Disclaimer: Hetalia (c) Hidekaz Himaruya.
Side notes: Taiwan POV. Judul diambil dari judul lagu Tsukasa – In My Heart, courtesy to DJ Max Technika.
Dan ya, saya tahu judul dan summary enggak matching.
Aku menyukai seorang lelaki.
Tentu, aku tidak pernah menceritakannya pada siapapun. Tidak pada kakakku, China, tidak pada sepupuku, Vietnam, apalagi pada South Korea. Tidak, ini adalah rahasiaku sendiri yang kupendam dalam-dalam agar tidak menyeruak keluar.
Dan tentu saja aku tidak memberitahu orang yang kusukai itu.
Siapa lelaki itu? Ah, dia hanya saudara angkat sekaligus temanku. Kami berdua sudah diasuh oleh China sejak masih kecil. Aku masih ingat saat pertama kali aku melihatnya, terlihat sekali bahwa dia seorang anak pendiam. Bertahun-tahun aku tinggal dengannya, dia jarang sekali menunjukkan emosi atau bahkan ekspresi.
Tapi dibalik sifat dinginnya, dia orang baik, kok. Aku tahu itu karena aku sering bermain dengannya dibanding dua 'saudara'-ku yang lain. Entah kenapa aku sangat suka menghabiskan waktu bersamanya, bagiku dia seseorang yang menarik. Wajahnya yang selalu minim ekspresi membuatku penasaran, dan aku tidak bermasalah dengan sifatnya yang jarang bicara, walaupun beberapa orang di sekelilingku tampak sedikit tidak nyaman dengan aksi diamnya itu.
Ciri-cirinya? Rambutnya hitam panjang—tidak terlalu panjang sih, tapi kau tahu lah maksudku. Dia mempunyai alis tebal (terima kasih England, atas asuhanmu) dan juga sering membawa panda pemberian China. Dia mempunyai mata hitam kecoklatan yang tampak murung, namun aku tahu di baliknya terdapat kehangatan.
Biarpun kami berdua sudah menginjak usia dewasa, tapi kami masih sering bertemu. Mungkin status kami yang bukan negara resmi membuat kami tidak terlalu sibuk dengan urusan masing-masing. Biasanya dia sering mengunjungiku untuk sekedar mengobrol dan minum teh—walau yang berbicara kebanyakan aku. Dia hanya mendengarkan, mengangguk dan menyereput teh. Tapi aku tidak keberatan, asalkan bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengannya.
Seperti sekarang. Kami berdua sedang duduk di teras rumahku, menikmati bubble tea yang baru saja aku buatkan untuk kami berdua. Dia tidak berbicara, seperti biasa. Hanya menerawang ke depan dan meminum teh. Biarpun aku sudah pintar membaca perasaannya, aku masih belum bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan sekarang.
Kupandangi mata hitamnya yang kelam, dan tanpa sadar aku tersenyum. Tidak peduli sesedih apapun matanya terlihat, bagiku dia tetap menawan.
"Kenapa senyum-senyum?"
Suaranya yang monoton membuatku hampir terlonjak dari lamunanku, tapi aku hanya tersenyum dan menyereput tehku.
"Hanya mengingat masa lalu," kataku pelan, masih tersenyum padanya.
Ah, bodohnya aku. Aku lupa memberi tahu namanya ya?
Nama lelaki itu adalah Hong Kong.
