I don't own Bleach.

Rate: M for safe.

"Incubus" part 1


~ooOoo~

Kali ini Renji tidak bisa berbohong pada bosnya. Ia memang keluar kantor tanpa sepengetahuan orang sekitarnya. Diam-diam ia bolos sejam, mencuri waktu kerja hanya untuk masalah yang menurut sebagian orang dianggap sepele. Ia takut kehabisan majalah langganannya. Ia menggebu untuk segera memilikinya karena menurut apa yang dibacanya di edisi sebelumnya memberitahukan jika cover majalahnya akan memuat aktris idolanya dan sedikit membeberkan mengenai profilenya. Tentu saja ia tidak mau kehabisan. Ini adalah pembuktiannya. Ia adalah fans setia aktris itu.

"Benar-benar menjijikan! Bahkan plastik pembungkus majalah ini sudah basah terkena tetesan air liurmu!"

Renji mengerutkan keningnya. Matanya terbelalak lalu tertawa terbahak mendengarkan lelucon komentar bosnya. Usia yang sama, tetapi berbeda nasib. Renji masih berstatus manajer sedang kawan lamanya ini sudah jadi direktur. Terlahir sebagai anak pemilik perusahaan adalah suatu karunia dan itu tidak dimiliki Renji.

"Apa kau tidak melihat keseksian dan kemolekan tubuhnya? Dia itu sempurna, tidak ada cacat apapun dalam fisik dan paras cantiknya. Andai aku kekasihnya, aku pasti pria paling bahagia sedunia!" angan Renji, menopang dagunya dan mulai melamunkan impiannya.

"Mimpi saja kau ini! Cepat kerja sana, kau merugikan perusahaan yang menggajimu jika semua pegawainya bertingkah konyol sepertimu!"

Renji melongo. Kawan lamanya sudah berubah kembali menjadi bosnya, seperti itulah kenyataannya. Kata 'untung-rugi' sesaat menjadi topik sensitif di telinganya. Malu dengan tingkahnya sendiri, ia undur diri dari hadapan bosnya.

"Kembalikan!" pintanya, ia menyodorkan tangannya agar majalahnya dikembalikan kepadanya setelah disita sejenak oleh bosnya sebagai bukti kealphaannya.

"Agar tidak menganggu konsentrasimu, pulang kantor kemarilah lagi!"

"Apa?!" Renji berteriak histeris. Ia hampir melolong meratapi nasib buruknya. Ia ingin segera membacanya, bukan malah mengalami razia anak SMA. Tetapi, melihat kesungguhan ucapan bosnya, ia memilih mundur teratur. Mungkin ini balasan karena bertindak seenak hatinya. Bersabar adalah kunci menghadapi masalah. 'Renji sok bijak' mode on.

~ooOoo~

Mata hazelnya sibuk membaca dokumen di hadapannya. Bertumpuk berkas telah ia selesaikan dan masih bersisa puluhan lainnya. Hari ini sungguh melelahkan, padahal waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Awalnya tidak digubris keberadaan majalah sitaan milik Renji, tetapi karena diletakan dalam jangkauan pandangannya akhirnya hatinya luluh juga untuk memegang dan memperhatikannya.

Jarinya mengusap dan menelusuri lekuk potret paras cantik si cover majalah. Bibir mungilnya terlihat menggoda dan seksi. Belum lagi sorot tajam dari iris keunguan yang ditebarkannya sanggup membuat ribuan pria bertekuk lutut di hadapannya. Tidak lupa pelengkap segala kecantikan wajah itu, hidung mancung dan pipi yang kemerah-merahan.

Mendadak ia mengingat jelas potongan kalimat Renji.

"—Andai aku kekasihnya, aku pasti pria paling bahagia sedunia!"

Ia tersenyum miring. Entah apa isi hatinya hingga ia menyiratkannya dalam bentuk senyuman seperti itu. Jika saja Renji mengetahui siapa kekasih si aktris idolanya, dia pasti sudah babak belur dihajar Renji karena merebut idolanya. Malang juga nasib Renji, batinnya. Tapi, sejujurnya ia tidak bisa membenarkan apa yang diangankan Renji.

Menjadi kekasihnya maka dia akan menjadi pria paling bahagia sedunia?

