MEMORY OF TSUBASA

Chapter 1

Disclaimer: Tsubasa Reservoir Chronicle © CLAMP

Aku terbangun di tengah hutan. Sekelilingku sepi. Yang ada hanya pepohonan.

"Dimana aku?" pikirku. Aku tak tahu kenapa aku bisa berada di sini. Aku tak tahu hutan apa ini. Aku tak tahu kemana aku akan pergi. Dan kusadari… aku tak mengetahui apapun tentang diriku sendiri.

"Ke…Kenapa?" tanyaku. "Kenapa aku tak bisa mengingat apapun?"

Aku menggigit bibirku. Perlahan-lahan aku mencoba mengingat sesuatu. Namaku… Ah, namaku Sakura! Aku masih mengingat namaku. Tapi aku tak bisa mengingat hal lainnya. Darimana asalku? Kenapa aku bisa berada di sini? Akan kemana aku pergi? Semakin memikirkannya, kepalaku malah terasa sakit.

Aku duduk diam, bersandar pada sebatang pohon dan mencoba tetap tenang.

"Tenanglah, Sakura!" Aku meyakinkan diriku sendiri. "Semua pasti akan baik-baik saja. Aku pasti bisa mengingat semuanya lagi."

Kuarahkan pandanganku ke langit. Matahari hampir terbenam. Hari sudah sore. Kupikir aku harus segera mencari tempat untuk bermalam.

"Tapi kemana aku harus pergi?" tanyaku dalam hati. Aku juga tak tahu ke arah mana aku harus berjalan untuk keluar dari hutan ini.

Aku hanya bisa diam. Sinar matahari mulai menghilang. Malam telah datang. Aku mencoba melihat sekitarku. Tak ada satupun orang yang lewat. Seandainya saja ada seseorang di sini, mungkin aku bisa bertanya sesuatu padanya.

"Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?" tanyaku. Aku jadi gelisah. Aku ingin berjalan, mencoba mencari seseorang atau kota terdekat. Tapi bagaimana kalau aku salah arah? Bagaimana kalau aku malah terbawa semakin jauh ke dalam hutan?

Angin malam berhembus ke arahku. Dingin, itu yang kurasakan. Aku memang hanya memakai gaun putih tipis. Aku pun tak tahu kenapa aku hanya memakai pakaian ini ke hutan.

"Tetap berada dalam hutan juga bukan ide yang bagus," pikirku. "Seandainya saja aku bisa bertemu seseorang…"

"Kiiikkk!" Terdengar suara teriakan yang melengking.

Aku menoleh, terkejut. Suara itu datang dari arah belakangku. Aku mengintip ke balik pohon.

"Suara apa itu?" tanyaku dalam hati. Suara itu membuat perasaanku semakin tidak tenang.

"Kiiikk!" Suara teriakan itu terdengar lagi. Sesuatu muncul dari balik semak-semak.

"Aaaahh…" Aku nyaris berteriak ketakutan.

Sesuatu yang muncul itu bukanlah manusia. Itu adalah monster berwarna hitam yang tinggi besar, mungkin tingginya sekitar tiga meteran. Matanya merah menyala. Gigi-giginya sangat tajam. Bagaian atas monster itu sedikit menyerupai tangannya ada empat, berbentuk lurus, tajam. Kakinya juga ada empat, dan ujung kakinya tampak tajam juga.

"Kiiikk!" Monster itu bergerak ke arahku.

Aku diam terpaku, takut. Apa itu sebenarnya? Apa yang monster itu inginkan?

Monster itu mengangkat tangannya, dan bergerak cepat ke arahku. Aku langsung tahu, monster itu hendak menyerangku. Aku segera berlari sekencang mungkin. Tangan monster itu terayun mengenai pohon tempatku bersandar tadi. Pohon itu terpotong jadi dua.

Aku semakin takut. Keringat dingin mengalir di wajahku. Nafasku semakin cepat. Aku berusaha berlari lebih kencang lagi.

