Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: newbie, tanda baca tidak tepat, amburadul, typo, OOC, etc

Pair: Naruto x ...

Rated: T

.

.

.

Note:

"Terangkanlah" percakapan

'Terangkanlah' bicara dalam hati

.

.

.

Don't like, don't read!

.

.

.

Alone

Author: Laufenberg

Editor: Kinomoto Hoshiko

.

.

.

Chapter 1. Piket kelas bersama

.

.

.

Di pagi yang cerah dan damai, semua orang memulai aktifitas mereka masing-masing, tapi tidak dengan seorang pemuda berambut pirang jabrik yang saat ini tengah dibungkus dengan selimut di atas ranjang. Dia masih terlelap di alam mimpinya dengan tenang, tetapi itu semua tidak berlangsung lama ketika...

Brakk!

Terdengar suara pintu yang terbuka dan dibanting dengan keras bersamaan suara keras yang sangat mengguncang tempat itu.

"NARUTOO! BANGUN!"

Terlihat seorang wanita paruh baya dengan rambut merah sedang berdiri di depan pintu pemuda yang bernama Namikaze Naruto ini.

"Lima menit lagi...," jawab Naruto dengan lesu.

"Tidak ada! Cepat ke kamar mandi!" sanggah wanita itu seraya menarik selimut yang dipakai Naruto.

"Hhhh... Baiklah!" balas Naruto dengan wajah ngantuknya dan bangkit dari ranjang.

"Ibu tunggu kau di bawah!" ujar wanita itu yang diketahui adalah ibu dari Naruto, yang bernama Namikaze Kushina.

Setelah ibunya keluar, Naruto memasuki kamar mandi untuk melakukan ritual setiap pagi - mandi.

.

.

.

Di meja makan, terlihat tiga orang sedang melaksanakan sarapan dengan tenang yaitu Naruto, Kushina dan seorang pria berambut pirang yang bernama Namikaze Minato, ayah Naruto.

Mereka bertiga duduk berhadapan dengan dibatasi meja makan sebagai pemisah di tengahnya. Suasana yang sempat hening, terpecahkan oleh suara Kushina yang begitu keras.

"Oh ya, Naru... Besok ayah dan ibu akan pergi lagi ke Australia," ucap Kushina.

"Ohh...," jawab Naruto singkat.

"Hanya itu saja?"

"Ya, dan aku juga harus berangkat sekarang," tukas Naruto seraya mengambil tasnya dan segera pergi keluar rumah.

"..."

"..."

Kedua orang itu saling terdiam dan hanya menatap sendu Naruto yang berjalan keluar rumah. Mereka tak habis pikir tentang Naruto yang masih saja bersikap dingin pada mereka.

Di perjalanan yakni menelusuri jalanan perumahan yang sepi, Naruto hanya bisa merutuk kesal.

"Lagi-lagi pekerjaan yang dipentingkan!" gumam Naruto kesal.

Ia hanya menghela nafas sambil memegang dua tali tas yang tergantung di dua bahunya.

TAP! TAP! TAP!

Naruto hanya berjalan santai menuju sekolahnya. Dia berjalan sendirian saat menelusuri jalanan sepi ini. Tidak ada seorang pun yang terlihat selain dirinya.

Sebenarnya dia mempunyai sebuah motor matic, tetapi dia tidak ingin membawanya karena mungkin jarak rumahnya dekat dengan sekolah, lagipula dia lebih suka berjalan kaki.

Sesampainya di sekolah ia langsung menuju kelasnya yang berada di lantai dua.

Sekolahnya itu bernama Tokyo 2 High School dan memiliki beberapa gedung yaitu gedung untuk kelas berlantai tiga, gedung aula dan lainnya. Di sini juga terdapat lapangan futsal, basket, bola voli dan bulu tangkis.

Sekolah ini sering menjuarai kejuaraan non-akademik, tetapi mereka masih kalah dalam kejuaraan akademik yang selalu dimenangkan oleh Tokyo 1 High School.

Di kelas yang sudah diisi beberapa orang, Naruto langsung menuju mejanya. Dia duduk sembari menungkupkan kepalanya di meja, dan mulai terlelap.