Benarkah seperti itu? Nyatanya tidak. Ia malah dihantui dengan perasaan was-was dan ketakutan.

Awalnya memang benar ia bahagia dan terus berbunga-bunga setiap hari, tapi selanjutnya lama-lama ia mengalami perasaan tidak menentu antara cemburu dan tertekan karena melihat tubuh indah kekasihnya diumbar dalam balutan pakaian minim dan seksi yang rela dipotret dan dipajang dalam jutaan lembar ekslempar majalah dan katalog produk yang menyewa jasanya.

Kadang ia tersenyum geli karena kehidupan yang dijalaninya sungguh mengesankan. Ia bisa terpaut dalam pesonanya lalu jatuh cinta dan menjadi kekasih aktris serta super model Kuchiki Rukia. Andaikan ia menyadarinya bahwa ia telah membuat jutaan pria di luar sana; penggemar Rukia patah hati, apabila hubungan mereka terekspos secara besar-besaran ke media. Untungnya, dia dan kekasihnya sepakat menjalani kehidupan hubungan ini secara tidak normal. Berstatus single saat berada di depan publik. Tetapi, mereka sepasang kekasih yang di mabuk kepayang setiap malamnya dalam keromantisan nyata tanpa gangguan apapun.

Hati kecilnya juga tergelitik saat mengingat siapa Kuchiki Rukia. Terkadang kebanggaannya memiliki kekasih yang bekerja sebagai aktris dan model cantik itu diikuti dengan perasaan cemburu. Ia gerah saat Rukia menjalani sesi pemotretan bersama model-model pria kelas excellent. Sekarang satu-satunya yang membuatnya hampir gila karena cemburu adalah keberadaan Jaegerjaques Grimmjow, pria serba biru yang terang-terangan menyatakan ketertarikannya pada kekasihnya. Sialnya, dia juga adalah pria yang didaulat menjadi brand ambasaddor produk yang dibintangi Rukia. Intensitas pertemuan mereka bahkan melebihi pertemuannya dengan Rukia.

Tanpa sadar jemarinya mengepal dan hampir mengusutkan kertas-kertas majalah itu; sebagai penyalur emosinya. Untungnya, ketukan pintu ruangannya langsung menyadarkannya. Secepatnya ia melempar majalah itu ke atas mejanya, takut-takut jika kepergok. Dan ternyata, si empunya majalah sudah ingin menjemput 'anak titipan'nya.

"Aku ijin pulang duluan!" kata Renji, berjalan mendekati meja bosnya dan memungut sendiri majalah yang dirindukannya.

"Heh?"

"Maaf Ichigo, kau membuatku lebih tersiksa dengan tindakanmu ini. Konsentrasiku buyar tiap aku mengingat keberadaan majalahku di tanganmu!"

"Sebegitunya kau mengaguminya? Memang apa yang telah diperbuatnya hingga kau bertingkah tidak wajar seperti itu?!"

"Ck.. kau boleh mencemoohku. Tapi, jika kau bertemu dengannya secara langsung, kau pasti akan langsung menjadi 'Rukia-holic' sejati."

"Kau pernah bertemu dengannya? Dan apa itu 'Rukia-holic'?"

Bos Renji; Kurosaki Ichigo hampir tertawa terbahak melihat kesungguhan Renji yang begitu mengagumi sosok kekasihnya itu. Belum lagi, sebutan fans Rukia yang baru didengarnya kali pertama. Rukia mungkin saja tidak mengetahuinya, pikirnya.

"Tentu saja aku pernah bertemu dengannya. Dia sepuluh kali lebih cantik dibandingkan di foto ini!" Renji menunjuk-nunjuk cover majalahnya.

Ichigo membenarkannya dan 100% mengamininya. Dia bahkan tidak pernah bosan untuk memandanginya setiap kali kekasihnya terlelap dalam pelukannya.

"Dan 'Rukia-holic' adalah sekumpulan fans Kuchiki Rukia yang siap melakukan apapun demi melihat sosok pujaannya. Bahkan kami membuat group di media sosial apapun untuk membahas mengenai idola kami, karena kami adalah orang-orang homogen –dalam satu jalan yang sama- merasa seirama saat membicarakan soal Kuchiki Rukia."