Monster itu mengejarku. Beberapa kali ia mengayunkan tangannya.

"Apa itu? Kenapa ia mengejarku?" tanyaku dalam hati. "Siapapun juga…tolong aku!"

"Kiikk! Kiiik! Kiik!" Terdengar suara teriakan monster lagi. Tapi kali ini tak hanya satu. Ada beberapa monster yang berteriak.

Aku semakin ketakutan. Apakah mereka akan mengejarku juga? Aku tak tahu dimana monster-monster itu bersembunyi. Kalau mereka menyerang tiba-tiba, entah apa yang bisa kulakukan. Aku pasrah, dan hanya bisa berlari. Aku memasuki semak-semak.

"Raitei Shourai!" Terdengar suara seruan seseorang.

Tiba-tiba terlihat energi petir berjatuhan ke sebuah titik. Lalu terdengarlah suara teriakan monster-monster lagi. Setelah itu, suara-suara monster itu menghilang.

Aku menoleh ke arah suara tadi. Ada seorang anak laki-laki berambut cokelat. Ia menggenggam sebuah pedang.

Aku sedikit lega. Akhirnya aku bisa bertemu seseorang juga. Tapi… Hei, dimana monster yang mengejarku tadi? Bukankah ia tak ikut terkena energi petir orang itu? Ia belum mati…dan aku tahu ia bisa menyerang kapan saja.

"Kiiikk!" suara teriakan monster terdengar.

Kulihat monster itu berada tak jauh dariku. Ia menyerang dengan tangannya. Tapi bukan aku yang diserangnya, melainkan orang berambut cokelat itu.

Tangan monster hitam itu mengenai orang itu. Ia terhempas. Monster itu hendak menyerang lagi dengan cepat. Prang itu tampak tak siap.

"Dia dalam bahaya!" teriakku dalam hati. Aku…harus mengalihkan perhatian monster itu!

Entah keberanian darimana yang datang padaku. Mendadak kulangkahkan kaki, keluar dari balik semak-semak. "Hentikan!" seruku. "Kau mencariku, kan? Kau mengejarku? Seranglah aku kalau kau bisa!"

Monster itu menoleh, berhenti menyerang. Orang tadi juga tampak terkejut dan menoleh ke arahku.

Aku sedikit gemetar. Entah apa yang akan terjadi sekarang. Aku hanya bisa pasrah. Monster itu bergerak ke arahku, siap menyerangku. Aku memejamkan mata…

"Fuuka Shourai!" Terdengar seruan orang berambut cokelat tadi.

Aku membuka mata. Gerakan monster itu terhenti beberapa meter di depanku. Dan di depanku ada sebuah pelindung yang mengelilingiku.

Orang berambut cokelat itu tak tinggal diam. Ia menebas monster itu dengan pedangnya. Monster itu lenyap. Pelindung yang mengelilingiku pun menghilang.

"Terima kasih!" Orang itu tersenyum padaku. "Kalau tadi kamu tidak berteriak, mungkin aku sudah diserang lagi oleh Oni itu."

"Oni?" tanyaku.

"Ya. Kamu tak tahu, ya? Monster itu biasa disebut Oni," kata orang itu.

"Ooh…" sahutku. Aku memang tak tahu apa-apa tentang monster hitam tadi. Atau mungkin aku hanya tak bisa mengingatnya. Aku masih belum bisa mengingat apapun tentang diriku.

"Kamu baru tahu? Aneh, seharusnya kabar tentang Oni sudah tersebar di seluruh kota," kata orang berambut cokelat itu. "Dulunya tak ada monster seperti Oni. Tiba-tiba saja mereka muncul di hutan dan semakin bertambah banyak. Kadang-kadang mereka mengacau di kota. Setahuku, seluruh kota di Kerajaan Li sudah diminta waspada oleh kota pusat."

