.
24/7 (Thinking About You)
[Twoshot]
.
Awalnya hanya rasa kagum biasa, tetapi lambat laun mengapa Min Yoongi tidak bisa terlepas dari pikiran Park Jimin?
.
.
.
Chapter 1
5 Oktober, 2015
Di ruang auditorium sekolah yang kosong, terdapat seorang lelaki yang tengah berlatih menari. Padahal hari sudah cukup larut, namun ia masih terus melanjutkan gerakan tarinya hingga kedua lututnya terasa lemas. Melakukan beberapa gerakan lagi, kemudian lelaki itu menyudahi tariannya. Seluruh tubuhnya terasa lemas bahkan rasanya untuk berjalan pun ia tidak mampu.
"Aah… sebentar lagi perlombaan itu akan mulai…." lelaki itu berselonjor ke lantai marmer dingin dalam auditorium sembari mengusap keringatnya yang sudah membasahi baju kaos putih polos miliknya. Ia mengambil telepon genggamnya yang terdapat di sampingnya dalam posisi sedang mengisi baterai untuk melihat jam. Mencabut powerbank yang sedang ia pakai untuk mengisi baterai teleponnya, ia menyalakan teleponnya dan layar teleponnya telah menunjukkan pukul sembilan malam. Tersadar sudah cukup larut, ia segera merapikan berkas-berkasnya dan keluar dari auditorium sekolahnya.
Lelaki itu kemudian mengunci pintu auditorium sekolahnya dengan kunci duplikat yang diberikan oleh sekolah kepadanya. Ia adalah seorang ketua klub modern dance di sekolahnya, maka dari itu ia berhak mendapatkan duplikat kunci auditorium bila sewaktu-waktu klubnya ada kegiatan atau pelatihan hingga larut. Namun, walaupun ada kegiatan atau pelatihan, ia tidak pernah membiarkan anggota klubnya berlatih hingga larut, tetapi ialah yang sering berlatih di auditorium sekolah hingga larut. Bahkan, ia pernah berlatih hingga pukul 12 malam.
Lapangan sekolah terlihat begitu menyeramkan di malam hari, dan lelaki ketua klub modern dance- Park Jimin, sebenarnya bukanlah lelaki yang pemberani. Selama ia berlatih dalam auditorium hingga larut, ia selalu ditemani dengan teman-temannya yang merupakan anggota dari klub yang berbeda-beda yang juga saat itu sedang ada kegiatan di sekolah hingga larut. Namun, kali ini Jimin berlatih sendirian dan pulang sendirian. Tanpa satu orang pun yang menemaninya. Tanpa satu orang pun yang berada di sisinya.
Jimin melangkahkan kakinya dengan sedikit cepat dengan kepala yang tertunduk, menyebrangi lapangan basket yang gelap tanpa satu titik cahaya pun, dan tiba-tiba-
"Duk… duk…."
Jimin merinding. Kaki-kakinya dengan sekejap berhenti melangkah dan sekujur tubuhnya mendingin. Ia dapat merasakan keringat yang turun dari pelipisnya. Kepalanya masih menunduk, dan kini ia hanya berdiam diri ditempatnya. Jimin sadar posisinya kini sedang berada di tengah lapangan basket sekolahnya, dan gerbang sekolah yang dirantai dengan eratnya berjarak kira-kira sepuluh meter dari tempatnya berdiri mendadak terasa jauh sekali.
"Duk… duk…."
Ia merasakan sesuatu sedang mendekatinya, namun tubuhnya tak kunjung bergeming. Ingin sekali Jimin untuk berlari, tetapi ia merasakan sekujur tubuhnya terasa berat dan ia mendengar suara derap langkah kaki yang hampir tidak bisa didengar di belakang tubuhnya. Beberapa detik kemudian, terlihat suatu benda berbentuk bulat menggelinding di samping kakinya, Jimin menutup matanya dengan kuatnya sambil bergumam dan berdoa.
"Tu-Tuhan… Aku masih belum ingin mati! Aku masih belum ingin mati!" gumamnya kecil sembari menutup kedua matanya, sekujur tubuhnya bergetar hebat dan keringat dingin yang meluncur di setiap tubuhnya membuat tubuhnya semakin mendingin. Suara langkah kaki dibelakangnya semakin lama semakin jelas, dan Jimin merasakan kedua matanya mengeluarkan air mata yang masih menyangkut di kedua sudutnya.
Kemudian, Jimin merasakan pundaknya ditepuk oleh sesosok dibelakangnya.
"TO-TOLONG JANGAN PENGGAL KEPALA SAYA! MINGGU INI SA-SAYA AKAN TAMPIL DALAM PERLOMBAAN MENARI, T-TOLONG B-BIARKAN SAYA HIDUP HINGGA SAYA SELESAI TAMPIL!"
Jimin sudah pasrah begitu ia tidak mendengar jawaban dari sosok di belakangnya, kakinya juga semakin melemah dan dengan sekali langkah saja mungkin bisa membuatnya terjatuh. Namun tidak lama kemudian, ia mendengarkan suara tawa kecil dari belakangnya. Tawa itu tidak menyeramkan seperti hantu-hantu yang ada di dalam film layar lebar. Namun sebaliknya, tawa itu membuatnya sedikit demi sedikit menjadi tenang.
Jimin masih terdiam kaku tanpa menoleh ke belakang sedetik pun, namun karena suara tawa itu semakin lama semakin keras dan cengkraman di pundaknya yang semakin lama semakin bergetar akibat sosok itu tertawa terlalu berlebihan, Jimin pun menoleh dengan hati-hati ke belakangnya. Matanya sedikit demi sedikit membuka.