"Oh... begitu, ya?" jawab Ichigo santai.

Eksekutif muda ini memilih kembali melanjutkan pekerjaan tertundanya. Dia tidak akan mengambil lembur malam ini. Makan malam bersama telah ada dalam susunan jadwalnya. Ichigo mendesis, mengetukkan pangkal pulpennya ke meja. Ia berpikir. 'Mungkinkan ini berarti ia akan menjadi 'Rukia-holic' seumur hidupnya?' gumam Ichigo dalam hati.

"Eh, Ichigo!" teriak Renji.

"Heh? Kau belum keluar, ya?" tanya Ichigo kikuk mendapati Renji yang masih berkutat dengan majalahnya dan tenyata belum meninggalkan ruangannya.

"Menurutmu apa mereka berdua cocok?" tanya Renji menunjukan satu frame gambar sepasang pria wanita beradu kemesraan.

Mata Ichigo terbelalak kaget menghadapi gambar itu. Ia hampir tidak bisa mengendalikan emosi memuncaknya. Pose itu sungguh menantang. Dengan wajah kemerah-merahan, Rukia berbaring malu menghadapi tubuh Grimmjow yang hampir menindihnya. Memberi kecupan di pipi kiri Rukia. Jika saja lengan Rukia tidak menahan dada bidang Grimmjow, sudah dipastikan seluruh tubuh Rukia akan tenggelam dalam rengkuhan Grimmjow.

"Keluarlah, Renji!" Ichigo mengatur napas. Kepalan tangannya meregang seketika. Ia tidak boleh menunjukan kemarahannya sekarang.

"Kau aneh, Ichigo? Tidak seharusnya kau marah jika kau merasa mereka tidak cocok, kan? Aku saja sebagai fans hanya mendukung 50% saja jika benar Rukia menjalin hubungan dengan Grimmjow, karena kelihatannya kecocokan mereka tidak banyak?! Kau yang bukan fans Rukia tidak seharusnya kaget seperti itu, marah pun juga tidak diperbolehkan!"

"Diamlah, Renji! Ocehanmu membuat kepalaku sakit!"

Renji tersenyum miris melihat bosnya mendadak uring-uringan. "Beda tanggapannya jika kau adalah kekasih Rukia. Kau harusnya marah karena Rukia berpose bermesraan dengan pria lain, meski itu dikatakan sebuah profesionalitas dalam bekerja," Renji terkekeh mengomentari kalimatnya sendiri.

"Sudahlah, Ichigo! Jangan dengarkan omonganku! Sepertinya benar, aku mulai tidak waras karena kekagumanku pada Rukia hingga memimpikannya menjadi kekasihku. Rukia saja tidak mengenalku! Mimpiku sudah terlalu tinggi..." Renji berceloteh ria karena si bosnya mengacuhkan keberadaannya. Kakinya melangkah keluar ruangan Ichigo.

Ichigo melempar pulpennya hingga meloncat dan beradu dengan lantai. Ia membutuhkan banyak penjelasan langsung dari mulut kekasihnya. Ia tahu jika Rukia menjadi bintang iklan underware kenamaan, tapi apa memakai lingerie harus berpose seperti itu? Ia mengacak rambutnya kesal. Semakin hari, perasaan cemburu butanya sudah tidak berujung dan malah mengendap semakin keras hingga siap untuk meledak jika tidak segera diselesaikan akar penyebabnya.

"Rukia? Apa yang harus aku lakukan kepadamu?" gumam Ichigo memandangi foto kemesraannya dengan Rukia saat liburan musim panas beberapa bulan lalu melalui layar ponselnya.

"Renji yang bodoh! Rukia mengenalmu... dia mengetahui benar siapa saja teman-temanku!" ujarnya sambil memandangi ke arah bingkai besar foto jajaran petinggi Kurosaki Construction Inc. yang terpasang di salah satu bagian dinding ruangannya.

~ooOoo~

Senandung kecil mengiringi kegiatannya. Terakhir, ia meletakan lauk pelengkap untuk makan malam hari ini. Lalu ia memandangi bagaimana tatanan meja makannya. Senyum kepuasan langsung tercetak di bibir mungilnya. Kebanggaan tidak ternilai bisa menyiapkan makan malam untuk kekasihnya sepulang kantor. Bukankah ini ciri istri ideal? Pipinya memerah mengingat kata 'istri' mengusik pikirannya.