Ngomong-ngomong, Naruto ini kelas XI IPA 2, dia jago dalam olahraga beladiri seperti taekwondo, dia juga cukup pintar, ia menempati rangking keempat di kelasnya.

Sragg!

Pintu terbuka memperlihatkan sosok gadis cantik berambut lavender yang memasuki kelas. Lalu dia menghampiri teman sebangkunya.

"Ohayou, Sakura-chan...," ucap gadis itu sembari duduk di kursinya.

"Ohayou, Hinata-chan...," balas gadis bernama Haruno Sakura.

Sragg!

Kembali pintu terbuka menampilkan sosok laki-laki berambut biru gelap dengan model buntut ayam berjalan menuju bangkunya yang berada di sebelah Naruto. Dia pun duduk di bangkunya sendiri dan mengeluarkan sebuah novel, lalu membacanya.

Semakin lama kelas semakin ramai, ada yang sedang asyik menggosip, ada yang teriak-teriak tidak jelas, ada yang makan snack, ada yang sedang tidur dan lain-lain.

Keramaian tersebut berhenti ketika..

Kriiiinngg!

Bel masuk berbunyi dan semua siswa langsung kembali ke bangkunya masing-masing.

Sragg!

Guru pengajar memasuki kelas tersebut.

"Oke, anak-anak sekarang kita ulangan!" kata guru itu tiba-tiba sehingga mengagetkan semua orang.

"Haaaaaaaahhh!" teriak hampir semua murid yang ada di kelas itu.

.

.

.

Krriiiinngg!

Akhirnya mereka bisa bernafas lega, karena bel istirahat berbunyi. Selama 3 jam pelajaran mereka harus berkutat dengan angka dan rumus ditambah lagi ulangan yang membuat kepala mereka panas dan mengeluarkan asap.

Semua murid bergegas keluar kelas menuju satu tempat yaitu kantin.

Tokoh utama kita sekarang sedang berjalan di koridor dengan membawa sekaleng minuman soda dan roti isi, ia bertujuan pergi ke atap.

Sesampainya di atap, dia mendudukkan dirinya dan mulai memakan roti isinya dengan tenang.

"Lagi-lagi aku sendirian, padahal baru saja aku merasakan kehangatan keluarga," ucap Naruto sedih sembari melihat ke langit.

Sesaat dia teringat tentang orang tuanya yang selalu sibuk untuk bekerja. Tidak ada waktu bagi mereka untuk berkumpul bersama dirinya. Selalu saja bekerja dan bekerja. Bahkan hampir tidak ada di rumah, sehingga dia harus tinggal sendirian lagi. Orang tuanya hanya menitipkan uang jajan yang cukup untuknya dan memberikan nasehat agar berhati-hati di rumah selama mereka pergi.

Sendirian... Satu kata yang menohok hati Naruto sekarang. Dia sendirian lagi tanpa ada orang terdekat yang akan menemaninya. Tidak ada yang bisa diajak berbicara jika dia ingin berbicara. Tidak ada yang bisa diajak bermain game jika dia ingin bermain game. Dia melakukan semuanya sendirian. Sendirian yang meninggalkan rasa kesepian sejati di jiwanya.

Walaupun begitu, dia tidak akan sedih maupun menangis. Dia menghadapi ini dengan sikap yang tegar. Toh, dia sudah merasakan semuanya sejak kecil. Jadi, dia sudah terbiasa dengan kehidupannya ini.

Untuk mengurangi beban yang sempat melanda di pundaknya, dia memilih untuk makan roti sampai tandas. Penutupnya adalah minuman soda yang sukses melenyapkan kegalauan di hatinya.

Tak terasa waktu telah menunjukkan waktu istirahat hampir habis. Segera saja Naruto meninggalkan atap dan menuju kelas.

.

.

.

Jam 15:24.

Krriiing!

Bel pulang berbunyi, semua murid berhamburan keluar kelas dan menuju rumahnya masing-masing, kecuali tokoh utama kita, dia masih membereskan alat tulisnya. Dan seseorang menghampiri bangkunya.

"Ano, Na-Namikaze-san...," ucap seseorang tersebut yang diketahui seorang gadis.

"Ya?" Naruto menjawab tanpa menoleh.

"Se-sekarang a-adalah bagian piket kita," jawab gadis itu seraya terbata-bata di awal.