Begitu mengintip sedikit dari matanya, yang ia lihat bukanlah sesosok hantu dengan sebuah kapak dengan bercak darah di tangannya, wajah yang rusak dengan cengiran menyeramkan. Sosok yang selama ini menakutinya itu terlihat seperti malaikat. Iya, itu yang terlintas pertama kali dalam pikiran Jimin. Dan itu membuat Jimin sukses membuka matanya lebar-lebar.
"Astaga- apa kau mengira bola basket yang menggelinding di samping kakimu itu adalah sebuah kepala yang terlepas dari tubuhnya, Park Jimin-ssi?" sosok itu bertanya sambil menutup tawa kecil yang keluar dari mulutnya dengan tangannya yang tidak mencengkram pundak Jimin. Nafasnya sedikit tersengal-sengal setelah tertawa dengan kerasnya.
Jimin masih melihat sosok di belakangnya dengan kedua matanya yang terbuka lebar, kali ini ditambah dengan mulutnya yang terbuka dan tertutup layaknya ikan dalam air. Begitu cahaya dari sebuah mobil yang lewat sekilas dari seberang gerbang sekolahnya menyinari sosok di belakangnya, Jimin langsung menyadari sosok itu.
"Mi-Min Yoongi-sunbae?!" jerit Jimin layaknya seorang gadis sekolahan.
Mendengar keduanya memanggil satu sama lain dengan formal, tentu saja keduanya tidak begitu dekat satu sama lain. Jimin mengenali Yoongi karena Yoongi merupakan mantan ketua klub basket di sekolahnya dan juga seorang senior kelas tiga. Ia sering mendapati Yoongi yang berlatih basket sendirian dalam auditorium pada sore hari saat pulang sekolah ketika Jimin ingin memulai klub tarinya. Namun, biasanya setelah Jimin memasuki auditorium, Yoongi langsung menenteng tas sekolahnya di pundak kanannya dan keluar dari auditorium dengan bola basket yang diapit di tangannya. Biasanya, Yoongi berpesan kepada Jimin agar terus mengunci pintu auditorium setelah memakainya sebelum ia pergi dengan senyuman tipis di kedua sudut bibirnya dan Jimin selalu membalasnya dengan anggukan dan senyuman manisnya.
Yoongi tahu Jimin adalah seorang ketua dari klub modern dance sekolahnya dan auditorium adalah tempat klub modern dance berlatih saat pulang sekolah. Namun, Yoongi selalu berlatih basket sendirian dalam gedung auditorium karena ia tidak ingin ketahuan oleh guru-guru di sekolahnya bila ia bermain di lapangan. Mendapati dirinya sudah kelas tiga dan harus bersiap-siap dalam menghadapi ujian kelulusan serta tes untuk masuk ke universitas, maka ia harus menyerahkan jabatannya sebagai ketua basket kepada anggotanya yang berada di kelas dua. Kecintaannya terhadap basket membuat guru-guru terus menegurnya agar belajar di rumah dan mengurangi kegiatannya bermain basket hingga larut malam, tetapi tentu saja kebiasaannya yang sudah melekat hingga ke dalam tulang-belulangnya itu sulit untuk dihilangkan.
Sebenarnya, nilai-nilai akademik Yoongi tidak begitu buruk- biasa-biasa saja. Namun karena biasa-biasa saja dan sifat Yoongi yang bisa dibilang sedikit pemalas itulah seluruh guru menyuruhnya untuk lebih giat belajar, karena mereka mengetahui Yoongi berniat memasuki universitas musik yang mempunyai akreditas A. Seluruh guru di sekolahnya mengetahui Yoongi juga berbakat dalam bidang musik, oleh karena itu mereka mendukung Yoongi dalam mengejar impiannya menjadi seorang musisi.
Yoongi adalah murid yang populer dengan wajahnya yang tampan dan berkulit putih pucat, serta sifat bawaannya yang santai dan kalem. Yoongi juga mempunyai sifat yang sering berterus terang dan ia juga termasuk anak yang sedikit dingin dan pemalas. Walaupun populer, ia tidak pernah menonjolkan dirinya. Yoongi lebih senang menyendiri atau berkumpul bersama tiga teman dekatnya, menghindari sorot pandangan orang-orang. Meskipun hampir satu sekolah adalah temannya, tetapi ia merasa nyaman hanya dengan teman-teman akrabnya.
Kemampuannya dalam bidang basket dan musik sangat hebat, dan Yoongi pun diputuskan menjadi ketua klub basket saat ia menduduki kelas dua. Di sekolahnya tidak ada klub musik, yang ada hanyalah klub band, oleh karena itu ia memutuskan hanya mengikuti klub basket yang juga merupakan kesukaannya. Jabatannya menjadi ketua dan kapten klub basket membuatnya dikenal satu sekolah, maka dari itu tidak aneh bila Jimin mengenalnya saat dirinya masih duduk di kelas satu. Jimin akui bahwa dirinya sedikit kagum dengan Yoongi sejak ia masih duduk di kelas satu, namun ia tidak pernah menceritakannya kepada teman-temannya.
Park Jimin sendiri adalah murid dengan sifatnya yang pekerja keras dan tidak tegaan, membuat semua orang nyaman berada disekitarnya dan ia juga cukup populer di sekolahnya karena parasnya yang tampan dan lembut serta imut. Namun hal pertama yang membuatnya populer, yaitu kemampuan menarinya yang sangat memukau saat pertama kali ia tunjukkan dalam pentas seni saat ia duduk di kelas satu dan itu membuatnya sempat menjadi perbincangan murid-murid hingga beberapa hari. Ia juga terkenal dengan senyuman dengan kedua matanya yang terbentuk menjadi bulan sabit dan suaranya yang terdengar seperti anak kecil ataupun gadis sekolahan.