Pertanyaan kecil mengusik hatinya. Bagaimana reaksi orang-orang saat mengetahui jika direktur muda Kurosaki Ichigo adalah kekasih dan calon suaminya?

Dia mengelengkan kepalanya cepat-cepat. Khayalannya sudah terbang setinggi langit rupanya. Ia takut jika terlalu bermimpi muluk-muluk. Saat ini mereka hanya sepasang kekasih. Itupun diam-diam dan tidak butuh dijelaskan berulang kali. Ia dan Ichigo sama mengertinya. Meski ini pilihannya, kadang hatinya menjerit ketika melihat Rangiku dengan sombongnya memamerkan perhatian Ichimaru yang menjemputnya selesai syuting atau Inoue yang bebas bermesraan dengan Ishida gara-gara bermain dalam satu judul yang sama.

"Hah!" ia mendesah sesal.

Mustinya ia melakukan banyak hal layaknya pasangan kekasih normal pada umumnya? Bukannya menyembunyikannya. Apa besok ia membuat press conference saja untuk mengumumkan hubungannya?

Tidak!

Ichigo tidak suka sorot kamera pemburu berita. Ichigo hanya berniat menjadi prince charming untuk dirinya saja. Tidak perlu seantero penduduk dunia mengenal Ichigo, cukuplah dia yang menjadi aktrisnya.

Bel pintu terdengar kembali menyadarkannya. Itu pasti Ichigo yang datang. Menggebu ia melangkah, sedikit merapikan gaun soft pink setalinya yang panjangnya hanya sampai pertengahan lututnya hingga memamerkan keindahan kakinya. Ia biasa mengenakannya dan pastinya kekasihnya juga menyukainya, jadi tidak ada masalah.

"Selamat datang!" Ia memamerkan senyumannya.

"Kuchiki?!"

Wajah kaget langsung menyergapnya. Bukan sosok Ichigo di hadapannya melainkan, "Grimmjow?"

"Apa aku menganggu?"

Kuchiki Rukia kehilangan respon tercepatnya. Gadis itu mendadak terkena gagu, hanya bisa menjawab; menggeleng lalu mengangguk.

"Ehm.. apa kau baik-baik saja?" tanya Grimmjow memastikan sekali lagi.

Rukia sedang merangkai nyawanya yang mendadak kabur karena keterkejutannya. Diperhatikannya cermat sosok di hadapannya. Pakaiannya casual, berantakan tapi tetap menarik. Khas pakaian para model umumnya. Apa yang dilakukan Grimmjow di sini?

"Darimana kau mengetahui tempat tinggalku?"

Kalimat tanya itu malah terlontar dari mulutnya. Rumah ini jauh dari peradaban gemerlap kota. Tempat tinggalnya bersama Ichigo. Berada di tepi danau beserta keindahannya. Meski memiliki apartemen di pusat kota, rumah ini lebih istimewa. Tempat bersejarah, penuh dengan keromantisan antara dirinya dan Ichigo. Di sini mereka bebas menaruh kenangan terindah mereka. Seharusnya tidak ada yang mengetahuinya. Tapi—

"Maaf, aku tidak sengaja menguping pembicaraan teleponmu dengan asistenmu beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya aku tidak memperdulikannya, tetapi waktu aku berkunjung ke apartemenmu dia mengatakan kau sedang beristirahat—"

"Lalu? Kenapa kau sampai ke sini? Apa yang dikatakan Nanao kepadamu?" cecar Rukia menginterogasi si pria rambut biru.

"Tidak ada. Dia hanya mengatakan kalau kau tidak ada di kota ini. Tiba-tiba aku mencari kesimpulan sendiri. Ketika kau penuh semangat menceritakan mengenai Sakura Lake yang berada di pinggiran kota, aku pikir kau sering berkunjung ke danau itu. Dan saat aku melihat ada rumah berdiri di tepian danau ini, aku pikir ini tempat peristirahatan yang mungkin dimaksudkan asistenmu. Sebenarnya aku hanya menebak ternyata keberuntungan besar karena aku benar mendapatimu di sini."