"Baiklah...," sahut Naruto seraya berdiri dan membalikkan tubuhnya ke arah gadis itu.

Terlihat seorang gadis berambut indigo yang sedang menundukkan kepalanya.

"Lalu kemana Sakura, Hyuga-san?" tanya Naruto yang menyadari Sakura tidak ada di kelas itu.

"Di-dia harus menjemput sepupunya di bandara," ungkap gadis itu yang bernama Hyuga Hinata.

"Baiklah, seperti biasa, aku akan membersihkan papan tulis dan kaca jendela dan kau menyapu lantai."

"Ba-baiklah."

Maka dimulailah kegiatan tersebut.

Keheningan melanda kedua orang itu, fokus pada apa yang dikerjakan. Tetapi itu hanya berlaku pada si pemuda, berbeda dengan si gadis, dari tadi ia mencuri-curi pandang pada si pemuda. Dia tak kuasa menahan rona merah di wajahnya ketika dia berpikiran kegiatan yang mereka lakukan saat ini sama seperti pasangan suami istri yang baru saja menikah dan menjalankan aktivitas sehari-hari mereka.

Naruto yang merasa dipandangi akhirnya menoleh ke arah gadis itu dan melihat bahwa gadis itu menundukkan kepala dengan rona merah hampir di seluruh wajahnya.

Ia memutuskan menghampiri gadis itu.

"Kau tak apa-apa, Hyuga-san? Mukamu memerah, apa kau demam?" tanya Naruto sembari menaruh telapak tangannya di dahi Hinata."Kalau kau sakit, sebaiknya kau pulang saja biar aku yang membereskan semuanya."

Hinata tidak menyangka bila pemuda di hadapannya ini, mengkhawatirkannya.

"A-aku ti-tidak a-apa-apa, Namikaze-san," kata gadis itu seraya tersenyum lembut yang membuat Naruto 'klepek-klepek', maksudnya terpesona.

'Senyumannya sungguh indah,' batin Naruto yang termangu.

Beberapa saat kemudian Naruto tersadar.

"Kalau begitu, ayo kita selesaikan pekerjaan kita!" pinta Naruto sembari memulai pekerjaannya kembali.

Hinata hanya bisa tersenyum kembali saat melihat Naruto.

.

.

.

Jam 15:55.

Tak terasa waktu hampir menunjukkan pukul 4 sore, dan mereka berdua telah berada di depan gerbang sekolah. Tidak tampak seorang pun yang ada di tempat itu kecuali mereka berdua.

"Na-Namikaze-san, terima kasih sudah membantuku," ucap Hinata.

"Oh ayolah, itu, kan, memang tugasku untuk piket jadi kau tak perlu terima kasih," balas Naruto.

"Ba-baiklah, Namikaze-san."

"Panggil saja aku Naruto."

"Kalau seperti itu, kau juga bisa memanggilku Hinata, Naruto-kun."

Hinata tersenyum senang.

"Baiklah, jika itu maumu."

Naruto juga tersenyum senang.

Mereka berjalan keluar sekolah dan menuju halte bis.

"Sebaiknya kau segera pulang karena hari semakin sore," kata Naruto setelah ada bus yang datang dari ujung jalan raya sebelah kanan.

CIIIT!

Bus pun berhenti di halte bus yang ada di depan sekolah tersebut. Pintu bus terbuka otomatis, Hinata hanya menganggukkan untuk menanggapi perkataan Naruto barusan, sembari masuk ke dalam bus.

Hinata kemudian melambaikan tangan lewat jendela terbuka sembari tersenyum. Ia sudah duduk di bangku yang kosong.

Naruto mengangkat tangannya seraya tersenyum.

Ia lalu pergi dari sana ketika bus itu sudah berjalan cukup jauh di ujung jalanan raya sana.

.

.

.

BERSAMBUNG

.

.

.

A/N:

Laufenberg yang menulis fic ini. Saya hanya berperan sebagai editor dan menambahkan yang kurang saja. Jadilah hasilnya seperti ini.

Oke, terima kasih atas perhatianmu.

Saya yang telah berganti nama menjadi Kinomoto Hoshiko, undur diri dulu.

Tertanda

Laufenberg & Kinomoto Hoshiko