"Hei, mengapa kaget sekali? Memangnya aku ini hantu?" Yoongi menaikkan salah satu alisnya dan memandang Jimin dengan tatapan heran-namun-sedikit-mengolok. Walaupun Yoongi tahu ia telah menakuti Jimin di tengah lapangan yang gelap gulita.
"Ta-tadinya saya berpikir begitu… Sunbae, kau membuat saya takut! Bagaimana bisa bermain basket di tengah lapangan tanpa penerangan cahaya sedikit pun?!" Jimin memajukan bibirnya dan cemberut tersirat di wajahnya. Melihat ekspresi Jimin membuat Yoongi ingin mencubit pipi tembem milik Jimin, tapi tentu saja ia akan menahan dirinya karena kenyataannya, mereka bedua tidak begitu dekat dan bila Yoongi mencubit pipinya tiba-tiba pasti akan membuat suasana canggung.
Yoongi mengangkat bahu sedikit, "Yaa… tadinya aku ingin bermain basket di dalam auditorium. Tetapi begitu melihatmu sedang bekerja keras menari dalam auditorium, aku jadi tidak ingin mengganggu. Oleh karena itu, aku memutuskan bermain di lapangan saja."
"Memangnya sunbae sejak pukul berapa bermain basket di lapangan? Apa baru saja?"
"Aku telah bermain di lapangan kira-kira sejak pukul setengah sembilan malam setelah selesai mengikuti bimbingan belajar. Awalnya aku ingin langsung pulang saja begitu melihatmu menari di dalam auditorium, tetapi kurasa kau hanya seorang diri disini."
Jimin sontak melebarkan matanya dan menatap Yoongi dalam, "Maksud sunbae, sunbae tetap tinggal disini untuk menemani saya?" mendengar pertanyaan Jimin yang terdengar penuh harapan dengan tatapan matanya yang berkerlap-kerlip cahaya, Yoongi segera mengalihkan pandangan wajahnya kearah lain selain Jimin sembari menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal. Di dalam hatinya terasa canggung.
"Bisa dibilang begitu. Lagipula, bukankan berbahaya bila murid sekecil dirimu untuk pulang sendirian selarut ini?" Yoongi menjawab dengan nada sedikit mengejek Jimin yang kenyataannya berbadan kecil. Mirisnya, Yoongi hanya satu senti lebih tinggi dari Jimin.
Jimin mengernyitkan alisnya, "Sunbae, saya rasa tinggi badan kita tidak berbeda jauh. Lebih baik kita pulang saja. Ngomong-ngomong, rumah sunbae berada dimana?" Jimin menatap Yoongi ingin tahu.
Yoongi hanya membalas dengan senyuman tipis, lalu ia berjalan mendahului Jimin dan mengambil bola basket miliknya yang Jimin sempat kira sebagai kepala yang terpenggal. Melihat Yoongi yang telah berjalan mendahuluinya, Jimin pun berlari karena takut ditinggal sendiri.
"Sunbae, jangan langsung pergi mendahului saya seperti itu! Jujur saja, saya takut sendirian di kegelapan seperti ini." ucap Jimin sambil menggembungkan kedua pipinya. Jimin terlihat lucu dan membuat Yoongi berteriak dalam hati saat melihat ekspresi Jimin.
"Habisnya kau terlalu banyak tanya. Kau mirip seperti Hoseok." Yoongi menjawab dengan nada dingin, sementara Jimin membalas kata-kata dingin itu dengan perkataan selanjutnya.
"Wah, saya tidak menyangka Hoseok-hyung- mantan ketua klub modern dance- dengan sifatnya yang begitu ceria dan sangat ramah- bisa berteman denganmu, sunbae," sindir Jimin tanpa melihat kearah Yoongi dan memfokuskan pandangannya ke depan jalan yang gelap dengan sedikit penerangan dari kendaraan yang berlalu-lalang. Kemudian Jimin merasakan sedikit rasa sakit di ubun-ubunnya, dan mendapati Yoongi yang menjitak kepala Jimin dengan kepalan tangan miliknya, membuat Jimin meringis kesakitan- tentu saja dengan sedikit berlebihan. "Aww… sakiit…."
"Aku tidak menjitakmu dengan keras, mengapa kau malah meringis kesakitan seperti itu? Kau itu lemah, ya." Yoongi membalas sindiran Jimin sambil memutar-mutarkan bola basket di ujung jari telunjuknya.
Masih mengelus ubun-ubun kepalanya, Jimin kembali berbicara, "Huh, tentu saja reaksi saya tadi hanya saya lebih-lebihkan. Ngomong-ngomong, sunbae 'kan sudah kelas tiga, kenapa masih sibuk bermain basket?". Jimin tidak bermaksud untuk mencampuri kehidupan Yoongi, tetapi ia memang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi.
"Aku suka basket sejak sekolah menengah dan tentu saja itu membuatku sangat sulit untuk berhenti memainkannya. Sama seperti halnya kau yang menyukai modern dance, pasti kau sulit untuk berhenti menari, kan? Lagipula, aku tidak begitu suka belajar." Yoongi mengintip Jimin dari sudut matanya, dan kemudian ia kembali memfokuskan pandangannya dan memasukkan tangan kirinya yang tidak merangkul bola basket ke dalam kantung hoodie hitam yang ia pakai.
Jimin hanya membalas dengan gumaman mengerti. Ia selalu mengagumi sosok Yoongi dengan hidupnya yang bebas dan selalu menikmati kehidupan tetapi masih berusaha untuk mengejar impiannya.
Kemudian suasana kembali senyap, hanya ada suara kendaraan yang berpapasan satu sama lain di samping kanan mereka serta cahaya dari lampu mobil yang menyinari mereka dalam sekejap.