Grimmjow memasang senyum kepuasan mampu memberikan kejutan pada gadis yang telah mencuri perhatian dan pikirannya. Saat ini, ia telah mendeklarasikan di dalam hatinya kalau hatinya sudah tercuri oleh pesona Rukia. Menakjubkan memang rasa cinta itu, menurutnya.

"Pulanglah!"

"Apa? Kau mengusirku, Kuchiki?" Grimmjow memasang wajah tidak percaya mendapati respon Rukia.

"Pergilah, aku sedang tidak ingin bertemu siapapun!" tangan Rukia menarik kembali daun pintunya, hendak menutup; memutuskan komunikasinya dengan Grimmjow.

"Kau yakin?" Grimmjow menahannya. Ia tidak akan melepaskan gadis idamannya begitu saja setelah menemukan 'tempat persembunyiannya'. "Lalu kenapa saat kau membuka pintu, kau terlihat sebegitu senangnya? Kau berbohong, Kuchiki. Kau sedang menunggu seseorang, kan?" tebakan Grimmjow terbukti. Mata Rukia melebar kaget.

"Sudahlah, berhenti mencampuri urusanku! Sebaiknya kau pulang dan berhenti menemuiku di hari liburku!" Rukia mendorong tubuh Grimmjow agar keluar dari halaman rumahnya. Tapi, ia semakin mengoceh kesal saat Grimmjow berubah menjadi patung yang hanya diam saja.

"Kau selalu membuatku penasaran, Kuchiki!"

"Apa maksudmu?"

"Aku akan mengetahuinya jika aku masuk ke rumahmu!"

"Hei! Berhenti!"

Lolos.

Grimmjow terbebas dari penolakan Rukia, meski omelan kemarahan terus didengarnya. Tapi, ia menyukai wajah kekesalan Rukia. Terlihat semakin manis ketika ia berhasil menggodanya. Dengan langkah pasti, ia berhasil memasuki ruang tamu rumah itu. Kepalanya celingukan, mencari-cari sesuatu yang ia sendiri tidak mengetahuinya.

"Kenapa kau selalu ingin tahu semua urusanku?!" Rukia marah langsung menarik bahu Grimmjow agar mereka berhadapan.

"Karena kau menarik, Kuchiki!"

"Pergi sekarang atau aku panggil polisi untuk—HEI!"

Rukia mengekori langkah Grimmjow yang seenaknya memasuki rumahnya. Menuju ke ruang tengah dan mengobservasi apapun bagian dari rumahnya.

"Tidak aku sangka kau tinggal sendirian di rumah sebesar ini? Terlalu berbahaya untuk model cantik sepertimu, Kuchiki! Tidakkah kau takut?" oceh Grimmjow.

"Aku lebih takut dengan keberadaanmu! Cepat pergi dan jangan coba kemari lagi!"

"Kenapa kau sebegitunya kepadaku—" Grimmjow mendapat pemandangan ganjil, "Apa kau yang menyiapkan semua makanan di atas meja itu? Ini terlalu banyak untuk kau habiskan sendirian, Kuchiki?" Grimmjow mendekati meja makan dan seenaknya menyendok makanan yang tersaji.

"Hmm... rasanya enak!" puji Grimmjow.

"Apa yang kau lakukan, dasar pria aneh! Pergi! Aku bilang pergi!"

Rukia sekuat tenaga mendorong tubuh Grimmjow ke arah pintu keluar. Grimmjow menyeret kakinya malas sambil sibuk menganalisis sederhana, mengakui jika benar gadis Kuchiki sedang menunggu seseorang. Siapa? Kekasihnya, kah? Tapi, menurut kabar dia belum memiliki kekasih.

Mendadak alisnya hampir menyatu saat ia melihat gambar mengejutkan di salah satu meja. Deretan bingkai foto yang menunjukkan keromantisan sepasang pria dan wanita. Kakinya mendadak berhenti, niatnya memperhatikan lebih jelas sosok pria yang memeluk mesra Rukia. Tapi, tindakan spontannya tidak terantisipasi oleh Rukia.