"Aku baru tahu," kataku. Aku belum bisa mengingat apapun. Bahkan tak ada yang terlintas di pikiranku saat orang itu bercerita tentang Oni. Kupikir, seharusnya aku tahu dan bisa mengingat tentang Oni itu. Bukankah berita tentang Oni sudah tersebar ke seluruh kota? Tapi aku sama sekali tak bisa mengingatnya.

"Oh ya, aku belum memperkenalkan diri," kata orang itu. "Namaku Syaoran. Aku seorang pemburu Oni. Senang berjumpa denganmu."

"Aku Sakura." Aku juga memperkenalkan diri. Hanya nama itu yang kuingat dari diriku. "Kamu seorang pemburu Oni?"

"Ya," jawab Sayoran. "Oni sudah banyak meresahkan warga kota. Tentara kota pusat sudah dikerahkan, tapi tetap saja ada yang lolos dari pengawasan mereka. Akhirnya penduduk di seluruh kota membentuk kelompok sendiri untuk memusnahkan Oni. Mereka menyebut diri mereka sebagai pemburu Oni. Aku salah satunya. Tapi saat ini aku bergerak sendiri, belum tergabung dalam kelompok manapun."

Aku mengangguk-angguk. Aneh, semua tetap terdengar asing di telingaku.

"Kau juga baru mendengarnya?" Syaoran menatapku. Ia tampak heran.

"Ya…" jawabku ragu. Aku tak tahu apakah ini memang untuk pertama kalinya aku mendengar semuanya. Mungkin saja aku memang baru kali ini mendengarnya.

"Hm… Kamu pendatang baru di Kerajaan Li, ya?" tanya Syaoran.

Aku terdiam sesaat dan menatap Syaoran. Entah kenapa mendadak aku merasa tenang. Kurasa aku bisa mempercayainya. "Aku…" Kuputuskan untuk mengatakan masalahku. "Aku kehilangan ingatanku."

Syaoran langsung terdiam, menatapku dengan serius.

"Aku terbangun di tengah hutan saat matahari hampir terbenam tadi. Aku hanya ingat namaku Sakura. Itu saja. Aku tak ingat darimana aku berasal, kenapa aku bisa ada di sini…dan kemana tujuanku setelah ini," ceritaku.

"Jadi, kamu tak bisa mengingat apapun sejak sore tadi?" tanya Syaoran.

Aku mengangguk.

"Kiiikkk!" Tiba-tiba terdengar suara monster lagi.

Aku diam, terkejut. Syaoran langsung melihat sekitarnya dengan waspada.

"Kiikkk!" Suara monster yang disebut Oni itu terdengar menjauh. Tampaknya ia tak sedang bergerak ke arah tempat kami berada sekarang. Kami aman.

Tapi…

Syaoran menoleh ke arahku. "Oni itu akan memanggil teman-temannya," katanya. "Mereka bisa menyerang kapan saja. Kita harus meninggalkan hutan ini secepatnya."

"Tapi…kemana?" tanyaku.

"Ke kota Hanshin. Itu kota terdekat dari sini," jawab Syaoran.

Sejenak aku merasa ragu. Apa tidak apa-apa mendadak pergi dengan orang yang baru kukenal seperti ini? Tapi aku takpunya pilihan lain. Aku tak mau tetap berada di hutan sendirian. Dan entah kenapa aku merasa bisa mempercayai Syaoran.

"Kiikk!" Teriakan Oni mengejutkan kami lagi.

Jantungku berdebar-debar. Apakah kali ini Oni itu akan menyerang? Apakah ia akan datang bersama teman-temannya? Namun perasaan takutku lenyap seketika.

Syaoran menggenggam tanganku, seolah mengerti kekuatiranku. "Jangan jauh-jauh dariku," katanya.

"Ya," jawabku. Aneh, itu yang kupikirkan. Kenapa aku bisa merasa tenang seperti ini? Tapi aku tak memikirkannya lebih jauh lagi.

Kami segera berlari, meninggalkan hutan.