Sekitar lima menit kemudian, mereka sampai di depan rumah kediaman Park. Jimin segera membungkuk berterimakasih kepada Yoongi yang sudah mau menemaninya pulang ke rumahnya dan Yoongi hanya membalas dengan "jangan dipikirkan". Jimin tersenyum sebelum menutup pintu depan rumahnya dan Yoongi juga membalas senyuman Jimin dengan senyuman malas khas miliknya.
Setelah melepas sepatunya, Jimin segera pergi ke lantai dua dalam rumahnya dan memasuki kamar tidur miliknya. Ia mengintip keluar jendela yang menembus kearah depan rumahnya, mendapati Yoongi yang berjalan balik kearah mereka datang tadi.
"Mengapa sunbae mengantarku bila rumahnya saja tidak searah dengan rumahku?" gumamnya sendiri sambil terus memandang punggung Yoongi dari jendela kamarnya. Punggung Yoongi dan gerak jalannya yang selalu terlihat malas-malasan itu entah mengapa membuatnya tidak bisa melepaskan pandangannya dan itu membuat Jimin tersenyum sedikit tanpa ia sadari.
9 Oktober, 2015
Sudah dua hari Jimin tidak melihat Yoongi. Awalnya, sehari setelah ia diantar pulang oleh Yoongi, ia mendapati Yoongi sedang belajar di perpustakaan sekolahnya. Mengingat kata-kata Yoongi bahwa ia malas untuk belajar, malah membuatnya berpikir dua kali karena Yoongi yang ia lihat saat itu terlihat sangat serius menatap dan memahami buku paket yang sedang ia pelajari. Jimin ingin menegur Yoongi saat itu dan entah mengapa ia menjadi tertarik untuk mengenal Yoongi lebih dekat, tetapi ia mengurungkan niatnya begitu Taehyung- sahabat Jimin- menariknya keluar dari perpustakaan karena ia bosan berdiam diri dalam ruangan yang sunyi dan membosankan. Terus terang saja, semenjak kejadian empat hari yang lalu, Jimin tidak bisa berhenti memikirkan sunbae-nya yang satu ini.
Hari ini saat bel pulang sekolah sudah berbunyi lebih dari sepuluh menit yang lalu, Jimin pergi ke perpustakaan bersama dengan Taehyung dan Jungkook- sahabatnya dari sekolah menengah, setelah menunggu Taehyung yang menyalin tugas Jimin yang lupa ia kumpul karena tertidur di pelajaran terakhir di kelas dan mengumpulkannya di ruang guru- tak lupa teguran dari sang guru yang bertuju kepada Taehyung.
Melihat Jimin yang akhir-akhir ini sibuk sendiri, Taehyung dan Jungkook mulai penasaran dengan apa yang ada di dalam pikiran Jimin.
"Jiminie, kenapa kita harus ke perpustakaan, sih? Sebentar lagi klub paduan suara akan mulai latihan, nanti aku dan Jungkookie akan terlambat!" Taehyung merengek namun langkah kakinya tetap mengikuti langkah Jimin yang mendahuluinya di depan bersama Jungkook.
"Hyung, kurasa ini juga salahmu karena kau belum mengerjakan tugasmu hingga bel pulang sekolah berbunyi, membuat kami harus menunggumu dulu," mendengar ucapan Jungkook membuat Taehyung semakin cemberut. "Ngomong-ngomong, Jimin-hyung, bukankah kau seharusnya berlatih di auditorium? Jarang sekali aku melihatmu ke perpustakaan setelah pulang sekolah, apalagi tinggal beberapa hari lagi kau akan mengikuti perlombaan menari itu." Jungkook bertanya kepada Jimin dan mengernyitkan alisnya sambil menarik pergelangan Taehyung yang terseret di belakangnya karena langkah kakinya yang malas-malasan.
"Sebentar saja, kumohon? Nanti aku akan ke auditorium, kok." Jimin menyatukan kedua telapak tangannya ke depan wajahnya sambil menutup kedua matanya, memohon kepada kedua sahabatnya. Taehyung dan Jungkook hanya bisa menghela nafas- mau bagaimana lagi, mereka tidak bisa menolak Jimin bila sudah memohon seperti itu.
"Baiklah, tapi beritau aku, mengapa kita harus ke perpustakaan?" Taehyung mulai menyamakan posisinya yang kini berada di antara Jimin dan Jungkook sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya dan menatap Jimin dalam.
"A-ah, itu…-" belum selesai Jimin menjawab pertanyaan Taehyung, Jimin melihat sosok Min Yoongi yang baru saja keluar dari pintu perpustakaan dengan buku yang ia rangkul di tangan kanannya serta tas yang ia selempangkan di bahu kanannya- style Yoongi di sekolah setiap hari. Saat mereka bertatap mata, Jimin langsung terdiam di tempat dan mengerjapkan matanya beberapa kali.
"Yoongi-hyung!" Jimin menoleh dengan cepatnya kearah suara yang memanggil Yoongi- dan itu berasal dari Taehyung yang berada di sebelahnya. Jimin sedikit kaget, namun ia kembali tersadar karena memang kenyataannya Yoongi berteman dengan hampir satu sekolah, jadi mungkin Taehyung selama ini mengenal Yoongi jauh lebih dekat daripada Jimin.
"Oh, Taehyung. Ingin ke perpustakaan? Tumben." wajah Yoongi datar saat merespon sapaan Taehyung yang terlihat gembira begitu melihat Yoongi.
"Ya begitulah, hyung. Sebenarnya aku kesini untuk menemani Jiminie. Ia tidak mau memberitauku kenapa kami harus ke perpustakaan, huh." Jimin melihat Taehyung yang mendengus sambil mengembungkan pipi dengan imutnya. Yoongi segera menoleh kearah Jimin dengan tatapan heran.