Gadis Kuchiki yang semenjak tadi mendorongnya, terjungkal dan mendarat di karpet ruang tengah. Sayang, sebelum terjatuh ia terlanjur menarik kaos yang dikenakan Grimmjow yang niatnya sebagai pegangan, tetapi malah membuat pria biru itu langsung jatuh mengikutinya dan menimpa Rukia.

"Minggir!" desis Rukia dengan wajah merahnya.

Wajah mereka berhadapan dan berjarak tidak lebih sepuluh centi. Kikuk Rukia yang menahan dada bidang Grimmjow dengan kedua telapak tangannya, beruntung juga karena Grimmjow masih menahan tubuhnya sendiri dengan lengannya. Posisi ini mengingatkan mereka dalam salah satu sesi pemotretan beberapa waktu yang lalu.

"Kau ingat apa yang aku bisikan kepadamu saat itu?" Grimmjow seolah mengerti apa yang dipikirkan gadis di bawah pelukannya ini. "Hingga membuatmu memalingkan wajah merahmu," lanjutnya lagi.

"Cukup! Minggir! Aku tidak butuh ucapan manismu dan rayu—"

"Aku menyukaimu, Kuchiki!"

Mata Rukia terbelalak. Ia berpusing melihat ketajaman pandangan Grimmjow. Kepalanya berputar terhipnotis hingga diam saja saat ujung hidung Grimmjow mulai menyenggol hidungnya. Grimmjow berniat mencuri ciuman di bibirnya. Ciuman Grimmjow yang seharusnya tidak membutuhkan waktu lebih dari dua atau tiga detik. Segala niatan itu langsung lenyap, semua waktu mendadak berhenti saat nama gadis Kuchiki terdengar jelas diucapkan oleh—

"Ichigo..." Rukia menyebutnya dengan tersengal ketakutan.

~ooOoo~

Perkelahian itu tidak bisa dihindari lagi. Baik Grimmjow atau Ichigo seolah terbakar emosi kemarahan. Mata menyala Ichigo menegaskan segala isi hatinya. Kepalan tinjunya belum meregang meski tekukan jarinya mulai terluka berdarah. Bibir Ichigo tidak luput dari tonjokan kuat Grimmjow, hingga sobek dan mengalirkan darah.

Kesabarannya benar-benar diuji. Bukannya mendapati semyuman manis Rukia, ia malah mendapati pemandangan yang membuat matanya pedas. Habis sudah rasa kasihnya. Ini menyangkut harga dirinya. Mana bisa dia diam saja melihat kekasihnya bermesraan dengan pria lain di tempat tinggalnya? Rumah masa depannya dengan Rukia. Dan ia seolah dikhianati oleh kekasihnya sendiri yang diam saja menghadapi keliaran pria biru itu, membiarkan bibirnya tersentuh oleh orang lain. Ini penghinaan atas dirinya yang telah mengklaim seluruh yang ada di Rukia-nya.

Buagh!

Baik Grimmjow ataupun Ichigo tersungkur di lantai. Lebam dan darah menghiasi wajah mereka. Tidak ada niatan mengalah, meski Rukia sudah memekik ataupun menangis terisak untuk melerainya.

"Berani sekali kau mencium Rukia?!" teriak Ichigo sambil menyeka darah yang keluar dari hidungnya.

"Cih!" Grimmjow meludah sembarangan darah yang mengumpul di mulutnya. "Tidak aku sangka Kuchiki dekat dengan pria bertempramen kasar seperti kau!"

"Apa?!" Ichigo berteriak. "Kau benar-benar kurang ajar! Aku mau mati sekarang!"

"Dasar pembual! Pukulanmu tidak ada rasanya untukku!" Grimmjow berlagak.

Ichigo semakin terbakar emosinya. Ia dengan mudah terpancing dengan omongan Grimmjow. Kakinya mantap menyongsong Grimmjow yang masih belum bersiap. Grimmjow terdiam, ia mengepal kuat jarinya, dirinya memang menunggu kedatangan Ichigo.

Hingga mata Grimmjow terbuka lebar, menyadari sesuatu. Langkah Ichigo terhenti. Pelukan Rukia menghentikan kegeraman meluap dari Ichigo. Gadis Kuchiki itu terisak-isak dalam dada Ichigo. Ia mengemis, meminta agar Ichigo menghentikan perkelahian ini.

