadis kecil lagi, lalu Momoi lagi. Yang lain jadi ikut-ikutan ngeliatin.

"Mungkin doppelganger?" Aomine dan Kise menatap Kuroko horor. Berpikir kalau itu mungkin saja terjadi, dan mereka harus sesegera mungkin memisahkan Momoi atau Momoi akan mati.

"Tidak ada doppelganger yang berukuran mini, Tetsuya" ucap Akashi dengan tenang. Menenangkan hati Aomine dan Kise.

"Sudah ku bilang, mama Satsuki itu mamanya Momoa! Momoa berasal dari masa depan untuk menyapa mama dan papa!"

TBC-