"Jimin? Kau tidak berlatih menari di auditorium?" Yoongi mengangkat salah satu alisnya sambil menatap Jimin, tetapi Jimin tidak menatap balik. Ia malah menatap lantai di bawahnya. Dalam hati, Jimin menyumpah dirinya sendiri karena merasa gugup tiba-tiba saat ditatap Yoongi begitu dan tentu saja, hatinya sedikit berdebar lebih cepat begitu mendengar Yoongi memanggilnya tanpa menggunakan panggilan formal seperti biasanya.
"Belum mulai latihan…, sunbae." Jimin menjawab dengan kepalanya yang masih menunduk, suaranya hampir tidak bisa Yoongi dengar.
"Yoongi-hyung, kau mengenal Jimin?" Jungkook yang selama ini berdiam mulai membuka mulutnya untuk berbicara. Jimin kaget untuk kedua kalinya karena Jungkook juga terlihat seperti mengenal Yoongi sebelum Jimin mengenalnya. Padahal, Jungkook satu tahun lebih muda dari Jimin dan Taehyung dan dua tahun lebih muda dari Yoongi.
"Sebenarnya aku sudah lama mengenalnya. Tetapi baru beberapa hari yang lalu kami berbicara satu sama lain selain berbicara untuk mengingatkannya mengunci auditorium seperti hari-hari biasa," ucap Yoongi yang kemudian segera melihat jam tangan yang ia pakai di tangan kirinya. Jimin dapat melihat mata Yoongi sedikit melebar begitu ia melihat jam tangannya. "Astaga. Sepertinya aku harus duluan. Selamat tinggal." Yoongi pamit sambil tersenyum tipis kearah tiga adik kelasnya dan segera berjalan melewati mereka. Taehyung dan Jungkook melambaikan tangannya kearah Yoongi dan Jimin masih terdiam kaku sambil menatap Yoongi yang berjalan semakin jauh.
"Jiminie, apa yang kau lakukan hingga bisa berbicara dengan Yoongi-hyung?" Taehyung memulai percakapan sambil membuka bungkus permen karet yang ia simpan di saku celananya dan mengunyahnya. Jungkook mengangguk setuju dengan pertanyaan Taehyung, menatap Jimin penuh penasaran.
"Sebenarnya… beberapa hari yang lalu Yoongi-sunbae mengantarku pulang ke rumah setelah latihan di auditorium hingga larut," jawab Jimin sedikit ragu sembari menggaruk pipinya yang tidak gatal tanpa memandang kedua sahabatnya. Taehyung segera membuka mulutnya dengan lebar dan Jungkook semakin membelalakkan kedua matanya. Tentu kedua ekspresi sahabatnya itu membuat Jimin sedikit risih. "Sudahlah, lebih baik kalian ke klub-"
"Jimin. Ce. Ri. Ta."
Seusai Jimin bercerita tentang kejadian yang bersangkutan dengan Yoongi beberapa hari yang lalu, ia melihat kedua temannya yang saling memandang satu sama lain dengan wajah yang tidak bisa dibaca ekspresinya- mengirim telepati. Tak lama kemudian, Taehyung memalingkan wajahnya dan menatap Jimin dengan tatapan tajam. Taehyung memulai sesi wawancara layaknya seorang detektif dengan pelaku kejahatan dalam suatu kasus misteri dan itu membuat Jimin menelan air liurnya dengan keringat yang sedari tadi bercucuran melewati pelipisnya.
"Jadi… Alasan kau mengajakku dan Kookie pergi ke perpustakaan yaitu untuk bertemu dengannya? Dengan Yoongi-hyung?" tanya Taehyung masih dengan tatapannya yang tajam. Jungkook ikut menatap Jimin penuh dengan rasa ingin tahu.
"Ti-tidak-"
"Oh, ayolah, Jiminie. Kau kira kau pandai berbohong?" Taehyung memutar kedua bola matanya dengan wajah bosan. Merasakan ia sudah disudutkan oleh Taehyung, Jimin menghela nafas tajam untuk menenangkan dirinya.
"Ya, begitulah. Tetapi, sungguh, aku tidak menyukainya ataupun hal-hal yang berhubungan seperti itu! Lagipula, aku baru saja berbicara dengannya beberapa hari lalu dan kami tidak lebih dari kakak kelas dan adik kelas." Jimin berkata jujur namun ada rasa kecewa dibalik kata-kata yang ia ucapkan. Jimin telah mengakui dalam hatinya bahwa ia memang sedikit- iya, sedikit tertarik pada kakak kelasnya itu, namun itu masih belum bisa dibilang sebagai rasa suka. Mungkin lebih tepatnya, itu adalah rasa kagum kepada Yoongi dan rasa ingin mengenalnya lebih dalam.
"Hyung, kurasa setiap orang bisa jatuh cinta walaupun mereka tidak dekat. Bahkan ada istilah 'jatuh cinta pada pandangan pertama'. Belakangan ini juga kau terlihat seperti mencari seseorang dan sikapmu yang seperti itu membuat pertanyaan bagiku dan Taehyung-hyung. Dan kini kami tahu bahwa orang yang kau cari selama ini adalah Yoongi-hyung." kata Jungkook yang dari tadi tidak ada berbicara setelah Jimin bercerita.
"Kookie benar. Akui saja, Jiminie. Lagipula Yoongi-hyung itu orang yang baik, kok! Hanya saja terlalu cuek dan pemalas, berkebalikan sekali denganmu."
"U-uuh… Baiklah, aku akui bahwa aku kagum dengannya. Tetapi perasaan ini masih belum bisa dikatakan sebagai perasaan suka, okey?" Jimin merasakan wajahnya memanas begitu mengakui isi hatinya kepada kedua sahabatnya dan ia tidak berani mengangkat wajahnya yang ia tundukkan saat ia berbicara tadi.