"Hentikan, Ichigo! Aku mohon! Aku tidak mau kau terluka..."

Mata Ichigo meredup. Meski tidak mengalami luka fisik, tetapi Rukia adalah wanita pada umumnya. Perasaannya lembut dan tangisannya sarat dengan keputus-asaan. Bahu Ichigo melemas. Ia mengendalikan emosinya. Membawa Rukia dalam rengkuhan lengannya, memeluknya erat.

"Jangan berkelahi, Ichigo! Aku takut kau terluka, aku takut..."

Ichigo tidak bisa berujar banyak. Meski ia kecewa dengan tindakan pasif Rukia saat Grimmjow berusaha menyerang bibirnya, tetapi melihat gemetar ketakutan Rukia, lebih menyakitinya.

Grimmjow yang berasa nyamuk tidak berguna, melangkah pergi dari pemandangan tidak mengenakan itu. Tapi, satu keputusan telah dibuatnya sebelum meninggalkan rumah itu. Ia tersenyum menyeringai. Satu tindakan yang bisa membuat semua keadaan ini berubah. Bukan pria Kurosaki yang akan mendapatkan Rukia pada akhirnya nanti. Tetapi, ia! Grimmjow yang akan memiliki Kuchiki Rukia.

~ooOoo~

Perih bibirnya tidak digubris lagi. Ia menghukum Rukia dengan menyandera bibir itu dalam lumatan penuh nafsu. Sekarang emosi kekecewaannya menuntut ia untuk mengklaim setiap inci dari Rukia. Tidak perlu membawanya ke kamar pribadi mereka, sofa ruang tengah berubah menjadi tempat Rukia menyalurkan sensasi sensualitas yang telah dimulai Ichigo.

Terbaring pasrah ia menerima semua kerja hormon Ichigo yang meluap. Tidak ada yang terlewati dan semuanya sanggup membuat Rukia mengerang kepanasan. Ichigo benar-benar dibuai oleh keindahan. Ia meluapkannya, menyalurkan kekesalannya dengan mencumbui Rukia. Setiap bagiannya mendapat porsi lebih kasar karena sulut bayangan kejadian sebelumnya, memicunya untuk bertingkah liar.

Rukia bergerak gelisah. Cumbuannya berubah menjadi candu yang membuat Rukia menggeliat tidak nyaman. Bibir Ichigo yang terperangkap dalam surga dunia Rukia bertingkah membabi buta. Ia mengoreknya dengan jarinya, mencari sesuatu yang nantinya akan sangat dibanggakannya saat Rukia menjerit menyebut namanya.

Rukia mengerutkan keningnya kuat dan matanya terpejam erat. Ia seperti tidak bisa bernapas normal melalui hidung. Bibirnya membuka, alisnya menaut dan tubuhnya menegang hingga terbata ia menyebutkan nama Ichigo-nya di dalam kenikmatan yang melandanya. Ichigo berhasil melakukannya. Rukia mendapatkan orgasmenya.

Ichigo menyedot habis segala cairan kenikmatan Rukia. Segala kepuasan didapatinya melihat Rukia terkulai lemas dengan peluh membasahi. Tidak butuh menunggu, ia menginginkannya. Secepat kilat ia melepas pakaiannya. Ia akan membawa Rukia ke dalam tingkatan kenikmatan yang lebih tinggi.

Ichigo memutuskan membawa Rukia ke ranjang mereka setelah sepuluh menit terkapar akibat menjalani puncak pergumulan yang telah menghabiskan tenaganya. Ia tahu Rukia sedari tadi diam saja, tapi ia tidak tertidur. Rukia paham betul dengan perangai kekasihnya. Dan dia sadar telah melanggar aturan tidak tertulis yang disepakati mereka.

"Dari mana dia mengetahui tempat ini?"

Ichigo membuka obrolan sambil mengelusi rambut Rukia. Posisi ini menyamankan mereka. Ia merasa menjadi pelindung untuk Rukia dan bagi Rukia, ia merasa aman dalam rengkuhan Ichigo.

"Dia menemukannya dengan sendirinya."

"Dan kau mempercayai ucapannya, Rukia?"