"Hmm… memangnya apa yang membuatmu bisa kagum dengan Yoongi-hyung walau baru beberapa kali bertemu dengannya?" Jimin tidak bisa melihat ekspresi Taehyung, tapi ia yakin Taehyung sedang tersenyum menggoda kali ini.
"Umm… sepertinya sunbae itu orangnya baik hati walau sedikit dingin dan cuek… Buktinya ia mau mengantarku pulang ke rumah hari itu…. Aku sangat tersentuh." jawab Jimin, namun kedua sahabatnya itu hanya diam dan tidak merespon sepatah kata pun.
Beberapa detik telah berjalan, namun masih tidak ada respon.
"Te-terus wajahnya itu- astaga, tampan sekali. Kalau tersenyum, senyumnya terlihat malas-malasan. Dan kalau tertawa, gusinya terlihat dan gigi putih kecilnya berjejer dengan rapi. Kalau menatap terkadang tajam, namun terkadang sayu. Suaranya berat tapi kalau berteriak ia sedikit cempreng…."
Tiga, empat detik berlalu dan Taehyung dan Jungkook masih tidak berkata apa-apa.
"Pokoknya, baru kali ini aku melihat seseorang yang tampan dan manis secara bersamaan. Oh iya, saat ia bermain bas-"
Belum sempat Jimin menyelesaikan gumaman dari beluk hatinya, Taehyung sudah memotong gumamannya. "Terserahmu saja kau sebut apa perasaanmu itu. Intinya, aku akan membantumu untuk lebih dekat dengan Yoongi-hyung. Pokoknya mulai detik ini aku akan langsung tancap gas membantumu!"
"Aku juga akan membantu Jimin-hyung!" ucap Jungkook sambil tersenyum lebar hingga gigi kelincinya terlihat.
Jimin berkedip dua, tiga kali hingga akhirnya ia dapat mengerti maksud dari kedua sahabatnya itu.
"S-sudah aku bilang, aku tidak suka dengannya! Tidak perlu berbuat seperti itu!" Jimin berkata seperti itu, tetapi wajahnya merah padam seperti api yang sedang membara. Kedua sahabatnya hanya meninggalkan Jimin dengan wajahnya yang sangat merah padam dan segera menuju ke ruang klub paduan suara.
Taehyung dan Jungkook yang sedang dalam perjalanan ke klub paduan suara- oke, sebenarnya mereka tidak menuju ke klub paduan suara, melainkan mereka pergi untuk menemui Yoongi, dan beberapa saat kemudian mereka menemukan sosok yang mereka cari. Sosok itu- Min Yoongi- sedang berjalan di lorong sekolah yang sepi karena tidak banyak murid yang berlalu lalang.
"Yoongi-hyung! Tunggu!" Yoongi segera menoleh ke sumber suara yang memanggilnya dan mendapati Taehyung dan Jungkook yang sedang berlari kearahnya. Yoongi segera mengernyitkan alisnya dengan penuh kebingungan.
"Ada apa?" tanyanya dengan wajah datar khasnya. Taehyung menyeringai, tetapi kemudian dengan segera ia memasang wajah sedih dan puppy eyes.
"Jadi, begini. Terus terang saja, aku dan Kookie sedang ada urusan lain dari sore hingga malam hari ini. Kami tidak bisa menemani Jimin saat ia berlatih di auditorium nanti, jaaadiiii…." Taehyung memperlambat omongannya dan mengedip-edipkan mata kanannya- mengirim pesan ke Jungkook.
"Jadi kami ingin minta tolong Yoongi-hyung untuk menemani Jimin-hyung hari ini. Apa hyung bisa?" Jungkook ikut-ikutan memasang puppy eyes dan bibir bawahnya sedikit ia majukan, memberikan kesan wajah yang sangat imut.
Yoongi berpikir, alisnya ia kerutkan. "Tapi, bimbel hari ini akan berlangsung lebih lama dari hari-hari biasanya karena ada pengarahan jurusan perkuliahan dari guru-guru. Bisa-bisa Jimin selesai latihan sebelum aku selesai bimbel."
Taehyung memutar bola matanya dengan tampang kesal dan menaikkan satu alisnya. "Hyung, kurasa kau tidak perlu menghadiri pengarahan itu. Lagipula, kau sudah pasti ingin masuk universitas jurusan musik, kan?"
"Hmm… memangnya teman-temannya yang lain tidak bisa menemaninya hari ini?"
"Ayolaaah, hyuuung~ Hanya kau yang terlintas pertama kali dipikiran kamiiii~ Dan kami juga sedang buru-buru ke klub paduan suara. Hyung, kumohooon~" Taehyung dan Jungkook mulai memasang aegyo mereka dengan seimut yang mereka bisa. Yoongi menghela nafas, menyerah (dan tentu saja karena mereka imut).
"Baiklah. Kalau begitu, berikan nomor ponsel Jimin. Jadi aku bisa lebih mudah berkomunikasi dengannya nanti." Yoongi mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menunggu Taehyung yang juga mengambil ponselnya untuk membuka kontak Jimin. Ia tidak melihat seringai yang tersirat di wajah Taehyung dan Jungkook.
Setelah memberikan kontak Jimin kepada Yoongi, Taehyung dan Jungkook segera berterimakasih dan pamit kepada Yoongi. Mereka langsung berlari menuju ruang klub paduan suara- mungkin mereka sudah terlambat sepuluh menit lamanya dan siap dikenai hukuman oleh sang ketua klub.
Jam dari layar ponsel Jimin sudah menunjukkan pukul delapan lewat lima puluh menit, tetapi masih tidak ada tanda-tanda Taehyung dan Jungkook di auditorium. Chat serta telepon dari Jimin tidak diangkat oleh kedua sahabatnya itu. Jimin ingin melanjutkan latihannya sembari menunggu kedatangan mereka, tetapi beberapa detik kemudian Jimin mendapati satu pesan dari nomor yang tidak ia kenali.
Dari: (nomor tidak dikenal)
Hey. Masih di auditorium? Jangan pergi kemana-mana, ya.
Jimin berpikir dua kali sebelum membalas pesan dari nomor yang tidak diketahui itu. Awalnya, ia kira itu adalah Taehyung, tetapi Taehyung sangat jarang sekali berkomunikasi dengan Jimin melalui pesan, melainkan melalui chat atau langsung menelpon. Dan juga, itu sudah pasti bukan Jungkook karena ponsel Jungkook sedang dalam perbaikan sejak dua hari yang lalu. Jimin pun akhirnya memutuskan untuk bertanya balik kepada sang pengirim pesan.
Kepada: (nomor tidak dikenal)
Maaf, ini siapa?
Tidak lama kemudian, Jimin mendapati pesan masuk dan masih dengan nomor yang sama.
Dari: (nomor tidak dikenal)
Lelaki berkulit pucat, hobinya main basket dan membuat musik, kelas tiga, rambutnya dicat abu-abu, bukan uban.
Membaca balasan tersebut, Jimin langsung terkena serangan jantung kecil. Jantungnya berdegup kencang, ia bingung sekali dengan keadaan sekarang. Ia tahu betul pemilik nomor itu adalah Yoongi berdasarkan ciri-ciri yang ia berikan sendiri. 'Mengapa Min Yoongi-sunbaenim ingin menemuiku? Mengapa ia bisa mendapatkan nomor ponselku? Apa benar ini Yoongi-sunbae? Mengapa Taehyung dan Kookie tidak kunjung datang? Mengapa mengapa mengapaaa?!' teriaknya dalam hati.
Belum sempat membalas pesan dari Yoongi, nada dering pertanda ada telepon masuk berbunyi dan nomor ponsel Taehyung muncul di layar ponsel Jimin. Jimin mengangkat telepon dari Taehyung pada dering pertama.
"Hey~ Bagaimana, Jiminie~? Sudah selesai kencan dengan Yoongi-hyung? Atau masih dalam perjalanan? Aaah, kalau begitu, maaf menggang-"
"Setan kau, Taehyung! Apa yang kau lakukan kepada Yoongi-sunbae hingga bisa seperti ini?!" Jimin dapat mendengar tawa Taehyung dan Jungkook yang terdengar menyebalkan dari ponsel Jimin kali ini.
"Astaga, Jiminie mengumpat. Tidak boleh begitu, lho. Dua sahabatmu ini rela menemui Yoongi-hyung untuk memintanya menemanimu hari ini hingga terlambat ikut pelatihan klub paduan suara, lho. Kau harus berterimakasih kepada kami."
"Berterimakasih, dengkulmu! Aaaah! Aku benci kaliaaan!"
"Kami sayang Jiminieeee. Nikmati waktumu bersama Yoongi-hyung, ya. Aku ingin lanjut nonton film di rumah Kookie dulu. Adios~" Dan telepon berakhir dengan teriakan Jimin penuh kekesalan yang menggema di auditorium. Jimin segera bangkit dari rasa malu dan kesal yang kedua sahabatnya buat, lalu ia menyimpan nomor Yoongi di kontaknya sebelum membalasnya.
Kepada: Yoongi-sunbae
Aah, Yoongi-sunbae. Maaf merepotkanmu, sunbae! Tidak apa-apa, saya bisa pulang sendiri, kok. ^^
Sebenarnya, di dalam beluk hati Jimin, entah mengapa ia sangat menantikan kedatangan Yoongi. Tetapi tentu saja ia tidak ingin merepotkan sunbae-nya.
Dari: Yoongi-sunbae
Terlambat. Aku sudah di depan auditorium.
Tidak lama kemudian, pintu auditorium terbuka dan Jimin segera menoleh kearah pintu- mendapati Yoongi yang masih dengan seragam sekolahnya. Yoongi melangkahkan kakinya mendekati Jimin yang kemudian segera berdiri dengan tas sekolahnya dan membungkuk kepada Yoongi.
"Ma-maaf telah merepotkanmu, sunbae! Taehyung dan Jungkook tidak memberitau saya bahwa mereka tidak bisa menemani saya hari ini... Kalau mereka lebih dulu memberitau kepada saya, saya pasti tidak akan merepotkan sunbae…." Jimin segera meminta maaf kepada Yoongi yang berdiri di depannya dengan wajah datar khasnya. Raut wajah Yoongi yang berubah saat mendengar ucapan Jimin membuatnya terlihat sedikit- kecewa? Tidak, mungkin itu hanya imajinasi Jimin.
"Sudahlah, tidak apa-apa. Ayo pulang." Jimin hanya mengangguk dan segera menenteng tas sekolahnya lalu mengikuti Yoongi yang sudah berjalan mendahului Jimin menuju pintu auditorium.
Setelah keluar dari auditorium, Jimin segera mengunci pintu dan meneruskan perjalanan pulangnya bersama Yoongi di sampingnya. Jantung Jimin terus berdegup lebih cepat dari biasanya, ia sendiri bingung mengapa bisa begitu. Awal perjalanan mereka lalui tanpa satu kata yang keluar dari mulut mereka bedua- hanya terus berjalan dan Jimin sedikit-dikit mengambil pandang kearah Yoongi. Sungguh, wajah Yoongi sangat tampan dan manis secara bersamaan dan Jimin tidak bisa berhenti memandangnya.