Rukia menggeleng. "Ia pembual!"

"Lalu kenapa kau membiarkannya masuk dan hampir menciummu?"

"Dia kasar dan pemaksa! Saat aku berusaha mengusirnya, aku malah terjatuh dan tubuhnya menimpaku lalu-" Rukia tercengang merasakan Ichigo terdiam, menghentikan sikap perhatiannya melalui usapan lembut rambutnya. "Kau tidak percaya kepadaku, Ichigo?" tanya Rukia was-was.

"Entahlah Rukia! Terkadang aku bingung dengan apa yang aku lihat dengan apa yang kau katakan?"

"Ichigo... apa maksudmu?" Berbekal selimut, Rukia menegakan tubuhnya. Ia memandang tanya pada Ichigo yang belum melihatnya. "Kau meragukan ucapanku?" Rukia bertanya lagi, Ichigo mendadak bisu.

"Bolehkah aku menanyakan sesuatu kepadamu?" tanya Ichigo.

"Katakan, Ichigo! Apa yang bisa membuatmu kembali mempercayaiku dan—"

"Kapan kau akan memberitahukan pada orang-orang di luar sana mengenai hubungan kita?"

"Apa?"

"Jika kita mempertahankan hubungan seperti ini, mungkin aku tidak akan bisa menghadapi orang-orang yang bertindak lancang seperti Grimmjow! Mereka hanya mengetahui kau masih single dan aku tidak bisa selalu berdiri di sampingmu untuk menjagamu dan melindungimu, Rukia!"

"Tidakkah kita sepakat untuk menjalani hubungan ini secara diam-diam agar kau tidak diburu oleh para wartawan?"

"Tidakkah alasan yang aku ajukan terlalu sederhana, Rukia? Tidakkah kau paham maksudku sebenarnya?"

"Ichigo, ini merumitkan! Apa yang sebenarnya terjadi?"

"Aku pernah mendengar percakapanmu dengan kepala agensi tempatmu bernaung. Dia mengatakan karirmu akan berjalan baik dan semakin cemerlang jika kau berstatuskan single. Saat itu kau sedang memulai karirmu dan apa kau mengingat yang kau katakan kepadaku setelah pertemuan dengan kepala agensimu?"

"Ini mimpiku, Ichigo! Menjadi seorang super model dan aktris terkenal. Aku tidak mau ada kesalahan yang terjadi hingga menghambatku menggapai mimpiku! Apakah itu maksudmu?" tanya Rukia.

Ichigo mengangguk. "Ya! Saat itulah tanpa kau minta, aku menyadarinya bahwa statusmu sangat penting hingga sorot kamera-lah yang aku jadikan alasan agar kita menjalani hubungan diam-diam ini."

"Ichigo... maafkan aku! Aku bahkan tidak pernah menyadarinya. Aku—"

"Tapi, sekarang ini aku lelah, Rukia! Hubungan ini menguras tenagaku. Aku lelah dengan rasa cemburuku kepadamu saat kau berpose mesra dengan pria lain dan aku lelah dengan rasa khawatirku terhadap lingkungan di sekitarmu yang tidak aku mengerti. Aku ingin menjagamu, tetapi aku tidak bisa melakukannya karena aku tidak pernah kau anggap saat kau berada di dunia tempatmu bekerja."

"Ichigo! Lalu apa yang harus aku lakukan untuk menghilangkan rasa lelahmu atas hubungan ini? Aku tidak mau jika kau merasa tidak nyaman saat bersamaku! Aku tidak ingin kau terluka karena kau terlalu memikirkan diriku. Aku ingin kau bahagia seperti yang aku rasakan saat bersamamu."

Ichigo menatap lama Rukia. Seluruh ucapan Rukia seolah menegaskan betapa Rukia mencintainya. Tetapi, seberapa besar cintanya terhadap pekerjaannya jika dibandingkan dengan rasa cinta Rukia kepadanya?

"Aku ingin kau berhenti dari pekerjaanmu, Rukia!"

"Apa?!"

~ooOoo~

To be Continued.


Daripada mengomel dalam hati, berikan review pada saya... agar saya bisa mendengar ups... membaca suara hati kalian.

Terima kasih..