"Ada yang salah dengan wajahku?" pertanyaan Yoongi yang tiba-tiba itu memecah keheningan dan sukses membuat wajah Jimin memanas dan mengalihkan pandangannya dari Yoongi. Jimin menggeleng kuat.
"Tidak, sunbae… maafkan saya membuat sunbae tidak nyaman." Jimin menunduk, menyembunyikan wajahnya yang ia sadar semakin memerah.
"Berhentilah meminta maaf dan hentikan memanggilku begitu."
Mata Jimin melebar begitu mendengar Yoongi berkata seperti itu. Jimin segera menatap Yoongi dengan ekspresi heran yang tersirat di wajahnya. Baru saja Jimin membuka mulutnya untuk berkata sesuatu, tetapi Yoongi sudah memotongnya duluan.
"Dan juga, ganti 'saya' dengan 'aku'. Panggil saja aku 'Yoongi-hyung'. Memanggilku 'sunbae' membuat ada jarak diantara kita. Aku tidak suka itu." Jimin memutar balik otaknya untuk mengartikan apa yang Yoongi ucapkan, sungguh itu membuat Jimin mati rasa dan ia yakin ia melihat wajah Yoongi sedikit memunculkan semburat merah muda di kedua pipinya, tetapi Yoongi segera sedikit mengalihkan wajahnya dari pandangan Jimin. "Maksudku, aku ingin kita santai saja, tidak perlu canggung-canggung." sambung Yoongi dan Jimin segera menghentikan pemikiran di otaknya.
"Oh. O-ooh, baiklah, Yoongi-hyung…." mendengar panggilan itu keluar dari mulut Jimin membuat Yoongi tersenyum, tetapi Jimin tidak bisa melihatnya.
Mereka terus berjalan selama beberapa menit kemudian tanpa berbicara lagi, dan kemudian Yoongi memecah keheningan untuk kedua kalinya.
"Kapan perlombaan itu dimulai?" tanyanya tanpa memandang kearah Jimin yang berada di sebelahnya. Jimin tersentak kaget sebelum menjawab pertanyaan Yoongi.
"Dua hari lagi, sun- hyung." Yoongi hanya menjawab dengan 'ooh' dan suasana kembali hening.
Beberapa menit kemudian, mereka telah sampai di depan rumah Jimin. Baru saja Jimin ingin berterimakasih, tetapi ia terhenti karena kedua lengan Yoongi yang mengitari lehernya- membuat jantung Jimin sempat berhenti berdetak. Ia dapat merasakan Yoongi sedang memasang sesuatu di lehernya dan Jimin hanya bisa diam dan menatap wajah Yoongi yang dekat sekali dengan wajahnya. Setelah Yoongi selesai, Jimin masih terdiam kaku dan segera melihat benda di lehernya- kalung dengan liontin kecil berwarna biru.
"Liontin itu jimat keberuntunganku. Kau pakai saja dulu." Jimin hampir mengumpat begitu melihat wajah Yoongi yang malu-malu di hadapannya, imut sekali! Liontin itu memang liontin yang setiap hari Yoongi pakai di sekolah tetapi tidak terlalu terlihat karena tertutup oleh seragam. Namun Jimin selalu melihat liontin itu saat Yoongi bermain basket dengan baju bebasnya.
"Te-terimakasih banyak, hyung! Aku akan berusaha!" Jimin tersenyum lebar kearah Yoongi- matanya juga terbentuk jadi bulan sabit. Yoongi menggapai kepala Jimin dan segera mengacak-acak rambutnya dengan lembut.
"Semoga beruntung." Yoongi membalas senyuman Jimin. Kali ini senyumannya bukanlah senyuman malas-malasan yang biasanya ia pasang, tetapi senyuman yang sangat manis hingga gusinya bisa terlihat. Andai saja Jimin sedang memegang sebuah kamera, ia pasti akan mengabadikan senyuman Yoongi saat ini. Tapi nyatanya, Jimin hanya terdiam sambil terus menatap senyuman Yoongi hingga akhirnya Yoongi pergi- pulang ke rumahnya.
"Terimakasih, hyung! Hati-hati!" serunya dan Yoongi dari kejauhan hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh kearah Jimin dibelakangnya. Tapi di balik itu, Yoongi tidak bisa menghentikan seringainya.
Jimin segera memasuki rumahnya dan berlari ke lantai dua untuk memasuki kamar tidurnya. Ia dengan sigap membuka gorden yang menutupi jendelanya dan kembali melihat Yoongi yang semakin lama semakin menghilang dari pandangannya. Jimin merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya dan meraih kalung yang ada di lehernya, membuat Jimin teringat akan sunbae-nya yang manis juga tampan itu.
Malam itu setelah Jimin selesai mandi dan kembali merebahkan dirinya di kasurnya, Jimin tidak bisa berhenti memikirkan Yoongi dan ia tertidur dengan kalung di lehernya serta senyuman di wajahnya.
.
.
.
TBC
Halooo~ Maafkan saya yang masih belum update My Heart, Only For You tapi malah bikin cerita baru :'D Soalnya lagi pengen ngetik fluff, bukan yang nyakitin hati OTL momen YoonMin lagi dikit sih, gakuku jadinyaaaa butuh asupan YoonMin fluff :""" Nanti kalau udah selesai twoshotnya saya akan lanjutin cerita yang satunya kok~
Oh iya bagi yang bingung apa itu 24/7, itu maksudnya dua puluh empat jam sehari dan tujuh hari seminggu. Singkatnya kalo dalam bahasa inggris mungkin 'everyday' atau 'everytime' gitu deeh
Untuk chapter 2 saya bingung mau pake pov yoongi atau jimin hmm liat aja deh nanti
Jangan lupa krisar dan reviewnya yaa! :D
